"Dan selingkuhannya itu juga hamil."
"Apa?!"
Kepala Yanti mendadak begitu pusing. Mendengar berita bahwa menantunya itu selingkuh saja sudah membuat dirinya nyaris pingsan, ditambah tahu jika Dani menghamili wanita lain.
Reni merasa bersalah saat melihat ibunya itu. Sebenarnya dia sangat tidak tega jika harus mengatakan kejujuran. Karena dia tahu, ibunya itu sering pusing. Apalagi jika harus berpikir keras.
Tapi, rasanya dia sudah tidak kuat memendamnya lagi. Memendam perasaan ini sendirian, membuatnya semakin sakit.
Yanti memijit keningnya, dia benar-benar pusing saat ini.
"Ibu ...," panggil Reni lirih. Ingin dia bangkit dan menopang tubuh ibunya yang terlihat begitu rapuh. Tapi apa daya, sebelah tangannya terikat jarum infus yang tidak memungkinkannya untuk banyak bergerak.
"Ibu nggak apa-apa, Ren." Yanti segera bangkit. Tak ingin anak perempuannya itu tambah beban pikiran karena melihatnya rapuh.
Hatinya sakit, melihat
Dani begitu kebingungan ketika Reni tak menjawab panggilannya. Tari semakin cemberut melihat Dani begitu mengkhawatirkan Reni.Tak mau hanya menunggu teleponnya dijawab Reni, Dani segera menghubungi kembali Zaki untuk mengetahui di mana Reni dirawat.Dengan berbekal nama klinik tempat Reni dirawat, Dani segera melaju ke sana."Bu, Reni masuk rumah sakit, aku ke sana dulu, ya," pamitnya pada Halimah."Istri kamu kenapa lagi to, Dan? Ibu dulu waktu hamil kamu saja nggak kayak gitu. Malah Ibu masih bisa kerja di pabrik. Reni memang manja. Itu! Tari saja kerja juga baik-baik saja."Halimah merasa Reni sangat merepotkan. Dia beranggapan Reni seperti ini karena manja."Sudah, Bu. Dani berangkat dulu ke sana." Tak mau mendengar ceramah dari ibunya yang pasti tidak akan berhenti, Dani segera berlalu meninggalkan wanita itu.Halimah membuang napas kasar, " Ya, sudah sana.""Ayok, Tar! Kita bareng sampai jalan besar." Tari mendengus seba
"Mas Dani!" Bukan perasaan senang ataupun bahagia saat Reni melihat Dani sudah di hadapan matanya. Tapi, rasa benci yang terus menggerogoti hatinya.Mata Reni membola layaknya melihat setan. Bagaimana bisa dia menjadi sebenci ini dengan suaminya itu?Melihat Reni membuka mata, Dani tersenyum semanis meungkin seolah tak ada masalah di antara mereka. Hal itu juga yang membuat Reni begitu jijik ketika melihat wajah Dani.Reni mencoba duduk dan bersender di bahu brankar. Tangan Dani berusaha meraih dan membantunya, tetapi ditepis oleh Reni. Hal itu membuat Dani sedikit geram.'Kenapa Reni jadi kasar gitu?'Dalam hati Dani bertanya-tanya tentang perubahan sikap Reni yang tak semanis dulu.Akhirnya Reni dapat menyandarkan punggungnya. Dia menatap Dani dengan penuh amarah. Teringat perjumpaan terakhir dengan suaminya itu. Dia terlihat begitu mesra dengan Tari. Ditambah Dani menuduhnya memiliki hubungan dengan Bram."Mau apa Mas ke sin
Sejak kepergian Dani, Reni sama sekali tidak bisa tidur. Melihat wajah suaminya itu, membuat kepalanya mendadak pusing.Ingin sekali dia mengamuk suaminya itu, tapi masih ditahannya. Dia tak ingin dinilai bar-bar oleh Dani. Dia harus terlihat berkelas dan elegan, agar jika suatu saat dia meninggalkan Dani. Suaminya itu akan merasa menyesal.Bukan karena masih mencintainya, tapi dia ingin membuktikan bahwa tanpa Dani, hidupnya akan baik-baik saja."Maafin Ibu, Nak ...." Reni mengelus perut ratanya, yang di dalamnya rbesarang malaikat kecil yang selama ini dinantikannya."Ibu berjanji, akan memberikanmu kehidupan yang layak meski tanpa orang tua utuh." Berkomunikasi dengan janinnya, menjadi hiburan tersendiri bagi Reni.Semangatnya yang redup kembali bangkit dan bersinar. Bagaimanapun dia masih memiliki kekuatan untuk tetap bertahan.Perasaannya kali ini sedikit lebih tenang. Akhirnya dia mampu memejamkan matanya.Dani keluar dengan mar
"Halo,assalamu'alaikum." Reni mengucapkan salam ketika mengangkat telepon itu"Wa'alaikumsalam, Ren."Reni berpikir sejenak, mengingat pemilik suara itu."Ehm ... maaf, ini siapa, ya?""Ck! Baru kemarin ketemu masak sudah lupa sih, Ren!"Pria di ujung telepon sana merasa kecewa karena Reni melupakannya. Padahal dia berharap wanita itu akan selalu mengingatnya."Yudha?" ucap Reni ragu-ragu. Yakin nggak yakin saat mengucapkannya. Apa laki-laki itu tidak kapok dicuekin terus oleh Reni?"Nah! Itu baru inget. Aku pagi ini mau mampir ke sana sebelum berangkat kerja. Kamu mau dibawain apa?"Reni mengernyitkan dahinya, tidak tahu harus menanggapi bagaimana perhatian mantan pacarnya ini."Nggak usah repot-repot, Yud," tolak Reni halus. Padahal sebenarnya ada sesuatu yang memang diinginkanya, tapi dia tidak mau semakin berhutang pada pria itu."Nggak usah sungkan, Ren. Aku tahu
"Ibu mandiin kamu, lalu ganti baju, ya?""Mandi?" Bukanya Reni tidak mau mandi, tapi melihat tangannya seperti itu dia tidak yakin bisa mandi. Bahkan kemarin dokternya bilang, jika dia tidak boleh banyak bergerak."Ya, bukannya mandi di kamar mandi, kamu cuma ibu lap-lap saja pakai air anget.""Ow ...!" Bibir Reni membulat mendengarnya.Yanti pun mengelap badan putrinya itu dengan sabar dan telaten. Dan akhirnya, Reni kini telah merasa bersih dan segar. Bahkan kini dia telah berganti baju."Tok ... tok ... tok ...!" Baik Reni maupun Yanti menoleh ke arah pintu yang diketuk. Yanti menatap Reni seolah bertanya, yang dibalas Reni dengan mengedikkan bahunya. Tanda Reni pun tidak tahu siapa yang mengetuk pintu."I-iya masuk saja!" seru Yanti dari dalam.Pintu ruangan itu terbuka dan masuklah sesosok pria yang tadi pagi-pagi sekali telah menelponnya."Yudha!?" Meski tadi pagi sudah memberi kabar kepadanya bahwa dia akan mampir
Seharusnya Reni tersenyum bahagia kala melihat Dani kembali ke sini, nyatanya bukan hal itu yang Reni rasakan.Bahkan melihat wajah lelaki yang telah menjadi suaminya selama tujuh tahun itu, membuat perutnya merasa mual."Buk ...." Dani tersenyum manis kepada Yanti. Dia menghampiri wanita paruh baya itu dan mencium punggung tangannya.Awalnya dia heran melihat ada lelaki asing yang pagi-pagi sudah berada di sini, tapi dia mencoba berpikir positif."Ah, iya." Yanti nampak bingung bagaimana harus bersikap terhadap Dani. Dia tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya itu.Meski hatinya begitu sakit melihat anaknya dikhianati, tapi dirinya tetap tidak bisa apa-apa. Semua keputusan ada di tangan mereka berdua."Gimana, Ren? Kamu udah baikan?" Melupakan kejadian semalam, Dani berusaha bersikap biasa saja. Reni benar-benar muak dengan sikap Dani yang sok perhatian itu."Ehm ...alhamdulillah,"
Dani segera berlalu dari hadapan Reni. Dia begitu terluka atas penolakan wanita yang masih berstatus istrinya itu.Apa dia sebersalah itu hingga Reni terlihat begitu membencinya?Pikiran buruknya bertanya-tanya, apa gara-gara pria ini Reni jadi begitu?Dasar Dani! Dia tidak pernah bisa belajar dari kesalahan, selalu saja menyalahkan orang lain akan setiap hal yang terjadi padanya.Hatinya bergemuruh hanya dengan memikirkan Reni dekat dengan pria lain."Bisa bicara sebentar!" Tangan Dani memegang bahu Yudha. Tatapan matanya seperti seorang pemangsa yang sedang mengincar buruannya.Namun sebisa mungkin Yudha tetap menunjukkan wajah yang tenang. Dia tidak ingin memperlihatkan amarahnya kepada Dani.Yudha tersenyum dan mengikuti Dani keluar ruangan. Dia ingin tahu, apa yang hendak suami Reni bicarakan dengannya.Yanti melihat pemandangan itu dengan khawatir, terlebih Reni. Dia tidak ingin terjadi apa-apa dengan Yu
"Kamu mau 'kan maafin aku?" Entah kepala Dani baru saja terjedot di mana, hingga dia bisa mengucapkan kata-kata sakral itu.Bukannya terharu ataupun tersentuh akan permintaan maaf Dani, rasanya Reni malah ingin membenturkan kepala suaminya itu agar bisa kembali seperti dulu.Bukannya tidak senang Dani berubah, hanya saja perubahan itu hanya bersifat sementara. Jadi dari pada repot-repot menerima permintaan maafnya, lebih baik Reni tidak pernah melihatnya lagi."Baik, Mas. Aku akan memaafkanmu.""Benarkah, Ren?" Dani terlihat begitusumringahmengetahui hal itu. Dia hampir saja ingin memeluk Reni, jika saja wanita itu tidak menghindar."Iya." Reni mengangguk, "tapi, itu hanya dalam mimpimu, Mas." Reni tampak tenang saat mengucapkannya.Reni menatap Dani sembari tesenyum penuh arti. Bagaimana bisa dia memaafkan laki-laki tukang selingkuh yang tega mengkhianatinya itu?Reni selama ini tidak pernah mengeluhkan ten
Reni memasak makanan yang menjadi ciri khas di rumah makannya, rica-rica kelinci. Selama ini memang ibunya yang memasak di sana, sementara Reni kembali ke rumah Dani. Namun, saat Reni kembali, dia memutuskan untuk memasak sendiri, kasihan Yanti katanya. Kondisi Yanti semakin lemah, jadi dia tidak boleh capek-capek.Hidangan sudah siap, dia bersiap menyajikan untuk Bram dan Yudha. Berkali-kali dia menarik napas karena kali ini dia berniat untuk membicarakan hal ini dengan keduanya. Dia harus tegas agar keduanya tak terluka."Makanan sudah siap, silakan dimakan." Reni tersenyum ke arah dua pria yang masih saling menatap dengan tatapan yang tak suka. Sungguh Reni sangat merasa bersalah kepada keduanya. Apa dia yang jahat karena seolah memanfaatkan mereka berdua?Reni meletakkan masing-masing satu porsi di hadapan Bram dan juga Yudha. Setelah itu, dia menarik kursi di antara keduanya."Makan dulu! Ada yang pengen aku omongin." Reni berusaha sesantai mungkin,
Bram tak banyak berharap pada Reni. Dia tahu jika rasa sakit Reni memang bisa membuatnya trauma. Mungkin dia yang terlalu terburu-buru hingga membuat Reni merasa takut."Aku antar ke mana ini, Ren?""Ke warung aja, Bram. Masih ada urusan di sana."Lebih baik tak memberi harapan untuk keduanya. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Reni saat ini. Dia harus sangat berhati-hati kini. Karena hidup tak melulu soal cinta. Hubungan pun bukan hanya suami istri. Ada hubungan yang lebih luas dari pada itu."Oke!" Bram pun menerima penolakan Reni kali ini. Tak mudah bagi seorang wanita yang telah diselingkuhi, membuka hatinya untuk lelaki lain. Dan itu terjadi pada Reni. Lama belum hamil, disalahkan oleh orang-orang sekitar.Saat hamil, malah dia diselingkuhi oleh suaminya. Di samping itu, dalam kehamilannya, suaminya itu malah semakin melukai hatinya. Berjuang sendiri hingga hamil besar, tanpa kasih sayang dan juga dukungan suami. Bahkan saat det
"Kamu kalau lagi ngambek cantik, deh.""Gombalanmu udah nggak mempan ke aku.""Aku nggak nggombal, sumpah! Mau nggak jadi istri aku?"Reni tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Bram barusan. Wanita itu melongo, nggak nyangka jika lelaki yang berprofesi sebagai pengacara itu memiliki rasa untuknya. Persoalan dengan Yudha saja sudah membuatnya merasa sangat pusing, kini ditambah dengan Bram.Apa ini artinya, Bram sedang melamarnya dengan tidak romantis? Di dalam mobil, tanpa cincin, tanpa candle light dinner yang romantis. Tapi, bukan itu sebenarnya ini permasalahannya. Reni belum sembuh benar hatinya saat ini. Masih ada trauma yang menghinggapi hatinya."Kenapa kamu, Ren?" Melihat Reni yang malah bengong, membuat Bram penasaran. Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh wanita di sebelahnya."Uhm ... Bram." Reni berusaha mencari kata yang tepat untuk menjelaskan bahwa dia belum bisa menerima Bram. Tapi, dia juga bingung karena Bram telah mem
Setelah proses yang panjang, akhirnya Reni dan Dani resmi bercerai. Meski awalnya Dani masih keukeuh ingin mempertahankan pernikahan ini, namun Reni mengantungi banyak bukti.Dengan bantuan dari Bram, akhirnya Reni dapat lolos juga dari jeratan Dani. Hubungan toxic yang hanya menyakiti dirinya sendiri. Hubungan yang sehat tak akan menyakiti."Puas sekarang kamu, Ren. Misahin anak sama ayahnya?" Dani menghampiri Reni di depan pengadilan agama. Reni saat ini tengah bersama dengan Bram. Dani melirik ke arah pengacara itu dengan muka kesal. Dia tak mungkin menyewa pengacara, duit aja nggak punya. Terlebih dia juga tengah memikirkan tuntutan dari keluarga Tari tentang uang yang digunakan untuk operasi. Kerjaan aja nggak pasti, bagaimana dia bisa dapat uang?Reni memutar bola mata malas, menghadapi Dani harus berkali-kali menghela napas panjang. Sepertinya lelaki macam itu akan sulit untuk melihat keburukannya sendiri."Maaf, Mas. Tidak ada kepentingan lagi antar
Reni tersenyum getir menanggapi permintaan Dani. Dia tidak mungkin mengubah keputusannya. Hatinya telah tertutup bagi Dani dan sama sekali dia tidak berpikir untuk membukanya lagi."Memulai lagi, Mas? Jangan buat aku ketawa. Setelah semua yang telah kamu perbuat padaku, kamu ingin kita memulai lagi? Jangan bikin aku ketawa, Mas." Yang ada di hati Reni kini hanya rasa benci dan juga kecewa, mana bisa dia harus memulai semuanya lagi dengan Dani? Itu hal yang sangat menakutkan baginya. Atau lebih seperti sebuah trauma yang amat sangat mencekam.Reni melewati kehamilannya seorang diri. Dani hanya sesekali saja berada di sampingnya. Dan itupun tak menampilkan tanda-tanda jika Dani menyayangi anak yang ada dalam kandungan Reni. Tak pernah sekali pun Dani mengelus perut Reni, mencoba berinteraksi dengan bayi yang dikandung Reni. Dan kini Dani dengan tidak tahu malunya meminta Reni untuk memulai semuanya dari awal?"Ren! Apa kamu nggak mikirin anak kita? Dia masih butuh sosok
Setelah kepulangan Reni ke rumah orang tuanya, Dani terus saja menghubungi Reni. Dia selalu berbicara ingin memulai lagi semuanya dengan Reni. Tapi, Reni masih keukeuh dnegan keputusannya. Dia sudah enggan bertemu dengan Dani."Ren! Dani datang dengan kedua orang tuanya ingin bicara sama kamu." Yanti masuk ke kamar Reni yang sedang menyusui bayinya. Reni membuang napas panjang kala mendengar nama Dani."Nanti, Buk. Aku masih netekin si Rey." Sebenarnya sudah sangat malas Reni berhadapan dengan keluarga itu. Tetapi, dia masih menghormati kedua orang tua Dani, meski mereka tidak pernah berlaku baik padanya.Yanti hanya menuruti anaknya. Dia tidak enak hati jika mengusir besannya. Walau bagaimanapun, mereka masih orang yang memiliki unggah ungguh."Sebentar, Reni sedang menyusui Rey." Yanti ikut duduk di ruang tamu, menemani tamunya. Dia sendiri sebenarnya geram dengan perilaku Dani dan juga orang tuanya. Jika orang tua yang benar, anaknya selingkuh, mereka akan men
Setelah Wahyu berbicara dengan ibunya, akhirnya Tari diperbolehkan untuk sementara tinggal di situ. Dan Dani diminta untuk datang ke rumah keluarga Tari untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.Beberapa hari yang lalu, Tari melahirkan secara sesar. Jika dihitung, itu selang dua hari dari waktu Reni melahirkan. Mungkin bisa dikatakan itu sebagai untung double bagi Dani. Atau mungkin kepusingan berlipat bagi lelaki tak memiliki pekerjaan tetap seperti Dani. Hanya modal rayuan dan juga modal dengkul, lelaki tamak itu ingin memiliki istri lebih dari satu. Minus akhlak maupun harta, tetapi begitu serakah.Lelaki baik tidak akan mengkhianati istrinya, begitu pula wanita baik. Dia tidak akan datang di antara rumah tangga orang lain. Apalagi jika hanya dicurhati oleh lelaki bersuami tentang masalah rumah tangganya. Jika dia belum mengantungi surat cerai, itu tandanya dia masih lelaki beristri.Sekarang mereka berdua sama-sama pusing. Tari dengan statusnya, sedang Dani
Tari menangis sejadi-jadinya. Dia tak menyangka ibunya akan menyalahkannya seperti itu. Dia berpikir jika ibunya akan memeluknya dan memberinya kekuatan. Tapi nyatanya, jauh panggang dari pada api. Bahkan tak ada satu pun yang terlihat membelanya kini. "Bu, aku anakmu kenapa Ibu malah menyalahkanku?" tanya Tari dengan masih terisak. Ibunya membuang muka. Dia merasa kecewa dengan anaknya itu. "Kamu mau tahu kenapa?" Ibu Tari ikut terisak bersama dengan anaknya. Rasanya sakit sekali hatinya kali ini. Kenapa anaknya sendiri sekarang yang merusak rumah tangga orang lain. "Karena ibu pernah berada di posisi wanita itu. Seorang istri yang diselingkuhi suaminya dengan wanita lain." Semua orang yang ada di ruangan itu kaget, kecuali paman Tari dan juga ayahnya. "A-apa?" Tari melihat ke arah ayahnya yang tengah menunduk. Sepertinya ayahnya malu kala aibnya di masa lalu akhirnya terbongkar saat ini di hadapan anak-anaknya. Lutut Tari seketik
Tari menunggu Wahyu dengan perasaan gelisah. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Dia takut tapi juga tak bisa melakukan semua itu sendiri. Dia butuh orang lain saat seperti ini.Tari berbenah dengan perasaan hancur. Dia yang awalnya mendambakan masa depan bersama dengan Dani, harus menelan pil pahit karena sikap Dani yang plin plan dan juga sikap keras kepala Reni yang tak mau dimadu.Air mata terus meleleh membasahi pipi. Semakin deras hingga Tari seakan lupa cara untuk berhenti. Dia tak bisa seperti ini. Awalnya sudah salah, sampai kapan pun pasti tetap salah.Saat membuka lemari dan memberesi bajunya, Tari menemukan beberapa baju milik Dani. Dia mendekat sejenak lantas memasukkannya ke kantung yang berbeda."Ini ijazah sama akte Mas Dani enaknya gimana?" Tari ragu, Dani memang sudah berencana kabur dengan Tari setelah Tari lahiran. Tetapi akhirnya Dani kembali plin plan dan memilih untuk kembali pada Reni. Hancur sudah semua harapan