Hana mengulang nama Dans dengan penuh penekanan.“Kenapa Kamu memintanya? Kamu menyukainya? Nggak mungkin! Apa yang terjadi selama ia ikut bersamamu?” cerocos Zan kesal.Zan meletakan sendok di tangannya dengan kasar. Sendok itu berdenting ketika mengenai pinggiran piring.“Aku mengkhawatirkannya,” balas Hana singkat.“Khawatir?” Zan tak percaya. “Dia adalah salah satu dari orangku. Kamu juga nggak tahu siapa sebenarnya Dans. Bagaimana mungkin Kamu bisa mengkhawatirkannya? Kamu hanya mengenalnya selama beberapa saat.”Alih-alih segera menjawa kekesalan Zan, gadis itu justru mengernyit. “Kamu nggak membuatnya dalam kondisi setengah mati, bukan?”“Ah ....” Zan mendesah lelah.“Sudah?” sahut Hana cepat ketika membaca raut wajah Zan. “Kamu hanya mencurigainya sebagai pengkhianat, dan dengan itu Kamu membuatnya dalam kondisi setengah mati?”Hana menatap tajam. “Atau memang dia sudah mati?”Zan menghela napas dalam. “Dia orangku, apa pun yang kubuat dengannya, itu nggak ada hubungannya deng
“Eh?!” Hana pura-pura terkejut. Tanpa melepas tangannya dari menggenggam tangan Zan, ia menoleh ke arah Melanie. “Ada yang salah?”“Hentikan kekurangajaranmu, Brengsek!” umpat Melanie dengan wajah membesi.Hana menyipitkan kedua mata, raut wajahnya membentuk ekspresi heran. “Kurang ajar? Yang mana? Ini?” Ia sedikit mengangkat tangan Zan.Melanie menggemeretakan gigi.Tapi, Hana justru berpaling ke arah Zan. “Zan, apa menurutmu ini kurang ajar?” Pun ia sama sekali nggak melepaskan genggaman tangannya.“A- em- tidak. Tentu saja tidak,” balas Zan dengan sedikit tergagap.“Ah ... syukurlah.” Lalu, Hana berpaling ke arah Melanie dan tersenyum. “Kamu dengar itu, bukan? Aku nggak kurang ajar.”“Tapi ....” Hana sedikit menelengkan kepalanya ketika menelisik wajah marah Melanie. “Jika makan malam ini terlalu mengganggu matamu, aku akan mengakhirinya.”Hana beranjak, tapi tanpa melepaskan tangan Zan. Gadis itu berjalan ke arah Zan dan berhenti di antara kursi Zan dan Melanie.Lalu, ia mendekatk
Hana tersenyum penuh arti ketika berjalan meninggalkan Zan dan Melanie.Ia berhenti di satu sudut restoran itu dan berbalik memperhatikan sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang bersitegang karena ulahnya.Gadis itu menekan earpiece berbentuk bintang berkilau yang ada di telinganya. “Misi selesai.”Seketika suara tertawa riang Xenon terdengar. “Wuu! Keren banget! Aku nggak bisa membayangkan jika aku menjadi pemilik Teta Tech itu.”“Kenapa?” Hana terus melayangkan pandangannya ke arah meja yang baru saja ia tinggalkan.“Apa rasanya ketika gadis yang kita sukai tiba-tiba menggenggam tangan kita dan mengatakan bahwa ia menyukai kita?” jelas Xenon riang.Hana mengernyit. “Tapi ... benarkah Ducan yang itu menyukaiku?” Ia ragu.“Hm, aku laki-laki, dari caranya menatapmu saja sudah ketahuan jika dia ada hati untukmu,” balas Xenon tanpa ragu.“Begitu?” Tapi, keraguan di hati gadis itu tak terkikis. “Ah, Xenon, kita harus pikirkan apa yang lebih penting.”“Siap!” balas Xenon cepat.“Aku a
“Eh! Tunggu!” Dengan cepat Max mengambil telepon genggamnya. “Apa milikku juga kembali?”“Jangan mimpi!” sahut Zan cepat.Dan Max kecewa ketika ucapan Zan itu terbukti. Hasil pengecekan di layar telepon genggam itu masih belum menunjukan perubahan.“Jadi, ini kejanggalan itu. Hanya aset milik Melanie yang kembali seperti semula. Dan hanya dia yang kembali bisa beraktivitas seperti sebelumnya,” ungkap Max kesal.“Bukan hanya itu,” timpal Zan dengan cepat. Lalu, ia diam sejenak. “Sambungkan dengan manajer Melanie!”Dengan cepat Max melakukan perintah Zan. Lalu, ia meletakan telepon genggamnya di atas meja setelah menekan tombol speaker-nya.“Halo.” Suara seorang laki-laki terdengar.“Zan ingin bicara.” Max membuka percakapan.“Bagaimana akhirnya Kamu bisa menjemput Melanie dan membuatnya kembali di karir keartisannya?” tanya Zan tergesa.“Gosip-gosip yang membicarakan keterlibatannya dengan bisnis papanya mereda. Tak lama dari itu, semua miliknya kembali bisa diakses. Dan aku juga menda
“Ah ....” Hana mengeliat.Lalu, ia mengambil remote control di atas nakas dan menekan satu tombolnya. Tirai jendela besar di salah satu dinding kamar itu bergerak pelan.Sinar matahari yang seketika membanjiri ruangan membuat kamar hotel mewah itu terang benderang. Ujung sinar matahari itu pelan-pelan menghangatkan permukaan ranjang empuk itu.“Ternyata sudah siang.” Gadis itu kembali teringat bagaimana semalam ia susah tidur karena memikirkan apa yang telah ia lakukan untuk Zan pada makan malam itu. Juga, perlakuan-perlakuan lembut Zan yang selama ini diterimanya.Ia menatap langit-langit dan kemudian mengembuskan napas panjang. “Beginilah perempuan, bisa jatuh cinta ketika jauh,” gumamnya lirih.Lalu, ia berjalan ke kamar mandi untuk melakukan rutinitas setelah bangun tidur dan beberapa saat kemudian ia keluar dari kamar menuju Aphrodite Restaurant. Ia membawa sebuah kamera.Hana mengecek earpiece berbentuk bintang di telinganya dan menutup benda kecil itu dengan topi baret yang dim
“Kalau ini memang hari terakhirku, aku rela. Yang penting rencanaku berhasil,” ucap Hana dalam hati.Detik itu juga kenangan ketika ia masih kecil terbayang.Hana ingat satu momen di mana ia begitu bahagia ketika ayahnya menjemputnya di sekolah ketika itu. “Mungkin ayah akan menyambutku seperti itu ketika aku mati nanti dan juga Hans,” ucapnya dalam hati.“Tunggu!”Tiba-tiba suara perempuan terdengar.Hana tersenyum di tengah kesakitannya ketika mengenali siapa yang datang untuk menahan eksekusi terhadap dirinya.“Sret!”Gadis itu mendengar bilau pisau di ujung sepatu itu bergerak. Ia mengira bahwa bilah pisau itu kembali dimasukan ke tempatnya. Tapi-“Buk!”“Agh!”Hana mengerang ketika setelah itu sebuah tendangan keras menghantam ulu hatinya.Tubuhnya bergeser beberapa inci ke belakang karena tendangan itu.Rasa sakit itu membuat Hana makin lemah.Lalu, ia mendengar suara ketukan sepatu bertumit tinggi yang mengetuk-ngetuk lantai, suara itu sedikit menimbulkan gema di ruangan yang l
Teriakan Max membuat Zan sadar atas kelengahannya. Tapi, di posisinya ia nggak bisa berbuat banyak.Pandangan matanya yang sedang terfokus ke arah Hana dan tangannya yang hendak meraih gadis itu membuat gerakannya terbatas dalam waktu yang sangat genting itu.Tapi, mendadak ia melihat gelang yang ada di tangan Hana.Dengan cepat Zan mengambil tangan Hana, di detik yang sama ia menyambar tangan Zara. Lalu, ia melekatkan gelang di tangan gadis itu dengan punggung tangan Zara.Dan-“Aaa.”“Ting!”Zara menjerit kesakitan ketika mendadak merasa aliran listri membanjiri tubuhnya. Dan pisau di tangannya terjatuh, benda tajam itu berdenting ketika menabrak lantai.“Zara!” Kini giliran Melanie yang berteriak ketika melihat tubuh Zara kesakitan. “Zan, hentikan!”Tapi, Zan tak menghiraukan itu.Beberapa langkah masuk ke ruangan itu dengan langkah-langkah tergesa.“Bos.” Seorang di antaranya berhenti di dekat Zan.“Bawa keduanya ke The Bodyguard!” perintah Zan seraya menjauhkan tangan Hana dari t
“Buka!” pinta Max terburu.Zan segera membuka telepon genggam dimana banyak notifikasi menyembul di bagian atas layar.Ujung jari Zan menyentuh salah satu dari notifikasi-notifikasi itu. Dan sebuah berita di internet yang pengunjungnya sedang meledak terpampang di layar.“Artis cantik Melanie Ann Van Deen telah menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi seorang gadis.”“Upaya pembunuhan di The Ancient Athena Hotel terungkap.”Zan membaca judul-judul serupa dengan panik. Lalu, ia menggulung layar dan membaca komentar-komentar dari netizen.“Kita nggak bisa membiarkan uang berada di atas hukum! Pihak berwajib harus segera menindak ini!”“Nggak bisa dong mentang-mantang kaya!”“Salah gadis ini apa? Kenapa ia harus dibunuh?”“Kecemburuan bisa menjadi sebab orang ingin membunuh.”“Untung saja pembunuh bayaran dan dalangnya tertangkap-”“Ha?!” Zan berhenti membaca. Ia kembali menggulung layar untuk mencari sumber dari komentar terakhir yang ia baca.Dan menemukan satu video yang disematkan d