Tepat saat Vioni berusaha keras untuk menarik jarinya, Felix meletakkan tangan yang lain di pinggangnya.Dengan tindakan ini, Vioni langsung terhuyung ke depan beberapa langkah. Dari samping, kelihatannya seperti dia langsung melompat ke dalam pelukan Felix.Raut wajah Vioni langsung menjadi semakin jelek.Saat ini Felix tiba-tiba mengulurkan tangan dan menyeka bibirnya dengan lembut.Vioni baru saja makan kuenya, tetapi tidak sampai membuat bibirnya ternoda.Hanya saja entah mengapa kali ini tindakan Felix membuatnya merasa tidak berdaya.Alisnya berkerut lebih erat. Tepat saat Vioni hendak menyuruh Felix melepaskannya, dia berbicara lebih dulu, "Kuenya enak?"Pertanyaan yang mendadak ini membuat Vioni agak tercengang.Saat berikutnya, Felix tiba-tiba membungkuk sebelum menundukkan kepala dan mencium bibirnya.Ciuman yang mendadak itu sangat kuat dan mendominasi.Di sela-sela ciuman, aroma kue benar-benar muncul darinya.Akan tetapi, sepertinya rasa ini tidak membuat Felix senang.Ciu
Awalnya Vioni mengira dia salah melihatnya.Lagi pula, dia tidak bisa menemukan buku gambarnya sejak beberapa tahun yang lalu.Awalnya Vioni mengira dia telah melupakannya di tempat lain.Baru setelah berjalan mendekat, Vioni menyadari itu memang miliknya.Karena di sampul buku gambar tertulis namanya."Hei, Vioni!"Rania tertawa terbahak-bahak. Setelah melihat Vioni, dia langsung menyapanya, "Lihat, ini milikmu?""Kudengar Sally bilang kamu pernah melukis sebelumnya dan kupikir lukisanmu sangat bagus, tapi nggak kusangka kamu akan melukis sesuatu seperti ini?""Pria tampan di sekolah yang mendominasi jatuh cinta padaku?"Begitu Rania selesai berbicara, suara tawa terbahak-bahak langsung terdengar di sekelilingnya.Vioni tidak menjawab, hanya melangkah maju untuk merebut kembali buku gambarnya.Saat ini dia bahkan tidak memiliki keberanian untuk bertanya bagaimana barang ini ada di sini.Akan tetapi, Rania mengetahui pikirannya lebih dulu. Saat Vioni melangkah maju, dia langsung melemp
Andreas tidak tahu banyak tentang dia.Akan tetapi, saat ini tatapan Felix jelas memberi tahu dan memperingatkannya.Andreas hanya tertawa kecil.Felix tidak memedulikannya lagi. Setelah melirik sekilas, dia membuang muka sambil memeluk Vioni dan pergi."Brak!" Dia langsung membanting pintu mobil.Vioni bisa merasakan amarahnya dari gerakan tersebut.Vioni tidak ingin tertimpa kesialan, jadi dia langsung memeluk buku gambar itu ingin menjauh darinya.Akan tetapi, saat berikutnya, Felix mengulurkan tangan dan langsung menarik barang itu dari pelukannya.Pupil mata Vioni tiba-tiba menyusut."Kembalikan!"Dia langsung berkata.Setelah dua tahun menikah, ini pertama kalinya Felix melihatnya begitu gelisah.Saat ini Vioni begitu panik dan menerkamnya tanpa memedulikan apa pun untuk mengambil kembali apa yang ada di tangan Felix dengan segala upaya.Awalnya Felix hanya ingin melihatnya.Akan tetapi, saat ini sikap Vioni membuat alisnya berkerut.Dia tidak memberi Vioni kesempatan untuk mereb
Vioni lupa bagaimana dia tertidur.Keesokan harinya, dia dibangunkan oleh ponselnya."Kamu ada di Vila Toram?"Suara Nyonya Calista tetap tenang seperti biasanya.Vioni tiba-tiba terbangun dan berkata, "Ya.""Sekarang aku bersiap untuk pergi ke sana. Nenek sakit, kamu pergilah ke rumah sakit bersamaku."Awalnya Vioni ingin menolak.Dari status Sally tadi malam, dia tahu kemarin Felix dan Sally pergi ke tempat yang sama.Karena tadi malam Felix tidak memberitahunya, itu berarti ... dia tidak perlu pergi.Hari ini untuk apa repot-repot menjilatnya?Akan tetapi, menghadapi Nyonya Calista, kata-kata penolakan sama sekali tidak terucap dari mulutnya.Setelah terdiam sebentar, dia hanya menjawab, "Aku mengerti."Sifat Nyonya Calista hampir sama dengan Felix, kali ini panggilan itu hanya untuk memberitahunya.Begitu Vioni menjawab, dia mengakhiri panggilan.Sepuluh menit kemudian, mobil tiba di lantai bawah di Vila Toram.Nyonya Calista melirik ke arah pakaiannya dan mengernyitkan dahi.Akan
"Felix, sudah dengar semua yang kukatakan?"Kata-kata terakhir Nyonya Besar Lusiani membuat bibir Vioni langsung menegang.Ternyata Felix juga ada di sana.Suaranya juga sangat tenang, "Nek, bukankah Nenek sudah setuju nggak akan menyebutkan hal-hal ini?""Aku nggak menyebutkannya kalau dia bisa melakukan bagiannya dengan baik! Lihat dia ...."Saat berbicara, Nyonya Besar Lusiani tiba-tiba mulai terbatuk lagi.Sally langsung berteriak, "Nenek!""Aku baik-baik saja." Nyonya Besar Lusiani langsung berkat aberkata, "Felix, kamu itu cucuku satu-satunya, jadi aku tentu saja berharap kamu hidup dengan baik.""Saat itu ibumu memaksamu untuk menundukkan kepala karena saham di Grup Harmonis, tapi sekarang kamu nggak perlu lagi dikendalikan olehnya. Bukankah sudah seharusnya mengakhiri pernikahanmu dengan Vioni?"Felix tidak menjawab.Vioni juga tidak menunggu jawabannya.Setelah Nyonya Besar Lusiani selesai berbicara, Vioni juga memilih untuk langsung membuka pintu dan masuk.Gerakan tiba-tiba
Setelah Vioni menyelesaikan ucapannya, tangan Felix yang mencengkeramnya juga melonggar.Pertama kali Vioni mengatakannya, Felix bisa menganggapnya sedang terbawa emosi. Akan tetapi, ini sudah yang kedua kalinya.Saat sebuah lelucon dibuat untuk kedua kalinya, tentu saja itu tidak bisa dianggap sebagai lelucon."Kak, a ... apa yang kamu katakan?"Senyuman di bibir Sally tidak bisa lagi ditahan, tetapi dia tetap berusaha sekuat tenaga untuk terlihat terkejut, "Kok kamu bisa bilang cerai semudah itu? Kamu dan kakak ipar ...."Vioni terlalu malas untuk memedulikannya dan hanya menatap orang di atas kasur.Nyonya Besar Lusiani langsung sadar. "Vioni, kamu mengancamku?"Reaksi ini ... sama dengan reaksi Felix beberapa hari yang lalu.Vioni hanya terkekeh dan menggeleng, "Nggak, aku serius."Kemudian, akhirnya dia melihat ke arah Felix di sebelahnya, "Nggak ada emosi atau ikatan di antara kita. Daripada saling menyiksa dan membenci satu sama lain, lebih baik berpisah saja seperti ini.""Aku
Begitu Vioni masuk ke dalam taksi, Nyonya Amel meneleponnya, "Cepat pulang."Nyonya Amel mengakhiri panggilan tanpa menunggu jawaban Vioni.Vioni tidak ragu, pada dasarnya dia juga harus kembali.Nyonya Amel jelas sangat marah.Karena saat Vioni masuk ke dalam, dia langsung mengangkat tangan dan menampar wajah Vioni tanpa memberinya kesempatan untuk berjalan maju.Kali ini dia menggunakan kekuatan yang lebih besar sampai rambut di sekitar telinga Vioni langsung rontok dan seluruh telinganya mulai berdengung."Tahu nggak apa yang telah kamu lakukan!?"Nyonya Amel masih merasa kesal dan saat hendak mengangkat tangannya untuk menamparnya lagi, terdengar suara rendah, "Hentikan."Alis Nyonya Amel masih berkerut, tetapi akhirnya tangannya terkulai.Saat Vioni mendongak, dia kebetulan melihat orang itu turun dari atas.Pria itu mengenakan kemeja rapi, rompi abu-abu dan rambut hitam beruban, tetapi sosoknya masih tegap dan wajahnya tidak menunjukkan penuaan.Saat Vioni menatapnya, Johan pun l
Mengapa?Saat Vioni masih remaja, dia ingin mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut saat baru kembali ke rumah ini.Karena saat itu Vioni akan berusaha sebaik mungkin melakukan hal-hal yang Sally lakukan untuk menyanjung mereka, tetapi mereka tidak menyukainya.Hingga suatu hari, dia membuat teh untuk ibu dengan tangannya sendiri. Nyonya Amel mengucapkan terima kasih padanya, tetapi berbalik dan menuangkan teh ke dalam pot bunga.Malam itu juga, Vioni mendengar percakapan orang tuanya.Nyonya Amel-lah yang menanyakan apakah dia perlu membawa Vioni untuk melakukan pemeriksaan HIV.Saat itu Vioni belum mengetahui apa itu HIV.Baru setelah beranjak dewasa, dia mengerti apa itu HIV.Karena dia nyaris diperkosa oleh ayah angkatnya.Kejadian ini memalukan bagi mereka dan merupakan aib yang tidak bisa dihapus.Meski saat itu tidak ada yang terjadi, bagi mereka dia sudah kotor.Dia juga sudah tidak layak untuk menjadi putri mereka lagi.Memikirkan hal ini, Vioni pun memejamkan matanya rapa
Felix melirik ke arah layar ponselnya dulu, lalu bertanya, "Dari mana saja kamu?"Vioni mengerucutkan bibirnya, "Siapa suruh mengganti kunciku?""Jawab pertanyaanku."Wajah Felix terlihat marah.Awalnya Vioni ingin bertengkar dengannya. Akan tetapi, setelah menatapnya beberapa saat, akhirnya dia berkata, "Rumah sakit."Raut wajah Felix agak berubah dan menatap tubuhnya.Vioni tidak memperhatikan tatapannya dan hanya berkata, "Sore tadi mereka bilang ibuku sudah bangun, tapi tertidur lagi saat aku tiba di sana. Makanya aku terus menunggu di sana untuk melihat apakah dia akan bangun lagi atau nggak."Suara Vioni sangat lembut, jelas terlihat tertekan.Akhirnya raut wajah dingin Felix memudar, tetapi langsung teringat sesuatu, "Terus kenapa kamu nggak menjawab telepon?""Nggak bersuara, aku nggak sadar."Setelah mengatakan itu, Vioni juga bertanya, "Sekarang aku sudah boleh masuk nggak?"Felix pun menyingkir untuk memberi jalan baginya.Vioni membungkuk dan mengganti sepatunya, lalu melet
Dengan posisi tingginya, Felix telah melihat begitu banyak godaanYang jelas wanita di depannya adalah tipe yang paling buruk.Oleh karena itu, dia sama sekali tidak memedulikan wanita itu dan langsung menelepon Vioni.Panggilan tersambung, tetapi tidak ada yang menjawab.Wajah Felix menjadi semakin muram.Wanita itu berdiri di belakangnya dan tentu saja agak malu dengan pengabaiannya.Akan tetapi, setelah memikirkan mobil Felix dan pakaian yang dikenakannya yang jelas berharga, akhirnya dia mengumpulkan keberanian untuk melangkah maju dan bertanya, "Apa hubunganmu dengan Vioni? Kalian teman?""Tapi seharusnya dia nggak punya waktu untuk menjawab teleponmu sekarang, 'kan? Kalau nggak pulang selarut ini, dia pasti sedang berkencan dengan seorang pria, 'kan?""Kuberi tahu kamu, dia itu sama sekali nggak seperti penampilannya yang terlihat patuh dan diam-diam sangat liar. Pagi ini aku melihatnya ...."Sebelum wanita itu selesai berbicara, Felix tiba-tiba menoleh.Tatapan dingin dan tegas
Langit sudah gelap.Lampu di luar telah dinyalakan dan lampu neon warna-warni serta lautan lampu merah pada jam sibuk malam hari menyatu membentuk pemandangan paling indah di kota yang ramai dan dingin ini.Gedung Grup Harmonis terletak di pusat kota. Jendela besar dari lantai ke langit-langit lebih mirip bingkai foto, membingkai segala sesuatu di dalamnya agar orang bisa menikmatinya.Felix berdiri di sana dan melihat dengan wajah datar.Dia memegang korek api dan menekan tombolnya satu per satu. Api biru menyala sebelum menghilang secara tiba-tiba.Lagi dan lagi.Felix tidak ingat banyak tentang ayahnya.Saat ini dia hanya ingat wajahnya yang tidak tersenyum dan tuntutannya berlebihan pada dirinya sebelum akhirnya dia terbaring di ranjang rumah sakit tidak mampu mengurus dirinya sendiri.Saat meninggal, Felix baru berusia 12 tahun.Meskipun tidak banyak perasaan antara ayah dan anak, setidaknya Felix ingat dia adalah ayah yang normal.Mungkin ayah dan ibunya masih bisa dianggap salin
Air mata Vioni tidak terbendung lagi."Bajingan," katanya dengan suara gemetar melalui gigi terkatup.Orang yang awalnya hendak menggigit leher Vioni berhenti setelah mendengar ucapannya.Lalu dia mendongak.Lipstik Vioni luntur, eyelinernya juga luntur karena air mata, rambutnya acak-acakan dan terlihat sangat menyedihkan.Akan tetapi, saat melihat air mata di bulu matanya, jantung Felix tiba-tiba berdebar.Kemudian, dia memperlambat gerakannya sambil memeluk bagian belakang kepala Vioni dan langsung menciumnya.Ciuman ini jauh lebih lembut dan Vioni tidak merasa jijik seperti sebelumnya.Sebenarnya Felix juga sedih kalau dia kesakitan.Sekarang sikapnya melembut, Felix juga menjadi tenang.Akan tetapi, saat Felix hendak berbicara dengannya, Vioni tiba-tiba membuka mulut dan menggigit bibirnya dengan kuat...."Pak Felix."Sudah sehari, tetapi Yakov masih melirik ke arah bibir Felix saat berbicara dengannya.Tentu saja, sebenarnya bekas telapak tangan di pipi Felix sangat menarik perh
"Apa yang sedang kamu lakukan?"Vioni tertegun sejenak, lalu mulai meronta, "Lepaskan aku! Felix, lepaskan aku!"Dia terus menendang-nendang kakinya dan salah satu sepatu hak tingginya terlepas.Koridor hotel berkarpet dan tidak menimbulkan suara saat membentur lantai.Dia menurunkannya setelah sampai di lift.Akan tetapi, Vioni dipojokkan olehnya. Saat hendak pergi, pria itu mencubit dagunya dan menciumnya.Dia tidak memberinya kesempatan untuk ragu atau meronta. Begitu menciumnya, ujung lidahnya langsung menyentuh gigi Vioni.Ciuman tanpa henti itu membuat Vioni langsung merasa tercekik.Akan tetapi, tangannya ditekan oleh pria itu dan dia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mendorongnya menjauh.Lutut Felix langsung diangkat dan menyelinap ke dalam gaunnya.Dia jelas lebih mengenal tubuhnya dibandingkan orang lain. Gerakannya yang agak kasar membuat Vioni merasa tidak berdaya.Dia hanya bisa melihat pedang itu mendarat, mengulitinya dan menghancurkan tulang-tulangnya.Yang membua
Baru pada saat itulah Vioni menyadari sesuatu dan kaki yang semula akan menendang perlahan ditarik kembali.Topeng masih menempel di wajahnya, tetapi sorot matanya sangat dingin seolah ingin mencabik-cabik Vioni."U ... untuk apa kamu membawaku kemari?"Akhirnya Vioni bertanya setelah menatapnya beberapa saat."Kenapa, merasa aku menghancurkan rencanamu?"Raut wajah Felix menjadi semakin jelek dan tangannya mencengkeram dagu Vioni.Lupakan saja penolakan terhadap ajakan menari dan tendangannya. Saat ini kekuatan tersebut seolah akan menghancurkan tulang Vioni.Alis Vioni berkerut dan saat hendak menepis tangan pria itu, Felix meraih tangannya sambil mengangkat lutut dan langsung menekannya di antara kedua kaki."Nona Vioni sangat terkenal."Dia menatapnya, "Kok aku nggak tahu kamu punya potensi menjadi seorang pelacur?"Dulu Vioni pendiam dan membosankan, hanya pada saat tertentu dia menunjukkan sifat centil yang berbeda.Awalnya Felix mengira hanya dia yang bisa melihat sisi dirinya y
Negosiasi antara Vioni dan Tuan Muda Martin berjalan sangat lancar.Setelah lagu berakhir, mereka tidak meninggalkan panggung dan malah memulai tarian kedua."Aku masih belum tahu siapa namamu?"Tuan Muda Martin bertanya padanya.Vioni mengangkat alisnya, "Ini adalah pesta dansa topeng, jadi nggak perlu bertukar nama, 'kan?""Tapi bukankah kamu sudah tahu identitasku? Sepertinya ini nggak adil bagiku.""Ada cukup banyak orang di sini yang mengetahui identitas Tuan Muda Martin. Kamu sangat terkenal, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa."Suara Vioni terdengar agak tidak berdaya.Akan tetapi, Tuan Muda Martin sama sekali tidak marah dan hanya berkata, "Apa itu berarti aku nggak akan punya kesempatan untuk mengajakmu makan setelah malam ini?""Hm, ada." Vioni mengangguk dengan serius, "Setelah waktunya tiba, bawalah ayahmu bersamamu dan aku akan ikut Pak Jared untuk makan bersama. Bukankah akan menyenangkan bisa makan bersama?""Jadi setelah sekian lama, kamu ini bawahan Jared? Sekretaris,
"Tuan, tahu nggak arti dari siapa cepat dia yang dapat?"Tuan Muda Martin menoleh dan bertanya sambil tersenyum.Felix berkata tanpa mengubah ekspresinya, "Aku tahu, tapi menurutku pilihannya ada di tangan wanita ini."Ucapan Felix membuatnya sulit untuk menjawab.Felix tidak melihat ke arah Tuan Muda Martin lagi, hanya menatap Vioni.Saat ini sepasang mata yang selalu setenang air itu seolah sedang berusaha keras untuk menahan sesuatu, seperti arus yang bergemericik.Tangan Vioni yang tergantung di sisinya tidak tanpa sadar mengepal.Setelah beberapa saat, dia tiba-tiba tersenyum dan meletakkan tangannya di telapak tangan Tuan Muda Martin, menyetujui ajakannya.Sorot mata Felix tiba-tiba menjadi muram.Tangan yang terbentang itu tiba-tiba terkepal.Dia ingin melihat ke arah Vioni lagi, tetapi Vioni sudah berbalik.Felix menatap punggung mereka dan mengatupkan gigi.Saat ini Jared melangkah maju, "Pak Felix."Felix menatapnya dengan wajah datar."Nggak kusangka malam ini kamu akan data
"Kamu lihat orang yang berdiri di arah jam enam?"Jared bertanya.Karena langkah tariannya, saat ini kedua tubuh itu sangat berdekatan. Vioni sudah lama tidak bermain seperti ini. Saat ini napasnya tidak begitu stabil dan keringat mengalir di ujung hidung di bawah topeng.Setelah Jared bertanya, dia langsung menoleh."Ya, terus?""Itu putra Pak Rufus dari Grup Helios. Dia telah memperhatikanmu selama beberapa waktu. Nanti aku akan memperkenalkan kalian, bisa berdansa dengannya sebentar?"Vioni hanya terkekeh, "Kenapa?""Belakangan ini aku bersiap untuk bekerja sama dengan ayahnya."Jared tidak menyembunyikan apa pun dari Vioni dan berkata, "Kali ini selama kamu bisa membantuku, aku bisa membiarkanmu langsung berinvestasi dalam produksi hak cipta. Kalau serial TV terkenal, kamu juga akan mendapatkan dividennya."Vioni masih tersenyum dan sepertinya tidak peduli dengan apa yang Jared katakan.Jared tidak terkejut dengan reaksinya dan melanjutkan, "Tentu saja, mungkin uang nggak begitu me