"Terserah kamu, baiknya apa?" Dani percaya Tari lebih baik dari Reni. Tari pasti bisa mengambil hati orang tuanya.
"Nanti kita mampir di LaparMart ya, Mas. Aku mau membelikan sesuatu untuk orang tuamu." Dani mengangguk.
Dengan motor masing-masing keduanya kini meninggalkan parkiran itu. Motor Dani berada di depan, dan disusul motor Tari yang mengekornya di belakang. Tiba dia salah satu LaparMart, Dani membelokkan motornya pun Tari.
"Selamat sore, ada yang bisa kami bantu?" sapa petugas LaparMart ramah sesaat ketika keduanya mendorong pintu.
Dani dan Tari hanya tersenyum kemudian berlalu menuju ke rak-rak yang terdapat di minimarket itu.
"Kira-kira ini, orang tuamu suka nggak, Mas?" Tari menunjukkan bungkusan makanan ke arah Dani.
"Terserah kamu, Sayang. Orang tuaku pasti menyukai semuanya.
"Beneran, Mas?" Hari ini perasaan Tari begitu berbunga-bunga. Sangat terlihat dari raut wajahnya yang begitu kegirangan.
"Hu um ...."
Tari meneguksaliva-nya ketika melihat roman wajah Halimah yang menyiratkan kemarahan.'Pasti, ibunya Mas Dani bakal memarahiku dan segera mengusirku?'Dalam hati, Tari terus berpikiran buruk saat pertama melihat Halimah."Ss-s-sore, Tante." Tari segera berdiri dengan lutut dan bibir yang gemetar, bahkan seluruh badannya ikut gemetar.Halimah mendengus, "Kalian ... duduk!" perintahnya pada Tari dan juga Dani yang masih berdiri di belakangnya.Menurut, Dani pun kini telah duduk di samping Tari. Keduanya sama-sama menunduk, bersiap menghadapi kemarahan wanita paruh baya di hadapannya itu."Maaf, Bu," ucap Dani lirih. Dia sadar perbuatannya ini dapat mencoreng nama baik keluarganya. Orang tuanya pasti akan sangat malu, jika keluarga besarnya tahu masalah ini.Saat ini, ayahnya sedang tidak ada di rumah. Pekerjaannya sebagai sopir bus lintas pulau, menjadikannya tak selalu berada di rumah.Amarah Halimah sudah
"Sudah punya anak?" Rasa penasaran Halimah semakin menjadi. Wanita seperti apa yang mampu membuat Dani berpaling dari istrinya?"Su-sudah, Tante." Ada sedikit rasa kecewa di hati wanita paruh baya itu.'Dani ini gimana, sih? Kenapa mau dengan janda yang sudah memiliki anak?'Sangat jelas, Halimah tidak pernah memikirkan perasaan menantunya. Bukankah dia juga orang tua yang memiliki anak gadis?"Berapa?" Halimah bertanya dengan nada sinis."S-satu." Sedari tadi, Tari terus menjawab dengan terbata. Dia begitu takut saat ini."Laki-laki atau perempuan?""Laki-laki.""Umur berapa?""Tiga tahun.""Kamu menjanda sejak kapan?""Sejak setahun yang lalu.""Kenapa bercerai?""Karena suami saya selingkuh," lirih Tari. Kini dia sekarang yang melakukan perselingkuhan dengan suami orang. Miris memang."Dan sekarang kalian selingkuh?" Tari semakin menunduk. Malu mengetahui kenyataan jika
"Ibu mau bantu bicara sama Reni." "Beneran, Mas?" "Alhamdulillah, ya, Mas." "Kata ibu, kamu suruh ngambil minum sendiri." "Berarti, itu tandanya ... ibu sudah menerimaku di sini?" Tak dapat disembunyikan lagi raut kebehagiaan di wajah Tari. Ibu Dani meski awalnya terlihat judes, nyatanya sekarang dapat menerima kehadirannya. Sebua suara yang cukup keras, mengalihkan perhatian keduanya. "Handphone kamu itu, Mas," ucap Tari seraya menunjuk ke arah handphone Dani yang tergeletak di atas meja. Dani mengalihkan pandangannya dan mengambil benda itu. Dahinya mengernyit, seolah mempertanyakan sesuatu. "Siapa, Mas?" Melihat kekasihnya terlihat begitu cemas, Tari juga ikut penasaran. "Zaki," jawab Dani singkat. "Zaki? Siapa?" Tentu saja Tari tidak mengetahui siapa Zaki. "Adik Reni. Aku angkat sebentar. Siapa tahu penting." Dani merasakan perasaan yang tidak enak. Tida
"Kenapa nggak diangkat, Ren?""Nggak kenal, Bu." Entah kenapa Reni merasakan hatinya begitu sakit ketika mengingat Dani. Dia benar-benar tidak ingin berhubungan dengan laki-laki itu lagi."Siapa sih, Ren? Coba Ibu lihat, siapa tahu penting." Yanti hendak beranjak dari duduknya dan menghampiri handphone Reni yang tergeletak di atas nakas."Nggak usah, Bu. Paling orang iseng." Reni buru-buru menyambar hanphone-nya dan memasukkannya di dalam selimut yang menutupi kakinya.Yanti mengernyit heran. Jika tidak penting, mengapa berkali-kali hingga tak sempat berhenti.Di dalam selimut, Reni mematikan handphone-nya, biar Dani tidak bisa menghubunginya lagi. Akhirnya dia bisa bernapas lega, tanpa adanya gangguan dari Dani lagi. Seharusnya dari kemarin-kemarin dia bersikap seperti ini."Oh, iya, Yah. Motor Ayah masih di tempat Bang Lukman. Kemarin--.""Sudah-sudah. Kita bisa mengambilnya besok jika kau sudah sehat.""Ayah, pulang du
"Dan selingkuhannya itu juga hamil.""Apa?!"Kepala Yanti mendadak begitu pusing. Mendengar berita bahwa menantunya itu selingkuh saja sudah membuat dirinya nyaris pingsan, ditambah tahu jika Dani menghamili wanita lain.Reni merasa bersalah saat melihat ibunya itu. Sebenarnya dia sangat tidak tega jika harus mengatakan kejujuran. Karena dia tahu, ibunya itu sering pusing. Apalagi jika harus berpikir keras.Tapi, rasanya dia sudah tidak kuat memendamnya lagi. Memendam perasaan ini sendirian, membuatnya semakin sakit.Yanti memijit keningnya, dia benar-benar pusing saat ini."Ibu ...," panggil Reni lirih. Ingin dia bangkit dan menopang tubuh ibunya yang terlihat begitu rapuh. Tapi apa daya, sebelah tangannya terikat jarum infus yang tidak memungkinkannya untuk banyak bergerak."Ibu nggak apa-apa, Ren." Yanti segera bangkit. Tak ingin anak perempuannya itu tambah beban pikiran karena melihatnya rapuh.Hatinya sakit, melihat
Dani begitu kebingungan ketika Reni tak menjawab panggilannya. Tari semakin cemberut melihat Dani begitu mengkhawatirkan Reni.Tak mau hanya menunggu teleponnya dijawab Reni, Dani segera menghubungi kembali Zaki untuk mengetahui di mana Reni dirawat.Dengan berbekal nama klinik tempat Reni dirawat, Dani segera melaju ke sana."Bu, Reni masuk rumah sakit, aku ke sana dulu, ya," pamitnya pada Halimah."Istri kamu kenapa lagi to, Dan? Ibu dulu waktu hamil kamu saja nggak kayak gitu. Malah Ibu masih bisa kerja di pabrik. Reni memang manja. Itu! Tari saja kerja juga baik-baik saja."Halimah merasa Reni sangat merepotkan. Dia beranggapan Reni seperti ini karena manja."Sudah, Bu. Dani berangkat dulu ke sana." Tak mau mendengar ceramah dari ibunya yang pasti tidak akan berhenti, Dani segera berlalu meninggalkan wanita itu.Halimah membuang napas kasar, " Ya, sudah sana.""Ayok, Tar! Kita bareng sampai jalan besar." Tari mendengus seba
"Mas Dani!" Bukan perasaan senang ataupun bahagia saat Reni melihat Dani sudah di hadapan matanya. Tapi, rasa benci yang terus menggerogoti hatinya.Mata Reni membola layaknya melihat setan. Bagaimana bisa dia menjadi sebenci ini dengan suaminya itu?Melihat Reni membuka mata, Dani tersenyum semanis meungkin seolah tak ada masalah di antara mereka. Hal itu juga yang membuat Reni begitu jijik ketika melihat wajah Dani.Reni mencoba duduk dan bersender di bahu brankar. Tangan Dani berusaha meraih dan membantunya, tetapi ditepis oleh Reni. Hal itu membuat Dani sedikit geram.'Kenapa Reni jadi kasar gitu?'Dalam hati Dani bertanya-tanya tentang perubahan sikap Reni yang tak semanis dulu.Akhirnya Reni dapat menyandarkan punggungnya. Dia menatap Dani dengan penuh amarah. Teringat perjumpaan terakhir dengan suaminya itu. Dia terlihat begitu mesra dengan Tari. Ditambah Dani menuduhnya memiliki hubungan dengan Bram."Mau apa Mas ke sin
Sejak kepergian Dani, Reni sama sekali tidak bisa tidur. Melihat wajah suaminya itu, membuat kepalanya mendadak pusing.Ingin sekali dia mengamuk suaminya itu, tapi masih ditahannya. Dia tak ingin dinilai bar-bar oleh Dani. Dia harus terlihat berkelas dan elegan, agar jika suatu saat dia meninggalkan Dani. Suaminya itu akan merasa menyesal.Bukan karena masih mencintainya, tapi dia ingin membuktikan bahwa tanpa Dani, hidupnya akan baik-baik saja."Maafin Ibu, Nak ...." Reni mengelus perut ratanya, yang di dalamnya rbesarang malaikat kecil yang selama ini dinantikannya."Ibu berjanji, akan memberikanmu kehidupan yang layak meski tanpa orang tua utuh." Berkomunikasi dengan janinnya, menjadi hiburan tersendiri bagi Reni.Semangatnya yang redup kembali bangkit dan bersinar. Bagaimanapun dia masih memiliki kekuatan untuk tetap bertahan.Perasaannya kali ini sedikit lebih tenang. Akhirnya dia mampu memejamkan matanya.Dani keluar dengan mar
Reni memasak makanan yang menjadi ciri khas di rumah makannya, rica-rica kelinci. Selama ini memang ibunya yang memasak di sana, sementara Reni kembali ke rumah Dani. Namun, saat Reni kembali, dia memutuskan untuk memasak sendiri, kasihan Yanti katanya. Kondisi Yanti semakin lemah, jadi dia tidak boleh capek-capek.Hidangan sudah siap, dia bersiap menyajikan untuk Bram dan Yudha. Berkali-kali dia menarik napas karena kali ini dia berniat untuk membicarakan hal ini dengan keduanya. Dia harus tegas agar keduanya tak terluka."Makanan sudah siap, silakan dimakan." Reni tersenyum ke arah dua pria yang masih saling menatap dengan tatapan yang tak suka. Sungguh Reni sangat merasa bersalah kepada keduanya. Apa dia yang jahat karena seolah memanfaatkan mereka berdua?Reni meletakkan masing-masing satu porsi di hadapan Bram dan juga Yudha. Setelah itu, dia menarik kursi di antara keduanya."Makan dulu! Ada yang pengen aku omongin." Reni berusaha sesantai mungkin,
Bram tak banyak berharap pada Reni. Dia tahu jika rasa sakit Reni memang bisa membuatnya trauma. Mungkin dia yang terlalu terburu-buru hingga membuat Reni merasa takut."Aku antar ke mana ini, Ren?""Ke warung aja, Bram. Masih ada urusan di sana."Lebih baik tak memberi harapan untuk keduanya. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Reni saat ini. Dia harus sangat berhati-hati kini. Karena hidup tak melulu soal cinta. Hubungan pun bukan hanya suami istri. Ada hubungan yang lebih luas dari pada itu."Oke!" Bram pun menerima penolakan Reni kali ini. Tak mudah bagi seorang wanita yang telah diselingkuhi, membuka hatinya untuk lelaki lain. Dan itu terjadi pada Reni. Lama belum hamil, disalahkan oleh orang-orang sekitar.Saat hamil, malah dia diselingkuhi oleh suaminya. Di samping itu, dalam kehamilannya, suaminya itu malah semakin melukai hatinya. Berjuang sendiri hingga hamil besar, tanpa kasih sayang dan juga dukungan suami. Bahkan saat det
"Kamu kalau lagi ngambek cantik, deh.""Gombalanmu udah nggak mempan ke aku.""Aku nggak nggombal, sumpah! Mau nggak jadi istri aku?"Reni tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Bram barusan. Wanita itu melongo, nggak nyangka jika lelaki yang berprofesi sebagai pengacara itu memiliki rasa untuknya. Persoalan dengan Yudha saja sudah membuatnya merasa sangat pusing, kini ditambah dengan Bram.Apa ini artinya, Bram sedang melamarnya dengan tidak romantis? Di dalam mobil, tanpa cincin, tanpa candle light dinner yang romantis. Tapi, bukan itu sebenarnya ini permasalahannya. Reni belum sembuh benar hatinya saat ini. Masih ada trauma yang menghinggapi hatinya."Kenapa kamu, Ren?" Melihat Reni yang malah bengong, membuat Bram penasaran. Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh wanita di sebelahnya."Uhm ... Bram." Reni berusaha mencari kata yang tepat untuk menjelaskan bahwa dia belum bisa menerima Bram. Tapi, dia juga bingung karena Bram telah mem
Setelah proses yang panjang, akhirnya Reni dan Dani resmi bercerai. Meski awalnya Dani masih keukeuh ingin mempertahankan pernikahan ini, namun Reni mengantungi banyak bukti.Dengan bantuan dari Bram, akhirnya Reni dapat lolos juga dari jeratan Dani. Hubungan toxic yang hanya menyakiti dirinya sendiri. Hubungan yang sehat tak akan menyakiti."Puas sekarang kamu, Ren. Misahin anak sama ayahnya?" Dani menghampiri Reni di depan pengadilan agama. Reni saat ini tengah bersama dengan Bram. Dani melirik ke arah pengacara itu dengan muka kesal. Dia tak mungkin menyewa pengacara, duit aja nggak punya. Terlebih dia juga tengah memikirkan tuntutan dari keluarga Tari tentang uang yang digunakan untuk operasi. Kerjaan aja nggak pasti, bagaimana dia bisa dapat uang?Reni memutar bola mata malas, menghadapi Dani harus berkali-kali menghela napas panjang. Sepertinya lelaki macam itu akan sulit untuk melihat keburukannya sendiri."Maaf, Mas. Tidak ada kepentingan lagi antar
Reni tersenyum getir menanggapi permintaan Dani. Dia tidak mungkin mengubah keputusannya. Hatinya telah tertutup bagi Dani dan sama sekali dia tidak berpikir untuk membukanya lagi."Memulai lagi, Mas? Jangan buat aku ketawa. Setelah semua yang telah kamu perbuat padaku, kamu ingin kita memulai lagi? Jangan bikin aku ketawa, Mas." Yang ada di hati Reni kini hanya rasa benci dan juga kecewa, mana bisa dia harus memulai semuanya lagi dengan Dani? Itu hal yang sangat menakutkan baginya. Atau lebih seperti sebuah trauma yang amat sangat mencekam.Reni melewati kehamilannya seorang diri. Dani hanya sesekali saja berada di sampingnya. Dan itupun tak menampilkan tanda-tanda jika Dani menyayangi anak yang ada dalam kandungan Reni. Tak pernah sekali pun Dani mengelus perut Reni, mencoba berinteraksi dengan bayi yang dikandung Reni. Dan kini Dani dengan tidak tahu malunya meminta Reni untuk memulai semuanya dari awal?"Ren! Apa kamu nggak mikirin anak kita? Dia masih butuh sosok
Setelah kepulangan Reni ke rumah orang tuanya, Dani terus saja menghubungi Reni. Dia selalu berbicara ingin memulai lagi semuanya dengan Reni. Tapi, Reni masih keukeuh dnegan keputusannya. Dia sudah enggan bertemu dengan Dani."Ren! Dani datang dengan kedua orang tuanya ingin bicara sama kamu." Yanti masuk ke kamar Reni yang sedang menyusui bayinya. Reni membuang napas panjang kala mendengar nama Dani."Nanti, Buk. Aku masih netekin si Rey." Sebenarnya sudah sangat malas Reni berhadapan dengan keluarga itu. Tetapi, dia masih menghormati kedua orang tua Dani, meski mereka tidak pernah berlaku baik padanya.Yanti hanya menuruti anaknya. Dia tidak enak hati jika mengusir besannya. Walau bagaimanapun, mereka masih orang yang memiliki unggah ungguh."Sebentar, Reni sedang menyusui Rey." Yanti ikut duduk di ruang tamu, menemani tamunya. Dia sendiri sebenarnya geram dengan perilaku Dani dan juga orang tuanya. Jika orang tua yang benar, anaknya selingkuh, mereka akan men
Setelah Wahyu berbicara dengan ibunya, akhirnya Tari diperbolehkan untuk sementara tinggal di situ. Dan Dani diminta untuk datang ke rumah keluarga Tari untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.Beberapa hari yang lalu, Tari melahirkan secara sesar. Jika dihitung, itu selang dua hari dari waktu Reni melahirkan. Mungkin bisa dikatakan itu sebagai untung double bagi Dani. Atau mungkin kepusingan berlipat bagi lelaki tak memiliki pekerjaan tetap seperti Dani. Hanya modal rayuan dan juga modal dengkul, lelaki tamak itu ingin memiliki istri lebih dari satu. Minus akhlak maupun harta, tetapi begitu serakah.Lelaki baik tidak akan mengkhianati istrinya, begitu pula wanita baik. Dia tidak akan datang di antara rumah tangga orang lain. Apalagi jika hanya dicurhati oleh lelaki bersuami tentang masalah rumah tangganya. Jika dia belum mengantungi surat cerai, itu tandanya dia masih lelaki beristri.Sekarang mereka berdua sama-sama pusing. Tari dengan statusnya, sedang Dani
Tari menangis sejadi-jadinya. Dia tak menyangka ibunya akan menyalahkannya seperti itu. Dia berpikir jika ibunya akan memeluknya dan memberinya kekuatan. Tapi nyatanya, jauh panggang dari pada api. Bahkan tak ada satu pun yang terlihat membelanya kini. "Bu, aku anakmu kenapa Ibu malah menyalahkanku?" tanya Tari dengan masih terisak. Ibunya membuang muka. Dia merasa kecewa dengan anaknya itu. "Kamu mau tahu kenapa?" Ibu Tari ikut terisak bersama dengan anaknya. Rasanya sakit sekali hatinya kali ini. Kenapa anaknya sendiri sekarang yang merusak rumah tangga orang lain. "Karena ibu pernah berada di posisi wanita itu. Seorang istri yang diselingkuhi suaminya dengan wanita lain." Semua orang yang ada di ruangan itu kaget, kecuali paman Tari dan juga ayahnya. "A-apa?" Tari melihat ke arah ayahnya yang tengah menunduk. Sepertinya ayahnya malu kala aibnya di masa lalu akhirnya terbongkar saat ini di hadapan anak-anaknya. Lutut Tari seketik
Tari menunggu Wahyu dengan perasaan gelisah. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Dia takut tapi juga tak bisa melakukan semua itu sendiri. Dia butuh orang lain saat seperti ini.Tari berbenah dengan perasaan hancur. Dia yang awalnya mendambakan masa depan bersama dengan Dani, harus menelan pil pahit karena sikap Dani yang plin plan dan juga sikap keras kepala Reni yang tak mau dimadu.Air mata terus meleleh membasahi pipi. Semakin deras hingga Tari seakan lupa cara untuk berhenti. Dia tak bisa seperti ini. Awalnya sudah salah, sampai kapan pun pasti tetap salah.Saat membuka lemari dan memberesi bajunya, Tari menemukan beberapa baju milik Dani. Dia mendekat sejenak lantas memasukkannya ke kantung yang berbeda."Ini ijazah sama akte Mas Dani enaknya gimana?" Tari ragu, Dani memang sudah berencana kabur dengan Tari setelah Tari lahiran. Tetapi akhirnya Dani kembali plin plan dan memilih untuk kembali pada Reni. Hancur sudah semua harapan