Zan berjalan mendahului Max dan berhenti di samping Leo. “Biar aku saja yang membawa mamamu.” Lalu, ia mengambil alih kursi roda itu.Leo menyerahkannya dan berjalan di belakang Zan.Mereka memasuki area pemakaman, sedangkan orang-orang The Bodyguard yang keluar dari mobil-mobil yang lain terlihat berjaga-jaga di sana.Seorang penjaga makam menyambut keempat orang yang baru masuk ke area pemakaman itu. Laki-laki kurus itu menuntun keempat itu ke sebuah nisan yang berada di sudut pemakaman.Zan menahan sesak di dada ketika melihat nama Theo di nisan itu.“Bisakah kita menambahkan nama Ducan di nisan itu?” Max merasakan hal yang sama.“Terima kasih, Max,” ucap mama Leo lirih.Leo duduk bersila di depan Nisan. Ia menunduk sedih.Melihat itu, Zan merasa seperti terlempar pada masa ketika ia kecil waktu itu. Ingatannya tak lagi bisa dibendung untuk nggak menampilkan satu momen yang sebenarnya sama sekali nggak ingin ia ingat.“Melanie!” Zan yang sedang bermain dengan gadis kecil itu menang
Zan dan sepasang laki-laki dan perempuan itu melihat Theo yang berlari menuju sepeda motor roda tiganya. Ia melepas bak besi di samping sepeda motor dan melarikan sepeda motor itu ke arah lain.Dan tiba-tiba-“Dor!”“Dor!”“Aa!” seru wanita yang duduk di samping Zan tertahan. “Theo!” serunya lirih.“Theo sangat cerdik, aku yakin ia akan berhasil lolos dari kejaran orang-orang itu.” Laki-laki yang duduk di samping kemudia berusaha menenangkan wanita itu.Mereka diam sampai ketika suara-suara bising itu menjauh, laki-laki yang berada di belakang kemudi itu memacu mobil itu ke arah lain.Dalam waktu dekat, mobil yang membawa Zan sudah berada jauh dari lokasi.“Kalian bisa bernapas sekarang!” celetuk laki-laki yang berada di belakang kemudi.“Ah ....” Wanita yang berada di samping Zan menghela napas lega. Lalu, ia memeluk Zan. “Theo pasti sudah mengatakan nama kami. Aku Alicia Porter dan itu suamiku Ryan Porter. Kita akan hidup di tempat yang jauh dari jangkauan mereka Zan.”Zan mendongak
Zan memukul meja dengan pelan.Dengan apa yang sudah ia perkirakan itu, ia hanya bisa menghela napas dalam.“Ck ... ck,” decak Max seraya menggeleng-nggelengkan kepala.Zan setelah beberapa saat diam. “Tampilkan rekaman kecelakaan di persimpangan Hotel Majestic dalam satu layar!”Layar terbagi menjadi dua. Layar pertama berhenti pada saat laki-laki muda keluar dari mobil di halaman Blue Mansion.Kemudian, layar kedua menampilkan kecelakaan yang dialami mobil yang membawa Hana dan ayahnya.“Perbesar!” seru Zan dengan cepat ketika layar menampilkan dua orang yang keluar dari bangku kemudi mobil yang terbalik itu.Dari dua orang itu, dia mengenali Dans, tapi seorang yang baru keluar dari kursi kemudi itu-“Hentikan!” perintah Zan cepat.Layar berhenti ketika laki-laki yang keluar dari kursi kemudi itu berjalan ke sisi lain mobil.Kedua layar yang terbagi dua itu berhenti dengan menampilkan sesosok laki-laki yang serupa.“Ah ... kenapa aku bisa melewatkan ini?” sesal Zan lirih.“Wah! Itu
Hari-hari berlalu.Hana yang menjadi pasien di bangsal VVIP Teta hospital diperbolehkan pulang.“Aku senang bertemu denganmu, Hana. Tapi, aku nggak berharap ketemu lagi di bangsal ini.” Dokter Ann mengakhiri pengecekan medisnya.“Ya, semoga kita bisa bertemu di tempat yang lebih baik.” Hana mengambil tas kertas besar yang baru saja diterimanya.Dokter Ann keluar dari kamar dan membawa tas kertas besar yang berisi pakaian ganti itu ke kamar mandi.Dan ketika ia keluar dari kamar mandi. Ia melihat Neo yang baru saja masuk dengan raut wajah heran. “Wah! Aku nggak nyangka jika akan cepat dizinkan masuk seperti ini oleh para penjaga di pintu itu.”“Oh ya?” Hana memandang dua orang Zan yang terlihat di ambang pintu.“Ketika itu, aku benar-benar diusir dari bangsal ini oleh Zan Ducan.” Neo sekilas kembali menoleh ke arah pintu. Lalu, ia duduk di kursi tanpa sandaran.Hana menyusulnya dan duduk bersila di ranjang pasien.Neo menatap Hana lekat. “Aku harap ini mejadi kali terakhir mengizinkanm
Hana melirik layar kecil di gelangnya. Wajahnya terlihat panik ketika penanda itu menginformasikan bahwa orang yang menjadi back-up online-nya itu positif berada di gedung itu.Gadis itu memanfaatkan posisi Zan yang berdiri selangkah di depannya. Ia memiringkan bagian depan gelang itu ke arah Neo.Laki-laki paro baya yang mengenali wajah panik Hana melihat layar itu. Ia melihat sebuah titik merah sebagai posisi Hana yang bergerak mendekati satu titik hitam yang akhirnya dia kenali sebagai-“Xe-non?!!” Neo mengeja tanpa suara.Dan ketika mengisyaratkan jawaban positif dengan kedipan mata, wajah laki-laki berkaca mata itu pun berubah panik.Ia mengembuskan napas panjang untuk menenangkan diri mengingat dalam lift itu ada Zan Ducan dan dua orang bodyguard-nya.Mendengar itu, Zan menoleh ke belakang. “Ada masalah?”“Em, anu.” Neo menggeleng pelan. “Em, saya hanya nggak mengerti alasan sebenarnya kenapa saya harus berada di hotel ini.”Zan kembali menatap lurus ke depan. “Anda selalu mendu
“Bagaimana keberadaan Andro di rumah yang berada di tepi danau itu akhirnya bisa terlacak oleh orang-orang Zan?” Pertanyaan dalam hati Hana itu terekam jelas di wajah Hana.Neo yang berdiri tak jauh dari gadis itu hanya bisa menelan ludah. Detik itu juga, ia yakin bahwa keterlibatannya dengan aksi-aksi Hana sudah terendus oleh orang-orang Zan.Andro berjalan dengan tenang meskipun ia dikawal oleh dua orang berbadan kekar yang lebih besar dari dirinya. Ia hanya tersenyum seraya mengedikan bahunya sedikit.“Mungkin orang biasa seperti aku harus sesekali mengunjungi hotel semewah ini, bukan begitu, Hana?” Andro terlihat santai ketika berhenti tak jauh dari kursi roda Dans.Hana hanya diam seraya menatap lekat. Ia benar-benar merasa tak berdaya.Tapi, Zan tak membiarkan keterkejutan Hana berakhir. Ia kembali memberikan kode kepada orang-orangnya.Dan berikutnya, dua orang pengawal Zan kembali mengiringi seorang laki-laki muda.“Alex?!” seru Hana tertahan begitu mengetahui siapa yang digir
Hana menatap wajah-wajah orang-orang yang mendukungnya dengan panik. Tubuhnya gemetar diiringi dengan keluarnya keringat dingin.Zan yang masih memeluk gadis itu tertawa senang dengan keadaan itu. Ia merasa tekanan dan ancamannya mulai berhasil. Ia hanya berharap bahwa hacker yang mendukung aksi gadis itu tidak tiba-tiba muncul dan merusakan rencananya.“Aku nggak mungkin mengorbankan mereka hanya untuk keselamatanku, tapi ....” Hana bimbang dalam hati.“Hm, kurasa aku sudah cukup memberimu waktu, Hana. Jadi, mari kita lanjutkan menghitung mundur!” seru Zan dengan antusias. “Dua.”Detak jantung Hana makin berdetak nggak normal.“Max, siap!” Zan sengaja memberi aba-aba dengan jelas.“Hana, aku jarang bergerak di lapangan. Tapi, kalau hanya untuk menembak salah satu orang kami ini, aku akan memastikan kalau tembakanku nggak akan meleset.” Max menyeringai licik.Zan terkekeh puas. “Tiga!”“Dor!”“Aku mau!!”“Aaa!” Teriakan Hana bersamaan dengan letusan pistol dan teriak ketakutan Rosa.
Dengan cepat Hana menyentuhkan gelangnya ke punggung tangan Zan. Dan-“Agh!” Zan menjerit ketika kelengahannya itu dimanfaatkan Hana untuk menyerangnya.Serangan itu membuat ia terpaksa melepas tangan gadis itu dan berjongkok untuk menahan kesakitan itu. Ia mengibas-ngibaskan telapak tangannya yang terasa tersetrum aliran listrik itu.Hana menatap sinis. “Nggak ada kata nikah dalam kesepakatan kita! Zan! Jangan cari perkara!”Zan mengembuskan napas panjang ketika pelan-pelan rasa sakitnya memudar. “Kamu lupa, kita masih punya sandera yang masih ada di sini.” Lalu, ia memberikan isyarat kepada orangnya. “Lenyapkan dia!”Hana mengikuti arah pandangan Zan dan melihat Saga masih berdiri di posisinya. Salah seorang laki-laki berbadan kekar itu kembali menodongkan senjatanya ke kepala laki-laki dengan rambut sebahu itu.Ia kembali panik.“Dan ingat, meskipun orang-orang yang membelamu sudah keluar dari ruangan ini, tapi mereka masih berada dalam pantauanku. Nyawa mereka bisa lenyap hanya de
“Zan, para pengunjung adalah orang-orang penting yang juga pemeganga saham Teta Tech Corporation. Apa Kamu nggak khawatir jika mereka menganggap Victory ini salah kelola?” Melanie duduk di sofa tunggal yang ada di samping Zan.Zan diam, sedangkan pendapat itu direspon oleh Max dengan tawa sinis.“Melanie, meskipun Victory terkait dengan Teta Tech, tapi klub ini sepenuhnya ada dalam pengelolaanku. Siapa di antara pengunjung yang berani menghujatku sebagai si salah kelola.” Max menunjukkan telunjukanya dari tangan yang sedang memegang gelas.Melanie mengedikan bahu. “Kalau begitu, bisakah dijelaskan kenapa klub dengan pengelolaan top ini bisa mati lampu.”“Itu karena kesalahan teknis,” sahut Zan dengan cepat.Dan dengan cepat juga Max menoleh ke arah Zan, ia ternganga tak percaya dengan apa yang didengarnya karena ia yakin lampu mati itu berkaitan dengan penggerudukan yang dilakukan oleh gadis bernama Hana itu. “Zan!”“Ah ... Max.” Zan sedikit menelengkan kepala seraya menatap penuh art
Kenangan itu membuat mata Hana merebak dan air mata mengalir tanpa bisa ditahan lagi.Ia terisak.“Hana ....” Zan meregangkan pelukannya dan melihat wajah Hana dengan bingung. “Apa yang membuatmu menangis?”Hana menatap mata Zan. Kesedihan menggayut di wajahnya. “Kamu tahu? Bahkan, Henry bukan ayah kandungku.”“Ah, itu kenapa catatan tentang hubungan darah kalian nggak ditemukan oleh orang-orangku,” ucap Zan dalam hati di tengah keterkejutannya.“Tapi, lihat apa yang ayah lakukan untukku!” Hana menangis.Zan memeluk gadis itu.Hana mengusap air matanya. “Setelah menemukanku, ia berusaha mencari orang tuaku. Tapi, karena cinta yang ia berikan, aku meminta ia menghentikan itu dan memilih untuk menjadi anaknya.”Zan mempererat pelukannya.“Dan setelah aku dewasa, ia nggak hanya berjuang untuk membuat aku meraih cita-citaku, tapi juga mengorbankan nyawanya untukku.” Hana kembali menangis.“Meskipun fakta bahwa Kamu bukan anak biologis Henry, tapi sekarang aku paham kenapa Kamu merobohkan
Hana bergeming ketika pintu ruang operasi terbuka.Petugas medis mendorong ranjang yang membawa Zan yang masih belum sadar.Max menyambut Zan dan mengikuti para petugas medis itu ke bangsal rawat yang akan ditempati laki-laki itu.Hana menatap wajah Zan yang masih terlihat seperti sedang tertidur pulas dan bahu yang dibebat perban ketika ranjang itu lewat di depannya.Max berhenti dan menatap Hana yang masih bergeming di tempatnya.Gadis itu sadar dan segera mengikuti para petugas medis yang membawa Zan. Dan ia harus menahan diri untuk mengatakan apa yang ia tahu karena suaminya itu belum sadar.Gadis menunggu di sofa dengan memeluk lututnya. Sedangkan, Max duduk di samping ranjang pasien.Menit berlalu.Zan tersadar.Max menyambutnya dengan senyum. “Apa karena sekarang sudah punya istri jadi satu peluru saja membuatmu terlihat lemah?” Ia tersenyum mengejek.Zan tersenyum. Ia mengedarkan pandangan untuk mencari Hana. Dan ia tersenyum ketika melihat gadis itu sedang duduk seraya menatap
Zan melihat Max yang berusaha mengejar mobil yang kedua daun pintu bagian belakangnya belum itu.“Zara, kita selesaikan urusan kita nanti!” Zan menjatuhkan diri seraya mengambil pistol di lantai. Dan ia menodongkan pistol itu ke arah Zara.Zara yang kembali hendak menerjang mengurungkan niat.“Aku nggak punya waktu untuk main-main.” Zan beranjak dan berjalan dengan tergesa.“Set!”Sebuah pisau melesat ke arah Zan. Pisau itu menyasar punggung laki-laki itu.Dengan cepat Zan menoleh, merunduk dan-“Dor!”Peluru dari pistol Zan menyasar dada Zara.“Agh!”Zara menghindar, tapi peluru itu menembus bahunya.Zan tahu jika luka tembak itu nggak akan menghentikan mantan pembunuh bayaran itu.“Dor!”“Dor!”Zan menembak kedua paha Zara.“Agh!”Mantan kepala The Bodyguard itu ambruk.“Orang kita akan segera mengurusmu Zara.” Dan Zan bergerak ke arah mobil anak buahnya yang semula membawa Hana ke tempat itu.Ia melarikan mobil itu dengan kecepatan penuh.Dan sekian meter dari gedung terbengkelai i
“Dor!”Tembakan dari orang-orang yang menghindar dengan panik itu mengenai kaca depan mobil Zan.Kondisi tanpa pembatas itu justru dimanfaatkan Max untuk menghabisi para penyerang yang berada dalam jangkauan tembaknya.“Dor!”“Dor!”“Agh!”Beberapa penyerang itu roboh di jalan ketika peluru-peluru Max menembus kepala mereka.“Dor!”“Agh! Setan!” Max mengumpat ketika sebuah peluru mengenai bingkai jendela mobil di dekatnya.Dan sisi lain, Zan juga menyasar beberapa penyerang yang berada dalam jangkauan tembaknya.“Dor!”“Agh!”Peluru-peluru Zan tidak terbuang sia-sia. Mangsa-mangsanya bertumbangan di jalan.Dan-“Brak!!”Mobil Zan menabrak sebuah mobil penyerang yang merintangi jalan tanpa ampun. Mobil itu bergeser ke samping jalan.Dan mobil Zan berhasil lolos dari rintangan.“Kejar!” Perintah pengejaran itu terdengar dari arah belakang.Zan mempercepat laju mobilnya.Max menekan earpiece-nya. Lalu, “Orang-orang kita sudah dekat.”“Bagus!” Tapi, kekhawatiran di wajah Zan makin pekat.
“Segera, Mr. Ducan. Dan saya meminta Anda terhubung secara khusus dengan saya dan tim untuk perkembangannya,” balas Neo tegas.Zan menyanggupi itu.Max mengamati ketegangan di wajah Zan. “Apa yang terjadi?”“Zara menghilang bersama dengan hilangnya Hana.” Zan menjelaskan itu seraya berjalan keluar ruangan. Langkahnya tergesa menuju lift.Max mengejarnya. “Aku agak bingung. Zara bukan jenis orang yang memiliki dendam pribadi.”“Tapi, dia jenis orang yang akan menjalankan apa yang diperintahkan oleh penyuruhnya dengan sempurna,” timpal Zan cepat.Lift bergerak pelan ke lantai dasar.Zan berharap lift itu bisa lebih cepat bergerak.Lalu, keduanya masuk ke mobil tanpa bicara.Zan memacu mobil itu dengan kecepatan penuh.“Kita akan ke mana?” Max yang berada di samping kemudi menatap Zan yang mengemudi dengan tegang.“The Bodyguard. Aku nggak tahu apa mungkin kita dapat sesuatu di sana. Hanya saja aku nggak tahu harus ke mana kita untuk menemukan titik awal mencari Hana.” Mendung menggelap
Wanita berwajah dingin itu berdiri tepat di hadapan Hana. Ia menatap sinis. “Kali ini kupastikan nggak akan ada lagi yang menolongmu,” sumbarnya dengan penuh keyakinan.Hana mencoba tetap tenang.Tapi-“Hat!” Mendadak tendangan sabit wanita itu menyasar kepala Hana.Dengan cepat Hana mengelak.Wanita itu tak membiarkan serangannya tanpa hasil. Ia terus melancarkan serangan pada titik-titik kritis di tubuh gadis itu.Hana terus berusaha mengelak tanpa bisa membalas serangan bertubi-tubi itu. Ia tak mampu mengimbangi kecepatan serangan maut itu.Gadis itu harus mengakui bahwa perkelahian itu cukup membuatnya ketar-ketir karena ia sama sekali tak memiliki back up seperti perkelahian sebelumnya.Hana terus berusaha bertahan. Tapi, wanita yang memang bukan tandingannya itu menghabiskan energinya dengan cepat. Dan-“Aaa!” Hana menjerit ketika satu tendangan membobol pertahanannya. Tendangan itu membuatnya terlempar beberapa langkah.Gadis itu menahan sakit ketika tubuhnya mendarat di lantai
Hana menahan keterkejutannya. Ia makin mencondongkan badannya ke depan untuk lebih memastikan temuan itu.Tapi, berapa kali pun ia memastikan itu, gadis itu makin yakin kalau pengawal yang sedang membawa mobil mewah itu adalah wanita yang dokter Ann sebut sebagai The Black Poisson.Hana kembali menyandarkan tubuhnya dengan tegang. Ia mulai bertanya-tanya dalam hati apakah pengawal Zan yang duduk di depannya mengetahui fakta itu atau ia juga salah satu dari kaki tangan Si Racun Hitam itu.Alarm tanda bahaya di hati gadis itu menyala.Gadis itu menyentuh layar di gelang pipihnya untuk mengaktifkan alat pelacak. Ia juga mengirim tanda bahaya pada Xenon.Mobil hitam mewah itu menambah kecepatannya hingga dalam waktu sekian menit kendaraan roda empat itu meninggalkan kota.Hana meminta sopir itu untuk membuka jendelanya begitu mobil itu memasuki kota yang berada di tepi pantai itu.Jantung gadis itu berdetak tak karuan seiring dengan angin laut yang menerpa wajahnya.Ia memperhatika bangun
Zan menelisik wajah Hana. Ia menyeringai penuh arti dan segera menarik tangan gadis itu dengan lembut.Tarikan lembut itu membuat gadis itu terpaksa berdiri.Lalu, Zan memeluknya dari belakang dan mendekatkan mulutnya di telinga gadis itu. “Jangan sekali pun berpikir untuk berlari dari pernikahan ini! Orang-orang yang mendukungmu itu jaminannya,” bisik Zan lirih.Seketika mata Hana terbelalak. Ia menoleh ke arah dengan cepat ke arah suami barunya itu. “Bagaimana Kamu tahu?!”“Aku bisa membaca pikiranmu,” seloroh Zan santai.Hana hanya bisa menatapnya dengan heran.Lalu, Zan membawa gadis itu ke arah teman-temanya. “Maaf atas ketidaknyamanan ini. Resepsi akan diadakan di Victory beberapa waktu lagi. Aku harap kalian bisa menghadirinya.”Ia mengangguk hormat.Orang-orang Hana beranjak dan membalas anggukan hormat itu.Zan menyentuh puncak kepala Hana dengan lembut. “Aku akan meninggalkan Kamu bersama dengan teman-temanmu. Ada hal penting yang harus kulakukan.”Lalu, ia mengkode Max. Tan