“Kamu ada masalah ya sama Dani, Ren?” Saat ini Yanti dan Reni sedang berada di dapur. Mendengar pertanyaan ibunya, membuat Reni menghentikan aktifitasnya mengiris kacang. Hari ini, Reni sangat ingin memakan oseng-oseng kacang hasil masakan ibunya.
“Nggak ada apa-apa kok, Bu.” Bohong? Tentu. Reni tak ingin menambah beban pikiran orang tuanya dengan masalah rumah tangganya.
Masalah orang tuanya sudah berat, karena masih harus menyekolahkan Zaki. Dasarnya Reni merasa malu jika kedua orang tuanya tahu tentang kelakuan Dani. Bagaimanapun menikah dengan Dani adalah keinginannya, meski awalnya orang tuanya tidak menyetujui karena pekerjaan Dani yang masih serabutan.
Tapi dengan keras kepala, Reni meyakinkan ibunya bahwa semua akan baik-baik saja. Memang perasaan seorang ibu sangatlah tajam, seolah mampu meramalkan masa depan. Mungkin bukan masalah uang yang saat ini Reni hadapi, tapi lebih dari itu
"Aku ... akan bertahan dulu, Sya. Demi anakku. Jangan sampai Tari kegirangan karena bisa merebut milik orang lain. Aku akan memisahkan mereka dulu, baru kemudian akan kutinggalkan Mas Dani. Bagaimanapun rasa sakit ini takkan mungkin dapat terobati!"Perasaan Reni benar-benar hancur lebur. Kecewa? Sudah pasti. Siapapun pasti akan sangat kecewa jika menjadi dirinya. Sakit hati? Jangan ditanya, rasanya merasuk hingga ke sum-sum tulangnya."Sebagai sahabat aku hanya bisa bilang sama kamu untuk sabar. Maaf aku nggak bisa bantu kamu apapun." Suara Tasya terdengar lirih. Sebagai orang luar, dia memang tidak bisa terlalu ikut campur. Hanya sebatas memberi tahu Reni tentang Dani dan Tari. Tidak lebih."Ini sudah lebih dari cukup buatku, Sya. Aku sudah sangat berterima kasih atas informasi ini. Aku jadi bisa mengetahui tentang kebejatan Mas
Sore hari Dani baru bangun dari tidur panjangnya setelah pertempurannya semalam. Pria itu nyaris seperti pingsan karena sama sekali tidak terbangun dalam tidurnya.Rencananya, sore ini dia akan menemui Reni dan membicarakan kembali tentang Tari. Bagaimanapun Reni harus menyetujui pernikahan mereka, karena Tari juga tengah mengandung anaknya, darah dagingnya.Setelah mandi, Dani segera mengeluarkan motornya untuk menemui Reni yang saat ini tengah berada di rumah orang tuanya."Mau kemana lagi, Dan. Rasa-rasanya nggak pernah di rumah." Melihat anak laki-lakinya yang mulai sering tidak di rumah, memunculkan pertanyaan sendiri di hati Halimah. Malam mulai sering tidur di luar, jika liburan juga tidak pernah di rumah seharian`Awalnya dia mengira Dani menemui istrinya di rumah orang tuanya, tapi berita yang dia dengar dari saudaranya menjadi sebuah tanda tanya besar baginya.Saat nyum
"Terus mau kamu apa,Mas?" Reni benar-benar kehabisan kesabaran menghadapi suaminya itu. Bagaimana dia menggunakan otaknya untuk berpikir. Dia saja tidak bisa menghargainya sebagai pasangan, masih saja menginginkan sebuah penghormatan.Seorang suami sudah sewajarnya memberi contoh yang baik dalam keluarganya, bukan sebaliknya. Masih mengedepankan hawa nafsu dalam semua perbuatan."Aku mau kamu mengijinkanku menikahi Tari, Ren." Suara Dani sedikit melunak, dia sadar masih harus mengambil hati Reni.Reni mengambil nafas panjang.Yang dipikiran Dani ternyata cuma itu. Bahkan dia tidak bertanya tentang kehamilannya.Tak sedikit pun raut cemas di wajah Dani akan kondisinya."Rupanya kamu sama saja, Mas." Reni benar-benar kecewa. Bagaimanapun dia mengandung anak sah dari lelaki di hadapannya itu. Bukan sekedar anak hasil perzinahan."Maksudmu?" Dani tidak mengerti dengan apa yang dimaksud
Dani terus bertanya dalam hati, dari mana kiranya Reni bisa tahu masalah itu. Apa Reni diam-diam telah menyuruh orang memata-matainya? Tapi, siapa?'Kemarin sepertinya Tari bilang kalau Tasya itu teman Reni. Apa mungkin dia?' Pikirannya mau tak mau mencari kambing hitam."Sayang ...." Kembali Dani mengguncang pelan bahu Reni. Dia sendiri tak tahu perasaaan apa yang dia miliki untuk Reni. Yang pasti dia masih mencintai istrinya itu.Reni hanya terus menangis. Mungkin segala emosi yang dia pendam beberapa hari ini b\ru meluap sekarang. Saat ia melihat suaminya."Aku tahu aku salah, Mas khilaf. Jika Mas tahu kamu lagi hamil, Mas nggak mungkin menggoda Tari, Ren," ucap Dani frustasi. Alasannya adalah anak hingga dia berani berselingkuh."Makanya Mas, kalau berbuat itu mikir dulu akibatnya. Kalau sudah gini, kamu mau apa?" Rasanya Reni benar-benar ingin membuang laki-laki itu ke laut, agar dimakan ikan hiu.Dani menunduk, dia merasa bers
"Kamu harus ceria, Ren." Reni tersenyum di depan cermin. Dia memoles wajahnya dengan bedak tipis, memberikan kesan alami pada wajah cantiknya.Setelah pertengkarannya semalam dengan Dani, Reni berjanji untuk tidak menangis lagi. Sayang air matanya jika harus keluar untuk lelaki brengsek macam Dani.Hari ini wanita hamil itu berencana bertemu dengan teman sekolahnya dulu. Reni berpikir jika di rumah terus-terusan, hanya akan menambah luka di hatinya.Dia harus bangkit dari keterpurukan yang Dani ciptakan. Demi dirinya sendiri dan janin yang dikandungnya."Mau ke mana, Ren?" Melihat putri sulungnya terlihat begitu rapi dan memakai riasan wajah. membuat Yanti bertanya-tanya. Tak biasanya putrinya itu tampil begitu cantik. Hatinya menjadi was-was akan perubahan sikap Reni dan juga pertengkaran dengan Dani semalam."Ketemu temen, Bu," jawab Reni dengan raut wajah berseri."Bukan laki-laki 'kan, Ren?" Yanti berharap kecurigaannya tidak benar
*PoV Dani*Aku sangat mencintai Reni, istriku. Tapi, gunjingan orang lain karena kami belum memiliki anak membuat telingaku merah. Darahku mendidih dan amarahku memuncak.Sudah tujuh tahun kami menanti, tapi belum ada tanda-tanda Reni tengah mengandung. Huft!"Pernah sekali ke dokter kandungan untuk mengecek siapa yang bermasalah, tapi hasilnya mengatakan spermaku mengalami kelainan,terratozoospermia. Entah apa artinya itu.Dokter waktu itu hanya mengatakan jika spermaku jalannya tidak lurus aliaszig-zag. Entahlah, pusing. Memang ada istilah seperti itu. Bukannya semua spera lelaki itu sehat?Aku kesal karena teman-temanku sering mengejekku. Mereka bilang aku tidak bisa membuahi. Tentu saja aku tidak terima dibilang seperti itu."Dan!" Joko, teman satu bagian denganku selalu saja menggangguku ketika bekerja. Aku nggak enak sama Pak Bayu kalau keseringan ngobrol saat kerja.Yang diomongin Joko juga n
"Kamu kenapa, Mas?" Kini Tari dan Dani telah berada di kantin. Mereka memang sudah tidak mempedulikan omongan orang lain. Dalam keyakinan keduanya, mereka telah menikah."Si Reni benar-benar keras kepala. Dia masih tidak memberi ijin kepada kita untuk menikah. Dia benar-benar egois," ucap Dani penuh amarah."Bener deh, Mas. Istri kamu keterlaluan banget. Mungkin dia bukan wanita. Kenapa hatinya nggak ada lembut-lembutnya, sih? Dia memang nggak punya rasa kasihan." Tari pun ikiut kesal mendengar istri sah Dani tidak memberi ijin untuk mereka menikah lagi.Beberapa karyawan sempat melirik mereka sesaat. Suara Tari terdengar begitu kencang, sehingga orang-orang yang berdekatan dengan mereka dapat mendengarnya.Saat menyadari kalau suaranya mampu memancing orang-orang untuk melihat ke arah mereka, Tari segera menunduk menahan malu. Ternyata wanita itu masih punya rasa malu."Kita nikah siri aja dulu, Mas?" Kini suaranya terdengar sangat pelan. Di
Setelah keduanya kelelahan karena aktifitas panas mereka, Dani dan Tari pun kini terkapar tak berdaya di atas ranjang penginapan.Dani begitu tenang dalam tidurnya, begitu pula Tari. Kegiatan tadi rupanya menjadi sebuah kesenangan bagi pasangan yang tidak terikat pernikahan itu.Tari terbangun dari tidur siangnya, wanita itu mengucek mata. Dia teringat akan rencananya datang ke pantai, yaitu untuk melihat sunset."Mas! Mas Dani!" Tari menggerak-gerakkan lengan Dani agar lelaki itu terbangun. Keduanya masih sama-sama tak berpakaian."Hm ...!" Dani hanya mengubah posisi tidurnya, miring ke kanan membelakangi Tari."Ish! Mas Dani gimana sih. Udah setengah lima sore ini. Cepetan bangun lalu mandi, biar nggak ketinggalansunset-nya!" Tari menjadi sewot karena rupanya Dani tidak menggubrisnya. Malah kembali bergelut dengan alam mimpinya."Apa sih, Ren!" Tentu saja Dani mengucapkannya tanpa sengaja. Ternyata di alam baw
Reni memasak makanan yang menjadi ciri khas di rumah makannya, rica-rica kelinci. Selama ini memang ibunya yang memasak di sana, sementara Reni kembali ke rumah Dani. Namun, saat Reni kembali, dia memutuskan untuk memasak sendiri, kasihan Yanti katanya. Kondisi Yanti semakin lemah, jadi dia tidak boleh capek-capek.Hidangan sudah siap, dia bersiap menyajikan untuk Bram dan Yudha. Berkali-kali dia menarik napas karena kali ini dia berniat untuk membicarakan hal ini dengan keduanya. Dia harus tegas agar keduanya tak terluka."Makanan sudah siap, silakan dimakan." Reni tersenyum ke arah dua pria yang masih saling menatap dengan tatapan yang tak suka. Sungguh Reni sangat merasa bersalah kepada keduanya. Apa dia yang jahat karena seolah memanfaatkan mereka berdua?Reni meletakkan masing-masing satu porsi di hadapan Bram dan juga Yudha. Setelah itu, dia menarik kursi di antara keduanya."Makan dulu! Ada yang pengen aku omongin." Reni berusaha sesantai mungkin,
Bram tak banyak berharap pada Reni. Dia tahu jika rasa sakit Reni memang bisa membuatnya trauma. Mungkin dia yang terlalu terburu-buru hingga membuat Reni merasa takut."Aku antar ke mana ini, Ren?""Ke warung aja, Bram. Masih ada urusan di sana."Lebih baik tak memberi harapan untuk keduanya. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Reni saat ini. Dia harus sangat berhati-hati kini. Karena hidup tak melulu soal cinta. Hubungan pun bukan hanya suami istri. Ada hubungan yang lebih luas dari pada itu."Oke!" Bram pun menerima penolakan Reni kali ini. Tak mudah bagi seorang wanita yang telah diselingkuhi, membuka hatinya untuk lelaki lain. Dan itu terjadi pada Reni. Lama belum hamil, disalahkan oleh orang-orang sekitar.Saat hamil, malah dia diselingkuhi oleh suaminya. Di samping itu, dalam kehamilannya, suaminya itu malah semakin melukai hatinya. Berjuang sendiri hingga hamil besar, tanpa kasih sayang dan juga dukungan suami. Bahkan saat det
"Kamu kalau lagi ngambek cantik, deh.""Gombalanmu udah nggak mempan ke aku.""Aku nggak nggombal, sumpah! Mau nggak jadi istri aku?"Reni tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Bram barusan. Wanita itu melongo, nggak nyangka jika lelaki yang berprofesi sebagai pengacara itu memiliki rasa untuknya. Persoalan dengan Yudha saja sudah membuatnya merasa sangat pusing, kini ditambah dengan Bram.Apa ini artinya, Bram sedang melamarnya dengan tidak romantis? Di dalam mobil, tanpa cincin, tanpa candle light dinner yang romantis. Tapi, bukan itu sebenarnya ini permasalahannya. Reni belum sembuh benar hatinya saat ini. Masih ada trauma yang menghinggapi hatinya."Kenapa kamu, Ren?" Melihat Reni yang malah bengong, membuat Bram penasaran. Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh wanita di sebelahnya."Uhm ... Bram." Reni berusaha mencari kata yang tepat untuk menjelaskan bahwa dia belum bisa menerima Bram. Tapi, dia juga bingung karena Bram telah mem
Setelah proses yang panjang, akhirnya Reni dan Dani resmi bercerai. Meski awalnya Dani masih keukeuh ingin mempertahankan pernikahan ini, namun Reni mengantungi banyak bukti.Dengan bantuan dari Bram, akhirnya Reni dapat lolos juga dari jeratan Dani. Hubungan toxic yang hanya menyakiti dirinya sendiri. Hubungan yang sehat tak akan menyakiti."Puas sekarang kamu, Ren. Misahin anak sama ayahnya?" Dani menghampiri Reni di depan pengadilan agama. Reni saat ini tengah bersama dengan Bram. Dani melirik ke arah pengacara itu dengan muka kesal. Dia tak mungkin menyewa pengacara, duit aja nggak punya. Terlebih dia juga tengah memikirkan tuntutan dari keluarga Tari tentang uang yang digunakan untuk operasi. Kerjaan aja nggak pasti, bagaimana dia bisa dapat uang?Reni memutar bola mata malas, menghadapi Dani harus berkali-kali menghela napas panjang. Sepertinya lelaki macam itu akan sulit untuk melihat keburukannya sendiri."Maaf, Mas. Tidak ada kepentingan lagi antar
Reni tersenyum getir menanggapi permintaan Dani. Dia tidak mungkin mengubah keputusannya. Hatinya telah tertutup bagi Dani dan sama sekali dia tidak berpikir untuk membukanya lagi."Memulai lagi, Mas? Jangan buat aku ketawa. Setelah semua yang telah kamu perbuat padaku, kamu ingin kita memulai lagi? Jangan bikin aku ketawa, Mas." Yang ada di hati Reni kini hanya rasa benci dan juga kecewa, mana bisa dia harus memulai semuanya lagi dengan Dani? Itu hal yang sangat menakutkan baginya. Atau lebih seperti sebuah trauma yang amat sangat mencekam.Reni melewati kehamilannya seorang diri. Dani hanya sesekali saja berada di sampingnya. Dan itupun tak menampilkan tanda-tanda jika Dani menyayangi anak yang ada dalam kandungan Reni. Tak pernah sekali pun Dani mengelus perut Reni, mencoba berinteraksi dengan bayi yang dikandung Reni. Dan kini Dani dengan tidak tahu malunya meminta Reni untuk memulai semuanya dari awal?"Ren! Apa kamu nggak mikirin anak kita? Dia masih butuh sosok
Setelah kepulangan Reni ke rumah orang tuanya, Dani terus saja menghubungi Reni. Dia selalu berbicara ingin memulai lagi semuanya dengan Reni. Tapi, Reni masih keukeuh dnegan keputusannya. Dia sudah enggan bertemu dengan Dani."Ren! Dani datang dengan kedua orang tuanya ingin bicara sama kamu." Yanti masuk ke kamar Reni yang sedang menyusui bayinya. Reni membuang napas panjang kala mendengar nama Dani."Nanti, Buk. Aku masih netekin si Rey." Sebenarnya sudah sangat malas Reni berhadapan dengan keluarga itu. Tetapi, dia masih menghormati kedua orang tua Dani, meski mereka tidak pernah berlaku baik padanya.Yanti hanya menuruti anaknya. Dia tidak enak hati jika mengusir besannya. Walau bagaimanapun, mereka masih orang yang memiliki unggah ungguh."Sebentar, Reni sedang menyusui Rey." Yanti ikut duduk di ruang tamu, menemani tamunya. Dia sendiri sebenarnya geram dengan perilaku Dani dan juga orang tuanya. Jika orang tua yang benar, anaknya selingkuh, mereka akan men
Setelah Wahyu berbicara dengan ibunya, akhirnya Tari diperbolehkan untuk sementara tinggal di situ. Dan Dani diminta untuk datang ke rumah keluarga Tari untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.Beberapa hari yang lalu, Tari melahirkan secara sesar. Jika dihitung, itu selang dua hari dari waktu Reni melahirkan. Mungkin bisa dikatakan itu sebagai untung double bagi Dani. Atau mungkin kepusingan berlipat bagi lelaki tak memiliki pekerjaan tetap seperti Dani. Hanya modal rayuan dan juga modal dengkul, lelaki tamak itu ingin memiliki istri lebih dari satu. Minus akhlak maupun harta, tetapi begitu serakah.Lelaki baik tidak akan mengkhianati istrinya, begitu pula wanita baik. Dia tidak akan datang di antara rumah tangga orang lain. Apalagi jika hanya dicurhati oleh lelaki bersuami tentang masalah rumah tangganya. Jika dia belum mengantungi surat cerai, itu tandanya dia masih lelaki beristri.Sekarang mereka berdua sama-sama pusing. Tari dengan statusnya, sedang Dani
Tari menangis sejadi-jadinya. Dia tak menyangka ibunya akan menyalahkannya seperti itu. Dia berpikir jika ibunya akan memeluknya dan memberinya kekuatan. Tapi nyatanya, jauh panggang dari pada api. Bahkan tak ada satu pun yang terlihat membelanya kini. "Bu, aku anakmu kenapa Ibu malah menyalahkanku?" tanya Tari dengan masih terisak. Ibunya membuang muka. Dia merasa kecewa dengan anaknya itu. "Kamu mau tahu kenapa?" Ibu Tari ikut terisak bersama dengan anaknya. Rasanya sakit sekali hatinya kali ini. Kenapa anaknya sendiri sekarang yang merusak rumah tangga orang lain. "Karena ibu pernah berada di posisi wanita itu. Seorang istri yang diselingkuhi suaminya dengan wanita lain." Semua orang yang ada di ruangan itu kaget, kecuali paman Tari dan juga ayahnya. "A-apa?" Tari melihat ke arah ayahnya yang tengah menunduk. Sepertinya ayahnya malu kala aibnya di masa lalu akhirnya terbongkar saat ini di hadapan anak-anaknya. Lutut Tari seketik
Tari menunggu Wahyu dengan perasaan gelisah. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Dia takut tapi juga tak bisa melakukan semua itu sendiri. Dia butuh orang lain saat seperti ini.Tari berbenah dengan perasaan hancur. Dia yang awalnya mendambakan masa depan bersama dengan Dani, harus menelan pil pahit karena sikap Dani yang plin plan dan juga sikap keras kepala Reni yang tak mau dimadu.Air mata terus meleleh membasahi pipi. Semakin deras hingga Tari seakan lupa cara untuk berhenti. Dia tak bisa seperti ini. Awalnya sudah salah, sampai kapan pun pasti tetap salah.Saat membuka lemari dan memberesi bajunya, Tari menemukan beberapa baju milik Dani. Dia mendekat sejenak lantas memasukkannya ke kantung yang berbeda."Ini ijazah sama akte Mas Dani enaknya gimana?" Tari ragu, Dani memang sudah berencana kabur dengan Tari setelah Tari lahiran. Tetapi akhirnya Dani kembali plin plan dan memilih untuk kembali pada Reni. Hancur sudah semua harapan