Reni merasa kesal dengan Dani hingga malas melihat wajah pria itu. Sungguh sangat menyakitkan berada bersama Dani saat ini.
Reni merasakan pinggangnya terasa nyeri, "Apa ini sudah waktunya?" gumam wanita itu. Dia sedang ada di kamar, sedang Dani masih di luar.Reni bingung, haruskah dia memberitahukan masalah ini pada Dani?"Nggak usahlah. Mungkin belum waktunya juga." Reni rebahan, berharap rasa nyeri di pinggang menghilang. Dia berusaha mengatur napasnya. Berusaha miring, karena tak nyaman dalam posisi terlentang."Kok nggak enak semua, ya?" Reni berusaha mencari posisi ternyamannya. Sungguh dia sama sekali tidak menemukan kenyamanan.Napas Reni semakin berat, "Bilang Mas Dani, ah." Meski terpaksa, akhirnya Reni memutuskan untuk memberi tahu Dani. Apa tanggapan lelaki jika Reni berkeluh padanya?"Mas." Reni mendatangi Dani yang masih sibuk dengan ponselnya. Entah dia sedang berbalas pesan dengan siapa? Reni belum mau memikirkan itu dulu."Apa, ReReni tak menghiraukan Dani yang terus mengoceh ingin mengantarkannya ke bidan. Dia segera mengambil gawainya dan memesan taksi online dari salah satu aplikasi. Menunggu sejenak di ruang tamu."Ayolah, Ren. Aku antar kamu ke bidan. Apa kata orang-orang jika tahu kamu pesen taksi sedang aku ada di rumah?" Dani terus mengikuti Reni yang tengah duduk tak tenang karena pinggangnya yang terus merasa nyeri."Itu urusan kamu, Mas. Kenapa tadi kamu nggak langsung nganter aku saat aku minta tolong?" Reni memalingkan wajahnya, merasa kesal dengan lelaki yang ada di sebelahnya itu. Dalam kondisi seperti ini, nyatanya bukan kondisinya dan juga bayi dalam perutnya yang dikhawatirkan Dani. Yang Dani pikirkan hanyalah pandangan orang-orang terhadapnya."Aku tadi belum yakin, Ren. Tapi, sekarang aku yakin kok.""Setelah tanya sama selingkuhan kamu itu, baru kamu yakin?" Reni mengangkat sebelah sudut bibirnya. Merasa miris dengan kenyataan ini."Tolongla
"Sabar, Nak. Jangan keluar di sini." Sebelah tangan Reni mengelus perutnya, berusaha menenangkan anak dalam perutnya yang mulai meronta minta keluar.Sopir taksi itu pun ikutan panik, dia segera melajukan taksinya secepat yang dia bisa. Reni mulai mengatur napasnya. Berdoa semoga anaknya mau menunggu sedikit lebih lama lagi."Bentar, Mbak. Ini sudah hampir sampai." Berkali-kali sopir taksi itu menoleh ke arah Reni, merasa kasihan. Dia ingat istrinya yang ada di desa. Apa wanita jika hendak melahirkan seperti ini? Selama ini dia merantau dan belum pernah mendampingi istrinya melahirkan.Pelang tanda rumah sakit semakin dekat, sopir taksi itu pun merasa lega. Dia segera mengambil reting kiri dan memelankan taksinya. Taksi masuk ke parkiran rumah sakit. Supir taksi itu ikut turun membantu Reni untuk menuju ke IGD. Tak tega rasanya jika meninggalkan wanita itu sendirian"Terima kasih, Pak." Hanya itu yang bisa Reni ucapkan ketika bapak itu membantunya hingga
"Alhamdulillah. Anaknya lahir dengan selamat. Anaknya di-adzan dulu, Pak." Bidan yang membantu proses kelahiran Reni memebri tahu Dani. Sementara Reni dalam proses melahirkan, Dani tak diperbolehkan masuk meskipun untuk menemani. Reni sendiri tak masalah, karena dia memang bersiap untuk menghadapi ini seorang diri. Tak ada pilihan lain bagi Reni untuk membiarkan Dani berada di sana. Dia langsung pembukaan 8 sesaat suaminya itu datang. Dan rasa mulas yang dia rasakan semakin lama semakin memenuhi perut. Dani masuk, tanpa sadar, Dani pun melengkungkan bibirnya, mengetahui anaknya telah lahir dengan selamat. Dia segera masuk ke dalam ruangan untuk meng-adzani anaknya. "Jagoan ayah," gumam Dani seorang diri. Seburuk-burukna Dani, nyatanya dia masih bisa bahagia menyambut kehadiran darah dagingnya. Dia bahkan tak henti-henti melihat ke arah anaknya itu yang kini tengah menangis. Lebih baik bayi yang baru lahir itu menangis dari pada hanya diam. Pasti yang me
Dani hanya bergeming. Dia sudah kehabisan alasan untuk membuat Reni tetap tinggal. Dia tak menyangka jika Reni mengetahui pembicaraannya dengan Tari."Dari mana dia tahu pesanku dengan Tari?" Dani masih memikirkan berbagai kemungkinan, "Apa mungkin Reni sebenarnya tahu kunci ponselku?" Dani galau jika harus kehilangan keduanya.Reni sudah jauh, dai pergi dan tidak akan pernah lagi menoleh pada Dani. Baginya, kini Dani akan menjadi masa lalu. Dia akan menata masa depannya bersama anaknya. Tak lagi ada Dani atau siapa pun.Reni pulang dengan dijemput oleh keluarganya dengan menyewa mobil agar Reni lebih nyaman. Sebenarnya, Yudha sudah menawarkan diri untuk menjemput Reni, tetapi wanita itu menolak. Reni tak mau lagi merepotkan lelaki itu setelah apa yang dia lakukan padanya.Keputusan sudah diambil dan Reni tak akan pernah berbalik lagi. Reni sudah memantapkan hatinya untuk menggugat cerai Dani saat dia sudah melahirkan. Sudah cukup semua luka dan der
Flashback Tari Sepeninggalan Dani, Tari begitu kacau. Dia bingung bagaimana jika nanti Dani tidak kembali? Dia modar-mandir di dalam kamar kos. Kandungannya mulai besar, mungkin nggak ada seminggu anaknya bakalan lahir. Sebagai seorang yang telah berpengalaman, tentunya Tari cukup tahu tahu tentang tanda-tanda menjelang kelahiran. "Gimana jika Mas Dani nggak ada di sini saat aku merasakan saat itu?" Tari menggigit kuku jari tangannya. Dia berusaha tenang saat ini, meski tak pernah bisa. Hatinya terus dilingkupi perasaan khawatir dia akan melahirkan sendirian di kamar kos ini. "Aku harus menghubungi Mas Wahyu." Wahyu adalah kakak kandung Tari. Dia tak tahan untuk memendam hal ini seorang diri. Salah satu keluarganya harus tahu tentang kehamilannya. Dengan tergesa, Tari mengambil gawainya dan menghubungi kakaknya itu. Dia tidak akan memikirkan Dani lagi. Persetan dengan janji Dani yang bakal menikahinya. Dia tak mau mati konyol di kosan sendiri.
Tari menunggu Wahyu dengan perasaan gelisah. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Dia takut tapi juga tak bisa melakukan semua itu sendiri. Dia butuh orang lain saat seperti ini.Tari berbenah dengan perasaan hancur. Dia yang awalnya mendambakan masa depan bersama dengan Dani, harus menelan pil pahit karena sikap Dani yang plin plan dan juga sikap keras kepala Reni yang tak mau dimadu.Air mata terus meleleh membasahi pipi. Semakin deras hingga Tari seakan lupa cara untuk berhenti. Dia tak bisa seperti ini. Awalnya sudah salah, sampai kapan pun pasti tetap salah.Saat membuka lemari dan memberesi bajunya, Tari menemukan beberapa baju milik Dani. Dia mendekat sejenak lantas memasukkannya ke kantung yang berbeda."Ini ijazah sama akte Mas Dani enaknya gimana?" Tari ragu, Dani memang sudah berencana kabur dengan Tari setelah Tari lahiran. Tetapi akhirnya Dani kembali plin plan dan memilih untuk kembali pada Reni. Hancur sudah semua harapan
Tari menangis sejadi-jadinya. Dia tak menyangka ibunya akan menyalahkannya seperti itu. Dia berpikir jika ibunya akan memeluknya dan memberinya kekuatan. Tapi nyatanya, jauh panggang dari pada api. Bahkan tak ada satu pun yang terlihat membelanya kini. "Bu, aku anakmu kenapa Ibu malah menyalahkanku?" tanya Tari dengan masih terisak. Ibunya membuang muka. Dia merasa kecewa dengan anaknya itu. "Kamu mau tahu kenapa?" Ibu Tari ikut terisak bersama dengan anaknya. Rasanya sakit sekali hatinya kali ini. Kenapa anaknya sendiri sekarang yang merusak rumah tangga orang lain. "Karena ibu pernah berada di posisi wanita itu. Seorang istri yang diselingkuhi suaminya dengan wanita lain." Semua orang yang ada di ruangan itu kaget, kecuali paman Tari dan juga ayahnya. "A-apa?" Tari melihat ke arah ayahnya yang tengah menunduk. Sepertinya ayahnya malu kala aibnya di masa lalu akhirnya terbongkar saat ini di hadapan anak-anaknya. Lutut Tari seketik
Setelah Wahyu berbicara dengan ibunya, akhirnya Tari diperbolehkan untuk sementara tinggal di situ. Dan Dani diminta untuk datang ke rumah keluarga Tari untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.Beberapa hari yang lalu, Tari melahirkan secara sesar. Jika dihitung, itu selang dua hari dari waktu Reni melahirkan. Mungkin bisa dikatakan itu sebagai untung double bagi Dani. Atau mungkin kepusingan berlipat bagi lelaki tak memiliki pekerjaan tetap seperti Dani. Hanya modal rayuan dan juga modal dengkul, lelaki tamak itu ingin memiliki istri lebih dari satu. Minus akhlak maupun harta, tetapi begitu serakah.Lelaki baik tidak akan mengkhianati istrinya, begitu pula wanita baik. Dia tidak akan datang di antara rumah tangga orang lain. Apalagi jika hanya dicurhati oleh lelaki bersuami tentang masalah rumah tangganya. Jika dia belum mengantungi surat cerai, itu tandanya dia masih lelaki beristri.Sekarang mereka berdua sama-sama pusing. Tari dengan statusnya, sedang Dani
Reni memasak makanan yang menjadi ciri khas di rumah makannya, rica-rica kelinci. Selama ini memang ibunya yang memasak di sana, sementara Reni kembali ke rumah Dani. Namun, saat Reni kembali, dia memutuskan untuk memasak sendiri, kasihan Yanti katanya. Kondisi Yanti semakin lemah, jadi dia tidak boleh capek-capek.Hidangan sudah siap, dia bersiap menyajikan untuk Bram dan Yudha. Berkali-kali dia menarik napas karena kali ini dia berniat untuk membicarakan hal ini dengan keduanya. Dia harus tegas agar keduanya tak terluka."Makanan sudah siap, silakan dimakan." Reni tersenyum ke arah dua pria yang masih saling menatap dengan tatapan yang tak suka. Sungguh Reni sangat merasa bersalah kepada keduanya. Apa dia yang jahat karena seolah memanfaatkan mereka berdua?Reni meletakkan masing-masing satu porsi di hadapan Bram dan juga Yudha. Setelah itu, dia menarik kursi di antara keduanya."Makan dulu! Ada yang pengen aku omongin." Reni berusaha sesantai mungkin,
Bram tak banyak berharap pada Reni. Dia tahu jika rasa sakit Reni memang bisa membuatnya trauma. Mungkin dia yang terlalu terburu-buru hingga membuat Reni merasa takut."Aku antar ke mana ini, Ren?""Ke warung aja, Bram. Masih ada urusan di sana."Lebih baik tak memberi harapan untuk keduanya. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Reni saat ini. Dia harus sangat berhati-hati kini. Karena hidup tak melulu soal cinta. Hubungan pun bukan hanya suami istri. Ada hubungan yang lebih luas dari pada itu."Oke!" Bram pun menerima penolakan Reni kali ini. Tak mudah bagi seorang wanita yang telah diselingkuhi, membuka hatinya untuk lelaki lain. Dan itu terjadi pada Reni. Lama belum hamil, disalahkan oleh orang-orang sekitar.Saat hamil, malah dia diselingkuhi oleh suaminya. Di samping itu, dalam kehamilannya, suaminya itu malah semakin melukai hatinya. Berjuang sendiri hingga hamil besar, tanpa kasih sayang dan juga dukungan suami. Bahkan saat det
"Kamu kalau lagi ngambek cantik, deh.""Gombalanmu udah nggak mempan ke aku.""Aku nggak nggombal, sumpah! Mau nggak jadi istri aku?"Reni tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Bram barusan. Wanita itu melongo, nggak nyangka jika lelaki yang berprofesi sebagai pengacara itu memiliki rasa untuknya. Persoalan dengan Yudha saja sudah membuatnya merasa sangat pusing, kini ditambah dengan Bram.Apa ini artinya, Bram sedang melamarnya dengan tidak romantis? Di dalam mobil, tanpa cincin, tanpa candle light dinner yang romantis. Tapi, bukan itu sebenarnya ini permasalahannya. Reni belum sembuh benar hatinya saat ini. Masih ada trauma yang menghinggapi hatinya."Kenapa kamu, Ren?" Melihat Reni yang malah bengong, membuat Bram penasaran. Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh wanita di sebelahnya."Uhm ... Bram." Reni berusaha mencari kata yang tepat untuk menjelaskan bahwa dia belum bisa menerima Bram. Tapi, dia juga bingung karena Bram telah mem
Setelah proses yang panjang, akhirnya Reni dan Dani resmi bercerai. Meski awalnya Dani masih keukeuh ingin mempertahankan pernikahan ini, namun Reni mengantungi banyak bukti.Dengan bantuan dari Bram, akhirnya Reni dapat lolos juga dari jeratan Dani. Hubungan toxic yang hanya menyakiti dirinya sendiri. Hubungan yang sehat tak akan menyakiti."Puas sekarang kamu, Ren. Misahin anak sama ayahnya?" Dani menghampiri Reni di depan pengadilan agama. Reni saat ini tengah bersama dengan Bram. Dani melirik ke arah pengacara itu dengan muka kesal. Dia tak mungkin menyewa pengacara, duit aja nggak punya. Terlebih dia juga tengah memikirkan tuntutan dari keluarga Tari tentang uang yang digunakan untuk operasi. Kerjaan aja nggak pasti, bagaimana dia bisa dapat uang?Reni memutar bola mata malas, menghadapi Dani harus berkali-kali menghela napas panjang. Sepertinya lelaki macam itu akan sulit untuk melihat keburukannya sendiri."Maaf, Mas. Tidak ada kepentingan lagi antar
Reni tersenyum getir menanggapi permintaan Dani. Dia tidak mungkin mengubah keputusannya. Hatinya telah tertutup bagi Dani dan sama sekali dia tidak berpikir untuk membukanya lagi."Memulai lagi, Mas? Jangan buat aku ketawa. Setelah semua yang telah kamu perbuat padaku, kamu ingin kita memulai lagi? Jangan bikin aku ketawa, Mas." Yang ada di hati Reni kini hanya rasa benci dan juga kecewa, mana bisa dia harus memulai semuanya lagi dengan Dani? Itu hal yang sangat menakutkan baginya. Atau lebih seperti sebuah trauma yang amat sangat mencekam.Reni melewati kehamilannya seorang diri. Dani hanya sesekali saja berada di sampingnya. Dan itupun tak menampilkan tanda-tanda jika Dani menyayangi anak yang ada dalam kandungan Reni. Tak pernah sekali pun Dani mengelus perut Reni, mencoba berinteraksi dengan bayi yang dikandung Reni. Dan kini Dani dengan tidak tahu malunya meminta Reni untuk memulai semuanya dari awal?"Ren! Apa kamu nggak mikirin anak kita? Dia masih butuh sosok
Setelah kepulangan Reni ke rumah orang tuanya, Dani terus saja menghubungi Reni. Dia selalu berbicara ingin memulai lagi semuanya dengan Reni. Tapi, Reni masih keukeuh dnegan keputusannya. Dia sudah enggan bertemu dengan Dani."Ren! Dani datang dengan kedua orang tuanya ingin bicara sama kamu." Yanti masuk ke kamar Reni yang sedang menyusui bayinya. Reni membuang napas panjang kala mendengar nama Dani."Nanti, Buk. Aku masih netekin si Rey." Sebenarnya sudah sangat malas Reni berhadapan dengan keluarga itu. Tetapi, dia masih menghormati kedua orang tua Dani, meski mereka tidak pernah berlaku baik padanya.Yanti hanya menuruti anaknya. Dia tidak enak hati jika mengusir besannya. Walau bagaimanapun, mereka masih orang yang memiliki unggah ungguh."Sebentar, Reni sedang menyusui Rey." Yanti ikut duduk di ruang tamu, menemani tamunya. Dia sendiri sebenarnya geram dengan perilaku Dani dan juga orang tuanya. Jika orang tua yang benar, anaknya selingkuh, mereka akan men
Setelah Wahyu berbicara dengan ibunya, akhirnya Tari diperbolehkan untuk sementara tinggal di situ. Dan Dani diminta untuk datang ke rumah keluarga Tari untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.Beberapa hari yang lalu, Tari melahirkan secara sesar. Jika dihitung, itu selang dua hari dari waktu Reni melahirkan. Mungkin bisa dikatakan itu sebagai untung double bagi Dani. Atau mungkin kepusingan berlipat bagi lelaki tak memiliki pekerjaan tetap seperti Dani. Hanya modal rayuan dan juga modal dengkul, lelaki tamak itu ingin memiliki istri lebih dari satu. Minus akhlak maupun harta, tetapi begitu serakah.Lelaki baik tidak akan mengkhianati istrinya, begitu pula wanita baik. Dia tidak akan datang di antara rumah tangga orang lain. Apalagi jika hanya dicurhati oleh lelaki bersuami tentang masalah rumah tangganya. Jika dia belum mengantungi surat cerai, itu tandanya dia masih lelaki beristri.Sekarang mereka berdua sama-sama pusing. Tari dengan statusnya, sedang Dani
Tari menangis sejadi-jadinya. Dia tak menyangka ibunya akan menyalahkannya seperti itu. Dia berpikir jika ibunya akan memeluknya dan memberinya kekuatan. Tapi nyatanya, jauh panggang dari pada api. Bahkan tak ada satu pun yang terlihat membelanya kini. "Bu, aku anakmu kenapa Ibu malah menyalahkanku?" tanya Tari dengan masih terisak. Ibunya membuang muka. Dia merasa kecewa dengan anaknya itu. "Kamu mau tahu kenapa?" Ibu Tari ikut terisak bersama dengan anaknya. Rasanya sakit sekali hatinya kali ini. Kenapa anaknya sendiri sekarang yang merusak rumah tangga orang lain. "Karena ibu pernah berada di posisi wanita itu. Seorang istri yang diselingkuhi suaminya dengan wanita lain." Semua orang yang ada di ruangan itu kaget, kecuali paman Tari dan juga ayahnya. "A-apa?" Tari melihat ke arah ayahnya yang tengah menunduk. Sepertinya ayahnya malu kala aibnya di masa lalu akhirnya terbongkar saat ini di hadapan anak-anaknya. Lutut Tari seketik
Tari menunggu Wahyu dengan perasaan gelisah. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Dia takut tapi juga tak bisa melakukan semua itu sendiri. Dia butuh orang lain saat seperti ini.Tari berbenah dengan perasaan hancur. Dia yang awalnya mendambakan masa depan bersama dengan Dani, harus menelan pil pahit karena sikap Dani yang plin plan dan juga sikap keras kepala Reni yang tak mau dimadu.Air mata terus meleleh membasahi pipi. Semakin deras hingga Tari seakan lupa cara untuk berhenti. Dia tak bisa seperti ini. Awalnya sudah salah, sampai kapan pun pasti tetap salah.Saat membuka lemari dan memberesi bajunya, Tari menemukan beberapa baju milik Dani. Dia mendekat sejenak lantas memasukkannya ke kantung yang berbeda."Ini ijazah sama akte Mas Dani enaknya gimana?" Tari ragu, Dani memang sudah berencana kabur dengan Tari setelah Tari lahiran. Tetapi akhirnya Dani kembali plin plan dan memilih untuk kembali pada Reni. Hancur sudah semua harapan