Maaf, Aku Pantang Cerai! (5)
Ting!Aku membuka pesan dari Hani. Dia mengirim beberapa foto dan video, aku menarik napas setelah membuka file yang baru aku unduh. Sedetail ini, wanita itu mencari tau.[Kau yakin acaranya bulan depan, Han?]Aku bertanya pada Hani. Karena sejak pulang dari luar kota hari itu, Mas Wisnu tak melakukan hal yang mencurigakan. Dia bersikap biasa saja, begitu juga dengan ibu mertua masih judes tak tentu arah.[Yakin, Bu. Informasi ini langsung dari mulut ibu gadis itu. Mereka bangga punya menantu sempurna seperti pak Wisnu. Mereka sudah koar-koar keliling kampung.]Ternyata, calon menantu baru ini serasi dengan ibu mertua. Pantas, dia berkeras menikahkan mas Wisnu dengan gadis itu.[Soal pekerjaan? Apa kau yakin juga? Karena dia kan mahasiswi.]Lagi-lagi aku menarik napas panjang, saat membaca kalau orang suruhan Hani sudah menyelidikinya."Apa gadis seperti ini yang ibu pilihkan untukmu, Mas? Apa kau sudah menyentuhnya juga?" ujarku lirih. "Apa yang harus aku lakukan kalau sudah begini? Sudah berubahkah dirimu Mas? Hingga sanggup menyentuh gadis yang masih haram bagimu?"Aku berlari menuju ke kamar mandi. Memuntahkan rasa mual di perutku, mual karena memikirkan aku berbagi peluh dengan mas Wisnu, setelah membayangkan pria itu menikmati tubuh si jalang itu."Kenapa lagi kau? Pura-pura sakit? Kau pasti ingin Wisnu kasihan padamu, kan? Mimpi saja terus karena sebentar lagi kau akan dibuang! Dasar perempuan miskin dan tak berguna! Wanita sepertimu, memang harus rela disingkirkan."Aku menatap wanita yang sudah berumur itu yang tiba-tiba datang ke rumahku. Entahlah apa yang terjadi padanya? Selama menikah dengan mas Wisnu, hanya sebulan saja dia baik padaku. Sisanya? Hanya kebencian yang dia tunjukkan padaku."Ibu terlalu percaya diri. Kalau begitu, mari bertaruh Bu. Siapa di antara kita yang akhirnya hancur? Ibu, aku, atau justru anak kandung ibu? Kali ini, tak hanya urusan aku dan mas Wisnu. Aku juga akan memberi kejutan pada ibu tentang Citra."Plak!Aku tersenyum setelah mendapat tamparan dari ibu mertua. Kali ini, kubiarkan dia puas dulu. Setelah itu, aku akan menamparnya tanpa menyentuh."Kurang ajar, kau! Dasar anak sialan! Pantas saja kau terbuang di panti asuhan."Deg!Akhirnya, wanita ini mengusik asal-usulku.Baiklah, kali ini aku akan melawan, hingga tetes darah penghabisan! Aku tak bisa mempertahankan mas Wisnu yang sudah tak jujur padaku. Aku siap kehilangannya.*****"Kalian tau apa yang harus dilakukan? Buat dia malu. Jika berkeras juga, biar aku turun tangan langsung."Aku menatap ketiga temanku. Teman yang sudah sangat gemas dengan calon istri kedua mas Wisnu dan mertuaku.Para sahabatku memang cantik dan lemah-lembut, tapi lihat saat menghajar pelakor. Aku jadi tak sabar menunggu laporan mereka."Kau tenang saja, Al. serahkan pada kami. Sayang sekali, Sela tak ikut hari ini. Kau tangungjawab kalau dia merajuk, ya?"Mimi dan kedua temannya tertawa. Selain kenal denganku mereka juga kenal dengan Sela, aku rasa Sela tak akan marah karena dia akan mendapat bagian pada acara puncak nanti."Tenang saja! Bagian Sela, nanti acara puncak. Dia akan menjadi monster ketika menghadapi Wisnu dan menantu kesayangan ibunya. Kalian bereskan saja bagian kalian, ingat rekam dan kirim padaku."Aku segera pamitan untuk pulang. Pembalasan ini pasti menyenangkan. Apalagi, tanpa bekerja sediri, aku bisa melihat wanita itu menangis darah.****"Apa maksud ibu? Aku tak mungkin pergi lagi. Alea dan Erlangga bisa curiga, dan itu tak boleh terjadi karena sangat bahaya bagi pekerjaanku."Aku pura-pura menyibukkan diri di dapur. Sembari memasang kuping untuk mendengarkan pembicaraan mas Wisnu dengan ibunya."Tak mungkin Alea terlibat, Bu. Dia selalu berada di rumah. Kalau Alea sudah tau rencana kita, dia tak akan setenang ini tentu dia sudah menghubungi Erlangga."Aku kembali menyibukkan diri ketika mas Wisnu terlihat mematikan panggilan pada ibunya. Pria itu mendekat, namun aku pura-pura tak tau."Dek, kira-kira boleh tidak kalau aku pergi keluar kota sehari saja?"Aku pura-pura terkejut mendengar pertanyaan mas Wisnu. Dia pikir aku akan melepasnya, untuk menenangkan wanita itu? Cih, tak mungkin!"Memangnya mau ke mana? Aku rasa Erlangga atau stafnya tak ada yang memberitahuku kalau kau akan ada tugas lagi keluar kota, kecuali kau ada urusan lain di sana. Katakan, ada urusan apa, Mas? Mungkin, aku bisa bantu?"Aku hampir terpingkal-pingkal saat melihat wajah panik mas Wisnu. Dia pikir masih bisa membohongi aku?"Tak ada urusan apa-apa Dek. Hanya saja, anak Marni ada yang masuk rumah sakit," bohong Mas Wisnu."Memangnya, urusanmu apa, Mas? Sampai-sampai ... kau harus pergi ke sana." Aku memasang wajah bingung.Mas Wisnu semakin panik dan aku suka melihatnya. Entah apa lagi yang akan dia pikirkan agar aku izinkan pergi."Kalau begitu, pinjami saja mobilmu, Alea. Supaya ibu bisa pergi sendiri.""Kenapa harus mobilku? Kan, ada mobilmu?"Wajah Mas Wisnu kini begitu pucat. Lihat saja, Mas! Aku tak akan biarkan kamu pergi, karena aku ingin wanita itu sadar kalau kamu sudah beristri.Maaf, Aku Pantang Cerai! (6)"Tolong aku, Mas ...." Wanda--calon istri pilihan ibunya--berucap dengan wajah memelas. "Aku tak bisa pulang sekarang ke rumah, Mas. Wanita-wanita itu telah membuat keluargaku malu, entah siapa mereka? Yang jelas, mereka tau kita punya hubungan."Wisnu terlihat memijit keningnya mendengar ucapan Wanda. Dia sedang bingung sekarang hingga tak bisa berpikir lagi. Wanda baru saja datang ke rumah Ibunya dan mengadu bahwa ada sekumpulan orang yang mendatangi rumah calon istri keduanya itu dan memaki-maki Wanda sebagai pelakor dan wanita murahan."Tak ada yang tau hubungan kita, Wanda. Selain orang tuamu, ibu, dan Citra. Jadi, bagaimana bisa mereka menghajarmu hingga viral? Jangan-jangan kau simpanan pria lain, selain aku, kan?" ujar Wisnu kesal."Wisnu jaga ucapanmu. Wanda adalah gadis yang baik. Ibu sudah kenal dengan keluarganya. Jadi, tak mungkin dia seperti itu. Bahkan, dia ini temannya Citra. Tak mungkin, adikmu tak bicara kalau Wanda bukan gadis yang baik,
Maaf, Aku Pantang Cerai! (7)Ting!Aku membuka pesan yang baru saja masuk. Sebuah pesan video dari Hani. Setelah mendownload, aku melihat di video tersebut dengan seksama. Seorang wanita terlihat mengejar Mas Wisnu yang marah.Tanpa sadar, aku tersenyum saat melihat bagian wanita itu menangis--sebelum masuk rumah ibu mertuanya lagi."Jadi, dia sudah berani menunjukkan wajahnya secara langsung? Sepertinya, akan menyenangkan bermain-main dulu sebelum menghabisinya," sinisku.[ Hebat, Han! Terima kasih, ya! Awasi terus wanita itu karena aku akan bermain dengannya.]Hani tak menjawab pesanku. Dia hanya mengirimkan emot jempol saja. Kalau begini, pasti dia langsung bekerja.[Datanglah ke kantor. Si Bos sudah datang. Sebelum bertemu Wisnu, tenangkan dulu dia. Kalau tidak, rencanamu bakal kacau dan habislah suamimu yang malang itu.]Deg!Apa? Erlangga datang? Mampus! Bisa kacau semua rencanaku! Untung, aku sudah berada di lobby kantor mas Wisnu. Aku harus menjinakkan macan manja ini secepatny
Maaf, Aku Pantang Cerai! (8)Waktu pulang dari kantor Wisnu, saat berada gak jauh dari rumah mertuanya. Alea pura-pura terkejut melihat kerumunan di depan rumah mertuanya."Mas ada apa di rumah ibumu? Lihat! Banyak warga berdatangan ke sana. Cepat, mas! Siapa tau terjadi sesuatu pada ibu."Aku meminta mas Wisnu melajukan mobil menuju ke rumah ibunya setelah urusan di kantornya telah selesai. Wajah suamiku terlihat sangat gugup mendengar ucapanku."Wajahmu kenapa begitu, Mas? Apa ada yang kau tutupi dariku?"Mas Wisnu terlihat buru-buru mengelengkan kepala. Sepertinya, dia takut aku mengetahui rahasianya."Sudahlah, aku turun di sini saja. Kau cari tempat parkir, Mas. Jangan sampai mobil ini lecet karena baru lunas."Meski mobil belum berhenti dengan sempurna, aku langsung lompat keluar. Bukan karena mencemaskan ibu mertua, tapi aku tak sabar untuk melihat kejadian di depan sana."Dasar lonte sialan, berani sekali kau mengoda suamiku!"Plak! Plak! Plak!Aku meringis sembari memegangi pi
Maaf, Aku Pantang Cerai! (9)Pada sore harinya pak RT akhirnya datang, untuk menanyakan soal kejadian tadi siang di rumah ibu mas Wisnu."Saya minta maaf karena baru tau soal kejadian tadi siang. Saya sedang ada urusan dengan pak lurah. Pulang-pulang, saya mendapat kabar kalau terjadi keributan di wilayah ini. Sekarang, saya ingin bertanya dengan Mas Wisnu dan Mbak Alea. Ada masalah apa tadi siang? Wanita di rumah mertua Mbak Alea siapa? Tak ada laporan sama sekali mengenai tamu yang baru datang."Aku menatap pak RT dan mas Wisnu bergantian. Rasanya, kesal melihat suamiku yang hanya diam. Dia diam saja, sehingga pertanyaan Pak RT tak terjawab sama sekali--sama seperti pertanyaanku tadi siang."Silakan tanya langsung sama anak pemilik Rumah yang di tempati wanita itu Pak RT. Saya juga belum mendapat jawaban dari mas Wisnu, soal wanita yang ada di rumah ibunya dan membuat onar di wilayah ini," ujar ku pelan."Siapa yang membuat onar Al? Aku rasa itu hanya salah paham. Kau kan tau siapa B
Maaf, Aku Pantang Cerai! (10)Setelah agak tenang beberapa hari, aku kembali meradang saat mendapat pesan dari Hani: sebuah rekamanan pembicaraan mas Wisnu dan ibunya! [ Ibu, tolong jangan banyak bicara. Begitu juga dengan Wanda. Aku tak mau pernikahan ini diketahui Alea karena aku mencintai istriku itu. Jika bukan karena ibu, aku tak mau menikah dengan wanita mana pun. Ibu bereskan semuanya, aku akan datang begitu waktunya menikah. Ingat! Jangan sampai Alea tau jika tidak aku akan batalkan pernikahan itu. ] Aku menarik napas, lalu mematikan rekaman yang Hani kirim. Jadi, mas Wisnu bersedia menuruti permintaan ibunya? Baiklah, sudah waktunya bergerak! "Kau saja yang bucin pada Wisnu. Sudah jelas dia pengkhianat, masih juga mau bertahan?" Seperti dugaanku, Erlangga marah besar setelah mendengar rekaman itu. Dia memintaku diam karena dia yang akan mengatasi mas Wisnu. "Tapi, bukankah ini terlalu kejam, Lang? Apa tak ada cara lain untuk menyadarkannya?" "Cara apa, Al? Kau tahu?
Maaf, Aku Pantang Cerai! (11)Pak penghulu sudah bersiap untuk menikahkan mas Wisnu dengan wanita pilihan ibunya.Aku menarik napas panjang sembari bersembunyi di antara para tamu undangan, ibu mertua terlihat bahagia mungkin karena mas Wisnu bersedia menikah dengan Wanda."Saya terima nikah dan kawinnya, Wanda binti Anwar Hamdali, dengan mas kawin seratus gram emas dan sebuah rumah dibayar ....""Selamat pagi, kami dari kepolisian. Ingin menjemput saudara Wisnu atas tuduhan pengelapan dana perusahaan."Ucapan mas Wisnu terputus saat dua orang polisi datang untuk menangkapnya. Pria itu terkejut setengah mati, dia pasti tak menduga ini akan terjadi."Apa? Ini tidak benar! Saya tak pernah melakukan korupsi. Ini pasti salah paham.""Tak ada yang salah paham Pak Wisnu, kami sudah mendapatkan bukti-buktinya. Anda merampok perusahaan saya ratusan juta, atau bahkan lebih dari yang kami temukan."Mendengar suara Erlangga membuat Mas Wisnu gemetar. Lalu dia meraih kertas yang di berikan polisi.
Maaf, Aku Pantang Cerai! (12)"Jadi, masih mau bertahan atau sudah sadar sekarang? Al, pria itu memang tak pantas untukmu."Erlangga menatap wajah Alea yang terlihat sedang gundah. Sejak Wisnu di bawa ke kantor polisi tadi, wanita itu terlihat murung, hatinya pasti mulai tak tenang dengan keputusan mereka."Aku akan tetap bertahan, Lang. Kau kan tau kalau mas Wisnu itu sebenarnya baik hanya saja---""Hanya saja dia terlalu bodoh untuk berpikir Al. Kalau begini, menyesal aku menyerahkan kau padanya," ujar Erlangga memotong ucapan Alea."Kau bilang apa tadi, Lang?"Alea menatap wajah Erlangga, dia tadi mendengar ucapan Erlangga namun tak terlalu jelas."Lupakan apa yang aku katakan tadi. Sekarang, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"Alea masih menatap wajah Erlangga. Dia mencoba mengetahui, sesuatu yang disembunyikan pria itu. Namun tak terlihat apapun di wajahnya, karena pria itu terlihat sibuk dengan pekerjaannya."Setelah ini apa yang akan kau lakukan pada mas Wisnu, Lang? Kau tak
Maaf, Aku Pantang Cerai 13"Al, bisakah ibu ikut denganmu?"Aku menatap tak percaya pada wanita yang tak punya malu itu. Setelah apa yang dia lakukan, masih bisa berharap tinggal denganku."Tentu saja ....tidak. Mana mungkin aku akan mengajak orang yang menghancurkan pernikahanku, kau bahkan rela menikahkan suamiku dengan wanita lain, sedangkan selama ini aku begitu berbakti padamu. Sudahlah aku rasa ini adalah terakhir kalinya kita bertemu, semoga ibu bahagia dengan keputusan yang sudah ibu ambil."Wanita itu terdiam tanpa bisa bicara. Setelah aku beri waktu semalam untuk tidur di rumah mas Wisnu, kini waktunya aku tinggalkan rumah anaknya yang akan disita Erlangga, hingga waktu mas Wisnu mendapat pencerahan.""Satu lagi Bu, sudah lama aku tak melihat Citra. Tolong jaga dia jangan sampai menjadi manusia gagal karena didikan ibu, cukup mas Wisnu saja yang hancur, jangan sampai Citra juga sama seperti saudara laki-lakinya."Aku segera pergi menaiki mobil kiriman Erlangga. Pria itu menu
Maaf, Aku Pantang Cerai! (156)"Mama pasti tidak lupa di mana tempat itu? Lihat kain yang di kenakan Aino. Mama tidak lupa kan dengan hadiah istimewa itu?"Erlangga tertawa puas hingga menangis. Alea semakin mengeratkan pegangan tangannya, dia tau Erlangga tengah kembali ke masa paling menyedihkan dalam hidupnya."Siapa jalang yang sebenarnya, Ma. Aku kasihan melihatmu tapi kau sendiri yang menginginkannya, gadis yang kau puja setinggi langit justru wanita mainan suamimu. Dia di puaskan sebelum memuaskan dirimu, mereka bahkan bercinta di tempat tidur yang kau persiapkan untuk acara ulang tahun mu, bahkan mengunakan baju yang sama seperti milikmu. Saat kau mengerang di atas tubuh pria ini, dia tengah membayangkan bercinta dengan Aino buka dengan wanita tua sepertimu."Erlangga menuding jarinya pada sang mama. Terlihat kurang ajar jadi Alea menarik tangan itu dan mengecupnya, membuat Erlangga segera mengusap wajahnya dengan kasar."Rekaman ini yang suamimu minta sebelum mengirim ku ke pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (155)"Apa yang kau lakukan perempuan sialan? Kau menghancurkan perusahaan papaku!"Jennie berteriak seperti orang gila. Dia berusaha menyerang Alea, namun di saat yang tepat seseorang mendekap erat Alea."Jangan berani menyentuh istriku. Kalau tidak kau akan bernasib sama seperti perusahaan papamu, coba saja jika kau ingin membuktikannya."Jennie terkejut mendengar suara dingin di depannya. Dia tak menyangka Erlangga akan datang tepat waktu, dia sudah merencanakan penyerangan pada Alea, tapi tetap saja ketahuan."Dia hanya seorang janda beranak satu, Angga. Kenapa kau begitu mencintainya bahkan mengabaikan aku dan Aino."Jennie benar-benar tak habis pikir pada otak Erlangga. Dia sudah begitu lama berada di sisi Aino, tapi tak membuatnya ingat pada dirinya yang selalu ada ketika Erlangga bertemu Aino."Kau pasti tak bisa melihatnya karena matamu sudah buta. Wanita itu tak hanya cantik wajahnya tapi juga hatinya, sesuatu yang tak kau miliki begitu juga dengan Ai
Maaf, Aku Pantang Cerai! (154)"Selamat siang Bu Alea, bisakah kita bicara sebentar. Saya ada hal penting untuk dibicarakan dengan Bu Alea."Alea menatap wanita yang ada di depannya. Wanita yang baru-baru ini membuatnya pusing, sekarang dengan berani dia mengajak bicara. Apakah pelakor memang tak takut lagi dengan kuasa istri sah."Apa yang ingin anda katakan? Silakan saya akan mendengarkan."Alea memberi kesempatan pada Jennie untuk bicara. Dia ingin tau apa yang wanita ini inginkan, dia juga ingin tau sampai mana kebohongan Erlangga."Sebelumnya saya minta maaf, karena telah membuat Bu Alea dan pak Erlangga menjadi salah paham. Sebenarnya saya memang tak mengenal pak Erlangga sebelum saya pergi ke kantornya, kebetulan saat itu kami bertemu dan satu lift."Alea tersenyum tak menyela penjelasan Jennie. Jari tangannya mengetuk pelan meja, membuat Jennie sedikit gelisah. Ketukan jari Alea berhenti saat pelayan kafe datang membawa pesanan mereka."Silakan nikmati dulu minuman yang anda pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (153)Erlangga mendesah kesal, sembari menatap ruangan sang istri yang terlihat kosong. Wanita itu benar-benar marah hingga tak mau bicara dengannya, bahkan dia rela pindah ke kantor agar ayah dan ibunya tak curiga. Kalau anak dan menantunya sedang ribut, tapi begitu di kantor dia menutup ruangannya dan menghabiskan waktu dengan kedua anaknya. Pintu semua terkunci, jadilah Erlangga tak bisa masuk. Kalau Erlangga tidur di kamarnya, Alea dan kedua anaknya tidur di ruangan Alea, mengunakan tilam lantai."Bos, makan siang sudah siap."Dani berkata pelan sembari menatap kaca pembatas ruangan yang sudah tertutup gorden. Kemudian dia berbalik dan menatap si Bos yang terlihat kacau, jangankan makan, minum saja si bos tak mau."Dan, aku tunggu di ruanganku. Tetap di tempatmu." Melihat Alea muncul di pintu ruang istirahat. Erlangga hendak menemuinya, tapi Alea segera memberinya peringatan untuk tidak bergerak.Dani hanya bisa menggaruk kepalanya. Setelah melihat pintu
Maaf, Aku Pantang Cerai! (152)"Selamat siang Bu Alea, saya perwakilan dari perusahaan Samudra Jaya. Saya ada janji dengan pak Erlangga, tapi di arahkan untuk bicara dulu dengan anda."Alea menjabat tangan wanita yang baru saja menemuinya. Sepertinya wanita ini belum tau prosedur di perusahaan Erlangga."Iya silakan duduk, mohon maaf kalau boleh tau nama anda ....?"Alea bertanya karena sejak tadi wanita ini belum memperkenalkan dirinya. Dia melihat wanita ini sering melirik ke arah ruangan Erlangga, walau suaminya tak bereaksi tapi dia sedikit tak menyukainya."Di perusahaan ini memang seperti prosedurnya. Tamu pria bertemu dengan pak Erlangga sedangkan tamu wanita bertemu istrinya. Pria di sana itu suami saya jadi jangan tergoda dengannya."Alea tertawa seolah ucapan hanya bercanda. Wanita di depannya juga tertawa walau terdengar garing. Alea heran karena sampai sekarang wanita ini belum menyebut namanya sama sekali."Maaf sekali lagi saya harus memanggil nyonya atau nona?" tanya Ale
Maaf, Aku Pantang Cerai! (151)"Assalamualaikum Bu," ucap Alea."Mau apa kau kemari? Mau menertawai kemalanganku ini," tanya Bu Wastika."Bu, sekali saja jangan berpikir buruk padaku. Sejak awal menikah dengan mas Wisnu ibu tau pasti, kalau aku berusaha keras berbakti padamu, karena saat itu aku tak tau masih memiliki orang tua. Jadi aku menganggap ibu sebagai orang tuaku sendiri, apa yang tak ku lakukan untuk kalian semua. Jadi pembantu gratisan aku juga rela, tapi apa pernah kalian menganggap ku? Tidak sama sekali.Ibu terus membenci dan memfitnahku, di depan tetangga bahkan di depan suamiku sendiri. Seolah senang aku diam ibu terus berulah, hingga akhirnya menikahkan suamiku dengan wanita lain. Jika wanita itu baik mungkin aku bisa terima bermadu, tapi wanita itu seorang pelacur yang hamil bukan anak mas Wisnu. Katakan Bu, tidakkah ibu yang telah begitu kejam padaku dan mas Wisnu?"Alea menyeka airmatanya dia sudah tak tahan lagi. Semua yang dia pendam selama ini akhirnya keluar dar
Maaf, Aku Pantang Cerai! (150)"Ada apa? Aku lihat melamun aja daritadi."Erlangga merentangkan tangannya agar sang istri tidur beralas lengannya. Sejak kembali dari beli makanan bersama ibunya, Alea terus diam seolah memikirkan sesuatu."Ini soal ibunya mas Wisnu. Tadi tak sengaja aku melihatnya sedang memulung, apa begitu parah nasibnya, Yank. Apa kau tak ada cara untuk membantunya tanpa berurusan soal uang?"Erlangga menarik napas setelah mendengar ucapan istrinya. Dia memang sudah tau tentang ibunya Wisnu tapi dia belum tau cara untuk membantunya."Kalau kita beri uang pasti nanti dia akan terus meminta. Satu-satunya cara kita memang harus tega padanya, tapi hati ini juga tak kuat melihatnya seperti itu."Kembali Erlangga menarik napas panjang. Masalah Bu Wastika memang susah di selesaikan, karena wanita ini keras kepala dan juga serakah."Hentikan Lang, geli ih."Tiba-tiba Erlangga mengecup leher Alea karena melihat wanita itu mulai melamun lagi. Dia memang tak bisa membuat sang i
Maaf, Aku Pantang Cerai! (149)"Ini benar-benar luar biasa. Aku akan punya cicit lagi," ucap tuan Dirga."Iya Kek, kemungkinan anak kami ini perempuan. Doakan saja agar kelak ada lagi perempuan terlahir dari rahim Alea, jadi keturunan anak perempuan bisa lebih banyak," ujar Erlangga.Plak ...."Ini saja belum lahir tapi kau sudah bermimpi punya anak lagi."Alea memukul pelan tangan sang suami. Dia tak habis pikir dengan apa yang Erlangga inginkan."Kita harus punya rencana, Yank. Bunda anak perempuan satu-satunya, kau juga begitu jadi kita harus berjuang untuk punya anak perempuan lebih banyak."Lang, kau mau aku mutilasi gak itu mu. Enak aja kalau ngomong, lahir kan dulu anak ini baru kita pikirkan yang lainnya," ucap Alea lagi."Yakin mau dimutilasi? Ingat kalau itu tak ada kau tak punya pegangan kalau tidur."Erlangga tertawa saat melihat wajah sang istri yang memerah. Untung mereka bicara berbisik kalau tidak bisa makin malu Alea."Kalau boleh kakek minta. Bisakah acara tujuh bulan
Maaf, Aku Pantang Cerai! (148)"Yank, syukurlah aku sudah bangun. Tolong jangan membuatku takut."Alea terpaku melihat Erlangga memeluknya sembari menangis. Dia masih tak mengerti apa yang terjadi, hanya saja tadi dia bermimpi tentang Wisnu. Membuatnya percaya kalau dia adalah pendosa yang sebenarnya."Tolong pergilah, Yank. Aku minta maaf kalau selama ini bersalah padamu, katakan pada Jenie aku juga minta maaf. Sekarang kembalilah padanya aku akan mengurus perceraian kita."Alea sudah menguatkan hatinya untuk berpisah dengan Erlangga. Dia sudah tau apa yang terjadi memang salahnya, jadi dia rela kehilangan pria sebaik Erlangga."Apa kau dengar sayangku Jennie. Cepatlah datang papi dan mami menunggumu."Alea tersentak mendengar ucapan Erlangga di depan perutnya. Dia masih tak mengerti tapi Erlangga tak mau menjelaskannya, dengan kesal dia menarik rambut sang suami membuatnya mengangkat kepalanya."Apa maksudmu memanggil nama Jennie di depan perutku. Memangnya perempuan itu ada di sana,