Share

Bab 30

Author: Mami ice bear
last update Last Updated: 2024-06-16 09:30:09

Devi mengacungkan dua buah anak kunci berwarna perak. Anak kunci tersebut baru saja ia lepas dari gantungan, yang menjadikan satu benda tersebut dari kunci yang kini berada dalam genggamannya.

“Berikan semuanya!” titah Jubaedah kemudian. Wanita 59 tahun tersebut tahu, jika yang Devi berikan adalah kunci gerbang dan rumah Yogi. Sedangkan yang berada dalam genggaman tangan Devi adalah kunci motor sport milik Yogi.

“Wani piro?” tanya Devi santai. Ia tak ingin terlalu menanggapi ulah mertua dan kakak iparnya dengan otot. Wanita itu sadar, jika dua orang tersebut harus dilawan dengan cara cantik.

Jika Jubaedah dan Yessi tengah kebakaran jenggot karena Devi berhasil menguasai kunci motor Yogi. Berbeda dengan putra bungsu Jubaedah. Suami dari Devi itu malah justru diam membeku, hingga membuat Jubaedah semakin kesal dan geram.

Plak!

Jubaedah melayangkan pukulan keras pada bahu Yogi. Membuat si empunya tangan itu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tia hadiansyah
merinding,punya mertua sama ipar kaya gitu,,,
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 31

    “Lepaskan anakku, Jubaedah!” Benyamin berdiri di sisi kanan Devi dan mencoba membuka cengkraman tangan besannya pada rambut Devi. Devi sendiri tak bisa berbuat banyak. Sebab ia sudah duduk di atas motor. Hal itu membuat gerakannya terbatas. Ia hanya bisa meringis kesakitan akibat jambakan yang dilakukan oleh sang mertua, hingga suara lirihnya kembali terdengar, “Lepasin, Bu!” Jika Yogi dan Benyamin tengah berusaha memisahkan Jubaedah dan Devi. Berbanding terbalik dengan Yessi yang justru duduk manis di teras. Sementara supir taxi online tak berani ikut campur, pria itu hanya duduk di mobil dan berusaha menenangkan Roni yang kini sudah berteriak histeris sejak tadi. “Bu, Yogi mohon lepasin Devi. Kasian dia.” Yogi kembali mencoba membujuk sang ibu agar mau melepaskan cengkraman tangannya pada rambut sang istri. “Bu, kita bicarakan ini baik-baik ‘kan bisa. Gak perlu sampai-” “Diam kau!” bentak Jubaedah pada Yogi.

    Last Updated : 2024-06-17
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 32

    “Maafkan Ibu, Nak ….” Mata Devi berkaca, saat melihat dengan seksama wajah yang selalu menjadi kekuatannya. “Ibu pastikan, yang melakukan ini padamu akan mendapatkan balasan setimpal!” ucapnya kemudian. Dunianya seolah runtuh, bahkan sendi pada tubuhnya terasa lemas. Kala wajah putra sulungnya itu sudah menghadap ke arahnya. Dengah gemetar, tangan Devi terulur dan menyentuh bagian sudut bibir Rayyan yang mengeluarkan cairan merah. Bahkan sisi wajah bagian kiri Rayyan pun memerah akibat dari tamparan yang diberikan oleh Jubaedah. “Pak! Tolong bawa Rayyan masuk ke mobil dan pergilah dari sini. Devi akan membereskan ini semua sampai ke akarnya!” Tanpa menoleh sama sekali, wanita yang masih berstatus istri sah Yogi itu meminta tolong pada sang ayah. Benyamin pun langsung paham, meski Devi sama sekali tak menatap ke arahnya. Terbukti dengan anggukan kepala yang diberikan oleh pria tua tersebut.

    Last Updated : 2024-06-18
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 33

    “Katakan, Kek! Apa yang bisa aku lakukan untuk Ibu?!” Putra sulung dari Devi itu menoleh ke arah Kakek Benyamin dengan tatapan menyelidik. Ia tahu, jika ada hal lain yang belum dan ingin disampaikan oleh pria tua, ayah kandung sang ibu. “Bagaimana caranya, Kek?” Tak ada jawaban berarti yang diterima oleh Rayyan selain senyum misterius pada wajah keriput kakeknya. Kemudian pria tua itu merangkul sang cucu dan membawanya masuk ke dalam mobil. Tak lama kemudian, mobil taxi online tersebut perlahan pergi meninggalkan pelataran rumah Yogi. Sementara di teras rumah Yogi, masih ada Devi, Yogi dan keluarganya. Wanita 36 tahun tersebut sama sekali tak gentar, meski kini dirinya hanya tinggal seorang diri. “Bawa kemari kunci motor itu, Yogi!” titah Jubaedah pada anak laki-lakinya. Tangan kanan wanita itu terulur ke depan dan menengadah. Meminta kunci motor yang kini berada di tangan Yogi. Berbeda dengan ibu mertua d

    Last Updated : 2024-06-19
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 34

    “Heh! Dasar ratu drama!” Kini suara lain terdengar. Bukan suara Devi ataupun Yogi, melainkan suara Yessi yang kini menatap mencemooh pada adik iparnya tersebut. “Sudah aku bilang, bukan. Aku dan Ibu akan tetap jadi pemenangnya, karna kami adalah keluarga Yogi. Sedangkan kau?” Yessi tampak menjeda kalimatnya. Matanya menatap menyelidik pada sang adik ipar, dari atas sampai ke bawah. “Meski kau merubah diri menjadi apapun itu. Batu kerikil akan selamanya menjadi batu kerikil.”“Jadi jangan berharap jadi berlian!” lanjutnya sinis. “Betul itu! Tak tau diri!” Jubaedah menimpali ucapan dari putri sulungnya. Devi menggelengkan kepala. Dalam hati, ia merutuki kebodohannya, sebab telah mendengarkan ucapan Yogi yang menyatakan jika Ibu mertua dan kakak iparnya tersebut bisa berubah. Padahal kenyataannya? “Kamu liat ‘kan, Mas! Bagaimana perlakuan mereka padaku?” Telapak tangan Devi terbuka, kemudian mengarah ke arah dua wanita yang sangat b

    Last Updated : 2024-06-20
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 35

    “Tak perlu sungkan Pak RT, saya sudah tau semuanya,” tutur Devi kemudian. Ia mengangkat ponselnya yang kini tengah menampilkan aplikasi berbalas pesan. Dimana hampir beberapa orang menanyakan fakta tentang keributan yang terjadi di rumahnya. “Pasti juga sudah ada yang lapor ke Pak RT soal keributan beberapa saat lalu, juga keributan yang baru saja terjadi, bukan?” tanya Devi kemudian. “Makanya Bu RT bisa tau-tau ada disini. Itu tentu bukan sebuah kebetulan semata.” Glek! Susah payah, wanita yang dipanggil Bu RT tersebut meneguk ludah kasar. Memang benar apa yang dikatakan oleh Devi. Kedatangannya ke rumah Yogi bukanlah sebuah kebetulan. Melainkan untuk memastikan laporan dari beberapa warga yang mengatakan perihal keributan di rumah tersebut. “Maaf Mbak Devi. Saya akui, itu memang benar,” akunya kemudian. Daripada mengelak dan semakin membuatnya malu. Maka akan lebih baik jika mengakuinya. Begitu pi

    Last Updated : 2024-06-21
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 36

    “Begini, menurut berkas yang Mbak Devi berikan. Memang benar, jika motor tersebut sah milik Mbak Devi. Tak ada sepeserpun uang milik Mas Yogi yang masuk dalam nota pembelian motor tersebut,” jelas Pak RT. Entah seperti apa malunya Jubaedah dan Yessi, namun kedua manusia itu masih tetap duduk tegak dengan kepala mendongak. Tak peduli jika mereka sudah salah dan seharusnya merasa malu. “Lalu, bisakah saya bertanya, Pak RT?” tanya Devi, sesaat setelah ia memasukkan berkas tentang kepemilikan motor tersebut ke dalam tas. “Silahkan Mbak Devi. Jika saya bisa menjawab, pasti saya jawab,” sambut Pak Rt dengan legowo. Meski ia masih dipusingkan dengan urusan warganya yang satu ini. Devi mengangguk, kemudian menatap lurus pada ibu mertuanya. Hingga suara wanita itu kembali terdengar, “Apa hukuman bagi seseorang yang melayangkan serangan fisik dan verbal pada orang lain, Pak?” “Barang s

    Last Updated : 2024-06-22
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 37

    “Kita masih bisa membicarakan hal ini ‘kan, Sayang.”Jika orang akan berpikir, semudah itu Yogi melepas Devi. Maka jawabannya adalah tidak! Yogi masih enggan kehilangan sosok yang masih bertahta dalam hatinya. “Tanyakan pada hatimu, Mas.” Devi menatap lekat pada sang suami. “Bagaimana posisiku disana? Jika aku harus jadi yang kedua. Maka keputusanku sudah benar!”“Tidak!” sanggah Yogi, sebab kenyataannya Devi adalah satu-satunya ratu dengan tahta tertinggi dalam hati laki-laki itu. “Kamu satu-satunya, tak ada yang lain lagi, Sayang.”Pak Rt dan Bu Rt yang masih berada di sana hanya bisa diam. Mencoba mengerti akan situasi sulit pasangan suami istri tersebut. “Satu-satunya? Benarkah?” tanya Devi tak percaya. Yogi langsung mengangguk cepat. Mengiyakan ucapan sang istri. “Aku satu-satunya istrimu, tapi aku nomor tiga setelah ibu dan kakakmu,” imbuh Devi melanjutkan. “Sudahlah, Mas. Hubungan ini sudah tak sehat.”“Lagipula, ak

    Last Updated : 2024-06-23
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 38

    “Belum juga cerai, udah jalan sama laki-laki lain. Memalukan!”Lagi, ucapan pedas diterima Devi dari sosok perempuan yang kini tengah berdiri sambil terus menatap sinis ke arahnya. “Apa maksud-”“Heleh! Memang benar gosip yang beredar, kalo kamu itu istri gak bener!” Wanita itu tampak menyela perkataan Devi. Kemudian dengan tangan bersilang di dada, wanita yang kini masih menatap sinis pada Devi kembali bersuara, “Emang udah bener si Jubaedah gak suka sama kamu, Devi!”“Di rumah aja keliatan sok alim, sok paling tersakiti. Tapi kenyataannya malah, yang kukira cupu ternyata suhu.. Uwow!” ucapnya kemudian. Arya dan Devi tampak saking pandang. Coffe shop yang sore itu tampak sedikit ramai, menjadi semakin ramai saat suara keras tamu tak diundang tersebut. “Bisakah Anda menurunkan nada bicara?” tukas Arya yang mulai menyadari, jika mereka sudah menjadi pusat perhatian di sana. “Kenapa Bos? Malu?” Bukan menurunkan nada su

    Last Updated : 2024-06-24

Latest chapter

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 97

    “Jadi, Tante Yessi sakit apa?”Roni, bocah delapan tahun itu, akhirnya tak mampu lagi menahan rasa ingin tahunya. Sejak tadi, ia mendengar percakapan yang tak sepenuhnya ia pahami, namun bocah polos tersebut menangkap ada sesuatu yang besar sedang dibahas oleh orang-orang dewasa di ruangan itu.“Ibu... Tante Yessi sakit?” Roni mengulang pertanyaannya, kali ini menatap ibunya, Devi, dengan mata bulat penuh rasa ingin tahu.Devi menelan ludah, rasanya kering, seperti ada duri menyangkut di tenggorokannya. Sejujurnya, ia sendiri belum melihat Yessi sejak terakhir kali mereka menemukan wanita itu dalam kondisi memprihatinkan di rumah sakit. Sejak itu, ia lebih memilih menjaga jarak, takut jika keterlibatan emosionalnya kembali menguak luka lama.“Roni, mau nggak nengokin ibuku?” Suara Rossi memotong keheningan, membuat semua perhatian tertuju padanya. Wajah gadis itu terlihat lebih segar, meski tubuhnya masih kurus, membawa sisa-sisa dari beban b

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 96

    "Kenapa kamu takut? Nenek nggak gigit, kok!"Selorohan Jubaedah terdengar canggung di telinga kedua anak Devi. Kata-kata yang seharusnya ringan justru menciptakan suasana yang makin tegang. Ruang tamu kafe yang mereka tempati mendadak sunyi, seolah udara terasa lebih berat.Rayyan meringis, melirik adiknya, Roni, yang mulai beringsut mundur, ekspresi wajahnya menyiratkan rasa cemas yang berusaha ia sembunyikan. Yogi, yang duduk di samping Jubaedah, ikut merasa kikuk. Tatapannya bergantian tertuju pada Jubaedah dan kedua anak laki-lakinya, mencoba mencari celah untuk mencairkan suasana.“Roni, santai aja, Ayah sama Nenek nggak jahat, kok,” Yogi mencoba tersenyum, berusaha meyakinkan.Roni hanya mengerjap, tetap diam, ekspresinya sulit diterjemahkan. Bayang-bayang masa lalu seakan menekan hatinya, menahan mulutnya untuk sekedar menyapa. Dibenaknya masih terlintas kenangan pahit—perkataan kasar, tatapan dingin, dan perlakuan tidak adil yang pernah di

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 95

    “Tapi, Bu…” Roni mengeluh pelan, wajahnya tampak enggan. Kedua matanya menghindari tatapan ibunya, Devi, yang baru saja menyampaikan pesan dari ayah mereka. Devi mendesah panjang, memandang kedua putranya yang masih duduk di hadapannya dengan ekspresi serba salah. Beberapa hari yang lalu, mantan suaminya, Yogi, meminta waktu untuk bertemu dengan anak-anak mereka, yakni Roni dan Rayyan. Namun, ia tahu bahwa membujuk anak-anak, khususnya Roni, bukanlah perkara mudah. “Nak, bagaimanapun juga, dia tetap ayah kandung kalian,” ucap Devi berusaha lembut, meski nada suaranya mulai terasa putus asa. Ada perasaan bersalah yang selalu muncul setiap kali dia mengangkat topik ini. Hatinya teriris melihat bagaimana Roni, putra bungsunya, menunjukkan ekspresi menolak yang begitu kuat. Rayyan, putra sulungnya yang kini berusia sebelas tahun, menghela nafas panjang dan mengangguk pelan. Dia mengerti perasaan ibunya dan tampak lebih tenang darip

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 94

    "Entah kenapa aku malah curiga sama keluarga mantan suamimu itu, Dev..."Suara Siska yang tegas memecah keheningan di ruangan toko bakery yang baru saja dibuka. Devi, yang sejak tadi terlihat melamun, tersentak mendengar kalimat itu. Ia menarik nafas panjang, mencoba mengendalikan pikirannya yang seolah melayang-layang entah ke mana. Sudah beberapa hari sejak pertemuannya dengan Yogi, mantan suaminya, namun kata-katanya masih terngiang di kepala. Seperti duri yang tertinggal di luka lama, pertemuan itu membuka kembali ingatan tentang masa lalu yang tak ingin ia ingat.Devi menatap jalanan dari balik kaca toko bakery-nya, memandang kosong pada lalu lalang orang yang tak dikenalnya. Ia tampak letih, seolah banyak beban yang ia pendam sendiri. Pembukaan cabang baru toko roti miliknya dan tanggung jawab mengurus dua anak seorang diri. Hari ini adalah hari besar bagi Devi, namun bayangan masalah keluarga mantan suaminya seolah membayangi setiap langkahnya.

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 93

    Suasana yang masih tenang di toko roti milik Devi seketika berubah menjadi penuh kecanggungan. Ruangan itu terasa lebih sesak meskipun hanya ada beberapa pengunjung yang tampak sibuk memilih kue di sudut ruangan. Devi sedang membantu Siska, sahabatnya, menyusun kue ke dalam etalase. Seolah Siska adalah pemilik toko tersebut, padahal justru sebaliknya. Mereka berbagi percakapan ringan tentang jenis kue yang baru tiba pagi itu.“Aku lebih baik membicarakan roti yang wangi ini, daripada membicarakan orang-orang yang masih ada hubungannya dengan keluarga mantan suamimu itu,” ucap Siska ditengah perbincangan. Namun, ketenangan itu mendadak pudar ketika pintu toko bakery berderit pelan, diikuti oleh langkah kaki seseorang yang masuk ke dalam. Devi berhenti bergerak, menatap sosok yang tidak asing itu. Berdiri di depan pintu dengan ekspresi ragu namun mantap, dia adalah Yogi, mantan suaminya. Untuk sesaat, Devi tertegun, seperti sedang berusaha memastikan apakah dirinya

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 92

    “Bu Lilis, tolong, saya butuh penjelasan!” Devi menatap Lilis dengan pandangan memohon, sementara jemarinya tetap menggenggam lengan wanita itu erat.Lilis mengalihkan pandangan, wajahnya tampak resah. “Aku… aku sudah katakan, bukan. Kukatakan sekali lagi, Lisa meninggal karena overdosis!”“Jika hanya karena alasan kematian Lisa. Itu bukan alasan cukup untuk lari seperti pecundang, Bu!” Devi membalas, nada suaranya mulai meninggi. “Kalau memang Ibu tidak bersalah, kenapa harus takut? Apa ada hal lain yang Ibu sembunyikan?”“Devi, tolong jangan paksa aku…” Lilis mencoba menarik diri, tapi tangan Devi lebih kuat.“Tidak, Bu Lilis! Ibu tidak boleh lari dari semua ini. Lisa meninggal dengan kondisi yang… aneh. Semua orang membicarakan dia, dan jangan sampai mereka justru menuduh Ibu kalau Ibu lari seperti ini. Jika Ibu benar-benar peduli pada mendiang Lisa, jelaskan semuanya!” Devi menatap tajam, mencoba menahan rasa frustasi.Lilis

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 91

    Devi tertegun, matanya membulat tak percaya ketika mendengar penuturan wanita paruh baya yang bertugas memandikan jenazah Lisa.“A-apa? Kenapa bisa sampai separah itu?” tanyanya dengan suara bergetar, mencoba mencerna kenyataan tragis yang disampaikan kepadanya.Wanita paruh baya di depannya, yang mengenakan kerudung lusuh, hanya bisa menggeleng pelan. “Saya juga kurang paham, Mbak Devi. Tapi, saat kami memandikan almarhumah… ya, memang kondisinya sudah begitu.” Suaranya bergetar, seakan-akan kata-kata itu membuatnya ngeri mengingat kembali apa yang ia lihat.Devi menutup mulutnya dengan tangan gemetar, seolah-olah ingin menahan rasa mual yang tiba-tiba menghantam dadanya. Matanya berair, dan ia mencoba membayangkan kondisi Lisa di akhir hidupnya. Bagaimana mungkin mantan adik madunya mengalami akhir yang begitu menyedihkan?“Sa-saya… saya tak bisa berkata-kata…” ucapnya lirih, suaranya nyaris tak terdengar.Di sisi Devi, Bu RT yang ikut mendengar penuturan tersebut terlihat terkejut.

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 90

    “Li-lisa?”Handoko tergagap, tubuhnya kaku. Berita yang baru saja dikatakan oleh Devi membuat dirinya tak bisa berfikir jernih. Hingga beberapa saat kemudian… “Kapan, Devi? Dan.. darimana kamu tau kabar itu?” ucap Handoko lagi. “Mas Handoko… beneran gak tau kabar terakhir Lisa?”Suara Devi lirih namun tegas, menusuk di antara deru langkah mereka di koridor rumah sakit.“Aku bahkan tak tau apa-apa, Devi.”Jawaban Handoko terdengar datar, hampir tak terdengar, namun ia menatap Devi dengan tatapan tajam. “Aku memang meninggalkan dia tadi pagi, tapi.. Saat itu dia masih…”“Soal itu…”Devi berhenti sejenak, menarik napas, seolah-olah menunggu kata-katanya diserap penuh oleh Handoko. “Dia baru saja ditemukan tidak bernyawa, sekitar satu jam lalu.”Handoko membeku. Sorot matanya berubah, seolah kata-kata Devi baru saja menghantamnya dengan kenyataan yang selama ini ia hindari. “Kamu serius?”Devi mengangguk pelan. “Aku

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 89

    “Kapan kejadiannya?” tanya Devi dengan nada khawatir. “Baru tadi sore, Mbak. Kemungkinan kami akan mengurusnya besok…” ucap seseorang dari seberang sana. Devi menganggukkan kepala, meski lawan bicaranya tak akan melihat apa yang ia lakukan. Sebuah ponsel masih menempel di telinga kanan Devi. Mantan istri dari Yogi tersebut tampak serius mendengarkan apa yang diucapkan oleh sosok nan jauh disana. “Kami bingung harus mengabari siapa dan kemana. Jadi, aku memutuskan mengabari Mbak Devi. Meski aku tau, mereka nggak ada sangkut pautnya dengan Mbak…”“Ya sudah tak apa,” ucap Devi, merespon lawan bicaranya. Namun, manik mata wanita itu tampak melirik sekilas ke arah mantan kakak iparnya. “Aku tak bisa menjanjikan apapun, tapi aku akan mengusahakannya. Aku tau apa yang bisa kulakukan.”“Makasih ya, sudah mengabariku,” imbuh Devi yang kemudian langsung dijawab oleh sosok di seberang sana. Berikutnya, wanita berambut panjang itu segera

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status