16.
"Jangan berpikiran aneh," jawab Mayleen sadikit bersendau gurau.
"Senang! Tentu aku senang. Hanya dengan satu kali konfrensi pers maka targetku berkurang $30.000," ujar Mayleen sembari tertawa lepas.
"Hiish..." ujar Gu Hansen ikut tertawa senang, meski hatinya terasa teremas ketika mengingat ciuman William dan Mayleen tadi.
Sementara itu sampai esok hari, berita, foto dan juga video-video ciuman Mayleen dan William masih bertengger di trending topik utama. Mayleen sudah mulai merasa risih, ketika di kantor beberapa karyawan berbisik dan menatapi dirinya, "apa mereka itu tidak ada kerjaan selain bergosip," gumam kesal Mayleen.
Sementara itu, setelah mengetahui kebenaranya hampir sebagian staf kantor Gu Corporation mencibir Re
17.Gu Hansen dan Mayleen pun langsung saja serius membahas tentang kegiatan sosial Gu Corporation ini. Ini memang kegiatan amal, namun jika tidak mendatangkan keuntungan di dalam menaikan nama besar Gu Corporation, maka William tidak akan menyetujui dana yang divisi marketing ajukan untuk acara ini.William tahu, ini adalah penjara tempat Jancent Li di tahan.Reina masuk ke ruangan Gu Hansen, dengan arogannya Reina melemparkan berkas di atas meja.Mayleen, "…"Gu Hansen mengambil berkas tersebut, dan membacanya lalu mengernyitkan alisnya, "ini…?""Ya, aku adalah ketua yang di tunjuk oleh William untuk menangani acara ini," jawab Reina lugas dengan sombongnya.
18.Mayleen masuk ke Villa dengan rambut yang basah, juga baju yang sedikit basah, sehingga semakin memperjelas lekukan tubuhnya, jika saja tadi belum merengkuh Mayleen maka William pasti akan langsung mengurung Mayleen di kamarnya dan melahapnya sampai puas. Mayleen segera masuk ke kamarnya, lalu mengambil handuk dan mengeringkan rambutnya dengan lembut.Hati Mayleem terus memikirkan tentang acara itu, tentang Kakak-nya. Tak bisa menerima jika dirinya dikeluarkan dari team CSR, maka Mayleen pun menerabas masuk ke kamar utama di Villa ini, kamar William.Mayleen menutup matanya dengan kedua tangannya, karena William sedang tidak berbusana, dan baru saja akan memakai piyamanya."Hiiish, apa dia ini memang memiliki hobi yang aneh," pikirnya."Ap
Mayleen segera saja mengelap wajahnya yang penuh dengan air mata, "Mengapa kau melakukan itu?""Karena mereka memandangimu seperti itu, bahkan seharusnya aku mengeluarkan bola mata mereka semua!" jawab Li jancent dengan enteng.Mayleen langsung saja memeluk kakak kesayangannya itu, "jangan seperti ini! jangan seperti ini. aku ingin Kakak aku yang lembah lembut penyayang tidak pergi!" ujar Mayleen dengan menahan tangisnya.Li Jancent pun memeluki Mayleen dan menciumi puncak kepala adiknya itu, "srekh" Wiliiam masuk ke ruang rawat di klinik tersebut dan langsung saja mendapati pemandangan manis seperti ini, kakak beradik ini sedang melepas rindu.William segera menarik Mayleen berdiri di sisinya, Li jancent baru saja ingin bangkit berdiri. Namun Mayleen segera menahannya, karena takut malah akan membuat William semakin marah." kakak Lain kali aku akan menjengukmu!"Mayleen segera menarik lengan William untuk keluar dari ruangan tersebut, dan terus me
Keesokan paginya, Mayleen bangun pagi-pagi sekali, mematut-matut dirinya di depan cermin. Setelahnya Mayleen menuruni tangga dengan cepat. Merasa sudah bisa berlari, maka Mayleen pun ingin melakukan joging pagi.Mayleen memakai headsetnya, lalu mulai keluar rumah, William melihat ini dari balik jendela kamarnya. Dengan segera saja William mengambil kunci mobilnya, dan melajukannya mobilnya dengan pelan, mengikuti Mayleen yang sedang joging.Mayleen berlari sambil sesekali menari, dan bernyanyi mengikuti lagu yang sedang dia dengarkan. Ini pertama kalinya William melihat kebahagian tawa senang dari wajah Mayleen. Mayleen terlihat berhenti di kios bunga, memilih lalu membelinya. Mayleen menciumi harum bunga mawar segar itu. Ada satu bunga mawar yang jatuh, lalu Mayleen mengambilnya dan memakainya di telinga.Mayleen merasa lapar, lalu duduk di salah satu kursi yang ada di luar kedai, "paman aku mau bubur abalonnya yah satu porsi, dan teh krisan."
William benaran memanggil dokter terbaik untuk membuat kulit Reina kembali mulus seperti semula. Sementara itu malah menghukum Mayleen dengan banyak menambah beban kerja yang harus Mayleen kerjakan.Malam ini, Mayleen lembur sampai dengan tengah malam, Mayleen merebahkan sebentar tubuh lelahnya itu di atas sofa besar yang ada di ruang kerjanya. Sedikit memijit-mijit kedua alisnya, melihat jam tangan sudah menunjukan tengah malam, Mayleen pun berdiri lalu mengambil sepatu yang tadi dia lepas dan mulai memakainya, lalu mengambil jaket dan tasnya.Malam ini sedang ada pembenahan dan perbaikan listrik pada gedung Gu Corporation, karena terlalu sibuk, Mayleen melewatkan email yang memberi tahu bahwa tepat pada jam dua belas malam maka seluruh listrik di Gu Corporation akan dipadamkan. Tepat ketika Mayleen menempelkan kartu aksesnya untuk membuka pintu kaca besar yang ada di bagian departemennya, tiba-tiba semua listrik padam."I-ini ... kenapa menjadi gelap!" g
William melangkah ke arah ranjang rawat Mayleen, berdiri di samping ranjang tersebut, lalu bersedekap sambil memandangi Mayleen. Tanpa sadar William menjulurkan tangannya, merapihkan rambut panjang Mayleen dan memilin-milinnya.Gerakan tangan William terhenti ketika bayangan wajah Lisa menjuntai di pelupuk matanya, William melepaskan rambut Mayleen, lalu segera melangkah ke sofa dan mengambil tabletnya, memulai memeriksa beberapa laporan.Merasa lelah. William tertidur duduk di sofa. Merasa tidak nyaman, William pun dengan asal berjalan ke ranjang Mayleen, naik ke atas ranjang dan membaringkan tubuhnya di ranjang. Tangan kekar William menarik pinggul Mayleen untuk tidur lebih dekat ke tubuhnya. Mencium aroma tubuh Mayleen, membuat William jadi lebih cepat tertidur.Dini hari, Mayleen terbangun karena merasakan ada sesuatu yang berat, yang melingkar di pinggul rampingnya itu. Mayeen melihat ke arah pinggulnya dan mengenali itu adalah tangan William yang sed
Keesokan paginya, William terbangun dan malah mendengar Jika Mayleen sudah kembali masuk bekerja, "Apakah wanita itu robot!" pikir William.Mayleen sengaja pergi bekerja lebih awal, karena malam itu dia menjatuhkan giok dari Li Jancent, ketika Mayleen berulang tahun Li Jancent memberikan giok itu sebagai kado dan mengatakan jika dia harus menjaganya baik-baik, karena jika tidak maka itu sama saja mendoakannya cepat mati.Pada saat itu Li Jancent hanya membual bercanda, tapi melihaat keadaan saat ini maka Mayleen benar-benar takut jika Li Jancent akan mati. Karena itu meski masih merasakan sakit di sana sini, di tubuhnya maka Mayleen tetap memaksakan pergi ke Gu Corporation.Sekertarisnya Membawakan baju salin, setelah menggantinya Mayleen langsung melesat ke kantornya, lalu seperti or
24.William berjalan ke ruangannya, Mayleen segera mengikutinya. Dengan tidak sabaran maka Mayleen segera saja mencegat langkah Wiliam, "Katakan di mana?"William hanya menyeringai, "Apa kita sudah sepakat?"Mayleen menghela napas, lalu menjawab jika dia menyetujui permintaan William. Mendengar Mayleen setuju, maka hati William pun merasa senang."Aku akan memberikannya ketika tugasmu sudah selsai nanti," tukas William."K-kau …" gumam Mayleen dengan marah.William menarik tangan Mayleen, dan mengamatinya. Tangannya masih berbalut kain kasa."Apa masih sakit?" tanya William.Mayleen sed
Li Jancent berjalan perlahan keluar dari markas geng Bamboo, merasa seolah beban berat yang selama ini menghimpitnya mulai terangkat. Udara malam terasa lebih segar, dan untuk pertama kalinya, dia bisa merasakan harapan untuk masa depan yang berbeda. Namun, di balik rasa lega itu, ada juga kekhawatiran yang terus menghantui pikirannya.Apakah dia benar-benar bisa melepaskan dirinya dari kehidupan kelam yang selama ini ia jalani? Dan lebih dari itu, apakah ia bisa membangun hubungan yang tulus dengan Niu Nuan, wanita yang ia jaga lebih karena janji daripada cinta?Keesokan harinya, suasana di rumah sakit terasa tegang namun penuh harapan. Li Jancent duduk di ruang tunggu, memandang jam di dinding yang seolah bergerak begitu lambat. Operasi transplantasi kornea Niu Nuan sedang berlangsung, dan meski ia berusaha tetap tenang, kegelisahannya tak bisa disembunyikan. Pikirannya melayang ke masa depan, membayangkan saat Niu Nuan membuka matanya dan bisa melihat dunia dengan jelas, bisa melih
Hari Ini Li Jancent berdiri di sudut kamar rumah sakit, memandang Niu Nuan yang duduk di ranjang dengan raut wajah sedikit gugup. Hubungan mereka masih terasa canggung meski ia selalu berusaha memperlakukannya dengan baik. Dia tahu bahwa perasaannya pada Niu Nuan bukanlah cinta, melainkan sebuah bentuk tanggung jawab dan janji yang pernah ia buat pada Fang Fang—wanita yang baru saja wafat, yang dulu adalah bagian penting dalam hidupnya.Li Jancent berdiri dengan tatapan kosong. Ia tersenyum kecil, meski terlihat ada keraguan di matanya. Namun, dia berusaha menenangkan Niu Nuan.” Aku tahu, ini pasti berat untukmu," katanya lembut.Niu Nuan mengangguk pelan, mencoba memberikan senyum yang tulus meskipun sulit. Li jancent pun berkata lagi "Kau tidak perlu sungkan. Aku di sini karena aku ingin memastikan semuanya berjalan dengan baik untukmu."Suasana di antara mereka kembali hening. Niu Nuan tahu bahwa Li Jancent selalu ada di sampingnya, namun ia juga merasakan jarak yang tidak kasat ma
Berita tentang tertangkapnya Anton menyebar dengan cepat kepada William dan Li Jancent Meskipun mereka semua merasa lega, ada perasaan yang lebih mendalam di hati mereka akhirnya, setelah semua ketegangan dan ancaman yang mereka hadapi, mereka bisa merasa sedikit amanWilliam menatap Li Jancent, matanya berbinar. “Jadi… kita benar-benar bebas sekarang?” imbuhnya sembari berdiri di balkon rumah sakit. Mereka berbicara santai tapi serius.Li Jancent mengangguk sambil tersenyum kecil. “Ya, dia tidak akan kembali lagi. Anton sudah di tangan orang yang tepat, dan dia tidak akan punya kekuatan untuk melawan balik.” Li menghela napas panjang. Seolah-olah beban yang selama ini menekan dirinya perlahan mulai menghilang.Li jancent yang sedang berdiri di sebelah William juga tampak lega, tetapi ada sedikit kecemasan di wajahnya. "Meskipun Anton sudah tertangkap, apakah kita benar-benar aman? Maksudku, dunia ini selalu penuh dengan bahaya yang tak terduga."William menghela napas, menenangkan d
Li Jancent berdiri di koridor rumah sakit, matanya tertuju ke arah ruangan tempat Mayleen berada. Di dalam, William tampak gelisah, berdiri di samping ranjang istrinya yang masih terlihat lemas. Li Jancent tidak pernah melihat adik iparnya begitu panik, begitu cemas. Biasanya William adalah orang yang tenang, selalu penuh perhitungan. Tapi malam ini, semuanya berubah. Tak lama kemudian, william menemui dokter yang baru saja masuk ke ruangan dengan wajah tenang namun penuh arti. "Tuan Gu, kami telah mendapatkan hasil tes Mayleen." William segera menghampiri, wajahnya penuh kekhawatiran. "Apa yang terjadi, Dok? Ada apa dengan istriku?" Dokter itu tersenyum kecil. "Sebenarnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nyonya Gu baik-baik saja, hanya sedikit kelelahan dan... ada kabar baik." William mengerutkan kening, mencoba mencerna kata-kata dokter. "Kabar baik? "Ya," jawab dokter sambil melirik berkas di tangannya. "Selamat, Tuan Gu. Istri Anda hamil." Seketika, seluruh dunia William
"Apa sekarang kita harus mundur?" tanya Bear, nadanya tegas tapi menyiratkan rasa takut yang mulai menghantui dirinya. William menatap Li Jancent yang masih memandang Anton dan sosok misterius di sebelahnya. Di matanta, ada kebimbangan yang jelas. “Tidak,” jawab Li dengan dingin, tanpa mengalihkan pandangannya. "Kita tidak bisa mundur sekarang. Jika kita biarkan mereka pergi kali ini, tidak ada yang tahu kapan mereka akan menyerang lagi," imbuh Li Jancent lagi "Tapi kita kehabisan waktu!" William membalas, matanya berkeliaran ke arah ledakan yang masih membara di belakang mereka. Setidaknya mereka merasa lega karena Mayleen dan Niu Nuan sudah aman berada dibawah perlindungan asisten He. Sementara itu, perdebatan pun berlanjut kembali. “Jangan bodoh,” potong Bear, mendekatkan diri ke Li jancent. "Ini bunuh diri! Kita bahkan tidak tahu siapa orang itu. Dia bisa saja lebih berbahaya dari Anton," imbuh Bear berapi-api. Li Jancent hanya mengeraskan rahangnya, berusaha menyusun rencan
“Kita diserang dari dua sisi!” seru William, suaranya terdengar tenang meskipun situasi semakin mencekam.Mayleen menggenggam erat tangan Niu Nuan yang masih pingsan di sebelahnya, sementara Bear dan anggota tim lain bersiap menghadapi serbuan dari musuh yang sudah mulai mendekat.Jendela-jendela van bergetar oleh desingan peluru yang diarahkan ke mobil mereka, untung saja kaca jendela dan bagian mobil lainnya dibuat anti peluru, meski begitu tetap saja menciptakan suasana semakin tak terkendali.“Kita harus keluar dari sini, atau kita akan jadi daging panggang!” teriak Bear sambil mengokang senapan otomatisnya.“Kita tidak bisa melawan mereka di sini,” kata Li Jancent, tatapannya tajam ke arah William. “Apakah ada jalan keluar lain?”William menggertakkan giginya. “Tidak ada yang mudah. Mereka sudah mengepung kita.”Suara desingan itu semakin intens, membuat mereka semua berjongkok dan berlindung. Lalu, dengan cepat dan tak terduga, Li Jancent meraih benda yang sama yang dipakai oleh
Ketika asap mulai mereda, siluet besar seorang pria muncul dari pintu darurat yang sudah terjatuh ke lantai. Li Jancent menyipitkan mata, mencoba melihat lebih jelas. “Siapa itu?” gumamnya, tangan masih menggenggam erat pistol yang baru saja dia rebut dari salah satu penjaga.Pria itu melangkah keluar dari asap, wajahnya penuh dengan tekad. Itu adalah salah satu orang William, seorang pria yang dikenal dengan panggilan "Bear." Nama itu bukan tanpa alasan—tubuhnya besar dan kekar seperti seekor beruang, dan di tangannya dia membawa sebuah senapan otomatis.“William, kalian semua baik-baik saja?” teriak Bear sambil berlari mendekat.“Bear!” seru William, senyum lega melintas di wajahnya. “Kau datang tepat waktu.”Bear menatap Li Jancent, Mayleen, dan Niu Nuan yang masih tak sadar dalam gendongan. “Kelihatannya kalian butuh sedikit bantuan.”Anton, yang sebelumnya teralihkan, kini menegakkan tubuhnya kembali, senyum dingin muncul di wajahnya. “Jadi, kalian berpikir bantuan kecil ini bisa
Namun, sebelum Anton bisa mengambil langkah lain, suara keras dari arah pintu masuk membuat semua orang menoleh. Sekelompok pria dengan pakaian seragam taktis lengkap menyerbu masuk, bergerak dengan cepat dan terlatih. Dalam hitungan detik, mereka telah melumpuhkan para penjaga Anton dan mengepung pria itu. “Menyerahlah!” teriak salah satu dari mereka, yang ternyata adalah asisten He. Tim ini adalah bantuan yang sudah dipanggil William sebelumnya. Anton menoleh dengan tatapan marah, tetapi dia tidak punya pilihan lain. Dengan perlahan, dia mengangkat tangannya, menatap dingin ke arah Li Jancent dan kawan-kawannya. "Kalian pikir ini sudah berakhir? Ini baru permulaan." “Diam kau!” seru salah satu anggota tim William sambil memaksa Anton berlutut, lalu memborgol tangannya. Sementara itu, William yang tampak lega dengan kedatangan asisten He, mendekat ke Li Jancent. “Orang-orangku sudah di sini,” ujar William sambil menepuk bahu Li Jancent. “Tapi kita belum selesai. Niu Nuan...
Li Jancent merasakan keringat dingin merembes di tengkuknya saat sekelompok preman itu memenuhi ruangan. Jian berdiri tegar di sampingnya, sorot matanya tajam, tetapi Li Jancent tahu pria itu tidak menyangka situasi ini akan berubah secepat itu.Mayleen tampak panik, matanya melirik ke arah William yang sedang menggenggam erat tangannya. Waktu terasa melambat, dan keheningan menyergap ruangan dalam ketegangan. Pria yang memimpin kelompok itu mendekat, senyum lebar masih menghiasi wajahnya, seolah-olah dia sudah mengantisipasi setiap langkah yang diambil Li Jancent dan kawan-kawannya.Pria itu adalah sosok yang belum mereka pernah lihat di balik layar, seorang pengatur yang kini muncul di depan mereka. “Selamat datang,” pria itu berbicara dengan nada licin. “Kalian datang jauh-jauh untuk menyelesaikan misteri ini, bukan?”Li Jancent merasakan darahnya mendidih, tetapi dia berusaha tetap tenang. “Siapa kau? Apa maumu?”tanyanya, meskipun jauh di dalam hati, dia sudah memiliki dugaan yan