"Ok, pulanglah sendirian. besok akan kupastikan kamu dan semua teman-temanmu tidak akan bisa berjualan di sekitar mall."Melati mematung. Pandangannya terlempar sepenuhnya kepada Dani yang menyunggingkan senyum kemenangan.Tadi pagi, dia dikecam oleh teman sesama pedagang karena berani menghardik Dani. CEO yang memberikan ruang kepada mereka untuk mengais rezeki. Melati, pedagang baru dinilai sangat arogan."Bagaimana?" Dani menaikkan alis tebalnya. Senyum yang terkesan mesum membuat imej CEO itu tidak baik baginya, Yang harus dihindari jauh-jauh. Namun dia malah terjebak."Masuklah," Dani menggeser duduknya untuk membuka pintu samping. Wanita itu berdecak kesal sambil menghentakkan kakinya. Detik kemudian, dia sudah duduk di samping pria itu."Tutup pintunya Melati," titah Dani dengan suara lembut. Melati yang gendang telinganya terusik lantas membanting pintunya."Antarkan aku di jalan panglima Sudirman depan Club malam," ucap Melati tanpa menoleh. Dia masih mendengus kesal."Teman
"Hal Sampah apa yang kalian lakukan hah?" bentak Santi saat sudah mendekat. Dia menatap Dani yang membisu, tangannya masih memegang apem terakhir yang rencananya akan dia suapkan kepada Melati. Namun wanita itu salah sangka dan menjerit. Membuat semua kesalahpahaman ini."Bukan begitu kejadiannya, aku tadi hanya....""Cukup!" teriak Santi yang membuat keadaan hening. "Keluar kamu!" titah Santi kepada Melati tanpa menoleh."Tanpa kamu suruh, aku juga akan keluar dari tempat ini!" sambar Melati sambil mengambil Tupperware yang sudah kosong. Dia terdiam sesaat."Tunggu apa lagi? Cepat keluar?""Dia belum membayar."Santi langsung merogoh isi tasnya dan memberikannya beberapa lembar uang merah."Ini kebanyakan! harganya semua cuma tiga puluh ribu.""Anggap saja ini sebagai pengganti atas perilaku murahan kamu tadi dan supaya kamu tidak kembali ke sini lagi."Melati langsung melempar uang itu ke meja."Saya tidak serendah itu. Bahkan harga diriku lebih mahal dari semua kekayaanmu! tahu ka
"Silakan duduk Tuan, Maaf gubuk kami begini adanya," kata Sapto penuh hormat. Pria itu takluk dengan aura kewibawaan yang dibawa Dani."Jangan panggil saya Tuan. cukup Dani saja.""Dani?" Sapto melongo, kemudian melirik ke anak balita yang dipanggulnya.Dani menoleh ke arah anak itu. Sedari tadi, dia hanya terfokus dengan Sapto yang mengajaknya bicara daripada memperhatikan anak kecil yang mengerling polos.Lukisan wajah yang serupa. Dani seperti melihat pantulan dirinya di masa kecil. Bagaimana anak itu bisa mirip sekali dengannya?Sapto lebih terheran-heran. Dia baru menyadari kalau wajah pahlawan yang baru saja menolong keluarga mereka itu sama persis dengan anaknya. bisa dibilang kembar identik. Terlebih nama mereka yang hampir sama, cuma berbeda awalan pra saja. Namun, Sapto berusaha menepis pikiran yang tidak-tidak. Ini hanya kebetulan, begitu hatinya menyakinkan."Salim dulu sama Om Dani." ujar Sapto sambil mendekatkan anaknya.Dani yang masih terpaku lantas mengulurkan tangann
Pintu gerbang villa itu terbuka lebar menyambut kedatangan sang Tuan. Tidak berapa lama ketika mobil mewah itu terhenti, keluarlah Dani bersama dengan Melati. Penjaga villa yang sudah menutup gerbang beringsut mendekati tuan-nya begitu dirinya dipanggil."Malam ini kamu tidak perlu menjaga villa. pulanglah," perintah Dani. Sekilas penjaga villa itu melirik ke arah Melati. Kalau sudah begini, dia tahu apa yang akan dilakukan Tuannya. Namun, wajah wanita itu sepertinya tidak asing di ingatannya. "Baik, Tuan." Pria berumur empat tahun itu mundur selangkah, kemudian berlalu dari hadapan mereka.Dani meninjau Villa bergaya Victorian dengan kenangan yang melekat disana. Saat dia memadu kasih dengan seseorang dan berjanji akan menikahinya. Namun siapa sangka, jika takdir menyeretnya ke realita yang pahit. Sang Kekasih dibunuh oleh segerombolan mafia.Kini, dia datang bersama dengan kembaran Agni, Yang sangat dia yakini sebagai sosok Agni yang Amnesia. Meski hasil pemeriksaan dokter yang dia
Melati terkurung seharian di villa. Pintunya dikunci dari luar. Sementara ada penjaga villa yang selalu mengintai. Dani sengaja membuatnya tidak berkutik.Tidak banyak yang Melati lakukan. Semuanya terasa menjemukan. Bahkan Melati tidak berniat untuk menyentuh makanan di kulkas. Terbayang orang rumah yang pasti sangat mengkhawatirkannya.Sekilas Melati memandang ke arah Meja bilyard. Tadi pagi, dia sudah latihan. Bahkan, dia sepeti ketagihan bermain terus-menerus.Sekarang meja bilyard itu seakan memanggilnya. Melati pun tidak keberatan untuk main lagi. Apalagi mengingat ultimatum dari Dani yang mengharuskannya untuk bisa. Entah apa alasannya.Melati memegang stik yang pendek dan berancang-ancang untuk menyodok stiknya. Dari gayanya dia seperti sudah mahir. Kemudian, sebuah bola putih terlempar menghamburkan kumpulan bola warna-warni.Ini yang paling Melati sukai. Memasukan bola satu persatu ke lubangnya. Dia yang sudah sangat antusias langsung melakukannya tanpa kendala. Meski baru l
Melati hanya terdiam. Pria tanpa busana itu menunggu kata keluar dari mulut ranum itu. Sebuah realita yang tidak pernah dia tahu beberapa tahun belakangan ini."Daniel itu buah cintaku dengan Mas Sapto," ucapnya memecah keheningan.Seketika hati Dani mencelos. Padahal dia sangat yakin kalau anak itu darah dagingnya."Aku mau tes DNA.""Enggak perlu.""Aku berhak tahu. Begitu juga anak itu....""Sampai sekarang dan selamanya, Mas Sapto adalah ayah terbaik bagi Melati. Jangan pernah bermimpi untuk bisa merebut peran itu!"Dani tertampar keras oleh kebencian mendalam Liani dengan nama Melati itu. Seakan tiada celah maaf.Mabuk sudah tidak terasa baginya. Segera dia membenahi pakaian dan mendekati Melati yang sesegukan."Maafkan aku atas kesalahan masa lalu. Demi apapun, aku tidak bermaksud untuk melecehkanmu di masa lalu.”"Lebih baik antarkan aku pulang, daripada harus mendengar segala bualanmu yang tidak bermutu.""Maafkan aku dulu Melati.""Ok. Aku pulang sendiri.""Jangan pulang seka
Kepala Dani serasa mau pecah tatkala mendengarkan suara unjuk rasa dari luar gedung. Dia masih tertahan di ruangannya. Memikirkan solusi terbaik akan masalah ini. Dua bulan gaji karyawannya menunggak. Sementara penghasilan perusahaan mengalami kemerosotan belakangan ini. Satu-satunya yang dia andalkan hanyalah menjual-menjual aset yang ada sebelum akhirnya perusahaannya benar-benar kolapsDi tengah situasi rumit, dia terhenyak saat pintu ruangannya didobrak. Terlihat Yuda datang bersama dengan Santi masuk ke ruangannya."Yuda! Darimana saja kamu! Kenapa kamu menghilang di situasi genting seperti ini?""Maaf Dani," sahut Yuda tanpa rasa hormat. Tidak lagi memanggil Tuan."Sekarang saya sudah menemukan Majikan baru yang lebih segala-galanya daripada kamu."Sekilas Yuda menatap ke arah Santi yang menyunggingkan senyum, "Saya sudah faham dengan seluk beluk perusahaan ini. Dan saya akan membantu untuk menguruskan ya atas nama Nyonya Santi Berlian.""Lancang sekali kamu! perusahaan ini masih
"Jadi kamu mengajakku ke sini supaya aku polos di depanmu gitu?" Melati menepis kasar tangan Dani yang menggenggam bikini hitam nan sexi itu."Jangan salah sangka dulu. Aku memberikan pakaian ini supaya kamu lebih leluasa bersenang-senang di pantai ini." Air muka Dani penuh kesungguhan. Melati nyaris tidak bisa menemukan celah mesumnya."Aku tidak mau.""Kalau begitu aku tidak memaksa."Dani berbalik arah. Berjalan meninggalkannya. Dua langkahnya terhenti oleh sebuah teriakan."Jauh-jauh dari sini.""Ok fine. Aku tidak akan mendekat. Lakukan apapun yang kamu inginkan."Melati menatap punggung lebar Dani. Meski liar, sifat coolnya masih melekat. Memancing rasa penasaran.Kakinya kembali berjibaku dengan sentuhan ombak yang menyisakan buih-buih di kakinya. Hamparan hijau tosca nan bening menghiasi penglihatannya juga. Menyegarkan pikirannya yang semrawut.Sekilas dia mencuri pandang ke arah Dani. Entah dari sejak kapan, sosok itu sudah berganti pakaian. Hanya celana pendek hitam dan kac
Malam itu, Dani mengajak Agni dan Daniel untuk makan di luar. Ini adalah untuk pertama kalinya mereka makan bertiga layaknya keluarga yang utuh. Agni tentu sangat antuasias sekali dan berdandam semaksimal mungkin untuk makan malam mereka ini.Sebuah restoran mewah yang terletak di rooftop tertinggi di kota itu. Tentu nuansa outdoor yang dipilih sehingga suasana menjadi sangat mendukung dengan pemandangan kota yang tampak ekstetik dari atas sana. Ditambah lagi music yang romantis yang lebih cocok untuk pasangan muda-mudi menghabiskan waktu. Dan memang kebanyakan dari pengunjung adalah pasangan kekasih. Hanya mereka yang membawa anak. Tetapi itu tidak menjadi masalah karena keharmonisan pasangan juga berarti keharmonisan keluarga juga kan?“Mau pesan apa?” tanya Dani. Pria itu terlihat tampan dengan hem putih lengan panjang yang di tekuk di bagian lenganya. Sangat kontras dengan celana jeans biru dongker yang dia kenakan. Serta aksesoris berkelas berupa kalung titanium dan jam tangan ya
Agni menggelengkan kepalanya. Menghapus bayangan yang tidak-tidak. Dia pun duduk di meja rias. Mengalihkan perhatiannya dengan memoles lipstick di bibir sensualnya. Tetapi tetap saja libidonya sulit untuk terhapus.Tiba-tiba, Agni tersentak saat mendapati sekelabat bayangan di belakangnya. Dia langsung menoleh dan mendapati sang suami yang sedang berjalan menuju pintu dan menguncinya rapat. Begitu Pria bertubuh binaraga itu membalikan badannya, seketika pandangan Agni langsung tertuju kebagian itu. Terlihat besar menggelantung siap tempur. Agni hanya meneguk ludah. Entah kenapa pandangannya selalu tertuju di bawah sana.Agni berusaha menaikan pandangannya. Menyusuri tubuh perkasa yang ditumbuhi bulu yang halus maskulin di sana sini, sampai pandangannya terhenti tepat di wajah Dani yang tampak tersenyum nakal. Agni yang terhenyak langsung mengalihkan pandangannya ke cermin rias berpura-pura untuk memoles lipsticknya kembali.Jujur libido Agni meningkat drastis pada saat itu. Dengan han
Dani baru saja pulang dari bekerja. Ada banyak beban di pundaknya, tetapi dia tidak ingin memperlihatkannya kepada siapapun terutama Agni dan Daniel. Sebagai pria dewasa, sudah biasa baginya menanggung beban yang berat.Dani berjalan dengan cepat menuju ruang tamu. Mengitarkan pandangan sejenak. Biasanya ada Daniel yang akan berlarian mendekatinya. Menyambutnya dengan pelukan. Tetapi, ini dia terheran sendiri kemana perginya buah hatinya tersebut.Sembari melonggarkan dasinya, dia menaiki tangga. Pertama dia membuka kamarnya, tetapi tidak menemukan istrinya di dalam. Dia mengernyit dahi. Berpikir kemana kedua belahan jiwanya tersebut.Akhirnya dia bergeser menuju kamar anaknya. Karena dia membuka pintu dengan tiba-tiba, terlihat orang yang berada di dalamnya langsung menoleh ke pintu. Terlihat Daniel yang sedang bersama dengan Agni di meja belajar. Begitu melihat siapa yang membuka pintu, Daniel sumringah dan berlarian memeluk kaki ayahnya.“Yeah! Papa sudah pulang,” seru Daniel. Dani
Kehidupan kembali normal. Pagi itu, Agni dan Dani melakukan aktifitas pagi seperti biasanya. Agni menyiapkan segala keperluan suaminya. Dia sangat enjoy melayani Dani meskipun dia adalah pemilik perusahaan namun tetap saja dia harus berbakti kepada sang suami.Dani melarang Agni untuk pergi bekerja. Memintanya untuk di rumah. Menjadi ibu rumah tangga dan juga mengurus PraDani. Sedangkan dirinya bertindak sebagai Ceo dan juga owner untuk memantau semua direktur yang ada di bawah perusahaan Hartono group.“Sayang, Mas berangkat dulu ya,” ucap Dani di teras rumah. Setelah selesai sarapan, Agni mengantarkan sang suami sampai ke teras untuk melepasnya bekerja.“Tunggu dulu, Mas.” Agni mengamit tangaan suaminya yang akan beranjak ke mobil. Pria itu membalikan badan dan melihat ke arah Agni. Senyumnya mengembang saat Agni ternyata mengamit tangannya dan mencium punggung tangannya dengan takzim.“Hati-hati ya, Mas,” ucap Agni yang sudah menegakkan badannya. Dani membalas dengan mengusap punda
Berselang dua hari,Sampailah di penghujung bulan madu mereka. Sebenernya Agni masih belum rela jika momen kebersamaan mereka cepat berakhir. Namun, realita menariknya kepada kehidupan yang sebenernnya. Asistennya sudah memberi tahunya mengenai beberapa pekerjaan yang harus ditangani. Dan juga dia pasti sudah sangat rindu dengan anak semata wayangnya, Daniel.Dani tampak berdiri di depan cermin rias sambil mengenakan jaket kulitnya yang terlihat sesak. Tubuh Dani yang besar dan berotot bagai beruang kadang membuat Agni tersenyum sendiri. Membuatnya selalu ingin memeluknya dengan manja setiap waktu.Dani mengernyitkan dahi saat melihat dari pantulan cermin. Agni yang tiba-tiba menubruk tubuh bagian belakangnya dan memeluknya dengan erat.”Ada apa, Sayang?” tanya Dani dengan lembut sambil memegang tangan lembut Agni yang melintang di dadanya.“Enggak, apa-apa, Mas. Pengen peluk saja,” balas Agni yang membenamkan kepalanya dengan nyamannya. Dani hanya tersenyum tipis.“Pasti enggak rela
”Jangan berhenti, Mas,” pinta Agni. Dani yang mendengarnya pun bersemangat. Lalu yang tidak di sangka, Dani bergerak secepat kilat yang membuat Agni seperti terhentak-hentak. Ibarat naik roller coaster dengan intensitas getaran yang sangat tinggi. Sungguh Agni sangat terkejut sekaligus bahagia akan hal itu.Dani melakukannya sambil berjalan ke keluar dari kamar mandi dan berhenti di tepi ranjang. Karena sudah cukup lama melakukannya, maka Dani merebahkan tubuh Agni di atas ranjang. Di luar dugaan, Agni tampak mengulurkan tangannya pertanda dia meminta lagi.“Apa? Masih kurang?” tanya Dani menggoda. Agni dengan wajah erotis hanya mengangguk saja. Dani tampak tersenyum tipis. Dia tidak menyangka kalau gairah Agni begitu membeludak. Mungkin ini bawaan benih yang ada di dalam perutnya.Dani dengan tenang berjalan ke ruang tamu. Mengambil kotak rokok dan menyalakannya. Lalu, kembali berjalan ke kamar. Dia menikmati kepulan asap sambil melihat Agni yang terus menggeliat di atas ranjang. Dia
Tiba-tiba, Agni tersedak saat merasakan sesuatu yang hangat dan keras masuk ke celana dalamnya. Sedangkan Dani di belakangnya tampak tersenyum liar.“Mas, jangan dulu. Aku kan lagi telfonan dengan Bik Marningsih,” bisik Agni sambil menjauhkan ponselnya. Bik Marningsih adalah orang yang dia percaya untuk menjaga Daniel selama mereka bulan madu.“Udahlah, Nikmatin saja. Aku hanya sedang bersiap-siap memberikan nutrisi kepada calon Dani junior,” sahutnya yang membuat Agni melenguh untuk beberapa menit karena Dani yang sibuk menggesek-gesekkannya.“Angkat saja telfon dari Bik Marningish,” titah Dani sambil tersenyum liar. Terlebih saat melihat ekspresi Agni yang sensual, membuatnya semakin liar memainkannya.“B-bik!” desis Agni dengan suara bergetar. Bik Marningsih di seberang sana tampak keheranan dengan Agni.“Kamu enggak apa-apa, Nduk?” tanyanya cemas.“Enggak apa-apa kok, Bik. Cuma suasananya dingin sekali. Banyak salju di sini Bik,” sahutnya sekenanya. Bik Marningsih tampak berpikir
“Sial! Kalian lawan satu orang saja tidak becus!” hardik Alex kepada seluruh anggota gangster Alaska yang terkapar tadi. Sekarang mereka berkumpul di dalam pondok yang masih menjdi bagian dari arena ski itu.“Tapi, dia terlalu kuat, Bos. Bos kan bisa lihat sendiri tadi,” kilah salah satu di antara mereka yang wajahnya paling sangar yang tidak lain adalah pemimpin dari gangster tersebut.“Terus, apa gunanya saya bayar kalian mahal-mahal? Pokoknya saya enggak mau tahu pokoknya kalian harus mencari cara untuk melenyapkan Dani. saya tidak mau melihat dia selalu dekat-dekat dengan Wanita pujaan hati saya,” titah Alex. Mereka terlihat saling berpandangan lalu kemudian mengiyakan permintaan Sang Bos. Terlihat sorot mata birunya yang tampak memicingkan.Di tempat Lain, Dani sedang memarkirkan mobil saljunya sambil membawa makanan asia. Dia tahu kalau dalam kondisi yang kurang enak badan, lebih baik makan makanan yang sesuai dengan lidah asia. Maka sepulang dari arena ski tadi, dia langsun
Dani menghentikan pergulatan bibirnya setelah Agni seperti hampir kehabisan nafas. Dia tersenyum sambil dengan telaten mengusap bibir Agni yang bercampur dengan lidahnya. Kemudian, dia membisikan sesuatu kepada Agni.“Sayang, Mas keluar sebentar ya. Ada sesuatu yang ingin Mas Beli selain makan siang. Kamu istirahat dulu ya. kalau terjadi apa-apa telfon, Mas.” Dani beranjak meninggalkan Agni, bahkan sebelum Agni memberikan jawabannya. Dia melangkah dengan berat. Sejujurnya dia tidak mau meninggalkan Agni dalam kondisi lemah seperti ini. Alasan yang dia kemukakan itu hanya alibi supaya dia bisa kembali ke Arena untuk bertanding.Untung saat ini, dia harus mengikuti alur yang diciptakan oleh Alex, sampai dia bisa menemukan celah untuk bisa menemukan titik lemahnya sehingga akan sangat mudah baginya untuk melumpuhkannya nanti.Dani mengendarai mobil salju dengan kecepatan yang sangat tinggi. Tidak menunggu waktu lama, dia sudah sampai di arena. Terlihat Alex sudah menantinya sedari tadi d