“Rencana? Rencana apa?” tanya Wulan.
Reza tidak menjawab hanya melirik Wulan sekilas dengan sebuah senyum aneh yang terukir di wajahnya. Wulan terdiam, memperhatikan Reza dengan tatapan aneh. Bahunya mengendik sambil gegas memalingkan wajah.
Ia tidak mau tahu dengan rencana apa yang akan dilakukan Reza. Wulan sudah cukup senang saat tahu Reza sudah berhasil mengeluarkannya dari penjara. Dengan demikian semua tuntutan Fakhri yang akan disidangkan minggu depan bisa dia hindari.
“Aku jadi penasaran apa reaksi Mas Fakhri begitu tahu aku kabur dari penjara,” batin Wulan, “semoga saja dia tidak terkejut dan jantungan nantinya.”
Wulan tersenyum dengan culas dan Reza memperhatikannya dalam diam. Lama-lama mereka akan disatukan dengan satu tujuan yang sama, yaitu menghancurkan Fakhri.
**
“Zafran sudah bangun?” tanya Aina.
Aina sengaja masuk ke kamar untuk membangunkan Zafran, tak disangka bocah i
“Iya, Fakhri. Aku baru saja mendapat kabar dari orangku,” jawab Robby di seberang sana.Fakhri tampak terkejut. Berulang helaan napas kasar keluar dari mulutnya. Wajahnya terlihat suram, senyum manis yang tadi terukir di wajahnya sontak memudar.“Sepertinya ada kerja sama dengan orang dalam yang memudahkan Reza keluar dari sana.” Robby menambahkan kalimatnya.“Maksudmu ada petugas polisi yang berkerja sama dengan Reza, begitu?”“Bisa jadi. Mereka masih mengusutnya.”Fakhri berdecak mengacak rambutnya yang sudah tersisir rapi menjadi berantakan.“Apa tidak ada CCTV yang menangkap ulah mereka?”“Nah, itu anehnya, Fakhri. CCTV semalam trouble dan tidak bisa diaktifkan. Sepertinya ini sudah direncanakan Reza. Bahkan CCTV di rumah sakit juga.”“SIALAN!!! BERENGSEK!! Mau apa lagi dia?”Fakhri terlihat marah, rahangnya menegang memperlihatkan ur
“Tapi, Bu. Saya yang mengantar mereka sekolah tadi pagi. Saya juga melihat mereka turun dari mobil dan masuk sekolah. Mengapa kata Ibu, Zafran tidak ada di sekolah?” ujar Aina.Belum habis rasa terkejutnya kini Aina harus mendapat berita tak menyenangkan tentang Zafran.“Maaf, Bunda. Saya tidak bohong, tapi memang seperti itu kenyataannya. Zafran tidak ada di kelas hari ini.”Aina terdiam. Tubuhnya langsung lemas dan hanya diam bersandar di kursi mobil. Memang sedari tadi Aina belum keluar dari mobil.“Lalu … apa Ryan ada, Bu?” Aina baru ingat kalau ada Ryan di sekolah, harusnya dia tahu apa yang terjadi dengan Zafran. Bukankah tadi mereka turun bersama.“Ada. Dia sedang menunggu jemputan.”Aina menghela napas lega. “Bisa saya bicara dengannya?”“Tentu. Sebentar saya panggil.”Aina terdiam, mencoba mengatur napasnya sambil berharap Ryan tahu kepergia
“Bapak mengenalnya?” tanya Bu Guru.Fakhri tidak menjawab hanya mengangguk dengan tatapan penuh amarah. Ryan yang berada dalam genggaman Fakhri hanya diam melihat Fakhri dengan ketakutan.“Iya, saya mengenalnya.”“Jadi, apa semuanya sudah beres, Pak?”Fakhri menggeleng. “Belum, Bu. Wanita itu adalah buronan polisi yang baru saja kabur dari penjara. Dia sudah menggelapkan uang perusahaan saya dan masih belum tuntas kasusnya. Itu sebabnya dia menculik Zafran.”Wanita berprofesi guru itu tampak terkejut mendengar penuturan Fakhri.“Maaf, Pak. Pihak sekolah tidak tahu jika Zafran diculik, kami pikir ---”“Iya, Bu. Saya tahu. Saya akan hubungi polisi dan mohon kerja samanya jika mereka meminta rekaman CCTV tadi.”Bu guru dan dua petugas sekuriti itu menganggukkan kepala. Sementara Fakhri tampak sibuk melakukan panggilan.“Rob, Wulan dan Reza baru sa
“Rob, kamu sudah ke sekolah Zafran?” tanya Fakhri. Ia terlihat sedang menghubungi Robby kali ini. Ada Aina yang duduk menunggu di sebelahnya. “Iya, polisi sudah mengusutnya. Mereka juga mencari tahu nopol mobil yang kamu kirimkan tadi.” Fakhri menghela napas panjang usai mendengar penjelasan Robby. “Semoga saja segera ada titik terang, Rob. Aku khawatir dengan keadaan Zafran.” Robby tidak menjawab hanya menganggukkan kepala. “Kalau bisa, beritahu aku untuk semua perkembangan pencarian Zafran,” imbuh Fakhri. “Iya, jangan khawatir tentang itu. Aku akan memberitahumu.” Fakhri mengakhiri panggilannya dan melihat Aina yang tampak gelisah duduk di sampingnya. “Belum ada kabar dari Robby, Mas?” Fakhri menggeleng sambil mengulas senyuman. “Belum, tapi polisi sudah melacak mobilnya. Semoga saja segera ditemukan keberadaan Zafran.” Aina terdiam sambil menundukkan kepala. Ia tampak sibuk meremas jemarinya dan Fakhri tahu reaksi Aina yang seperti itu karena gelisah. “Aku menyesal sudah
“Tidak. Tidak ada apa-apa, Den. Hanya saja anak ini minta tambah,” jawab ibu pemilik warung itu.Reza menoleh, menatap Zafran dengan kedua alis yang terangkat. Ia melihat nasi berserta lauk dan sayur di piring Zafran sudah tandas.“Aku masih lapar, Om. Biasanya porsi makanku dua kali ini.”Reza menghela napas sambil menggelengkan kepala. “Ya sudah, buatkan satu porsi lagi, Bu.”Zafran tersenyum lebar sambil mengangsurkan piring kosongnya, sementara ibu pemilik warung itu hanya mengangguk dengan mata memberi isyarat ke Zafran.Selang beberapa saat, Reza bersama Zafran sudah masuk ke dalam mobil. Wulan yang juga baru selesai makan hanya diam memperhatikan mereka berdua. Reza langsung melajukan mobilnya menjauh dari warung. Hanya Zafran yang terdiam sambil menatap keluar jendela memperhatikan ibu pemilik warung tersebut.Di rumah Bu Rahma, Aina terkejut saat ponselnya berdering. Ia melihat ada nomor tidak dik
“Mas, kamu yakin kita gak kesasar?” tanya Aina.Mereka sudah melaju pergi menjauh dari warung makan tadi. Kini mobil yang mereka tumpangi sudah masuk ke area perkebunan teh.“Ini hanya ada satu jalan, Aina. Apa mungkin Reza dan Wulan memutar kembali mobilnya?”Aina tidak menjawab. Ia hanya diam sambil mengedarkan pandangannya keluar jendela. Hari sudah beranjak gelap, perkebunan teh yang mereka lewati juga sudah gulita ditambah minimnya penerangan di sini.“Kamu sudah share lokasi kita ke Robby, kan?” tanya Fakhri.Aina mengangguk, menjawab pertanyaan Fakhri. Sesaat tadi, Aina sudah melakukannya hanya saja hingga sekarang mereka belum melihat ada tanda-tanda mobil yang mengikuti. Aina hanya takut mereka salah jalan dan ternyata Zafran tidak di sini.“Kamu kenal daerah ini, Mas?” Kembali Aina bertanya.Fakhri menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Kenal. Dulu sa
“AYAH!!!” pekik Zafran tertahan.Matanya langsung berbinar saat tahu tangan yang menariknya tadi adalah Fakhri. Fakhri tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Ayo, buruan kita pergi dari sini!!”Zafran mengangguk kemudian sudah mengikut langkah Fakhri menjauh dari kamar mandi. Aina tersenyum lega saat melihat Fakhri kembali bersama Zafran.“Reza masih di dalam?” lirih Fakhri.Aina tidak menjawab hanya mengangguk sambil menunjuk ke arah jendela. Fakhri melirik sekilas dan dia buru-buru buang muka usai melihat pemandangan di dalam rumah. Ia melihat Reza sedang asyik mencumbu Wulan bahkan pakaian mereka sudah tidak lengkap menempel di tubuh.“Ayo, kita pergi!! Mumpung mereka sedang sibuk.”Aina mengangguk. Ia berjalan lebih dulu di depan bersama Zafran sedangkan Fakhri di belakang sambil sesekali memperhatikan keadaan sekitar.Tinggal beberapa langkah mereka tiba di mobil Fakhri, tib
“Aku puas kalau Wulan mengalami hal yang sama denganku, Lex,” jawab suara di seberang yang tak lain Damar.Alex, sosok pria muda yang sedari tadi sembunyi di kegelapan malam itu hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Tanpa diketahui Reza, Alex kenal dengan orang suruhan Reza. Alex juga yang menyiapkan mobil untuk pelarian Reza dan Wulan.Secara tak sengaja Alex tahu akan ke mana Reza bersama Wulan malam ini. Alex mendengar saat orang suruhan Reza menelepon Reza tempo hari. Ia memberitahu Damar dan membantu Damar memuluskan rencana balas dendamnya.“Aku sudah menyabotase rem mobilnya. Kalau tidak mati, dia pasti akan lumpuh sama seperti kamu. Apalagi melaju cepat di area perbukitan seperti ini. Jadi aku rasa semuanya akan terselesaikan malam ini.”Sebuah seringai puas terukir di raut manis Damar. Sebelumnya Damar memang bekerja sama dengan Wulan untuk mendapatkan Aina. Namun, saat tahu Wulan mengkhianatinya bahkan mencoba menc
“Saudari Wulan Ariani terbukti bersalah telah melakukan penggelapan uang perusahaan … .” Hari ini adalah hari pembacaan keputusan sidang untuk Wulan. Semua bukti yang terkumpul untuk kejahatan yang dilakukan Wulan sama sekali tidak disangkal dan Wulan mengakuinya. Bahkan dia juga mengaku telah menukar bayi Fakhri dan Aina serta menjebak Aina dengan memberi minuman obat perangsang. Fakhri yang ikut hadir di sana hanya diam mendengarkan. Sesekali ia melirik Wulan yang duduk di kursi pesakitan. Wulan sudah jauh berbeda. Wajahnya tidak secantik dulu, rambut indahnya juga tampak ditata dengan asal apalagi kini tubuhnya semakin kurus tidak seksi seperti dulu. Kalau boleh jujur, Fakhri kasihan melihatnya. Aina yang duduk di samping Fakhri hanya diam. Ia sadar siapa yang sedang diperhatikan suaminya saat ini. Aina tidak berkomentar dan terus memperhatikan Fakhri. “Kamu mau menemuinya?” Tiba-tiba Aina bertanya usai pembacaan keputusan berakhir. Fakhri menghela napas dan melihat Aina.
“Udah, Mas. Mau sampai berapa kali kamu melakukannya?” dumel Aina.Ia berkata sambil menyingkirkan wajah Fakhri yang menempel di dadanya. Fakhri terkekeh sambil terus mendaratkan beberapa kecupan di sana. Ia sama sekali tidak mau melepas pelukannya ke Aina.“Memangnya kamu lupa, kalau Ibu bersama Zafran dan Ryan minta oleh-oleh adik. Makanya aku berusaha mewujudkannya.”Aina berdecak, sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga. Fakhri sudah mengangkat kepalanya dan kini duduk bersandar di samping Aina.“Iya, aku tahu. Namun, ini sudah sore, Mas. Kita bahkan melewatkan makan pagi dan makan siang. Aku laper.”Fakhri mengulum senyum saat melihat ekspresi Aina. Kalau mau jujur dia juga sudah merasa lapar. Namun, rasanya Fakhri tidak mau kehilangan satu momen pun dengan Aina.“Ya sudah, aku pesan makanan dulu.”Fakhri membalikkan tubuhnya dan bersiap meraih telepon yang ada di nakas. Namun
BRAK!!!Pintu kamar tertutup dan Fakhri hanya diam melongo berdiri di depannya. Matanya mengerjap berulang saat menyadari jika dirinya sudah berada di luar kamar.“Fakhri!! Kamu ngapain di sini?” seru Bu Rahma.Wanita paruh baya itu terkejut saat melihat putranya berdiri di depan pintu kamar dengan ekspresi wajah bingung. Fakhri menoleh sambil menghela napas panjang.“Istriku baru saja disabotase Zafran dan Ryan, Bu.”Sontak Bu Rahma terkekeh mendengar aduannya.“Sudah, biarin saja. Toh, kamu tadi siang sudah melakukannya. Lagian besok kalian sudah berangkat untuk honeymoon. Jadi biarkan anak-anak bersama bundanya malam ini.”Fakhri menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala. Untung saja, tadi siang dia sudah melakukan pemanasan tiga ronde dengan Aina, kalau tidak pasti sangat kesal malam ini.“Apa mau ditemani Ibu tidur, Fakhri?” Tiba-tiba Bu Rahma bersuara dengan menggod
“Fakhri!! Kamu ke mana aja? Dari tadi Ibu telepon gak diangkat!” Suara Bu Rahma langsung terdengar di telinga Fakhri.Fakhri menguap lebar sambil mengucek matanya. Usai ijab kabul di KUA, harusnya Fakhri bersama Aina merayakan resepsi dan tasyakuran di rumah Bu Rahma. Namun, Fakhri malah sengaja mengajak Aina pulang ke rumah baru mereka dan menikmati malam pernikahan lebih awal.“Aku ngantuk, Bu,” jawab Fakhri sambil menguap.“Ngantuk? Memangnya kamu di mana? Kenapa juga Pak Udin gak balik ke rumah?”Pak Udin adalah sopir Fakhri yang baru dan kebetulan tadi Fakhri menyuruhnya untuk istirahat. Sepertinya Pak Udin menurut perintahnya.“Banyak tamu mencari kamu dan Aina. Mereka pengen ketemu, Fakhri.”Fakhri menghela napas panjang. Dari awal, Fakhri dan Aina memang tidak mau melakukan perayaan. Toh, ini bukan pernikahan pertama mereka. Hanya Bu Rahma saja yang telah mengundang para tamu hingga mer
Rabu pagi, satu minggu kemudian tampak kesibukan di rumah Bu Rahma. Wanita paruh baya itu tampak berjalan mondar mandir dari ruang tamu ke kamar Fakhri. Wajahnya terlihat gelisah saat melihat pintu kamar Fakhri masih tertutup rapat.“Ryan, Zafran, coba periksa ayahmu!! Kenapa dari tadi belum keluar? Nenek takut kita datang terlambat ke KUA,” ujar Bu Rahma.Hari ini memang hari pernikahan Fakhri. Sesuai permintaan Aina, mereka akan melakukan jiab kabul di kantor KUA. Setelahnya akan mengadakan tasyakuran dan resepsi sederhana di rumah Bu Rahma.Sebenarnya Bu Rahma ingin merayakan pernikahan kedua putranya ini dengan meriah, tapi Aina dan Fakhri menolaknya. Mereka tidak mau lelah, bahkan sehari setelahnya akan melakukan perjalanan keluar negeri untuk honeymoon.“Iya, Nek!!” Ryan dan Zafran menjawab berbarengan.Mereka berjalan beriringan menuju kamar Fakhri. Baru saja Ryan hendak mengentuk pintu kamar Fakhri, tiba-tiba handel
“TUNGGU!!! STOP!!! Jangan bilang kamu mau mencabut gugatanmu ke Wulan!!” sahut Robby.Rini yang mendengar ucapan Robby tampak terkejut. Hal yang sama juga ditunjukkan Fakhri, sayangnya Robby tidak bisa melihat reaksinya kali ini.“HEH??? Mencabut gugatan ke Wulan? Siapa juga yang mau mencabut gugatan?” ucap Fakhri.Sontak helaan napas panjang keluar dengan kasar dari bibir Robby, bahkan pria bermata sipit itu sudah mengurut dadanya.“Lalu kamu mau minta tolong apa tadi?”Fakhri mendengkus sambil melirik interaksi Aina bersama Zafran dan Ryan di ruangannya.“Aku mau minta tolong kamu percepat pernikahanku.”Kini berganti Robby yang terkejut, mata sipitnya melebar usai mendengar permintaan Fakhri.“Bukannya tinggal dua minggu lagi. Kenapa mau dipercepat lagi?”Fakhri tersenyum sambil menyembunyikan wajahnya. Ia berdiri dan menjauh dari Aina serta kedua putranya. F
“Sayang … kok kamu ngomong gitu?” tanya Fakhri.Aina tidak menjawab, malah kini yang berganti menundukkan kepala. Dia paham hanya wanita kedua yang datang ke hati Fakhri. Meski pada akhirnya Fakhri lebih memilihnya, tapi setidaknya ada kenangan indah antara Fakhri dan Wulan.“Aku sama sekali gak bermaksud akan membahas ke arah sana. Aku sudah tidak mencintainya. Aku hanya sekedar memberitahumu mengenai keadaan Wulan.” Fakhri menambahkan kalimatnya dan terkesan sedang membuat pembelaan.Aina menghela napas panjang sambil mengangkat kepalanya. Matanya bertemu dengan netra coklat Fakhri dan terdiam untuk beberapa saat.“Aku juga sama sekali gak masalah jika kamu mengenang momen dengannya. Dia cinta pertamamu, bagaimanapun ada kenangan indah antara kamu dan dia. Bisa jadi itu yang membuatmu melankolis seperti ini.”Suara Aina terdengar datar, tidak tertangkap dia sedang sedih apalagi cemburu. Hanya saja Fakhri
“Sialan!! Bangsat!! Jadi kamu yang menyebabkan kecelakaanku?” sergah Wulan.Damar tersenyum sambil berdiri menjauh dari sisi brankar. Wajah Wulan sudah merah padam dengan bunyi gigi yang saling beradu belum lagi tangannya yang sudah mengepal seakan hendak melayangkan sebuah pukulan ke Damar.“Kalau iya, kenapa? Kamu ingin membalasku, Wulan?”Tidak ada jawaban dari Wulan. Ia duduk bersandar ke bantal dengan dada kembang kempis mengolah amarah dan wajah yang semakin merah.“Bukankah kamu juga yang telah menabrakku tempo hari hingga membuatku tak berdaya.”Wulan membisu dan buru-buru memalingkan wajah.“Aku rasa kita sudah impas, Wulan. Aku akan mencabut gugatanku dan melupakan semua. Sayangnya, kamu tidak bisa melakukan hal yang sama seperti aku.”Wulan belum menjawab, tapi wajahnya sudah meredup bahkan tatapan matanya tampak sayu. Dengan sendu Wulan menatap kaki kanannya yang kini dibabat
“APA!!! Mama mau bunuh diri?” seru Devi.Amar yang duduk di sebelah Devi tampak terkejut. Tanpa banyak bertanya, ia langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Fakhri lebih dulu. Fakhri yang berada di dalam mobil mengabaikannya. Bisa jadi Amar dan Devi punya kepentingan lain yang harus dilakukan.Selang beberapa saat Devi dan Amar sudah tiba di rumah sakit tempat Bu Vita dirawat. Wanita paruh baya itu tampak tergolek lemah di atas brankar dengan kedua pergelangan tangannya di babat perban.Devi baru saja dijelaskan oleh perawat yang bertugas jika Bu Vita berusaha mengakhiri hidupnya dengan menyayat pergelangan tangan menggunakan pecahan cermin di kamarnya. Bu Vita shock saat tahu kenyataan tentang Wulan.“Memangnya siapa yang memberitahu keadaan Kak Wulan ke Mama? Bukannya hanya kita yang diberitahu dokter,” gumam Devi.Ia seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri. Amar yang berdiri di sebelahnya hanya diam sambil menatap Bu Vita dengan iba.“Sebenarnya beberapa saat yang lalu,