"Anak itu bakal aku rawat, tapi sepertinya aku tidak bisa menikahimu." Bagai disambar petir, Tari hanya bisa melongo. Dia tidak percaya apa yang baru saja Dani katakan.
"Kamu janji bakal nikahin aku, Mas." Tari terisak. Kini dia merasa hanya sebagai barang yang bisa dibuang kapan saja.
"Jujur, Tar. Selama ini aku tak pernah berpikir sejauh itu." Dani hanya menunduk. Benar dia hanya main-main dengan Tari.
"Apa?" Suara Tari tercekat di tenggorokan. Rasanya ada sesuatu yang besar yang menghalangi suaranya.
"Mana janjimu yang bakal menikahiku, Mas?" Kali ini Tari berteriak. Suasana belakang pabrik sangat sepi. Hanya ada suara mereka, sehingga suara Tari terdengar begitu keras.
"Sst ...!" Buru-buru Dani mendekati Tari dan berusaha membungkam mulut Tari dengan tangannya.
"Jangan teriak, Tar. Malu kalau ada yang denger." Dani memelankan suaranya. Akan sangat memalukan jika ada yang tahu tentang ini.
"Lepas!" Tari berusaha melepaskan mulutnya dari bengkaman Dani.
"Tar. Kumohon berpikirlah yang jernih. Ini semua demi kebaikan anak yang di kandunganmu itu," bujuk Dani.
"Kebaikan? Apa pandangan orang jika tahu aku hamil nggak punya suami, Mas?" Marah? Hal yang lumrah bagi Tari untuk marah karena janji manis Dani hanyalah sebuah janji.
"Itu." Dani menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia tak sampai berpikir ke situ. Waktu itu yang ada dipikirannya hanya seputar sel*ngkangan.
"Aku bakal nemui istri kamu, Mas jika kamu nggak mau tanggung jawab!" Tak ingin melanjutkan pembicaraan, Tari segera berlalu dari hadapan Dani.
Brengs*k. Satu kata yang pas untuk Dani. Mengkhianati sebuah ikatan suci dan gampang mengumbar janji. Siapa yang jadi korban? Paling utama adalah Reni. Sedang Tari? Entah wanita itu harus disebut sebagai apa?
"Tar! Tari! Tunggu!" Sejenak pikiran Dani terseret dalam lamunannya, dan saat dia tersadar, Tari sudah cukup jauh dengannya.
Dani berlari menyusul Tari. Dia menarik tangan wanita itu, "Kamu mau ngapain?" Dani mulai kasar memperlakukan Tari.
"Aku mau bilang sama istrimu dan juga orang tuamu, Mas." Tangis masih saja menemani perkataan Tari. Rasanya tidak ada hal lain yang bisa dilakukannya selain menangis.
Dalam benak Tari, lelaki yang dia percaya, ternyata hanya seorang pembohong yang pengecut. Tidak mau memperjuangkan cinta mereka. Cinta yang tepat di waktu yang salah. Karena bagi Tari, tidak ada cinta yang salah.
"Jangan gegabah, Tar." Tentu saja Dani takut orang tuanya tahu tentang kebejatannya. Meski Tari bukanlah seorang gadis perawan, tapi tetap saja perbuatannya tidak bisa dianggap terpuji.
"Biar, Mas. Biar aku bilang sama semuanya. Kalau kamu itu penipu brengs*k!" Rambut panjang Tari mengayun-ayun tertiup angin sore. Tubuhnya menggigil, entah karena hembusan angin dingin atau karena mentalnya sedang merasakan guncangan yang dahsyat.
Dani mulai kelabakan, 'Tidak bisa seperti ini. Aku harus meluluhkan hati Tari lagi. Atau aku akan menanggung malu.' Ternyata Dani lebih br*ngsek dari dugaan. Dia hanya lelaki yang mau menang sendiri.
"Sayang ...." Suaranya mulai melembut. Tak mungkin menghadapi Tari dengan kekerasan. Bisa-bisa semua keburukannya tersebar.
Dani mencoba meraih lengan Tari. Wanita itu hanya bergeming. Tak menolak ataupun menanggapi. Tubuhnya pasrah mendapat segala perlakuan Dani. Hanya isakan yang terdengar dari mulutnya.
"Maafin, Mas, ya. Mas bingung banget sekarang. Reni lagi hamil, nggak mungkin Mas ninggalin dia." Begitu manis ucapan Dani, hingga tak bisa dibedakan apakah kenyataan atau berpura-pura.
Tari yang awalnya meledak-ledak, kembali luluh dalam dekapan Dani. Hatinya kembali menghangat mendengar ucapan Dani yang begitu lembut.
"Ya udah. Kita jalanin dulu aja. Mas nggak akan ninggalin kamu selagi kamu hamil. Mas juga akan terus berusah meyakinkan Reni agar mengijinkan Mas nikahi kamu." Tari membenamkan wajah sembabnya di dada Dani. Dani pun terus mengelus punggung Tari, untuk menenangkan wanita itu.
Belum apa-apa, kepala Dani rasanya mau pecah. Beginilah jadinya, kalau punuk merindukan bulan. Tidak ada kemampuan untuk berpoligami, memaksakan diri untuk melakukannya. Hanya memikirkan hawa nafsu saja, tanpa berpikir jauh ke depannya.
"Sudah, ya. Jangan nangis. Mas nggak akan pergi." Dani menciptakan jarak antara mereka. Dia mengangkat dagu Tari, kini tatapan mereka bertemu.
Kemarahan yang tadi dirasakan Tari menguap bersama janji-janji Dani yang pernah diucapkannya. Entah Dani yang kelewat brengs*k, atau Tari yang mudah terbujuk rayuan Dani, yang pasti dua-duanya kembali menjalin hubungan haram mereka.
"Baik, Mas. Aku akan nunggu, tapi jangan sampai perutku semakin membesar. Aku malu." Nada bicara Tari kini kembali manis, tak seperti tadi.
Hatinya kembali tenang setelah mendapat pelukan dari suami orang itu. Benar-benar keduanya tak tahu malu.
"Ya sudah. Kita sekarang pulang dulu. Besok ketemu lagi." Dani mengelus rambut Tari, semakin membuat perasaan Tari melambung. Ah! Pria itu, sangat bisa mengambil hati wanita.
Tari menggeleng manja, tubuhnya selama ini selalu merindukan dekapan Dani, "Nggak mau. Kita kangen-kangenan dulu aja." Entah setan apa yang merasuki keduanya, kenapa pengaruhnya begitu kuat. Hingga sudah sampai hamil seperti itu, tapi Tari masih saja menggoda Dani.
Dani yang sudah bertekad berubah sebelumnya, kembali terseret akan sikap Tari. Sudah kepalang basah, toh Tari sudah hamil. Melakukannya lagi tak akan berpengaruh apa-apa.
Bejat sekali pikiran lelaki itu. Dia kembali lupa akan istrinya di rumah yang sedang mengandung anaknya.
"Kamu kangen, ya. Kalau gitu, kita kangen-kangenan aja yuks." Setan kembali tertawa melihat kemesraan keduanya. Tari mengangguk, keduanya kini telah berjalan menuju parkiran.
Mereka membawa motor masing-masing, janjian bertemu di salah satu tempat langganan mereka untuk bermesraan.
Hati Dani kembali tertutup kabut nafsu yang kembali ditiupkan Tari.
***
"Aw ...!" Reni meringis merasakan perih di ujung jarinya. Padahal dia tidak sedang melamun, tapi tajamnya pisau menggores kulitnya hingga berdarah.
Segera dia mengguyur bagian yang terluka itu di bawah keran. Sakit, perih. Sama seperti perasaannya saat ini.
***
Dani menitipkan motornya di penitipan motor. Kini dia membonceng Tari menggunakan motor wanita itu. Dengan tanpa malu, Tari melingkarkan tangannya di perut Dani. Sangat dekat dan mesra, hingga bagian depannya yang empuk, menempel sempurna di punggung Dani.
Sebagai lelaki normal yang juga br*ngsek tentu saja hal itu memacu perubahan ukuran di bagian depan bawahnya. Ditambah, dia memang belum melakukannya dengan Reni setelah tahu Reni hamil dan sangat lemah.
Kini, keduanya telah berada di dalam kamar hotel. Dani tampak sumringah, begitu pula Tari. Tanpa basa-basi lagi kini keduanya telah menyatukan bibir mereka. Saling melepaskan pakaian masing-masing, seolah ini kesempatan terakhir mereka untuk berc*nta.
Tanpa menunggu lama akhirnya mereka membuat penyatuan panas yang penuh dosa untuk kesekian kali. Peluh membanjiri keduanya.
"Argh ...!" Dani lagi-lagi memuntahkan cairan hangatnya di rahim Tari. Keduanya saling berpelukan. Betapa bahagianya Tari, Dani akhirnya kembali lagi padanya.
Lupa akan Tuhan, akan keluarga. Yang ada hanya nafsu di antara mereka.
"Zak, gimana? Kamu sanggup 'kan ngurus kelincinya?" Reni mendekati Zaki yang tengah sibuk membersihkan kandang kelinci-kelincinya itu. Jika malas membersihkan, dijamin baunya akan sangat pesing."Iya, Kak. Zaki seneng kok. Ini indukan yang Kak Reni beli baru hamil. Jadi mungkin akan segera beranak." Reni sangat senang melihat semangat Zaki yang menggebu. Dia beruntung mempunyai adik seperti Zaki.Melihat kelinci-kelinci itu membuat Reni melupakan masalah yang dialaminya. Dia sendiri tak mau ambil pusing dengan kehamilan selingkuhan Dani. Itu urusan mereka berdua.Saat ini dia hanya fokus pada dirinya sendiri dan anak yang dikandungnya. Dan juga usaha yang dia rintis bersama Zaki. "Oh, iya Kak. Kemarin Zaki ketemu Paman Rinto. Beliau mau menampung kelinci-kelinci ini seandainya sudah siap konsumsi. Ternyata Pama
Sejak saat Reni menelpon Dani untuk terakhir kali, suaminya itu belum menghubunginya lagi. Sudah sekitar tiga hari, Reni memutuskan untuk tidak peduli.Biarlah Dani sibuk dengan dunianya, dan dia akan menciptakan dunianya sendiri. Dunia indah untuknya dan calon anaknya kelak. Tak peduli lagi dengan apa yang akan ditempuh Dani.Mungkin Reni hanya diam, tapi jika memang Dani nekat menikahi Tari tanpa seijinnya, dia tidak akan tinggal diam. Langkah yang diambilnya, dia rasa sudah tepat. Seandainya dia mengijinkan Dani dan Tari menikah, malah dia akan membuat dosa zina mereka tersamarkan. Bagaimanapun wanita hamil tidak sah dinikahi.Jika Dani bersikeras menceraikannya pun, dia tidak akan langsung menerimanya. Bukan karena dia masih menginginkan suaminya, hanya saja dia tidak akan membiarkan orang-orang yang sudah
Dani dan Tari kembali merajut kasih. Sudah kepalang tanggung bagi Dani. Tari tentu saja merasa bahagia. Kesempatannya mendapatkan Dani tinggal selangkah lagi."Mas ...." Keduanya kini tak malu-malu lagi menampakkan kemesraan. Seperti saat ini di kantin. Dengan suara manja, Tari memanggil kekasihnya itu."Apa?" Mereka berdua duduk berhadapan, menyendiri di pojok kantin.Bagi yang mengenal Dani, tentu saja menjadi sebuah pertanyaan. Apa hubungan keduanya, sedang Dani sudah beristri.Baik Dani maupun Tari sudah tidak peduli jika digunjingkan. Benar-benar urat malunya sudah putus."Aku pengen, deh. Makan mangga muda." Betapa wanita itu pintar sekali membuat suara yang menggoda.Dani yang pintu hatinya kembali tertutup oleh dosa, tentu saja gemas mendengarnya.Pria itu mencubit hidung Taru sambil tersenyum."Aw ...!" Bukannya ma
“Kamu ada masalah ya sama Dani, Ren?” Saat ini Yanti dan Reni sedang berada di dapur. Mendengar pertanyaan ibunya, membuat Reni menghentikan aktifitasnya mengiris kacang. Hari ini, Reni sangat ingin memakan oseng-oseng kacang hasil masakan ibunya.“Nggak ada apa-apa kok, Bu.” Bohong? Tentu. Reni tak ingin menambah beban pikiran orang tuanya dengan masalah rumah tangganya.Masalah orang tuanya sudah berat, karena masih harus menyekolahkan Zaki. Dasarnya Reni merasa malu jika kedua orang tuanya tahu tentang kelakuan Dani. Bagaimanapun menikah dengan Dani adalah keinginannya, meski awalnya orang tuanya tidak menyetujui karena pekerjaan Dani yang masih serabutan.Tapi dengan keras kepala, Reni meyakinkan ibunya bahwa semua akan baik-baik saja. Memang perasaan seorang ibu sangatlah tajam, seolah mampu meramalkan masa depan. Mungkin bukan masalah uang yang saat ini Reni hadapi, tapi lebih dari itu
"Aku ... akan bertahan dulu, Sya. Demi anakku. Jangan sampai Tari kegirangan karena bisa merebut milik orang lain. Aku akan memisahkan mereka dulu, baru kemudian akan kutinggalkan Mas Dani. Bagaimanapun rasa sakit ini takkan mungkin dapat terobati!"Perasaan Reni benar-benar hancur lebur. Kecewa? Sudah pasti. Siapapun pasti akan sangat kecewa jika menjadi dirinya. Sakit hati? Jangan ditanya, rasanya merasuk hingga ke sum-sum tulangnya."Sebagai sahabat aku hanya bisa bilang sama kamu untuk sabar. Maaf aku nggak bisa bantu kamu apapun." Suara Tasya terdengar lirih. Sebagai orang luar, dia memang tidak bisa terlalu ikut campur. Hanya sebatas memberi tahu Reni tentang Dani dan Tari. Tidak lebih."Ini sudah lebih dari cukup buatku, Sya. Aku sudah sangat berterima kasih atas informasi ini. Aku jadi bisa mengetahui tentang kebejatan Mas
Sore hari Dani baru bangun dari tidur panjangnya setelah pertempurannya semalam. Pria itu nyaris seperti pingsan karena sama sekali tidak terbangun dalam tidurnya.Rencananya, sore ini dia akan menemui Reni dan membicarakan kembali tentang Tari. Bagaimanapun Reni harus menyetujui pernikahan mereka, karena Tari juga tengah mengandung anaknya, darah dagingnya.Setelah mandi, Dani segera mengeluarkan motornya untuk menemui Reni yang saat ini tengah berada di rumah orang tuanya."Mau kemana lagi, Dan. Rasa-rasanya nggak pernah di rumah." Melihat anak laki-lakinya yang mulai sering tidak di rumah, memunculkan pertanyaan sendiri di hati Halimah. Malam mulai sering tidur di luar, jika liburan juga tidak pernah di rumah seharian`Awalnya dia mengira Dani menemui istrinya di rumah orang tuanya, tapi berita yang dia dengar dari saudaranya menjadi sebuah tanda tanya besar baginya.Saat nyum
"Terus mau kamu apa,Mas?" Reni benar-benar kehabisan kesabaran menghadapi suaminya itu. Bagaimana dia menggunakan otaknya untuk berpikir. Dia saja tidak bisa menghargainya sebagai pasangan, masih saja menginginkan sebuah penghormatan.Seorang suami sudah sewajarnya memberi contoh yang baik dalam keluarganya, bukan sebaliknya. Masih mengedepankan hawa nafsu dalam semua perbuatan."Aku mau kamu mengijinkanku menikahi Tari, Ren." Suara Dani sedikit melunak, dia sadar masih harus mengambil hati Reni.Reni mengambil nafas panjang.Yang dipikiran Dani ternyata cuma itu. Bahkan dia tidak bertanya tentang kehamilannya.Tak sedikit pun raut cemas di wajah Dani akan kondisinya."Rupanya kamu sama saja, Mas." Reni benar-benar kecewa. Bagaimanapun dia mengandung anak sah dari lelaki di hadapannya itu. Bukan sekedar anak hasil perzinahan."Maksudmu?" Dani tidak mengerti dengan apa yang dimaksud
Dani terus bertanya dalam hati, dari mana kiranya Reni bisa tahu masalah itu. Apa Reni diam-diam telah menyuruh orang memata-matainya? Tapi, siapa?'Kemarin sepertinya Tari bilang kalau Tasya itu teman Reni. Apa mungkin dia?' Pikirannya mau tak mau mencari kambing hitam."Sayang ...." Kembali Dani mengguncang pelan bahu Reni. Dia sendiri tak tahu perasaaan apa yang dia miliki untuk Reni. Yang pasti dia masih mencintai istrinya itu.Reni hanya terus menangis. Mungkin segala emosi yang dia pendam beberapa hari ini b\ru meluap sekarang. Saat ia melihat suaminya."Aku tahu aku salah, Mas khilaf. Jika Mas tahu kamu lagi hamil, Mas nggak mungkin menggoda Tari, Ren," ucap Dani frustasi. Alasannya adalah anak hingga dia berani berselingkuh."Makanya Mas, kalau berbuat itu mikir dulu akibatnya. Kalau sudah gini, kamu mau apa?" Rasanya Reni benar-benar ingin membuang laki-laki itu ke laut, agar dimakan ikan hiu.Dani menunduk, dia merasa bers
Reni memasak makanan yang menjadi ciri khas di rumah makannya, rica-rica kelinci. Selama ini memang ibunya yang memasak di sana, sementara Reni kembali ke rumah Dani. Namun, saat Reni kembali, dia memutuskan untuk memasak sendiri, kasihan Yanti katanya. Kondisi Yanti semakin lemah, jadi dia tidak boleh capek-capek.Hidangan sudah siap, dia bersiap menyajikan untuk Bram dan Yudha. Berkali-kali dia menarik napas karena kali ini dia berniat untuk membicarakan hal ini dengan keduanya. Dia harus tegas agar keduanya tak terluka."Makanan sudah siap, silakan dimakan." Reni tersenyum ke arah dua pria yang masih saling menatap dengan tatapan yang tak suka. Sungguh Reni sangat merasa bersalah kepada keduanya. Apa dia yang jahat karena seolah memanfaatkan mereka berdua?Reni meletakkan masing-masing satu porsi di hadapan Bram dan juga Yudha. Setelah itu, dia menarik kursi di antara keduanya."Makan dulu! Ada yang pengen aku omongin." Reni berusaha sesantai mungkin,
Bram tak banyak berharap pada Reni. Dia tahu jika rasa sakit Reni memang bisa membuatnya trauma. Mungkin dia yang terlalu terburu-buru hingga membuat Reni merasa takut."Aku antar ke mana ini, Ren?""Ke warung aja, Bram. Masih ada urusan di sana."Lebih baik tak memberi harapan untuk keduanya. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Reni saat ini. Dia harus sangat berhati-hati kini. Karena hidup tak melulu soal cinta. Hubungan pun bukan hanya suami istri. Ada hubungan yang lebih luas dari pada itu."Oke!" Bram pun menerima penolakan Reni kali ini. Tak mudah bagi seorang wanita yang telah diselingkuhi, membuka hatinya untuk lelaki lain. Dan itu terjadi pada Reni. Lama belum hamil, disalahkan oleh orang-orang sekitar.Saat hamil, malah dia diselingkuhi oleh suaminya. Di samping itu, dalam kehamilannya, suaminya itu malah semakin melukai hatinya. Berjuang sendiri hingga hamil besar, tanpa kasih sayang dan juga dukungan suami. Bahkan saat det
"Kamu kalau lagi ngambek cantik, deh.""Gombalanmu udah nggak mempan ke aku.""Aku nggak nggombal, sumpah! Mau nggak jadi istri aku?"Reni tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Bram barusan. Wanita itu melongo, nggak nyangka jika lelaki yang berprofesi sebagai pengacara itu memiliki rasa untuknya. Persoalan dengan Yudha saja sudah membuatnya merasa sangat pusing, kini ditambah dengan Bram.Apa ini artinya, Bram sedang melamarnya dengan tidak romantis? Di dalam mobil, tanpa cincin, tanpa candle light dinner yang romantis. Tapi, bukan itu sebenarnya ini permasalahannya. Reni belum sembuh benar hatinya saat ini. Masih ada trauma yang menghinggapi hatinya."Kenapa kamu, Ren?" Melihat Reni yang malah bengong, membuat Bram penasaran. Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh wanita di sebelahnya."Uhm ... Bram." Reni berusaha mencari kata yang tepat untuk menjelaskan bahwa dia belum bisa menerima Bram. Tapi, dia juga bingung karena Bram telah mem
Setelah proses yang panjang, akhirnya Reni dan Dani resmi bercerai. Meski awalnya Dani masih keukeuh ingin mempertahankan pernikahan ini, namun Reni mengantungi banyak bukti.Dengan bantuan dari Bram, akhirnya Reni dapat lolos juga dari jeratan Dani. Hubungan toxic yang hanya menyakiti dirinya sendiri. Hubungan yang sehat tak akan menyakiti."Puas sekarang kamu, Ren. Misahin anak sama ayahnya?" Dani menghampiri Reni di depan pengadilan agama. Reni saat ini tengah bersama dengan Bram. Dani melirik ke arah pengacara itu dengan muka kesal. Dia tak mungkin menyewa pengacara, duit aja nggak punya. Terlebih dia juga tengah memikirkan tuntutan dari keluarga Tari tentang uang yang digunakan untuk operasi. Kerjaan aja nggak pasti, bagaimana dia bisa dapat uang?Reni memutar bola mata malas, menghadapi Dani harus berkali-kali menghela napas panjang. Sepertinya lelaki macam itu akan sulit untuk melihat keburukannya sendiri."Maaf, Mas. Tidak ada kepentingan lagi antar
Reni tersenyum getir menanggapi permintaan Dani. Dia tidak mungkin mengubah keputusannya. Hatinya telah tertutup bagi Dani dan sama sekali dia tidak berpikir untuk membukanya lagi."Memulai lagi, Mas? Jangan buat aku ketawa. Setelah semua yang telah kamu perbuat padaku, kamu ingin kita memulai lagi? Jangan bikin aku ketawa, Mas." Yang ada di hati Reni kini hanya rasa benci dan juga kecewa, mana bisa dia harus memulai semuanya lagi dengan Dani? Itu hal yang sangat menakutkan baginya. Atau lebih seperti sebuah trauma yang amat sangat mencekam.Reni melewati kehamilannya seorang diri. Dani hanya sesekali saja berada di sampingnya. Dan itupun tak menampilkan tanda-tanda jika Dani menyayangi anak yang ada dalam kandungan Reni. Tak pernah sekali pun Dani mengelus perut Reni, mencoba berinteraksi dengan bayi yang dikandung Reni. Dan kini Dani dengan tidak tahu malunya meminta Reni untuk memulai semuanya dari awal?"Ren! Apa kamu nggak mikirin anak kita? Dia masih butuh sosok
Setelah kepulangan Reni ke rumah orang tuanya, Dani terus saja menghubungi Reni. Dia selalu berbicara ingin memulai lagi semuanya dengan Reni. Tapi, Reni masih keukeuh dnegan keputusannya. Dia sudah enggan bertemu dengan Dani."Ren! Dani datang dengan kedua orang tuanya ingin bicara sama kamu." Yanti masuk ke kamar Reni yang sedang menyusui bayinya. Reni membuang napas panjang kala mendengar nama Dani."Nanti, Buk. Aku masih netekin si Rey." Sebenarnya sudah sangat malas Reni berhadapan dengan keluarga itu. Tetapi, dia masih menghormati kedua orang tua Dani, meski mereka tidak pernah berlaku baik padanya.Yanti hanya menuruti anaknya. Dia tidak enak hati jika mengusir besannya. Walau bagaimanapun, mereka masih orang yang memiliki unggah ungguh."Sebentar, Reni sedang menyusui Rey." Yanti ikut duduk di ruang tamu, menemani tamunya. Dia sendiri sebenarnya geram dengan perilaku Dani dan juga orang tuanya. Jika orang tua yang benar, anaknya selingkuh, mereka akan men
Setelah Wahyu berbicara dengan ibunya, akhirnya Tari diperbolehkan untuk sementara tinggal di situ. Dan Dani diminta untuk datang ke rumah keluarga Tari untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.Beberapa hari yang lalu, Tari melahirkan secara sesar. Jika dihitung, itu selang dua hari dari waktu Reni melahirkan. Mungkin bisa dikatakan itu sebagai untung double bagi Dani. Atau mungkin kepusingan berlipat bagi lelaki tak memiliki pekerjaan tetap seperti Dani. Hanya modal rayuan dan juga modal dengkul, lelaki tamak itu ingin memiliki istri lebih dari satu. Minus akhlak maupun harta, tetapi begitu serakah.Lelaki baik tidak akan mengkhianati istrinya, begitu pula wanita baik. Dia tidak akan datang di antara rumah tangga orang lain. Apalagi jika hanya dicurhati oleh lelaki bersuami tentang masalah rumah tangganya. Jika dia belum mengantungi surat cerai, itu tandanya dia masih lelaki beristri.Sekarang mereka berdua sama-sama pusing. Tari dengan statusnya, sedang Dani
Tari menangis sejadi-jadinya. Dia tak menyangka ibunya akan menyalahkannya seperti itu. Dia berpikir jika ibunya akan memeluknya dan memberinya kekuatan. Tapi nyatanya, jauh panggang dari pada api. Bahkan tak ada satu pun yang terlihat membelanya kini. "Bu, aku anakmu kenapa Ibu malah menyalahkanku?" tanya Tari dengan masih terisak. Ibunya membuang muka. Dia merasa kecewa dengan anaknya itu. "Kamu mau tahu kenapa?" Ibu Tari ikut terisak bersama dengan anaknya. Rasanya sakit sekali hatinya kali ini. Kenapa anaknya sendiri sekarang yang merusak rumah tangga orang lain. "Karena ibu pernah berada di posisi wanita itu. Seorang istri yang diselingkuhi suaminya dengan wanita lain." Semua orang yang ada di ruangan itu kaget, kecuali paman Tari dan juga ayahnya. "A-apa?" Tari melihat ke arah ayahnya yang tengah menunduk. Sepertinya ayahnya malu kala aibnya di masa lalu akhirnya terbongkar saat ini di hadapan anak-anaknya. Lutut Tari seketik
Tari menunggu Wahyu dengan perasaan gelisah. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Dia takut tapi juga tak bisa melakukan semua itu sendiri. Dia butuh orang lain saat seperti ini.Tari berbenah dengan perasaan hancur. Dia yang awalnya mendambakan masa depan bersama dengan Dani, harus menelan pil pahit karena sikap Dani yang plin plan dan juga sikap keras kepala Reni yang tak mau dimadu.Air mata terus meleleh membasahi pipi. Semakin deras hingga Tari seakan lupa cara untuk berhenti. Dia tak bisa seperti ini. Awalnya sudah salah, sampai kapan pun pasti tetap salah.Saat membuka lemari dan memberesi bajunya, Tari menemukan beberapa baju milik Dani. Dia mendekat sejenak lantas memasukkannya ke kantung yang berbeda."Ini ijazah sama akte Mas Dani enaknya gimana?" Tari ragu, Dani memang sudah berencana kabur dengan Tari setelah Tari lahiran. Tetapi akhirnya Dani kembali plin plan dan memilih untuk kembali pada Reni. Hancur sudah semua harapan