Bab 5

Sally tumbuh besar bersama Felix.

Dengan rumah besar Keluarga Soris ini, dia jelas lebih akrab dibandingkan dengan Vioni.

Begitu masuk ke dalam rumah, dia langsung mendekati nenek dengan penuh kehangatan, "Nenek!"

"Ah, ini Sally yang datang?"

Nenek sangat senang, "Coba Nenek lihat, kenapa kamu kelihatan makin kurus?"

"Nggak kurus kok." Sally menjawab dengan senyum, "Lihat, aku bahkan buat bakso kepiting untuk nenek."

"Kamu ini, memang perhatian sekali!"

Keduanya berbicara dengan penuh keakraban, wajah nenek pun dipenuhi senyuman.

Namun, saat Vioni mendekat, senyuman nenek seketika memudar.

Vioni berpura-pura tidak menyadari hal itu, hanya menyapa dengan hormat, "Nenek."

Melihat sikap Vioni, sang nenek seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi Vioni dengan cepat mengalihkan perhatian, memandang ke arah tangga dan menyapa, "Ibu."

"Bibi!"

Melihat kedatangan orang itu, tubuh Sally yang semula bersandar di bahu nenek langsung berdiri tegak. Pandangannya terhadap wanita itu membawa sedikit rasa takut.

"Selamat datang, Nona Sally!"

Nyonya Calista mengangguk singkat ke arahnya. Sikapnya terlihat agak acuh, tetapi tetap sopan sehingga tak ada yang bisa menyalahkannya.

Lalu, Nyonya Calista menoleh ke nenek, "Ibu."

Nenek hanya menggumamkan jawaban pendek, sikapnya bahkan lebih dingin daripada itu.

Nyonya Calista tampak tidak peduli, hanya melirik barang bawaan Sally dan berkata, "Dokter sudah bilang, beberapa hari ini kondisi pencernaan ibu nggak baik. Kepiting bersifat dingin, jadi nggak cocok dimakan."

"Paman Dino, tolong bawa makanan ini ke dapur."

Sepanjang proses itu, dia sama sekali tidak meminta pendapat nenek.

Terhadap Sally, dia bahkan tidak melirik sedikit pun.

Dalam hal menarik hati orang, Sally memang memiliki bakat yang luar biasa.

Namun, hanya terhadap Nyonya Calista, dia selalu menemui hambatan.

Nyonya Calista selalu menunjukkan sikap dingin. Caranya memperlakukan orang memang sopan dan anggun, tetapi hanya sebatas permukaan.

Dulu, Nyonya Calista yang bersikeras untuk memenuhi wasiat almarhum suaminya, mengatakan bahwa jika Vioni tidak ditemukan, maka tidak masalah. Namun, jika sudah kembali ke keluarga Tiura, maka yang menikah dengan Felix haruslah Vioni.

Kalau bukan karena itu, sekarang ini, istri Felix bukanlah Vioni.

Sally jelas merasa tidak suka kepada Nyonya Calista, tetapi dia tidak berani menunjukkannya.

Nyonya Calista tampaknya tidak peduli dengan apa yang Sally rasakan. Setelah menyuruh pelayan menyelesaikan tugasnya, dia langsung berkata kepada Vioni, "Ikut aku ke atas."

"Baik."

Vioni segera menjawab dan dengan patuh mengikutinya.

Begitu mereka sampai di ruang minum teh, Nyonya Calista langsung menyerahkan sebuah kartu nama kepadanya. "Ini adalah kontak seorang tabib tua yang aku temukan. Besok kamu pergi jumpai dia, biarkan dia bantu kamu atur kondisi tubuhmu."

Sudut bibir Vioni mengencang, tetapi dia tidak mengulurkan tangan untuk mengambil kartu nama itu.

Seolah tahu apa yang dipikirkannya, Nyonya Calista berkata, "Kamu dan Felix sudah menikah dua tahun. Sudah waktunya pertimbangkan masalah anak. Nenek yang menyaksikan Sally tumbuh besar, jadi wajar kalau dia lebih disayang. Tapi, kalau kamu lahirkan anak, dia nggak akan lagi sulitkan kamu lagi."

Hari ini bisa dibilang istimewa, Nyonya Calista berbicara sebanyak itu kepadanya.

Namun, Vioni tetap menundukkan wajahnya.

Melihatnya, Nyonya Calista melanjutkan, "Selain itu, kejadian yang lalu hanyalah kecelakaan. Sudah lebih dari setahun, kamu seharusnya bisa lupakan."

Kata-kata itu membuat tubuh Vioni bergetar. Tangannya yang terkulai di sisi tubuhnya langsung mengepal erat.

Bahkan perutnya seakan terasa sakit ....

Kecelakaan?

Tentu saja ... bukan.

Meskipun semua orang menghiburnya seperti itu, Vioni tahu lebih dari siapa pun, itu sama sekali bukan kecelakaan.

Itu karena Sally sengaja ... membuatnya jatuh dari tangga!