Maaf, Aku Pantang Cerai! (3)
Mendengar itu, aku semakin geram. Bisa-bisanya Mas Wisnu bicara seperti itu?! Mengapa begitu mudah berbicara tentang kesehatannya?"Sebelum itu terjadi, aku minta ceraikan aku. Mana mungkin kita hidup bahagia kalau kau menderita? Ayolah, Mas! Sekali saja, Mas. Kau coba katakan tidak pada ibumu."Mas Wisnu menggelengkan kepala.Aku semakin gusar kalau begini. Mas Wisnu tahu dia tak mampu, tapi tetap memaksakan dirinya."Mas," bujuk ku."Cukup, Al! Kita sudahi pembicaraan ini. Aku kepala keluarga. Jadi, biar aku yang berpikir. Kau cukup bantu doa agar aku bisa membahagiakanmu dan ibu."Mas Wisnu tak mengizinkan aku bicara. Inilah salah satu yang membuatku kesal padanya—dia memendam sendirian masalahnya, bahkan tak mau meminta tolong meski dia butuh bantuan."Mas.""Tidurlah, Al!" Mas Wisnu menarik kepalaku. Dia meletakkan di lengannya lalu mencium keningku. Dia mencoba memejamkan matanya, namun tak lama dia kembali membuka mata dan menatap wajahku."Berjanjilah, Al. Kau tak akan menghubungi Erlangga walau apapun yang terjadi padaku."Aku tertawa sembari menyusupkan wajahku ke dadanya. Meski mengangguk, tapi aku tahu aku tak bisa berjanji untuk menepatinya. Erlangga adalah teman baikku dan atasan mas Wisnu. Jadi, banyak permasalahan—yang mungkin sulit bagi kami—dapat diselesaikannya dengan mudah."Aku mencintaimu, Mas. Apapun yang terjadi, kita akan sama-sama. Kecuali, kau menggantikan aku dengan wanita lain. Di situ, aku akan mundur."Mas Wisnu tersenyum lalu menarik daguku. Perlahan, dia menyatukan bibir kami. Kami mencoba melupakan beban hidup dengan mengarungi nikmatnya penyatuan dua tubuh.Mas Wisnu benar-benar tertidur setelah menuntaskan hasratnya pada tubuhku. Sedang aku, kini masih belum bisa tidur. Jadi, aku hanya menatap wajahnya yang terlihat lelah."Andai aku bisa dan mampu melawan perintahmu, Mas. Semua beban yang kau pikul akan hilang meski pada akhirnya kita tak akan bisa bersama."Cup ....Aku terkejut saat mas Wisnu membuka mata. Dia mengecup bibirku pelan. Senyum menghiasi wajahnya, namun tak bisa menyembunyikan beban berat itu."Tidurlah, sudah malam! Kita harus bangun pagi-pagi sekali. Mas ada rapat penting besok."Aku menganggukkan kepala lalu mencoba memejamkan mata. Namun, tetap saja aku tak bisa tidur— resah memikirkan 10 juta dan juga mas Wisnu.****[ Mas, sekarang sudah jam enam. Kok, mas belum pulang? ]Aku menghubungi mas Wisnu karena tak biasanya dia pulang terlambat. Sejak memutuskan untuk menyicil rumah baru untuk ibu, dia terlihat berubah. Yang paling terlihat adalah dia mulai sering telat. Namun, belum pernah dia pulang setelat ini. Aku khawatir dia kenapa-kenapa saat perjalanan pulang.[ Maaf, Al. Aku lupa bilang kalau hari ini ada urusan ke luar kota. Mendadak sekali, bahkan aku tak bawa baju ganti. Nanti, sepertinya aku harus beli beberapa setel di jalan.]Aku mengerutkan kening setelah membaca pesan mas Wisnu. Kalau ada urusan keluar, kenapa tak ada pemberitahuan dari Hani—sekretaris mas Wisnu, sekaligus orang kepercayaan Erlangga.Deg!"Apa kau mulai bermain-main, Mas? Kalau itu yang kau mau, baiklah mari kita bermain."Aku segera menghubungi Hani, menyuruhnya menyelidiki di mana mas Wisnu berada saat ini. Aku takut mas Wisnu benar-benar lupa diri.[ Baik, Bu. Segera saya minta orang mencari di mana pak Wisnu. ]Aku segera menghapus semua pesanku pada Hani. Jangan sampai mas Wisnu mengetahuinya.Tok ... tok ... tok ...."Assalamualaikum, mbak Alea. Saya pak RT. Ada sedikit urusan bisa buka pintunya."Mendengar itu, aku meletakkan ponsel lalu segera menuju ke pintu depan."Waalaikumsalam, Pak. Maaf lambat karena tadi di dapur. Ada urusan apa ya, pak?"Pak RT tersenyum lalu mengatakan urusannya. Ternyata, dia datang mengantarkan undangan."Siapa yang menikah, Pak?""Rahmad, anak pak Kades itu loh, Mbak. Saya diminta menyebarkan undangan di sekitar sini, sekalian untuk mertua mbak Alea, ya. Tadi, rumahnya kosong saat saya datangi. Lampu mati, pintunya juga tertutup semua."Lampu tertutup berarti gelap-gelapan, dong? Itu biasanya pertanda kalau semua orang tak di rumah. Aku merasa ada yang aneh. Pas banget dengan mas Wisnu ke luar kota."Mbak .... mbak Alea."Aku tersentak saat pak RT mengibaskan tangannya di depan wajahku. Bisa-bisanya melamun saat ada tamu."Maaf pak RT, ada apa?"Pria itu tertawa mendengar pertanyaanku. Ternyata, dia ingin pamitan pulang karena masih ada beberapa undangan yang belum dibagikan."Maaf, pak RT. Saya tadi sempat melamun, bahkan tak menghidangkan air minum."Pria itu tertawa dan langsung pulang. Aku jadi tak enak padanya, tapi aku heran ke mana ibu mertuaku pergi.Kalau begini, aku semakin was-was. Terutama, mas Wisnu juga membawa kartu ATM tabungan kami."Semoga kau tidak berbuat yang macam-macam, mas. Aku tak tahu apa yang akan aku lakukan jika kau berbuat salah."Aku mendesah mengeluarkan perasaan kesal di dadaku. Hal yang tak pernah terjadi kini mulai menunjukkan diri.Mas Wisnu sepertinya mulai tak jujur. Sejak kapan dia punya urusan ke luar kota? Apa dia lupa kalau Erlangga janji tak akan mengirim suamiku ke luar kota tanpa istrinya.Ting ....Sebuah pesan masuk, aku langsung membukanya dan terkejut melihat mas Wisnu bersama ibu dan adiknya. Lalu, ada tiga orang asing juga di sana.[ Sepertinya, ada pembicaraan soal pertunangan, Bu. Tapi, saya mohon maaf karena saya belum dapat info siapa yang mau tunangan. ]Hani ternyata bergerak cepat, orang kepercayaan Erlangga memang tak kaleng-kaleng.[ Baik. Terima kasih, Han. Tapi, tolong jangan bilang apa-apa sama Erlangga. Saya sendiri yang akan bilang kalau memang kecurigaan saya terbukti. ]Ah .... apa yang akan terjadi padamu mas, seandainya Erlangga tahu dan kau terbukti bersalah.Lagi-lagi, aku hanya bisa menarik napas panjang. Aku butuh bantuan Sela dan Jefri. Gegas kuhubungi keduanya dan mereka setuju bertemu di café langganan kami.Perlahan, aku menceritakan kekhawatiran ku."What??? Kau tak lagi bercanda kan, Al? Ini luar biasa! Seorang Wisnu bisa berani mengingkari janjinya pada Erlangga? Cari mati itu anak!"Mendengar ucapan Sela, membuatku bertambah pusing. Aku tahu siapa Erlangga. Dia bisa berbuat apa saja untuk menghancurkan mas Wisnu jika berani menyakitiku."Kau juga sih lagian! Kau cantik dan pintar, tapi salah pilih. Bucin, pula tuh. Erlangga pasti mau menerimamu apa adanya, tapi kau pake acara bertekad untuk bertahan dengan Wisnu."Aku menepuk bahu Sela. Bagaimanapun juga, orang yang dia remehkan adalah suamiku—dan masih kucintai.Tersadar, Sela pun menutup mulutnya. "Iya maaf, aku hanya kesal aja. Jadi, apa yang akan kau lakukan pada Wisnu sekarang?"Aku kembali menarik napas. Sela dan Jefri jadi ikut-ikutan menarik napas. Mereka masih menungguku bicara."Aku akan selidiki dulu. Kalau bisa dipertahankan, aku akan bertahan. Akan tetapi, kalau mas Wisnu berselingkuh, apa boleh buat. Meski aku penganut pantang cerai, tapi aku harus memilih itu."Kali ini Sela dan Jefri terlihat berbinar. Aku tahu mereka sebenarnya kurang setuju dengan hubunganku dan mas Wisnu sejak awal. Tapi, apa boleh buat karena aku yang mau. Aku benar-benar mencintai suamiku itu, bahkan rela dikatai bucin oleh orang sekitar."Kalau begitu, aku bantu menyelidikinya, Al. Tenang saja, akan sampai tuntas agar kau bisa bebas sekalian dari Wisnu."Aku melotot mendengar ucapan Sela. Ada rasa tak suka saat mendengar itu."Doakan kami langgeng, Sel. Mas Wisnu sebenarnya orang baik. Dia hanya tak bisa bilang tidak pada ibunya," belaku. Sekali lagi, aku mengingat ibu mertuaku itu. Wanita yang tak punya perasaan sama sekali—memeras tenaga dan otak putranya."Apa kau sudah punya rencana? Untuk menghadapi masalah ini, aku rasa kau harus punya satu atau dua rencana Al. Jika mau bertahan atau tidak, kau tetap harus memberi pelajaran dulu pada suamimu yang plin-plan itu."Sela benar! Aku harus membuat rencana. Aku tak bisa mengorbankan mas Wisnu jika memang mau bertahan. Kecuali kalau tak bisa lagi dipertahankan, maka aku akan pergi dan tak peduli pada pria itu."Jefri, makan aja dari tadi! Bantu aku mikir, dong. Percuma Sela membawamu ke mari."Jefri terkejut mendengar ucapanku. Sedangkan Sela, dia hanya tersenyum karena melihat kekasihnya begitu kaget."Mau ngomong apa, Al? Kami saja belum tahu apa yang mau kau putuskan. Belum tentu juga Wisnu berbuat sebodoh itu. Dia kan tahu kalau menghianatimu berarti harus siap menghadapi orang paling menakutkan di kantornya."Lagi-lagi, aku hanya bisa mengaruk kepala yang tak gatal. Benar juga ucapan Jefri! Sayangnya, entah mengapa perasaanku menyuruhku untuk harus bergerak cepat.Jangan sampai terlalu rugi kalau memang mas Wisnu berniat mengakhiri hubungan kami!Maaf, Aku Pantang Cerai! (4)"Kau tenang saja, Nu. Biar ibu yang pikirkan semua masalah ini, kau hanya perlu mengatasi Alea. Ingat jangan sampai dia tau sebelum kau sah menikah lagi, ibu tak mau dia menggagalkan rencana kita, kalau sudah sah dia tak akan bisa berbuat apa-apa lagi."Aku menelan ludah, ternyata mereka sudah merencanakan semuanya. Jadi, benar mereka keluar kota untuk membicarakan tentang pertunagan mas Wisnu--bukannya Citra?"Baiklah Mas, ternyata kau sudah memilih untuk menuruti semua permintaan ibumu. Kau belum tau apa yang bisa aku lakukan nanti," lirihku.Aku segera bersembunyi. Jangan sampai mas Wisnu dan ibunya tau aku tengah menguping pembicaraan mereka. Sepertinya, mas Wisnu akan segera pulang ke rumah, sebaiknya aku juga pulang agar dia tak curiga."Mbak Alea dari mana? Kok, jalan kaki?"Aku tersenyum mendapat pertanyaan ibu- ibu rempong. Sebaiknya, aku membuat alasan sebelum wanita itu banyak bertanya."Tadi, niatnya mau ke warung Bu, tapi uangnya terjatuh entah
Maaf, Aku Pantang Cerai! (5)Ting!Aku membuka pesan dari Hani. Dia mengirim beberapa foto dan video, aku menarik napas setelah membuka file yang baru aku unduh. Sedetail ini, wanita itu mencari tau.[Kau yakin acaranya bulan depan, Han?]Aku bertanya pada Hani. Karena sejak pulang dari luar kota hari itu, Mas Wisnu tak melakukan hal yang mencurigakan. Dia bersikap biasa saja, begitu juga dengan ibu mertua masih judes tak tentu arah.[Yakin, Bu. Informasi ini langsung dari mulut ibu gadis itu. Mereka bangga punya menantu sempurna seperti pak Wisnu. Mereka sudah koar-koar keliling kampung.]Ternyata, calon menantu baru ini serasi dengan ibu mertua. Pantas, dia berkeras menikahkan mas Wisnu dengan gadis itu.[Soal pekerjaan? Apa kau yakin juga? Karena dia kan mahasiswi.]Lagi-lagi aku menarik napas panjang, saat membaca kalau orang suruhan Hani sudah menyelidikinya."Apa gadis seperti ini yang ibu pilihkan untukmu, Mas? Apa kau sudah menyentuhnya juga?" ujarku lirih. "Apa yang harus aku
Maaf, Aku Pantang Cerai! (6)"Tolong aku, Mas ...." Wanda--calon istri pilihan ibunya--berucap dengan wajah memelas. "Aku tak bisa pulang sekarang ke rumah, Mas. Wanita-wanita itu telah membuat keluargaku malu, entah siapa mereka? Yang jelas, mereka tau kita punya hubungan."Wisnu terlihat memijit keningnya mendengar ucapan Wanda. Dia sedang bingung sekarang hingga tak bisa berpikir lagi. Wanda baru saja datang ke rumah Ibunya dan mengadu bahwa ada sekumpulan orang yang mendatangi rumah calon istri keduanya itu dan memaki-maki Wanda sebagai pelakor dan wanita murahan."Tak ada yang tau hubungan kita, Wanda. Selain orang tuamu, ibu, dan Citra. Jadi, bagaimana bisa mereka menghajarmu hingga viral? Jangan-jangan kau simpanan pria lain, selain aku, kan?" ujar Wisnu kesal."Wisnu jaga ucapanmu. Wanda adalah gadis yang baik. Ibu sudah kenal dengan keluarganya. Jadi, tak mungkin dia seperti itu. Bahkan, dia ini temannya Citra. Tak mungkin, adikmu tak bicara kalau Wanda bukan gadis yang baik,
Maaf, Aku Pantang Cerai! (7)Ting!Aku membuka pesan yang baru saja masuk. Sebuah pesan video dari Hani. Setelah mendownload, aku melihat di video tersebut dengan seksama. Seorang wanita terlihat mengejar Mas Wisnu yang marah.Tanpa sadar, aku tersenyum saat melihat bagian wanita itu menangis--sebelum masuk rumah ibu mertuanya lagi."Jadi, dia sudah berani menunjukkan wajahnya secara langsung? Sepertinya, akan menyenangkan bermain-main dulu sebelum menghabisinya," sinisku.[ Hebat, Han! Terima kasih, ya! Awasi terus wanita itu karena aku akan bermain dengannya.]Hani tak menjawab pesanku. Dia hanya mengirimkan emot jempol saja. Kalau begini, pasti dia langsung bekerja.[Datanglah ke kantor. Si Bos sudah datang. Sebelum bertemu Wisnu, tenangkan dulu dia. Kalau tidak, rencanamu bakal kacau dan habislah suamimu yang malang itu.]Deg!Apa? Erlangga datang? Mampus! Bisa kacau semua rencanaku! Untung, aku sudah berada di lobby kantor mas Wisnu. Aku harus menjinakkan macan manja ini secepatny
Maaf, Aku Pantang Cerai! (8)Waktu pulang dari kantor Wisnu, saat berada gak jauh dari rumah mertuanya. Alea pura-pura terkejut melihat kerumunan di depan rumah mertuanya."Mas ada apa di rumah ibumu? Lihat! Banyak warga berdatangan ke sana. Cepat, mas! Siapa tau terjadi sesuatu pada ibu."Aku meminta mas Wisnu melajukan mobil menuju ke rumah ibunya setelah urusan di kantornya telah selesai. Wajah suamiku terlihat sangat gugup mendengar ucapanku."Wajahmu kenapa begitu, Mas? Apa ada yang kau tutupi dariku?"Mas Wisnu terlihat buru-buru mengelengkan kepala. Sepertinya, dia takut aku mengetahui rahasianya."Sudahlah, aku turun di sini saja. Kau cari tempat parkir, Mas. Jangan sampai mobil ini lecet karena baru lunas."Meski mobil belum berhenti dengan sempurna, aku langsung lompat keluar. Bukan karena mencemaskan ibu mertua, tapi aku tak sabar untuk melihat kejadian di depan sana."Dasar lonte sialan, berani sekali kau mengoda suamiku!"Plak! Plak! Plak!Aku meringis sembari memegangi pi
Maaf, Aku Pantang Cerai! (9)Pada sore harinya pak RT akhirnya datang, untuk menanyakan soal kejadian tadi siang di rumah ibu mas Wisnu."Saya minta maaf karena baru tau soal kejadian tadi siang. Saya sedang ada urusan dengan pak lurah. Pulang-pulang, saya mendapat kabar kalau terjadi keributan di wilayah ini. Sekarang, saya ingin bertanya dengan Mas Wisnu dan Mbak Alea. Ada masalah apa tadi siang? Wanita di rumah mertua Mbak Alea siapa? Tak ada laporan sama sekali mengenai tamu yang baru datang."Aku menatap pak RT dan mas Wisnu bergantian. Rasanya, kesal melihat suamiku yang hanya diam. Dia diam saja, sehingga pertanyaan Pak RT tak terjawab sama sekali--sama seperti pertanyaanku tadi siang."Silakan tanya langsung sama anak pemilik Rumah yang di tempati wanita itu Pak RT. Saya juga belum mendapat jawaban dari mas Wisnu, soal wanita yang ada di rumah ibunya dan membuat onar di wilayah ini," ujar ku pelan."Siapa yang membuat onar Al? Aku rasa itu hanya salah paham. Kau kan tau siapa B
Maaf, Aku Pantang Cerai! (10)Setelah agak tenang beberapa hari, aku kembali meradang saat mendapat pesan dari Hani: sebuah rekamanan pembicaraan mas Wisnu dan ibunya! [ Ibu, tolong jangan banyak bicara. Begitu juga dengan Wanda. Aku tak mau pernikahan ini diketahui Alea karena aku mencintai istriku itu. Jika bukan karena ibu, aku tak mau menikah dengan wanita mana pun. Ibu bereskan semuanya, aku akan datang begitu waktunya menikah. Ingat! Jangan sampai Alea tau jika tidak aku akan batalkan pernikahan itu. ] Aku menarik napas, lalu mematikan rekaman yang Hani kirim. Jadi, mas Wisnu bersedia menuruti permintaan ibunya? Baiklah, sudah waktunya bergerak! "Kau saja yang bucin pada Wisnu. Sudah jelas dia pengkhianat, masih juga mau bertahan?" Seperti dugaanku, Erlangga marah besar setelah mendengar rekaman itu. Dia memintaku diam karena dia yang akan mengatasi mas Wisnu. "Tapi, bukankah ini terlalu kejam, Lang? Apa tak ada cara lain untuk menyadarkannya?" "Cara apa, Al? Kau tahu?
Maaf, Aku Pantang Cerai! (11)Pak penghulu sudah bersiap untuk menikahkan mas Wisnu dengan wanita pilihan ibunya.Aku menarik napas panjang sembari bersembunyi di antara para tamu undangan, ibu mertua terlihat bahagia mungkin karena mas Wisnu bersedia menikah dengan Wanda."Saya terima nikah dan kawinnya, Wanda binti Anwar Hamdali, dengan mas kawin seratus gram emas dan sebuah rumah dibayar ....""Selamat pagi, kami dari kepolisian. Ingin menjemput saudara Wisnu atas tuduhan pengelapan dana perusahaan."Ucapan mas Wisnu terputus saat dua orang polisi datang untuk menangkapnya. Pria itu terkejut setengah mati, dia pasti tak menduga ini akan terjadi."Apa? Ini tidak benar! Saya tak pernah melakukan korupsi. Ini pasti salah paham.""Tak ada yang salah paham Pak Wisnu, kami sudah mendapatkan bukti-buktinya. Anda merampok perusahaan saya ratusan juta, atau bahkan lebih dari yang kami temukan."Mendengar suara Erlangga membuat Mas Wisnu gemetar. Lalu dia meraih kertas yang di berikan polisi.
Maaf, Aku Pantang Cerai! (156)"Mama pasti tidak lupa di mana tempat itu? Lihat kain yang di kenakan Aino. Mama tidak lupa kan dengan hadiah istimewa itu?"Erlangga tertawa puas hingga menangis. Alea semakin mengeratkan pegangan tangannya, dia tau Erlangga tengah kembali ke masa paling menyedihkan dalam hidupnya."Siapa jalang yang sebenarnya, Ma. Aku kasihan melihatmu tapi kau sendiri yang menginginkannya, gadis yang kau puja setinggi langit justru wanita mainan suamimu. Dia di puaskan sebelum memuaskan dirimu, mereka bahkan bercinta di tempat tidur yang kau persiapkan untuk acara ulang tahun mu, bahkan mengunakan baju yang sama seperti milikmu. Saat kau mengerang di atas tubuh pria ini, dia tengah membayangkan bercinta dengan Aino buka dengan wanita tua sepertimu."Erlangga menuding jarinya pada sang mama. Terlihat kurang ajar jadi Alea menarik tangan itu dan mengecupnya, membuat Erlangga segera mengusap wajahnya dengan kasar."Rekaman ini yang suamimu minta sebelum mengirim ku ke pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (155)"Apa yang kau lakukan perempuan sialan? Kau menghancurkan perusahaan papaku!"Jennie berteriak seperti orang gila. Dia berusaha menyerang Alea, namun di saat yang tepat seseorang mendekap erat Alea."Jangan berani menyentuh istriku. Kalau tidak kau akan bernasib sama seperti perusahaan papamu, coba saja jika kau ingin membuktikannya."Jennie terkejut mendengar suara dingin di depannya. Dia tak menyangka Erlangga akan datang tepat waktu, dia sudah merencanakan penyerangan pada Alea, tapi tetap saja ketahuan."Dia hanya seorang janda beranak satu, Angga. Kenapa kau begitu mencintainya bahkan mengabaikan aku dan Aino."Jennie benar-benar tak habis pikir pada otak Erlangga. Dia sudah begitu lama berada di sisi Aino, tapi tak membuatnya ingat pada dirinya yang selalu ada ketika Erlangga bertemu Aino."Kau pasti tak bisa melihatnya karena matamu sudah buta. Wanita itu tak hanya cantik wajahnya tapi juga hatinya, sesuatu yang tak kau miliki begitu juga dengan Ai
Maaf, Aku Pantang Cerai! (154)"Selamat siang Bu Alea, bisakah kita bicara sebentar. Saya ada hal penting untuk dibicarakan dengan Bu Alea."Alea menatap wanita yang ada di depannya. Wanita yang baru-baru ini membuatnya pusing, sekarang dengan berani dia mengajak bicara. Apakah pelakor memang tak takut lagi dengan kuasa istri sah."Apa yang ingin anda katakan? Silakan saya akan mendengarkan."Alea memberi kesempatan pada Jennie untuk bicara. Dia ingin tau apa yang wanita ini inginkan, dia juga ingin tau sampai mana kebohongan Erlangga."Sebelumnya saya minta maaf, karena telah membuat Bu Alea dan pak Erlangga menjadi salah paham. Sebenarnya saya memang tak mengenal pak Erlangga sebelum saya pergi ke kantornya, kebetulan saat itu kami bertemu dan satu lift."Alea tersenyum tak menyela penjelasan Jennie. Jari tangannya mengetuk pelan meja, membuat Jennie sedikit gelisah. Ketukan jari Alea berhenti saat pelayan kafe datang membawa pesanan mereka."Silakan nikmati dulu minuman yang anda pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (153)Erlangga mendesah kesal, sembari menatap ruangan sang istri yang terlihat kosong. Wanita itu benar-benar marah hingga tak mau bicara dengannya, bahkan dia rela pindah ke kantor agar ayah dan ibunya tak curiga. Kalau anak dan menantunya sedang ribut, tapi begitu di kantor dia menutup ruangannya dan menghabiskan waktu dengan kedua anaknya. Pintu semua terkunci, jadilah Erlangga tak bisa masuk. Kalau Erlangga tidur di kamarnya, Alea dan kedua anaknya tidur di ruangan Alea, mengunakan tilam lantai."Bos, makan siang sudah siap."Dani berkata pelan sembari menatap kaca pembatas ruangan yang sudah tertutup gorden. Kemudian dia berbalik dan menatap si Bos yang terlihat kacau, jangankan makan, minum saja si bos tak mau."Dan, aku tunggu di ruanganku. Tetap di tempatmu." Melihat Alea muncul di pintu ruang istirahat. Erlangga hendak menemuinya, tapi Alea segera memberinya peringatan untuk tidak bergerak.Dani hanya bisa menggaruk kepalanya. Setelah melihat pintu
Maaf, Aku Pantang Cerai! (152)"Selamat siang Bu Alea, saya perwakilan dari perusahaan Samudra Jaya. Saya ada janji dengan pak Erlangga, tapi di arahkan untuk bicara dulu dengan anda."Alea menjabat tangan wanita yang baru saja menemuinya. Sepertinya wanita ini belum tau prosedur di perusahaan Erlangga."Iya silakan duduk, mohon maaf kalau boleh tau nama anda ....?"Alea bertanya karena sejak tadi wanita ini belum memperkenalkan dirinya. Dia melihat wanita ini sering melirik ke arah ruangan Erlangga, walau suaminya tak bereaksi tapi dia sedikit tak menyukainya."Di perusahaan ini memang seperti prosedurnya. Tamu pria bertemu dengan pak Erlangga sedangkan tamu wanita bertemu istrinya. Pria di sana itu suami saya jadi jangan tergoda dengannya."Alea tertawa seolah ucapan hanya bercanda. Wanita di depannya juga tertawa walau terdengar garing. Alea heran karena sampai sekarang wanita ini belum menyebut namanya sama sekali."Maaf sekali lagi saya harus memanggil nyonya atau nona?" tanya Ale
Maaf, Aku Pantang Cerai! (151)"Assalamualaikum Bu," ucap Alea."Mau apa kau kemari? Mau menertawai kemalanganku ini," tanya Bu Wastika."Bu, sekali saja jangan berpikir buruk padaku. Sejak awal menikah dengan mas Wisnu ibu tau pasti, kalau aku berusaha keras berbakti padamu, karena saat itu aku tak tau masih memiliki orang tua. Jadi aku menganggap ibu sebagai orang tuaku sendiri, apa yang tak ku lakukan untuk kalian semua. Jadi pembantu gratisan aku juga rela, tapi apa pernah kalian menganggap ku? Tidak sama sekali.Ibu terus membenci dan memfitnahku, di depan tetangga bahkan di depan suamiku sendiri. Seolah senang aku diam ibu terus berulah, hingga akhirnya menikahkan suamiku dengan wanita lain. Jika wanita itu baik mungkin aku bisa terima bermadu, tapi wanita itu seorang pelacur yang hamil bukan anak mas Wisnu. Katakan Bu, tidakkah ibu yang telah begitu kejam padaku dan mas Wisnu?"Alea menyeka airmatanya dia sudah tak tahan lagi. Semua yang dia pendam selama ini akhirnya keluar dar
Maaf, Aku Pantang Cerai! (150)"Ada apa? Aku lihat melamun aja daritadi."Erlangga merentangkan tangannya agar sang istri tidur beralas lengannya. Sejak kembali dari beli makanan bersama ibunya, Alea terus diam seolah memikirkan sesuatu."Ini soal ibunya mas Wisnu. Tadi tak sengaja aku melihatnya sedang memulung, apa begitu parah nasibnya, Yank. Apa kau tak ada cara untuk membantunya tanpa berurusan soal uang?"Erlangga menarik napas setelah mendengar ucapan istrinya. Dia memang sudah tau tentang ibunya Wisnu tapi dia belum tau cara untuk membantunya."Kalau kita beri uang pasti nanti dia akan terus meminta. Satu-satunya cara kita memang harus tega padanya, tapi hati ini juga tak kuat melihatnya seperti itu."Kembali Erlangga menarik napas panjang. Masalah Bu Wastika memang susah di selesaikan, karena wanita ini keras kepala dan juga serakah."Hentikan Lang, geli ih."Tiba-tiba Erlangga mengecup leher Alea karena melihat wanita itu mulai melamun lagi. Dia memang tak bisa membuat sang i
Maaf, Aku Pantang Cerai! (149)"Ini benar-benar luar biasa. Aku akan punya cicit lagi," ucap tuan Dirga."Iya Kek, kemungkinan anak kami ini perempuan. Doakan saja agar kelak ada lagi perempuan terlahir dari rahim Alea, jadi keturunan anak perempuan bisa lebih banyak," ujar Erlangga.Plak ...."Ini saja belum lahir tapi kau sudah bermimpi punya anak lagi."Alea memukul pelan tangan sang suami. Dia tak habis pikir dengan apa yang Erlangga inginkan."Kita harus punya rencana, Yank. Bunda anak perempuan satu-satunya, kau juga begitu jadi kita harus berjuang untuk punya anak perempuan lebih banyak."Lang, kau mau aku mutilasi gak itu mu. Enak aja kalau ngomong, lahir kan dulu anak ini baru kita pikirkan yang lainnya," ucap Alea lagi."Yakin mau dimutilasi? Ingat kalau itu tak ada kau tak punya pegangan kalau tidur."Erlangga tertawa saat melihat wajah sang istri yang memerah. Untung mereka bicara berbisik kalau tidak bisa makin malu Alea."Kalau boleh kakek minta. Bisakah acara tujuh bulan
Maaf, Aku Pantang Cerai! (148)"Yank, syukurlah aku sudah bangun. Tolong jangan membuatku takut."Alea terpaku melihat Erlangga memeluknya sembari menangis. Dia masih tak mengerti apa yang terjadi, hanya saja tadi dia bermimpi tentang Wisnu. Membuatnya percaya kalau dia adalah pendosa yang sebenarnya."Tolong pergilah, Yank. Aku minta maaf kalau selama ini bersalah padamu, katakan pada Jenie aku juga minta maaf. Sekarang kembalilah padanya aku akan mengurus perceraian kita."Alea sudah menguatkan hatinya untuk berpisah dengan Erlangga. Dia sudah tau apa yang terjadi memang salahnya, jadi dia rela kehilangan pria sebaik Erlangga."Apa kau dengar sayangku Jennie. Cepatlah datang papi dan mami menunggumu."Alea tersentak mendengar ucapan Erlangga di depan perutnya. Dia masih tak mengerti tapi Erlangga tak mau menjelaskannya, dengan kesal dia menarik rambut sang suami membuatnya mengangkat kepalanya."Apa maksudmu memanggil nama Jennie di depan perutku. Memangnya perempuan itu ada di sana,