“Buru-buru sekali, mau ke mana?” George menghampiri Rendra yang sedang menunggu lift terbuka.“Pulang, kamu?” jawab Rendra diakhiri pertanyaan.“Kita mau ke club, kamu ikut?” sambar Robert yang baru saja tiba diikuti Patricia.Rendra menggelengkan kepala. “Ada yang harus aku kerjakan di rumah.” Rendra menolak secara halus seraya mengangkat tas yang di jinjingnya.“Kerjaan kantor atau kerjaan rumah?” sindir George membuat Robert tergelak.“Aku mengerti! Kalian masih pengantin baru, ambil lah cuti dan pergi honeymoon.” Robert memberi saran.Ting...Setelah pintu lift terbuka, mereka berempat masuk ke dalamnya.“Itu gampang, bisa nanti saja!Pekerjaanku tidak bisa ditinggal,” balas Rendra beralasan, masih melanjutkan obrolan mereka tadi.Alasan yang menurut George dan Robert tidak masuk akal membuat mereka berdua mendengus kemudian melengkungkan bibirnya ke bawah meledek Rendra namun lelaki itu tidak ingin menanggapi malah tersenyum membalas godaan kedua sahabatnya.“Aku duluan!
Hening, adalah suasana yang terjadi ketika makan malam.Setelah Aura tertangkap basah oleh suaminya saat sedang menyanyikan lagu tentang jatuh cinta yang begitu merdu, Aura langsung menyelesaikan acara masak secepat kilat dengan perasaan malu luar biasa yang hingga saat ini gadis itu lebih memilih diam meski beberapa kali Rendra menggodanya.Rendra tidak bisa menahan tawanya lagi, tepat di depan Aura, bibir Rendra membentuk satu garis senyum.Beruntung sedari tadi sang istri menghabiskan makan malamnya sambil menunduk.“Abang kalau mau ketawa ya ketawa saja,” sindir Aura dengan nada ketus.Oh, ternyata Aura menyadarinya.Sontak suara tawa Rendra menggema di seluruh ruangan, mengusir hening yang sedari tadi menyelimuti.Aura mendongak dengan bibir yang mengerucut dan alis menukik tajam.Wajah cantik bak malaikat itu kini tampak seperti devil ditambah dengan rona merah di wajah yang sudah menjalar hingga telinga.“Memang suara Aura jelek banget ya?” tanya Aura usai tawa Rendra
“Abang?” “Iya ini Abang, Ra...” “Abaaang...hiks...hiks...hiks...” Aura berhamburan memeluk Rendra sambil terisak, mencari perlindungan dari suatu trauma yang sedang di membelenggunya.Tangis pilu Aura sungguh menyayat hati Rendra, sambil mengusap rambut Aura yang basah karena keringat, Rendra tidak segan mengecup puncak kepala Aura berkali-kali.Putra mahkota konglomerat Gunadhya itu bingung harus berkata apa untuk menenangkan Aura.Dia memang tidak pandai berkata-kata percis sang Papa.Jadi yang dia lakukan adalah membawa Aura kembali berbaring di atas ranjang sambil memeluk tubuh Aura yang masih bergetar.Perlahan tangan Rendra mengusap lembut punggung Aura dan selalu berhasil membuat Aura tenang.Aura berhenti menangis, jantung Aura pun kembali berdetak normal tidak seperti ketika tadi pertama kali Rendra memeluknya.Rendra sampai dapat merasakan jantung Aura yang menggedor rongga dadanya saat pertama kali dada mereka menempel.Masih mengelus punggung Aura yang nampakny
"Jordan? Sedang apa di sini?" Kening Aura terlipat dalam saat mendapati Jordan sendirian di ruang kelas yang telah kosong. "Ingin bertemu denganmu,” jawab pria itu dengan sorot mata serius."Hah? Ada apa?" Aura mundur beberapa langkah ketika Jordan melangkah mendekat. "Ikut aku,” paksanya menerima bantahan."Ke mana?" tanya Aura penuh tanya."Nanti juga kamu tau... Ayo!" Jordan menarik tangan Aura namun gadis itu meronta.Sayang, gedung yang telah kosong membuat suara Aura menggema tanpa dapat terdengar oleh siapapun.Dari balik pintu Harry, Jesica, Lauren dan Briana keluar menghampiri drama tarik menarik yang dilakukan Aura dan Jordan.“Ikuti kemauan Jordan, Aura! Kalau kamu ingin selamat!” Jesica berucap dingin kemudian melangkah mendekat.Tanpa malu Jesica menyatukan bibirnya dengan Jordan membuat Aura membuang tatapannya kearah lain.“Aku sudah membantumu, setelah kau mendapatkan keinginanmu! Kamu harus menepati janjimu,” kata Jesica dengan nada menggoda kepada Jordan.
Aura masih meratap saat pintu kabin terbuka, Jordan mengayunkan langkah panjangnya memburu Aura hendak membawanya ke ranjang tapi lagi-lagi Aura meronta dengan sisa kekuatan yang dia punya.Merasa kesal karena sikap bar-bar Aura yang begitu menyulitkan, Jordan mencengkram dagu Aura menggunakan tanganya.Wajah cantik Aura kini terlihat mengenaskan dengan luka dan jejak ungu di beberapa bagian."Jangan melawan kalau kamu masih ingin hidup,” ancam Jordan.Tapi Aura terus memukul, berteriak dan menendang dengan sekuat tenaga.Harapannya kali ini adalah Jordan membunuhnya saja, dia tak akan sanggup menanggung beban hidup setelah nanti Jordan berhasil memaksakan kehendak padanya.Tanpa perasaan Jordan menarik rambut Aura kemudian menyeret tubuh ringkih itu ke ranjang. Aura berteriak sekuat yang dia bisa berharap seseorang menolongnya walau itu mustahil.Brak!!!Aura dan Jordan menoleh ke arah pintu yang dibuka paksa.Sudah ada beberapa orang polisi, George, Jerry, dan Rendra juga
"Grandpa janji, anak laki-laki itu akan seumur hidup berada di penjara!" Grandpa berujar sambil menggeretakan geraham menunjukan betapa geramnya beliau.Setelah para dokter melakukan CT Scan dan mengobati luka Aura, gadis itu langsung dibawa ke ruang perawatan.Aura sudah sadar saat itu tapi tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa melihat grandma Mery menangis ditemani Maria dan Alvin yang berdiri di ambang pintu."Bang... kamu harus balas perbuatan orang yang sudah membuat cucu Grandma menderita.” Grandma Merry berseru dengan amarah yang tak terbendung.Tanpa mengomentari ucapan sang grandma, Rendra mematung menatap Aura di mana ternyata gadis itu juga tengah menatapnya.Kedua tangan Rendra yang mencengkram ujung tempat tidur hidrolik menampakan buku jarinya yang memutih tanda jika Rendra mencengkeramnya begitu kuat karena sedang diliputi emosi."Sayaaaang Grandma... Kenapa bisa seperti ini, sayang...." Grandma terisak sambil memegang tangan Aura di sisi ranjang."Grandma... Aur
“Abang enggak kerja?” Aura bertanya setelah suaminya mengantar George dan Robert hingga pintu.Rendra membalikan tubuh kemudian berjalan mendekat ke arah ranjang sambil menggelengkan kepala sekilas.Lalu duduk di sisi ranjang menghadap Aura yang sudah menegakan punggungnya bersandar pada kepala ranjang yang dibuat tegak.“Abang nemenin kamu sampai mami dan papi datang,” sahut Rendra sambil mengangkat tangan menyentuh kening Aura yang membiru lalu mengusap lembut dengan ibu jarinya.“Mami sama papi udah tau?” tanya Aura.Rendra menjawab dengan anggukan kepala kemudian terdengar ringisan Aura meringis.“Sshhh....” “Sakit?” tanya Rendra seraya menjauhkan tangannya dari kening Aura.Seharusnya tidak perlu ditanya karena sudah jelas warna biru tadi malam itu kini sudah berubah ungu dan tentunya pasti terasa sangat sakit.“Enggak,” kata Aura berbohong.“Ya Tuhan, Ra...apa engga bisa kamu ngeluh saja sekali ini sama Abang,” batin Rendra getir.“Muka Aura jelek banget ya, Bang?” c
“Kedua orang tua kita udah datang tadi malam.” Rendra memberitahu setelah memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana.Pagi ini dia baru membaca chat yang dikirimkan mertuanya semalam, mengabarkan kalau mereka sudah sampai dan bermalam di rumah grandpa Salim.Rendra tidak tahu kalau tadi malam kedua orang tua dan mertuanya sempat mampir ke rumah sakit dan menangkap basah dirinya denagn Aura sedang berpelukan.Tadi malam Aura sempat mengigau sambil meronta dan menendang-nendang kakinya ke udara efek dari rasa trauma yang masih melekat dalam ingatannya.Rendra yang saat itu tidur di sofa langsung beranjak menghampiri Aura untuk menyadarkannya, kemudian memeluk sang istri dan membawanya kembali terlelap tanpa berniat sedikitpun melepaskan pelukan.“Bang...alat make up Aura di bawa enggak?” gadis itu malah bertanya demikian membuat kening Rendra terlipat dalam.“Untuk apa?” “Buat menyamarkan lebam di wajah Aura, mami sama papi pasti sedih liat Aura seperti ini.” Aura tampak c