“Aku sarankan, kau jangan berurusan dengan dia, jika ingin selamat!” imbuh Tuan York. “Perjelas lagi!” imbuh William. “Yang aku tahu, orang yang ada dibelakang pria itu memiliki pengaruh yang cukup kuat!” jawab Tuan York lagi. “Hanya ini yang bisa aku katakan. Selebihnya aku tidak tahu!” imbuh Tuan York lagi. Williiam menaikan satu alisnya, lalu mengeluarkan selembar cek lagi. “Sebutkan namanya!” Tuan York perlahan mengulurkan tangannya untuk mengambil cek yang William letakan di atas meja. Saliva pun tertelan, ketika pria itu melihat angka yang lebih besar dari sebelumnya. Dengan tersenyum Pria itu pun pada akhirnya mau menyebutkan satu nama. “Bamboo!” “Aku tidak bisa memberi tahu tentang hal yang lainnya, aku benar-benar tidak bisa! Ada bisnis yang masih harus terus aku jalankan!” imbuh Tuan York lagi. Telah mendapatkan satu nama, maka William pun merasa cukup. Dia bangkit berdiri dan meninggalkan Tuan York tanpa berkata apa-apa lagi. Asisten He tengah menunggu diluar,
Aku memiliki penilaian tersendiri!” Imbuh William. “Anggap saja aku dan Tuan Han adalah teman lama, jika dia pria sejati maka tidak perlu takut untuk menemuiku!” imbuh William. “Aku harap Tuan Edmarch tidak berkeberatan untuk menyampaikan salam pesanku ini!” ujar William lagilalu berlalu pergi ketika melihat sang konselor Bamboo tidak membantah perkataannya. Kedatangannya hari ini bertemu dengan Tuan Edmarch, karena William ingin memastikan prasangka curigabya. Wajah pria itu terlihat seperti sedang tertutup awan hitam. Melihat wajah Tuannya, Asisten He juga langsung bisa memahami situasinya. “Atur pertemuan dengan Ketua Bamboo!” perintah William. Asisten He mengernyitkan kedua alisnya, Bagaimanapun juga ketua gangster bukanlah orang yang mudah untuk ditemui. Tapi, akan jadi tidak mudah baginya jika dia tidak memenuhi permintaan Direkturnya itu. Pada saat ini, Gu Hansen dan Mayleen sedang meninjau Ballroom yang ada di Gedung Grup Gu. Gedung ini berada di Kawasan komersial. Me
Satu jam perjalanan pun telah berhasil ditempuh. Mayleen bertemu dengan salah satu pelayan di Villa Beining. “Apa Tuan sudah sampai?” “Tuan sudah menunggu di kamar?” jawab pelayan itu. Mayleen pun langsung pergi ke kamar utama. Mengetuk pintu tiga kali. Setelah ada jawaban dari William dia pun mengulurkan tangannya, membuka pintu dan masuk. Baru saja masuk ke kamar, William langsung berkata. “Pakai itu!” imbuhnya kepada Mayleen. Firasat hati Mayleen langsung saja berubah jadi tidak enak. Dia pun mengambil tas belanja yang terbuat dari kertas yang terletak di atas nakas. Mayleen mengambil sebuah kotak lalu membukanya. “Ini baju tidur?” “Pakailah!” imbuh William tanpa berbasa-basi. Melihat model lingerie yang harus dia pakai, Mayleen pun langsung menolak. “Kau memanggilku segeara datang ke sini, hanya agar aku memakai ini di depanmu!” “Wah, sepertinya Direktur Gu kita ini semakin mesum saja!” imbuh sarkas Mayleen. William yang sedari tadi duduk di sofa, lalu dia pun berdiri mende
Mayleen tidak menyentuh makanannya, diperlalukan seperti tadi, sudah tentu selera makan pun seketika menghilang. Dia hanya menyesap air putih saja. Lalu pergi berbaring di sofa. Di rumah ini bahkan tidak ada baju yang dia bisa pakai. Tadi dia membuka lemari dan hanya melihat kemeja putih yang berjejer dengan rapi. Mayleen pun mengambil satu dan memakainya. Pada saat ini William masuk ke kamar Mayleen. Melihat Suaminya masuk, Mayleen langsung saja berdiri. William menatap istrinya itu untuk beberapa saat. Dalam hati, di saat ini dia sangat menyukai apa yang sedang dia lihat. Namun, lamunannya terbuyarkan ketika Mayleen berkata. “Aku memakai baju ini, karena kau telah merusak bajuku dan tidak ada baju yang lain yang bisa aku pakai. Jangan terlu pelit!” William pun tersenyum menyeringai lalu dia melangkah mendekati Mayleen. Dia pun menguluirkan dua tangannya ke pinggang ramping istrinya itu. “Dilarang memakai pakaian seperti ini… jika di depan orang lain!” bisik pria itu di daun teling
Semua anggota grup menunggu jawab dari anggota baru mereka. Mayleen mengigit kuku jari kelingkingnya. Dalam hati berharap agar ia bersedia. Beberapa menit berlalu, jawab pun akhirnya di dapat. “Bersedia!” tulis pesan dari Ice Cold, si anggota baru. Amplop merah pun bertebaran. “Ini hadiah selamat datang dari kami!” imbuh salah satu anggota melemparkan amplop digital yang jika dibuka maka ada berisi uang yang bisa ditarik ke rekening. Satu, dua, tiga amplop lain pun memenuhi grup percakapan.Mayleen pun tersenyum senang, sudah sangat lama sekali dia tidak merasakan rasa seperti ini. Dulu ketika sakit, dia hanya bisa berdiam diri di kamar dan rumah. Bermain game dengan orang lain dari dunia luar, dari jarak jauh. Adalah salah satu hal yang paling dia sukai. Tubuhnya tertahan di rumah, tapi jiwanya pergi melayang terbang melalui permainan virtual. “Peri, tiga tahun kami terbengkalai, sepertinya jika ingin kembali ke Dinasti abadi, kita harus bekerja keras dari awal lagi!” tul
William pun langsung memutuskan untuk membatalkan perjalanan bisnisnya. Dia pun langsung pergi meninggalkan bandara, memilih membuang bisnis berpotensi yang keuntungannya kisaran dalam jumlah milyaran.Sementara itu, pada saat ini Nyonya Gu sedang terlelap di salah satu kapal Yacht yang tengah membawanya pergi jauh dari William. Seorang pria tengah duduk di sisi ranjang, dia menundukan kepalanya dan mencium kening Mayleen. “Aku adalah Ksatria Darahmu, aku akan selalu setia melindungimu!”Pada saat ini William telah sampai di Grup Gu, Dia berjalan ke ruang pertemuan dan mengumpulkan beberapa orangnya. “Hasil penyelidikan CCTV!” pinta William kepada mereka. “Kebetulan Untuk CCTV jalan ada yang mengalami kerusakan di hari dan jam, ketika Nyonya menghilang, jadi tidak bisa ditelusuri secara lengkap!” jelas salah satu orangnya.Pada saat ini asisten He masuk dengan tergopoh, “Ketua Bamboo ada di kota ini!”Mendengarnya William langsung saja berdiri, “Jika begitu tunggu apalagi, kita p
Li jancent memeluk erat Mayleen yang sedang terisak. Tiga tahun terpisah, dan Sekarang dia bisa benar-benar bisa memeluk kakaknya tanpa rasa takut. “Ini benar-benar kau… kakak-ku!” imbuh isak tangis Mayleen lagi.Li Jancent tidak bisa berkata-kata, hatinya juga terasa sama harunya seperti apa yang sedang dirasakan adiknya sat ini. Tiba-tiba saja Mayleen melepaskan pelukannya. “William… William!”“Tenang saja, tidak ada dia di sini. Kau aman!” imbuh Li Jancent lagi.“Apa dia tidak akan mengejar kita? Dan, bagaimana kau bisa melarikan diri dari penjara!” imbuh Mayleen lagi.Li Jancent mengusap puncak kepala Mayleen seraya menariknya duduk di sofa. “Tidak penting bagaimana aku bisa bebas, anggap saja semesta sedang berbaik hati kepada kita. Sekarang kita hidup bersama baik-baik, lupakan masa lalu!”“Li Jancent sudah mati, dan sekarang aku adalah Han Li. Kau harus mengingat nama baruku ini, ok!” imbuhnya lagi.“Han Li…!” gumam pelan Mayleen yang belum terbiasa dengan nama baru kakaknya i
“William Gu… kau tidak bisa melakukan ini kepadaku!” imbuh Reina berteriak kencang karena sambil ditarik oleh dua orang pelayan.Diminta baik-baik tidak mau, maka langsung saja si kepala pelayan mengusir Reina dengan kasar. Dalam hati dia tersenyum puas karena berhasil membalaskan dendam nyonya Gu mereka. Selama ini diam bukan berarti mereka menyukai kehadiran Reina. Hanya saja selama ini mencoba bersikap professional, tidak mencampur adukan masalah pribadi ke dalam pekerjaan mereka.Mendapat momen langka seperti saat ini, tentu saja langsung dipergunakan dengan seksama meski dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, misi mengusir Reina haruslah terlaksana.Pada saat ini, Mayleen dan Li Jancent sudah berada di Pulau Pribadi yang baru saja dibeli. “Apa kau suka!” tanya Li Jancent kepada adiknya itu.“Apa kau ini sedang bercanda… bagaimana mungkin aku tidak menyukainya. Ini indah sekali!” imbuh Mayleen sembari berlari-lari dengan sedikit menari seraya menganggkat kedua tangannya.Hati Li J
Li Jancent berjalan perlahan keluar dari markas geng Bamboo, merasa seolah beban berat yang selama ini menghimpitnya mulai terangkat. Udara malam terasa lebih segar, dan untuk pertama kalinya, dia bisa merasakan harapan untuk masa depan yang berbeda. Namun, di balik rasa lega itu, ada juga kekhawatiran yang terus menghantui pikirannya.Apakah dia benar-benar bisa melepaskan dirinya dari kehidupan kelam yang selama ini ia jalani? Dan lebih dari itu, apakah ia bisa membangun hubungan yang tulus dengan Niu Nuan, wanita yang ia jaga lebih karena janji daripada cinta?Keesokan harinya, suasana di rumah sakit terasa tegang namun penuh harapan. Li Jancent duduk di ruang tunggu, memandang jam di dinding yang seolah bergerak begitu lambat. Operasi transplantasi kornea Niu Nuan sedang berlangsung, dan meski ia berusaha tetap tenang, kegelisahannya tak bisa disembunyikan. Pikirannya melayang ke masa depan, membayangkan saat Niu Nuan membuka matanya dan bisa melihat dunia dengan jelas, bisa melih
Hari Ini Li Jancent berdiri di sudut kamar rumah sakit, memandang Niu Nuan yang duduk di ranjang dengan raut wajah sedikit gugup. Hubungan mereka masih terasa canggung meski ia selalu berusaha memperlakukannya dengan baik. Dia tahu bahwa perasaannya pada Niu Nuan bukanlah cinta, melainkan sebuah bentuk tanggung jawab dan janji yang pernah ia buat pada Fang Fang—wanita yang baru saja wafat, yang dulu adalah bagian penting dalam hidupnya.Li Jancent berdiri dengan tatapan kosong. Ia tersenyum kecil, meski terlihat ada keraguan di matanya. Namun, dia berusaha menenangkan Niu Nuan.” Aku tahu, ini pasti berat untukmu," katanya lembut.Niu Nuan mengangguk pelan, mencoba memberikan senyum yang tulus meskipun sulit. Li jancent pun berkata lagi "Kau tidak perlu sungkan. Aku di sini karena aku ingin memastikan semuanya berjalan dengan baik untukmu."Suasana di antara mereka kembali hening. Niu Nuan tahu bahwa Li Jancent selalu ada di sampingnya, namun ia juga merasakan jarak yang tidak kasat ma
Berita tentang tertangkapnya Anton menyebar dengan cepat kepada William dan Li Jancent Meskipun mereka semua merasa lega, ada perasaan yang lebih mendalam di hati mereka akhirnya, setelah semua ketegangan dan ancaman yang mereka hadapi, mereka bisa merasa sedikit amanWilliam menatap Li Jancent, matanya berbinar. “Jadi… kita benar-benar bebas sekarang?” imbuhnya sembari berdiri di balkon rumah sakit. Mereka berbicara santai tapi serius.Li Jancent mengangguk sambil tersenyum kecil. “Ya, dia tidak akan kembali lagi. Anton sudah di tangan orang yang tepat, dan dia tidak akan punya kekuatan untuk melawan balik.” Li menghela napas panjang. Seolah-olah beban yang selama ini menekan dirinya perlahan mulai menghilang.Li jancent yang sedang berdiri di sebelah William juga tampak lega, tetapi ada sedikit kecemasan di wajahnya. "Meskipun Anton sudah tertangkap, apakah kita benar-benar aman? Maksudku, dunia ini selalu penuh dengan bahaya yang tak terduga."William menghela napas, menenangkan d
Li Jancent berdiri di koridor rumah sakit, matanya tertuju ke arah ruangan tempat Mayleen berada. Di dalam, William tampak gelisah, berdiri di samping ranjang istrinya yang masih terlihat lemas. Li Jancent tidak pernah melihat adik iparnya begitu panik, begitu cemas. Biasanya William adalah orang yang tenang, selalu penuh perhitungan. Tapi malam ini, semuanya berubah. Tak lama kemudian, william menemui dokter yang baru saja masuk ke ruangan dengan wajah tenang namun penuh arti. "Tuan Gu, kami telah mendapatkan hasil tes Mayleen." William segera menghampiri, wajahnya penuh kekhawatiran. "Apa yang terjadi, Dok? Ada apa dengan istriku?" Dokter itu tersenyum kecil. "Sebenarnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nyonya Gu baik-baik saja, hanya sedikit kelelahan dan... ada kabar baik." William mengerutkan kening, mencoba mencerna kata-kata dokter. "Kabar baik? "Ya," jawab dokter sambil melirik berkas di tangannya. "Selamat, Tuan Gu. Istri Anda hamil." Seketika, seluruh dunia William
"Apa sekarang kita harus mundur?" tanya Bear, nadanya tegas tapi menyiratkan rasa takut yang mulai menghantui dirinya. William menatap Li Jancent yang masih memandang Anton dan sosok misterius di sebelahnya. Di matanta, ada kebimbangan yang jelas. “Tidak,” jawab Li dengan dingin, tanpa mengalihkan pandangannya. "Kita tidak bisa mundur sekarang. Jika kita biarkan mereka pergi kali ini, tidak ada yang tahu kapan mereka akan menyerang lagi," imbuh Li Jancent lagi "Tapi kita kehabisan waktu!" William membalas, matanya berkeliaran ke arah ledakan yang masih membara di belakang mereka. Setidaknya mereka merasa lega karena Mayleen dan Niu Nuan sudah aman berada dibawah perlindungan asisten He. Sementara itu, perdebatan pun berlanjut kembali. “Jangan bodoh,” potong Bear, mendekatkan diri ke Li jancent. "Ini bunuh diri! Kita bahkan tidak tahu siapa orang itu. Dia bisa saja lebih berbahaya dari Anton," imbuh Bear berapi-api. Li Jancent hanya mengeraskan rahangnya, berusaha menyusun rencan
“Kita diserang dari dua sisi!” seru William, suaranya terdengar tenang meskipun situasi semakin mencekam.Mayleen menggenggam erat tangan Niu Nuan yang masih pingsan di sebelahnya, sementara Bear dan anggota tim lain bersiap menghadapi serbuan dari musuh yang sudah mulai mendekat.Jendela-jendela van bergetar oleh desingan peluru yang diarahkan ke mobil mereka, untung saja kaca jendela dan bagian mobil lainnya dibuat anti peluru, meski begitu tetap saja menciptakan suasana semakin tak terkendali.“Kita harus keluar dari sini, atau kita akan jadi daging panggang!” teriak Bear sambil mengokang senapan otomatisnya.“Kita tidak bisa melawan mereka di sini,” kata Li Jancent, tatapannya tajam ke arah William. “Apakah ada jalan keluar lain?”William menggertakkan giginya. “Tidak ada yang mudah. Mereka sudah mengepung kita.”Suara desingan itu semakin intens, membuat mereka semua berjongkok dan berlindung. Lalu, dengan cepat dan tak terduga, Li Jancent meraih benda yang sama yang dipakai oleh
Ketika asap mulai mereda, siluet besar seorang pria muncul dari pintu darurat yang sudah terjatuh ke lantai. Li Jancent menyipitkan mata, mencoba melihat lebih jelas. “Siapa itu?” gumamnya, tangan masih menggenggam erat pistol yang baru saja dia rebut dari salah satu penjaga.Pria itu melangkah keluar dari asap, wajahnya penuh dengan tekad. Itu adalah salah satu orang William, seorang pria yang dikenal dengan panggilan "Bear." Nama itu bukan tanpa alasan—tubuhnya besar dan kekar seperti seekor beruang, dan di tangannya dia membawa sebuah senapan otomatis.“William, kalian semua baik-baik saja?” teriak Bear sambil berlari mendekat.“Bear!” seru William, senyum lega melintas di wajahnya. “Kau datang tepat waktu.”Bear menatap Li Jancent, Mayleen, dan Niu Nuan yang masih tak sadar dalam gendongan. “Kelihatannya kalian butuh sedikit bantuan.”Anton, yang sebelumnya teralihkan, kini menegakkan tubuhnya kembali, senyum dingin muncul di wajahnya. “Jadi, kalian berpikir bantuan kecil ini bisa
Namun, sebelum Anton bisa mengambil langkah lain, suara keras dari arah pintu masuk membuat semua orang menoleh. Sekelompok pria dengan pakaian seragam taktis lengkap menyerbu masuk, bergerak dengan cepat dan terlatih. Dalam hitungan detik, mereka telah melumpuhkan para penjaga Anton dan mengepung pria itu. “Menyerahlah!” teriak salah satu dari mereka, yang ternyata adalah asisten He. Tim ini adalah bantuan yang sudah dipanggil William sebelumnya. Anton menoleh dengan tatapan marah, tetapi dia tidak punya pilihan lain. Dengan perlahan, dia mengangkat tangannya, menatap dingin ke arah Li Jancent dan kawan-kawannya. "Kalian pikir ini sudah berakhir? Ini baru permulaan." “Diam kau!” seru salah satu anggota tim William sambil memaksa Anton berlutut, lalu memborgol tangannya. Sementara itu, William yang tampak lega dengan kedatangan asisten He, mendekat ke Li Jancent. “Orang-orangku sudah di sini,” ujar William sambil menepuk bahu Li Jancent. “Tapi kita belum selesai. Niu Nuan...
Li Jancent merasakan keringat dingin merembes di tengkuknya saat sekelompok preman itu memenuhi ruangan. Jian berdiri tegar di sampingnya, sorot matanya tajam, tetapi Li Jancent tahu pria itu tidak menyangka situasi ini akan berubah secepat itu.Mayleen tampak panik, matanya melirik ke arah William yang sedang menggenggam erat tangannya. Waktu terasa melambat, dan keheningan menyergap ruangan dalam ketegangan. Pria yang memimpin kelompok itu mendekat, senyum lebar masih menghiasi wajahnya, seolah-olah dia sudah mengantisipasi setiap langkah yang diambil Li Jancent dan kawan-kawannya.Pria itu adalah sosok yang belum mereka pernah lihat di balik layar, seorang pengatur yang kini muncul di depan mereka. “Selamat datang,” pria itu berbicara dengan nada licin. “Kalian datang jauh-jauh untuk menyelesaikan misteri ini, bukan?”Li Jancent merasakan darahnya mendidih, tetapi dia berusaha tetap tenang. “Siapa kau? Apa maumu?”tanyanya, meskipun jauh di dalam hati, dia sudah memiliki dugaan yan