Li Jancent mengecup puncak kepala Mayleen, “Jangan sedih, ingat apa yang kau makan dan apa yang kau rasakan, bayimu juga bisa merasakan. Jadi jangan menyiksanya dengan penderitaan yang seharusnya tidak dia rasakan!” Mayleen mendongak kepada kakaknya itu dan tersenyum, pada saat ini dia merasa beruntung karena memiliki kakak sebaiik Li Jancent. “Ada kau bersamaku, bayiku pasti akan selalu bahagia!” “Kita akan tetap periksa ke dokte ya!” imbuh Li Jancent. “Sudah ada kau, kenapa harus ke dokter lain!” imbuh Mayleen dengan nada sedikit bercanda. “Aku bukan dokter kandungan!” imbuh Li Jancent sembari mencubit hidung adiknya itu. Untuk beberapa saat Li Jancent mengharuskan Mayleen untuk lebih banyak beristirahat. Bahkan dia tidak diijinkan untuk menemani dirinya ketika merawat Fang-Fang. Dan ketika akan dilakukan pemeriksaan Kesehatan secara keseluruhan. “Apakah nanti Mayleen akan ikut?” tanya Fang-Fang yang dalam beberapa hari ini tidak melihat Mayleen datang ke kamarnya. “Iya, dia
“Wah dia tidak benar-benar mengejarku!” pikir aneh Mayleen yang sangat mengenal temperament suaminya itu. Seharusnya pada saat ini, pria itu sudah menariknya untuk pulang. Di rumah sakit, Li Jancent masih menunggu hasil pemeriksaan Kesehatan Fang Fang. Setelah menunggu sampai sore, akhinya Alan salah satu kolega lamanya masuk ke ruangan VIP. Menjelaskan hasil tes pasien kawan lamanya itu. “Bagus, sangat bagus. Dia sudah siap untuk operasi. Semua berjalan dengan normal!” ujar Alan. Terlihat raut senang di wajah Fang Fang lalu dia pun melontarkan pertanyaan yang lugu, “Apakah nanti aku bisa berlari!” Li jancent pun mengeluarkan senyuman tertampannya dan berkata, “Tentu saja bisa, tapi aku tidak menyarankan jika kau mau jadi atlet lari, itu tidak boleh ya!” Fang Fang pun tertawa mendengar jawaban dari dokter pribadinya itu. Li jancent menoleh kepada Alan, “Aku membutuhkan bantuamu apakah bisa?” “Tentu saja!” jawab Alan sambil menepuk-
“Ambulan! Panggil ambulan!” teriak Fang Fang sembari mendekat kepada Mayleen.“Kau kenapa!” imbuh panik Fang Fang sembari memeluk Mayleen.Pada saat ini, di Kediaman Fang. Ketika Li jancent mendengar keadaan Mayleen dia pun langsung berlari dengan kencang, hati dan otaknya sepertinya baru saja pergi meninggalkan tubuhnya. Rasa ketakutan yang sama, takut kehilangan seperti dulu kala terasa kembali masuk ke dalam hati.Dia bahkan tidak memperdulikan kemungkinan dia bertemu dengan William. Yang ada di hati dan di kepalanya hanyalah tentang Mayleen. Suara Sepatu Li jancent ketika berlari di koridor begitu terdengar jelas. Dia berlari dengan cepat sampai-sampai tidak memperhatikan keadaan sekitarnya.“Bugh!” Li Jancent baru saja menabrak seseorang.Dia dan pria yang ditabrak itu pun sama sama jatuh ke lantai. Dengan cepat Li Jancent bangun dan mengulurkan tangannya kepada pria yang baru saja dia tabrak. “Tuan, maafkan aku!”Gerakan tangannya langsung terhenti ketika dia melihat pria yang b
“Tentu saja kau dengan Dokter jeniusmu!” imbuh Kakek Fang.Fang Fang memperhatikan ekspresi wajah Li jancent lalu bertanya, “Apakah itu betul?”Kakek Fang berdehem, Li Jancent pun segera menganggukan kepalanya. Fang Fang bertanya lagi, “Apa Kakek memaksamu untuk menikah denganku?”Li jancent melihat kepada Kakek Fang yang sedang menatapnya dengan tatapan tegas sampai membuatnya berdehem dan terbatuk sedikit. “Tidak ada yang memaksa dan tidak ada yang dipaksa!”Terlihat jejak samar senyuman di wajah Fang Fang. “Nah sudah dengar sendiri bukan? Sekarang ayo ikut kakek untuk pulang!” ajak Kakek Fang kepada cucunya itu.Setelah kakek dan cucu itu pergi, Li jancent pun menarik kursi dan mendekat ke sisi ranjang Mayleen. Dia pun merebahkan kepalanya di dekat adiknya itu dan menarik tangan Mayleen lalu meletakan di kepalanya seraya berkata, “Aku akan menikah!”Di lobi Rumah sakit, Reina dengan manis langsung menggandeng tangan William. “Kontraknya berhasil ditanda tangani, apa kau tidak ingin
“Wah mulut anak ini manis sekali!” pikir William seraya mengusap puncak kepala Oliver lalu berkata lagi, “Aku kasih tahu ya, kau tidak boleh sembarang meminta pria yang kau temui untuk menjadi Papa-mu.Bukankah nanti itu bisa membuat Papa dan Mama-mu marah jika mereka mendengar apa yang kau pinta tadi!”“Tidak akan, Karena sudah tidak ada Papa!” jawab Oliver dengan nada sedikit tercekat.William menelan Salivanya, entah mengapa tenggorongkannya terasa ikut tercekat. Hatinya tersentuh ketika Oliver berkata seperti itu. Pada saat ini ponsel William berdering, nama Reina tertera di ponselnya.William berdiri dan berkata kepada Robert, “Urus barang-barang kita dulu!” lalu dia membalikan badannya untuk menerima panggilan ponsel dari Reina.Pada saat ini, Xu’er melihat Oliver. Dia pun segera berlari ke arah bocah itu, sementara William masih sibuk dengan sambungan di ponselnya. Dengan cepat Xu’er langsung menggendong Oliver sambil bergumam, “Apa kau mau membuat Mama dan Ibu baptis mu ini t
“Tidak ada!” imbuh Xu’er sembari menerabas masuk ke dalam toilet pria.Seorang wanita cantik tiba-tiba masuk ke dalam, sontak saja para pria yang ada di dalam sana langsung tersentak. “Hei! Apa kau tidak salah masuk?” ujar dari salah satu pria yang ada di dalam.“Benaran tidak ada di sini!” imbuh Xu’er bertambah cemas.Mayleen baru saja masuk ke toilet pria. Tapi, langsung saja ditarik keluar oleh Xu’er. “Oliver tidak ada di dalam!”“Tidak di dalam, lalu pergi ke mana?” tanya Mayleen dengan tercekat.“Oh ya ampun anak itu, benar-benar ingin melepaskan jantungku dari tempatnya!” imbuh Mayleen mulai menangis.“Tenang, kita tidak boleh panik!” imbuh Xu’er sambil memikirkan sebuah cara, lalu berkata lagi. “CCTV…CCTV!”Mereka pun langsung pergi ke bagian keamanan. Melihat Mayleen yang menangis sampai hidung dan matanya memerah. Kepala keamanan hotel pun pada akhinya memperbolehkan mereka untuk melihat rekaman CCTV. “Seorang anak kecil baru saja dilarikan ke Rumah sakit. Tapi, aku tidak ya
Di kediaman Fang, terlihat semua sudah dipersiapkan dengan rapih untuk menyambut kedatangan Oliver. Menikah selama empat tahun, tidak kunjung hamil, membuat Fang Fang sangat menyayangi keponakannya itu.“Bibi..!” teriak Oliver yang baru saja tiba.Fang Fang yang sedang menata meja makan, langsung saja meletakan sendok dan garpu yang sedang dia pegang. Berlari kecil memenuhi panggilan kesayangannya. Dia pun bersimpuh untuki menangkap tubuh kecil Oliver.“Bibi, aku rindu sekali!” mulut manis Oliver sedang mencari perlindungan agar Pamannya tidak marah lagi kepada dirinya.Fang Fang langsung saja berdiri dan menatap suaminya. Li Jancent mengusap tengkuk lehernya. “Dia tidak mengira jika Oliver pandai sekali mengadu dalam hening!”“Tidak boleh ada yang memarahi kesayanganku!” imbuh Fang Fang.“Haiya, ayo kita makan, Aku sangat lapar!” imbuh Li jancent sembari mengajak mereka ke ruang makan.Mayleen langsung memeluk Fang Fang. “Bagaimana kesehatanmu akhir-akhir ini?”“Semakin sehat!” jawab
Hati William bedesir indah ketika membaca pesan dari Mayleen, tangannya sedikit gemetaran ketika ingin mengetik balasan pesan dan pada akhirnya hanya mengetuk dua huruf saja, ‘ok’ Merasa terlalu singkat, ingin mengirim pesan yang lain. Tapi urung, karena William merasa terlalu canggung, tina-tiba saja hatinya menjadi serba salah. Duduk tak tenang, berdiri pun tak tenang. Pada akhirnya dia menyudahi pertemuan bisnisnya dan pergi dari sana. Robert membukakan pintu mobil, “Berikan kunci mobilnya!” pinta William kepada asistennya itu. Mobil pun melaju, Pada saat ini hati William merasa menjadi aneh, merasa bimbang tak terkira. Bahkan dia melaju tanpa arah. Sesaat hatinya terasa senang, sesaat lagi terasa bimbang. Hatinya tergetar merasakan sebuah rindu yang terasa tidak pernah usai. Tapi, tak paham sedang merindu siapa. Menyetir tanpa tujuan, pada akhirnya dia pergi ke Pantai, menepikan mobilnya. Bergeming sesaat lalu dia menanggalkan sepatunya, dan mulai berjalan di pasir putih de
Li Jancent berjalan perlahan keluar dari markas geng Bamboo, merasa seolah beban berat yang selama ini menghimpitnya mulai terangkat. Udara malam terasa lebih segar, dan untuk pertama kalinya, dia bisa merasakan harapan untuk masa depan yang berbeda. Namun, di balik rasa lega itu, ada juga kekhawatiran yang terus menghantui pikirannya.Apakah dia benar-benar bisa melepaskan dirinya dari kehidupan kelam yang selama ini ia jalani? Dan lebih dari itu, apakah ia bisa membangun hubungan yang tulus dengan Niu Nuan, wanita yang ia jaga lebih karena janji daripada cinta?Keesokan harinya, suasana di rumah sakit terasa tegang namun penuh harapan. Li Jancent duduk di ruang tunggu, memandang jam di dinding yang seolah bergerak begitu lambat. Operasi transplantasi kornea Niu Nuan sedang berlangsung, dan meski ia berusaha tetap tenang, kegelisahannya tak bisa disembunyikan. Pikirannya melayang ke masa depan, membayangkan saat Niu Nuan membuka matanya dan bisa melihat dunia dengan jelas, bisa melih
Hari Ini Li Jancent berdiri di sudut kamar rumah sakit, memandang Niu Nuan yang duduk di ranjang dengan raut wajah sedikit gugup. Hubungan mereka masih terasa canggung meski ia selalu berusaha memperlakukannya dengan baik. Dia tahu bahwa perasaannya pada Niu Nuan bukanlah cinta, melainkan sebuah bentuk tanggung jawab dan janji yang pernah ia buat pada Fang Fang—wanita yang baru saja wafat, yang dulu adalah bagian penting dalam hidupnya.Li Jancent berdiri dengan tatapan kosong. Ia tersenyum kecil, meski terlihat ada keraguan di matanya. Namun, dia berusaha menenangkan Niu Nuan.” Aku tahu, ini pasti berat untukmu," katanya lembut.Niu Nuan mengangguk pelan, mencoba memberikan senyum yang tulus meskipun sulit. Li jancent pun berkata lagi "Kau tidak perlu sungkan. Aku di sini karena aku ingin memastikan semuanya berjalan dengan baik untukmu."Suasana di antara mereka kembali hening. Niu Nuan tahu bahwa Li Jancent selalu ada di sampingnya, namun ia juga merasakan jarak yang tidak kasat ma
Berita tentang tertangkapnya Anton menyebar dengan cepat kepada William dan Li Jancent Meskipun mereka semua merasa lega, ada perasaan yang lebih mendalam di hati mereka akhirnya, setelah semua ketegangan dan ancaman yang mereka hadapi, mereka bisa merasa sedikit amanWilliam menatap Li Jancent, matanya berbinar. “Jadi… kita benar-benar bebas sekarang?” imbuhnya sembari berdiri di balkon rumah sakit. Mereka berbicara santai tapi serius.Li Jancent mengangguk sambil tersenyum kecil. “Ya, dia tidak akan kembali lagi. Anton sudah di tangan orang yang tepat, dan dia tidak akan punya kekuatan untuk melawan balik.” Li menghela napas panjang. Seolah-olah beban yang selama ini menekan dirinya perlahan mulai menghilang.Li jancent yang sedang berdiri di sebelah William juga tampak lega, tetapi ada sedikit kecemasan di wajahnya. "Meskipun Anton sudah tertangkap, apakah kita benar-benar aman? Maksudku, dunia ini selalu penuh dengan bahaya yang tak terduga."William menghela napas, menenangkan d
Li Jancent berdiri di koridor rumah sakit, matanya tertuju ke arah ruangan tempat Mayleen berada. Di dalam, William tampak gelisah, berdiri di samping ranjang istrinya yang masih terlihat lemas. Li Jancent tidak pernah melihat adik iparnya begitu panik, begitu cemas. Biasanya William adalah orang yang tenang, selalu penuh perhitungan. Tapi malam ini, semuanya berubah. Tak lama kemudian, william menemui dokter yang baru saja masuk ke ruangan dengan wajah tenang namun penuh arti. "Tuan Gu, kami telah mendapatkan hasil tes Mayleen." William segera menghampiri, wajahnya penuh kekhawatiran. "Apa yang terjadi, Dok? Ada apa dengan istriku?" Dokter itu tersenyum kecil. "Sebenarnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nyonya Gu baik-baik saja, hanya sedikit kelelahan dan... ada kabar baik." William mengerutkan kening, mencoba mencerna kata-kata dokter. "Kabar baik? "Ya," jawab dokter sambil melirik berkas di tangannya. "Selamat, Tuan Gu. Istri Anda hamil." Seketika, seluruh dunia William
"Apa sekarang kita harus mundur?" tanya Bear, nadanya tegas tapi menyiratkan rasa takut yang mulai menghantui dirinya. William menatap Li Jancent yang masih memandang Anton dan sosok misterius di sebelahnya. Di matanta, ada kebimbangan yang jelas. “Tidak,” jawab Li dengan dingin, tanpa mengalihkan pandangannya. "Kita tidak bisa mundur sekarang. Jika kita biarkan mereka pergi kali ini, tidak ada yang tahu kapan mereka akan menyerang lagi," imbuh Li Jancent lagi "Tapi kita kehabisan waktu!" William membalas, matanya berkeliaran ke arah ledakan yang masih membara di belakang mereka. Setidaknya mereka merasa lega karena Mayleen dan Niu Nuan sudah aman berada dibawah perlindungan asisten He. Sementara itu, perdebatan pun berlanjut kembali. “Jangan bodoh,” potong Bear, mendekatkan diri ke Li jancent. "Ini bunuh diri! Kita bahkan tidak tahu siapa orang itu. Dia bisa saja lebih berbahaya dari Anton," imbuh Bear berapi-api. Li Jancent hanya mengeraskan rahangnya, berusaha menyusun rencan
“Kita diserang dari dua sisi!” seru William, suaranya terdengar tenang meskipun situasi semakin mencekam.Mayleen menggenggam erat tangan Niu Nuan yang masih pingsan di sebelahnya, sementara Bear dan anggota tim lain bersiap menghadapi serbuan dari musuh yang sudah mulai mendekat.Jendela-jendela van bergetar oleh desingan peluru yang diarahkan ke mobil mereka, untung saja kaca jendela dan bagian mobil lainnya dibuat anti peluru, meski begitu tetap saja menciptakan suasana semakin tak terkendali.“Kita harus keluar dari sini, atau kita akan jadi daging panggang!” teriak Bear sambil mengokang senapan otomatisnya.“Kita tidak bisa melawan mereka di sini,” kata Li Jancent, tatapannya tajam ke arah William. “Apakah ada jalan keluar lain?”William menggertakkan giginya. “Tidak ada yang mudah. Mereka sudah mengepung kita.”Suara desingan itu semakin intens, membuat mereka semua berjongkok dan berlindung. Lalu, dengan cepat dan tak terduga, Li Jancent meraih benda yang sama yang dipakai oleh
Ketika asap mulai mereda, siluet besar seorang pria muncul dari pintu darurat yang sudah terjatuh ke lantai. Li Jancent menyipitkan mata, mencoba melihat lebih jelas. “Siapa itu?” gumamnya, tangan masih menggenggam erat pistol yang baru saja dia rebut dari salah satu penjaga.Pria itu melangkah keluar dari asap, wajahnya penuh dengan tekad. Itu adalah salah satu orang William, seorang pria yang dikenal dengan panggilan "Bear." Nama itu bukan tanpa alasan—tubuhnya besar dan kekar seperti seekor beruang, dan di tangannya dia membawa sebuah senapan otomatis.“William, kalian semua baik-baik saja?” teriak Bear sambil berlari mendekat.“Bear!” seru William, senyum lega melintas di wajahnya. “Kau datang tepat waktu.”Bear menatap Li Jancent, Mayleen, dan Niu Nuan yang masih tak sadar dalam gendongan. “Kelihatannya kalian butuh sedikit bantuan.”Anton, yang sebelumnya teralihkan, kini menegakkan tubuhnya kembali, senyum dingin muncul di wajahnya. “Jadi, kalian berpikir bantuan kecil ini bisa
Namun, sebelum Anton bisa mengambil langkah lain, suara keras dari arah pintu masuk membuat semua orang menoleh. Sekelompok pria dengan pakaian seragam taktis lengkap menyerbu masuk, bergerak dengan cepat dan terlatih. Dalam hitungan detik, mereka telah melumpuhkan para penjaga Anton dan mengepung pria itu. “Menyerahlah!” teriak salah satu dari mereka, yang ternyata adalah asisten He. Tim ini adalah bantuan yang sudah dipanggil William sebelumnya. Anton menoleh dengan tatapan marah, tetapi dia tidak punya pilihan lain. Dengan perlahan, dia mengangkat tangannya, menatap dingin ke arah Li Jancent dan kawan-kawannya. "Kalian pikir ini sudah berakhir? Ini baru permulaan." “Diam kau!” seru salah satu anggota tim William sambil memaksa Anton berlutut, lalu memborgol tangannya. Sementara itu, William yang tampak lega dengan kedatangan asisten He, mendekat ke Li Jancent. “Orang-orangku sudah di sini,” ujar William sambil menepuk bahu Li Jancent. “Tapi kita belum selesai. Niu Nuan...
Li Jancent merasakan keringat dingin merembes di tengkuknya saat sekelompok preman itu memenuhi ruangan. Jian berdiri tegar di sampingnya, sorot matanya tajam, tetapi Li Jancent tahu pria itu tidak menyangka situasi ini akan berubah secepat itu.Mayleen tampak panik, matanya melirik ke arah William yang sedang menggenggam erat tangannya. Waktu terasa melambat, dan keheningan menyergap ruangan dalam ketegangan. Pria yang memimpin kelompok itu mendekat, senyum lebar masih menghiasi wajahnya, seolah-olah dia sudah mengantisipasi setiap langkah yang diambil Li Jancent dan kawan-kawannya.Pria itu adalah sosok yang belum mereka pernah lihat di balik layar, seorang pengatur yang kini muncul di depan mereka. “Selamat datang,” pria itu berbicara dengan nada licin. “Kalian datang jauh-jauh untuk menyelesaikan misteri ini, bukan?”Li Jancent merasakan darahnya mendidih, tetapi dia berusaha tetap tenang. “Siapa kau? Apa maumu?”tanyanya, meskipun jauh di dalam hati, dia sudah memiliki dugaan yan