Motor gede milik remaja ber-helm hitam itu kini tegas membelah jalanan padat Kota Jakarta. Sesekali terhenti sebab lampu merah menyala dan berbelok untuk mengikuti alur jalanan yang sedang tempuhnya untuk menyambangi tujuan yang begitu asing untuk Xena sebab Malik tak mengatakan apapun selepas ia menyetujui tawaran mengiurkan si saudara tirinya itu.
Mengkhianati Nea dan Daffa juga Hela yang sudah menunggunya di kafe biasa tempat mereka bersua kalau hari libur datang dengan mengirimi sebuah pesan singkat pada gadis berambut pendek, si teman sebangku. Dalam pesan singkat itu, Xena mengatakan bahwa ia tak bisa datang sebab panggilan tiba-tiba dari mamanya untuk menyuruh Xena pulang lebih awal hari ini. Tak bisa banyak membatah, pesan balasan yang diterima gadis itu hanyalah sebuah persetujuan yang memungkaskan kalimatnya dengan pemberian semangat untuk Xena Ayudi Bridella.
Moge yang ditumpanginya kini memelan. Menyisih dari padatnya jalanan kota kemudian menepi di salah satu bangunan tua yang berdiri kokoh jauh dari keramaian. Jika dilihat dari kondisinya yang amat sangat menyeramkan, kotor, dan tak terawat Xena bisa menjamin kalau remaja aneh itu sedang mempermainkan dirinya saat ini. Membawa Xena ke rumah tua tak terawat seperti ini hanya untuk membuat waktu berharga milik Xena menjadi sia-sia saja.
"Turun." Malik memerintah. Membuat gadis yang baru saja ingin masuk ke dalam lamunan indahnya itu menoleh cepat. Melepas Helm yang dipinjamkan malik dari sang teman itu dengan hati-hati. Turun perlahan kemudian menyerahkan helm dalam genggamannya pada remaja jangkung yang ada di depannya.
"Ini tujuan kita?" tanya Xena sembari membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan sebab tertarik oleh gerakannya saat melepas helm beberapa detik yang lalu.
"Hm." Malik mengerang. Mematikan mesin motornya. Melepas helm, kemudian memarkirkan motornya rapi dan turun dari moge yang didominasi warna hitam dengan corak biru tua yang menambah kesan keren di atas moge milik Malik.
"Tempat apa ini?"
Malik mengabaikan pertanyaan dari saudara tirinya. Mulai berjalan tegas masuk dalam bangunan yang diekori oleh langkah sepasang kaki jenjang milik Xena. Meskipun ragu dengan satu pertanyaan yang belum sempat dijawab remaja jangkung yang ada di depannya itu, namun apa boleh buat? Xena tak mau menunggu sendirian di luar dan di lingkungan yang begitu asing untuknya. Jadi mau tak mau Xena harus mengekori langkah saudara tirinya itu.
Semakin masuk, cahaya sang surya semakin hilang. Hanya ada cahaya lampu yang menjadi penerang utama di dalam lorong ruangan. Malik mendorong pintu yang ada di dalamnya. Menghantarkan tubuh Xena untuk masuk ke dalam ruangan yang bukan hanya tak ada cahaya sang surya yang bisa merambah masuk ke dalam ruangan, namun juga oksigen yang semakin minim di sini.
Xena menelisik bagian ruangan. Betapa terkejutnya ia kala sepasang netra miliknya tegas memerekam pemandangan luar biasa yang selama ini hanya bisa dilihatnya di dalam film dan drama peneman malam sepi dan indah miliknya.
Beberapa remaja atau bahkan bisa disebut pria berbadan kekar yang sedang bertelanjang dada. Menampilkan perut kotak-kotak yang indah membentuk di bawah dada bidang milik mereka. Sepasang lengan berotot besar menyempurnakan kata kekar sebagai definisi fisik para remaja juga laki-laki yang kini tegas menatap kedatangan Xena juga Malik. Keringat membasahi tubuh mereka. Beberapa darinya berdiri dengan menatap mengagungkan wajah yang sedikit lebab membiru seperti seseorang baru saja memukulinya.
Xena menarik tangan Malik. Membuat remaja yang baru saja ingin meletakkan tas punggungnya itu menoleh. Kini Xena sadar, pemandangannya memang indah, akan tetapi kesannya sangat menyeramkan.
"Lo gak salah tempat tujuan 'kan?" bisik Xena pada remaja yang masih kokoh dalam diamnya.
"Malik! Lo datang juga akhirnya!"
Xena menoleh ke arah sumber suara. Mendengar cara remaja berkepala plontos itu menyambut kedatangan Abian Malik Guinandra seakan menjawab pertanyaan yang dilontarkan pada Malik beberapa detik yang lalu.
Ya, Malik tak salah tempat tujuan sore ini!
"Gue telat rupanya," kekehnya mengambil uluran tangan remaja yang kiranya sedikit tua usianya dari Xena juga Malik.
Tatapan Xena kini menelisik. Perawakan remaja itu tak seindah tubuh Malik kalau habis mandi di akhir pekan. Perutnya memang datar dengan samar motif abs di atas sana. Dadanya sedikit bidang dengan tinggi menjulang adalah deskripsi fisiknya saat ini. Senyumnya lebar merekah. Dengan satu gigi gingsul yang membuat senyumnya benar-benar manis. Wajahnya? Tak tampan. Matanya juga tak indah, namun caranya menatap benar-benar berkharisma. Hidungnya lancip dengan garis rahang tegas dan membentuk dagu lancip yang indah. Suara dan caranya berbicara terdengar begitu akrab dan tak canggung. Menandakan bahwa remaja sedikit tua dari Xena itu adalah orang yang terbuka dalam hal berteman.
"Mereka bolos sekolah untuk event kita tahun ini." Ia menjelaskan singkat. Menatap perkumpulan laki-laki asing untuk Xena yang sedang mengistirahatkan diri mereka.
Malik terkekeh kecil. Sigap melepas jaket miliknya kemudian mulai melepas satu persatu kancing seragam yang dikenakan oleh remaja itu. Memutar tubuhnya menghadap Xena yang masih mematung sebab hanya dirinya lah yang asing dengan semua pemandangan dan situasi ini.
"Xena!" Malik memanggil dengan nada sedikit tinggi. Menarik perharian gadis yang kini menoleh cepat kemudian sigap menutup matanya kala tiga kancing baju segaram Malik sudah terbuka.
"Ngapain lo!" bentak Xena membuat kekehan dan tawa lepas semua orang yang ada di sana. Sialnya, Malik juga ikut tertawa saat ini.
"Lo tungguin gue dan duduk di sana," ucapnya sembari menunjuk satu bangku panjang yang ada di sisi ruangan. Menghentikan aktivitasnya melepas satu persatu kancing baju miliknya kemudian menarik pergelangan tangan saudara tirinya itu dan membawanya ke sudut ruangan. Mendudukkannya dengan rapi kemudian menatap Xena yang benar-benar bak orang bodoh di sini.
Selain pemandangan para laki-laki setengah telanjang dengan mengumbar fisik keren mereka, Xena juga sempat menatap ring besar yang kini jauh posisi dengannya. Beberapa orang juga masih memakai sarung tinju berwarna merah pekat juga biru tua yang terlihat tegas warnanya sebab mereka berdiri di sisi tergelap dalam ruangan.
"Tungguin gue di sini. Satu jam," tuturnya mengusap puncak kepala gadis yang ada di depannya. Kemudian memutar tubuhnya dan berjalan tegas untuk meninggalkan Xena di tempatnya. Menuju ke sebuah bilik kecil tempatnya mengganti pakaian sesuai dengan kostum yang biasa ia kenakan kala menyambangi tempat ini.
Xena bereaksi. Sigap menarik pergelangan remaja yang menjabat sebagai saudara tirinya itu agar tak pergi sebelum menjawab pertanyaan yang kini mengintari di dalam otaknya. Tempat apa ini sebenarnya? Dan mengapa Malik datang ke tempat seperti ini?
"Tempat apa ini? Dan kenapa lo—"
"Tinju ilegal." Malik memotong kalimat milik Xena. Sukses membuat sepasang lensa gadis di depannya itu membulat sempurna.
"Rahasia gue dari papa dan mama, gue seorang petinju ilegal," sambungnya menutup kalimat.
... To be Continued ...
Semilir bayu tegas membelai helai demi helai rambut milik Xena Ayudi Bridella. Selepas menghantamkan satu bogem mentah sebagai berakhirnya pertandingan tinju ilegal yang dilakukan oleh saudara tirinya itu, Malik dinyatakan menang tanpa ada yang membantahnya. Membiarkan remaja itu mengambil uang hasil taruhan dan menggandeng Xena keluar dari sana. Melajukan motor gede miliknya untuk kembali menyusuri jalanan kota dengan suasana langit yang sedikit gelap tak seperti kala mereka datang menyambangi tempat asing untuk gadis cantik yang menjabat sebagai saudara tiri dari Abian Malik Guinandra itu.Tak banyak yang dikatakan oleh Malik dalam perjalanan mereka menjauhi tempat bak sarang iblis dengan tingkat kepanasan dan kepengapan tinggi sebab oksigen tak dibiarkan masuk dengan leluasanya.Taman dekat pusat kota tempat beberapa orang mengistirahatkan lelah mereka adalah tujuan terakhir dari Malik juga Xena dalam menghadapi senja sebelum malam datang menyapa. Merasa
Gemercik suara air yang terjun menghantam ubin kasar di bawahnya kini mulai samar terdengar. Gadis dengan handuk yang membalut kuat rambut basah miliknya itu kini tegas berjalan keluar dari kamar mandi pribadi miliknya. Menatap ruang kosong yang disebutnya sebagai kamar pribadinya itu kemudian mendesah kasar. Mamanya tak akan pulang cepat malam ini, juga sang papa tiri yang memberi kabar serupa padanya. Ia harus bermalam dengan si saudara tiri yang berpisah dengannya beberapa jam lalu selepas moge milik Abian Malik Guinandra sampai ke halaman rumahnya.Tak banyak yang dikatakan Malik untuk Xena begitu juga sebaliknya. Hanya diam masuk ke dalam rumah dan berpisah kala Xena memutuskan untuk menapaki satu persatu anak tangga untuk sampai ke kamar pribadinya di lantai atas. Menutup rapat pintu dan menguncinya agar Malik tak bisa masuk kalau Xena tak mengijinkan.Gadis itu kini duduk di sisi ranjang. Menatap bayangan tubuhnya yang terpantul oleh cermin persegi di depa
Xena menghela napasnya. Menatap sejenak Malik yang kini terdiam sembari merapatkan tubuhnya berhimpit dengan dinding sisi pintu utama. Ikut memberi tatapan pada Xena yang kini membuka perlahan kunci pintu rumahnya. Menekan gagang pintu dan menariknya masuk ke dalam. Kini Xena tak lagi menatap paras tampan saudaranya, namun menatap Hela yang sejenak diam dengan ekspresi kaku. Entah apa yang ada di dalam pikiran gadis bertubuh tinggi dengan paras yang amat sangat cantik itu kala Xena datang menghadap padanya."H--hai Hela," sapanya ringan. Menggoyangkan tangannya sembari tersenyum kikuk.Hela perlahan mengembangkan senyum di atas paras cantik miliknya. Ikut melambai guna menyambut keramahan hati Xena sebagai tuan rumah malam ini."Akhirnya lo membukakan pintu buat gue." Gadis itu tersenyum ringan. Menatap sejenak penampilan Xena yang bisa dibilang alakadarnya. Kaos biru polos berukuran besar yang dipadukan dengan celana tidur kain yang jatuh di kedua mata kakinya den
Hening kembali tercipta kala Xena tegas merapatkan pintu rumahnya. Mematikan lampu halaman depan agar tak ada lagi yang datang dan membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Gadis itu menatap sejenak remaja jangkung yang kini berjalan mengekori dirinya dan duduk di tengah sofa besar depan televisi. Ikut menatap segala aktivitas Xena dengan wajah masam menyertai.Gadis itu kini meletakkan bingkisan yang dibawakan oleh Hela beberapa waktu lalu. Mendesah ringan kemudian berjalan ke arah dapur dan meninggalkan si saudara tiri yang masih diam sembari terus menatap dan menelisik apa kiranya yang sedang mengganggu dalam pikiran dan mengganjal dalam benar Xena Ayudi Bridella malam ini selepas Hela pergi dan berpamitan pulang.Samar terdengar, bahwa Hela menuduh Xena sedang 'bermain' bersama sang kekasih di dalam kamar. Sebab itu Hela mengurungkan niat untuk mampir dan membiarkan Xena menikmati waktunya dengan kekasih. Sebab itu Xena memasang wajah masam sekaran
Ada satu hal yang membuat Xena menerima tawaran Hela untuk menjadikannya sebagai jembatan perantara agar gadis cantik dengan paras anggun se-anggun caranya berbincang itu bisa mendapatkan hati seorang Abian Malik Guinandra, sebab Xena mendapatkan alasan. Sebuah cara untuk mengetahui hal baru yang sedang terjadi pada saudara tirinya dengan kedok, Hela yang menginginkannya.Munafik memang Xena itu, akan tetapi ia tak ingin menyia-nyiakan anugerah yang khusus dikirimkan oleh semesta untuk sedikit menyenangkan takdir mengenaskan yang didapat oleh Xena selama ini. Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa Xena-lah yang memanfaatkan Hela untuk mendapatkan Malik."Lo bahagia jadi saudara tiri gue?" Ucapan remaja jangkung yang duduk sembari menyantap gumpalan mie pedas buatan Xena itu kini sukses mencuri segala fokus milik gadis yang ada di depannya itu."Gue membuat pengakuan tadi, kalau gue bahagia dengan status kita sekarang." Malik mengimbuhkan. Mengulum salivanya kasar
Pagi datang membawa berita baik untuk mereka yang menyambut dengan riang gembira penuh dengan senyum di atas paras mereka. Akan tetapi untuk beberapa orang yang sedang berada dalam duka, pagi ini akan menjadi luka baru yang menumpuk di atas luka lama kemarin petang. Untuk Xena, ia bahagia! Sebab menutup hari dengan mendengar suara Daffa Kailin Lim sebagai pengobat kantuk yang melanda.Daffa memang tak bertanya spesifik mengenai kabar Xena malam kemarin. Ia hanya bertanya dan berbasa-basi mengapa Xena tak datang dan memenuhi janjinya untuk bergabung dengan Nea juga dirinya. Seakan tak puas dengan apa yang sedang diperbincangkan, Daffa terus saja mencari dan membelokkan arah obrolan mereka hingga satu jam berputar penuh menyusuri angka-angka yang mengelilingi jam dinding tengah ruangan. Bertanya ini itu pasal hari Xena juga menceritakan pasal yang terjadi pada Daffa kemarin. Sesekali menyingung pasal Nea yang mengubah mood Xena menjadi sedikit turun.Gadis itu tert
Kelas dimulai selepas bel nyaring berfrekuensi tinggi nan panjang tak berhenti selama beberapa detik berselang terdengar menggema di seluruh penjuru sekolah. Menandakan bahwa inilah waktu yang tepat untuk memulai pembelajaran dan membuka telinga juga mata serta menyiapkan otak juga pikiran untuk menyimpan ilmu baru yang akan diberikan. Waktunya serius! Tak ada bayangan indah tentang Daffa Kailin Lim apalagi tentang si saudara tiri yang suka melucu, Abian Malik Guinandra. Xena hanya memfokuskan tatapannya jauh ke depan.Selepas perginya Daffa dan datangnya jam pembelajaran, Xena hanya diam tak bersuara apapun. Sesekali tersenyum juga menggeleng dan mengangguk untuk menanggapi kalimat singkat dari si teman sebangku, Nea Oktaviana.Merasa bersalah selepas Daffa berdusta pasal panggilan yang dilakukannya bersama Xena? Tidak juga. Bagi Xena itu kesalahan Daffa secara murni. Ia tak berniat berbohong atau berdusta untuk 'bermain' di belakang si sahabat dekat. Akan tetapi,
Suasana riuh kala jam istirahat menyela. Menyudahi segala ketegangan yang ada di dalam diri untuk sejenak melepas penat dan lelah dalam raga. Merilekskan jiwa dengan menikmati suasana khas jam istirahat di lingkungan sekolah. Dua gadis berparas cantik kini tegas berjalan membelah padatnya kerumunan yang memenuhi lorong sekolah. Sesekali saling melirik selepas tersadar ada yang tak beres dengan situasi yang sedang terjadi siang ini. Xena menyenggol bahu lawan berjalannya. Menarik perhatian gadis dengan rambut pendek dan poni tipis yang menutupi jidatnya. Ada yang salah! Itulah arti tatapan Xena untuk Nea siang ini. Tak ingin banyak berucap, gadis itu hanya bisa mempercepat langkah untuk menghindari situasi menyeramkan kala seluruh mata memandang fisik milik gadis introvert itu.Kini keduanya menepi. Berjalan di lorong tak terlalu ramai hanya berisi beberapa teman-teman berseragam sama yang tak lagi menatapnya dengan tatapan aneh bak singa yang sedang kelaparan dan melihat mangs
Ini bukan pertemuan mereka yang terakhir, itulah yang ingin Xena katakan lewat kehadiran dan tatapan matanya untuk Bara. Ia meminta polisi untuk menemui teman juga mantan kekasihnya itu. Perpisahan dan akhir sidang harus dirasakan dengan perasaan yang ikhlas dan lapang dada, Xena ingin memberikan kesan itu pada remaja yang baru saja meletakkan pantatnya di atas kursi. Bara tak berucap apapun. Ia terus memandang Xena. Wajahnya tak sesayu dan tatapannya tak senanar sebelumnya. Gadis itu lebih terlihat 'hidup' dengan polesan make up yang khas seorang Xena Ayudi Bridella. Suasana yang ia dapatkan dari Xena mulai kembali lagi."Kenapa lo menemui gue lagi?"Xena tersenyum manis. Ia meraih ujung jari Bara dengan perlahan-lahan. Remaja yang ada di depannya mulai menatap dengan aneh. Ia tak bergerak, terus mengikuti apa yang dilakukan Xena padanya sekarang. Gadis itu mulai menggenggam ujung jari-jari miliknya lalu menatap Bara dengan penuh kehangatan
"Pengadilan menyatakan terdakwa atas nama Haidar Bara Ivander terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, penculikan dan penyekapan kelas ringan, serta penganiayaan kelas ringan. Untuk itu pengadilan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun ditambah dengan pidana penjara 2 tahun dan ditambah dengan pidana penjara 6 bulan. Menetapkan lamanya terdakwa di tahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan selama 2 tahun mengingat usia terdakwa yang masih remaja. Pengadilan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan dengan denda sekurang-kurangnya adalah 20 juta rupiah. Demikian putusan pengadilan ditetapkan."Ketokan palu terdengar begitu tegas menggema di ruangan. Remaja jangkung dengan pakaian khas seorang tahanan kota itu hanya bisa mengangguk. Tak ada yang disanggah. Pengacaranya pun nampak diam dan mulai pasrah. Tak perlu waktu yang lama, tak perlu drama ini itu untuk mengurung si iblis
Rumput hijau yang menyejukkan mata dan hati. Mendamaikan perasaan yang sedang riuh bergemuruh di dalam jiwa saat ini. Malik memutuskan untuk mengikuti setiap langkah yang diambil oleh Zain pagi ini. Ia ingin berbicara banyak dengan laki-laki yang sudah menjadi temannya itu. Ia tak benar-benar membenci Zain. Hanya saja, siapa dingin Zain padanya membuat Malik menjadi sedikit jauh dari temannya itu. Sebenarnya di dalam lubuk hati yang dalam, ia tak pernah menyimpan dendam untuk remaja berponi naik ini. Hanya saja, ia iba. Zain terlalu lama menyimpan rasa sakitnya sendirian. Selepas kematian Tara, remaja itu menjauhi Malik dan memutuskan untuk menghilang dari peredaran. Baru beberapa bulan yang lalu ia kembali datang dengan Aksa yang membawanya penuh luka dan darah segar yang mengalir dari beberapa bagian tubuhnya.Memang, permusuhan keduanya sedikit unik. Tak ada pertengkaran juga perkelahian. Malik selalu memaafkan bagaimana perilaku Zain padanya. Toh juga, ada a
Semilir hawa bayu mengiringi langkah keduanya membelah trotoar jalanan yang menjadi jalur utama untuk mereka saat ini. Jalanan Kota Jakarta yang ramai, padat, dan tak pernah sepi juga sela. Selepas keluar dari bangunan kantor polisi, keduanya kini memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak dan mampir ke sebuah tempat untuk menikmati liburnya hari ini. Tanggal merah, hari penting untuk negara. Namun, surganya bagi para pelajar. Mereka diberi jeda satu untuk merilekskan otak dan hati mereka. Menikmati suasana kota di pagi hari sampai senja datang menutup kisah nanti sore. Malik dan Xena merasakan semua itu. Sedikit demi sedikit perasaan yang mengganggu di dalam hati mereka mulai hilang begitu saja. Semua masalah yang datang mulai surut bak gelombang air laut di malam hati. Rasanya sedikit tenang, mereka bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang mereka inginkan saat ini. Menjalin hubungan sederhana dan mulai merajut kasih juga cinta untuk melalui masa muda. Malik
Malik menatap wajah wanita tua yang ada di depannya saat ini. Pandangan matanya terus saja tertuju pada Sarah yang baru saja datang menghadang langkahnya. Sepasang mata dengan lensa pekat itu mulai menatap sayu dan nanar wajah mantan anak tirinya itu. Penuh luka, identik dengan apa yang terjadi pada sang putri kemarin malam. Kata Xena selepas ia sukses membuat mamanya menangis dengan keadaan wajah dan tubuhnya yang kacau, ia melegakan hati wanita tua itu dengan mengatakan bahwa untung saja Malik datang menyelematkan Xena dari Bara. Katanya, juga. Malik terluka sama dengan apa yang dialami oleh Xena. Gadis itu juga mengimbuhkan kalau yang menghantar dirinya sampai gerbang depan malam-malam begini adalah Abian Malik Guinandra, tetapi kala disuruh mampir untuk mengobati lukanya, Malik menolak. Alasannya hanya satu, ia tak mau membuat Sarah kembali kacau dengan dua luka di dalam hatinya selepas mendapatkan dua putra dan putrinya pulang dalam keadaan seperti itu. Toh juga ada papanya di
Bara mengetukkan ujung jari jemarinya di atas meja kayu yang ada di sisinya. Ia bersandar tepat di atas kursi sembari menyilangkan kaki dan menatap ke arah gadis yang masih tak sadarkan diri selepas ia menyiksanya habis-habisan. Bara memukul wajah Xena. Sisi bibir gadis itu tergores dengan darah yang mulai mengering. Ujung matanya lebam selepas Bara melayangkan tinju ringan kala sang gadis terus saja mengumpat padanya. Xena mengejutkan. Jujur saja, Bara tak tahu kalau gadis itu bisa setangguh ini dengan penampilan dan tatapan wajah dan polos. Kala dirinya mendorong Xena masuk ke dalam gudang sekolah dan menutup pintunya dengan rapat. Xena bahkan mulai bergeming di tempatnya dengan terus menatapnya menggunakan tatapan tajam penuh amarah. Bara menampar wajahnya lalu mendorong tubuh Xena hingga jatuh terantuk sisi meja rusak di belakang tubuh gadis itu. Darah mengalir dari sisi sikunya dan luka lecet datang selepas paku berkarat tak sengaja menyentuh permukaan lengannya.
Fajar menyingsing dari ufuk timur. Sinarnya tegas menghantam permukaan bumi dan mencoba menghangatkan komponen yang ada di bawahnya saat ini. Gadis yang sudah berdiri di depan papan pengumuman besar di sekolahnya itu tak pernah menyangka dan mengira-ngira sebelumnya. Ia mendapatkan sebuah undangan kematian yang datang dari teman dekatnya. Seisi sekolah mulai membicarakan kematian Nara yang terkesan mendadak. Bukan hanya Xena yang terkejut. Akan tetapi, hampir seluruh penghuni sekolah. Bahkan guru-guru juga mulai memberitakan kabar ini dengan bumbu yang membuat suasana sedikit tegang. Kisahnya hari ini mungkin tak akan berakhir baik. Setiap sudut sekolah yang punya Mading besar seperti ini, akan menampilkan wajah Nara dengan pita kuning di atasnya. Ucapan bela sungkawa datang kemudian. Mereka meninggal 'note' yang mereka tempelkan di sisi undangan untuk mengirim doa pada teman mereka yang sudah berpulang ke pangkuan yang maha kuasa. "Bagaimana ini ... gue bahkan berbicara den
Sirine mobil polisi meraung-raung di udara. Membawa sebuah duka di setiap lajunya beberapa saat yang lalu. Ambulan mengikuti, mayat gadis malang turun dari sana dengan keadaan sudah terbungkus oleh kain putih. Seorang remaja jangkung mengiringi masuk ke dalam bangunan kepolisian. Mayat itu akan disimpan di dalam ruangan mayat tempat beberapa korban pembunuhan lainnya berada hingga polisi menyelesaikan penyelidikannya besok pagi. Suasana sudah kacau dengan Aksa yang tak lagi kuasa untuk mengiringi kepergian gadis yang ia cintai. Nara adalah cinta pertama yang ada di dalam hatinya. Gadis itu adalah satu-satunya gadis yang bisa menyentuh lubuk hatinya paling dalam. Belum juga menyatakan perasaannya dengan resmi, ajal sudah menjemputnya dengan tragis. Aksa tak bisa berkata apapun lagi. Semua yang ada di depan matanya bak sebuah mimpi buruk yang harus ia lalui seorang diri.--ia membenci kisah malam ini!"Aksa ... kita cari tempat duduk
Langkah kakinya tegas membelah rerumputan hijau yang ada di bawah pijakan kaki remaja jangkung itu sekarang ini. Gelap terasa, sedikit sunyi sebab tak ada yang datang untuk bertamu dan menyambangi rumah tua itu sekarang. Semua benar-benar terasa sepi bak rumah hantu yang sengaja dijauhi oleh para masyarakat dan warga setempat. Bukan, bukannya di sisihkan dari kota. Bukan juga dijauhi orang-orang, beginilah suasana rumah Nara kalau malam tiba dengan kerikan jangkrik yang khas menghiasi suasana malam. Tak ada hujan, tak mendung dengan langit berbintang di atas sana. Kiranya, sambutan yang baik selepas Aksa memutuskan untuk memungkaskan perkejaan paruh waktu yang ia lakukan dan mulai menatap langit di atasnya.Ada satu alasan yang membuat dirinya datang ke tempat ini lagi. Tak penting jika ia menceritakan alasannya datang kemari pada orang-orang yang tak mengenal Nara dengan baik. Namun, baginya ini sangat penting. Kala keluar dari minimarket tempatnya bekerj