Hana tersenyum penuh arti ketika berjalan meninggalkan Zan dan Melanie.Ia berhenti di satu sudut restoran itu dan berbalik memperhatikan sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang bersitegang karena ulahnya.Gadis itu menekan earpiece berbentuk bintang berkilau yang ada di telinganya. “Misi selesai.”Seketika suara tertawa riang Xenon terdengar. “Wuu! Keren banget! Aku nggak bisa membayangkan jika aku menjadi pemilik Teta Tech itu.”“Kenapa?” Hana terus melayangkan pandangannya ke arah meja yang baru saja ia tinggalkan.“Apa rasanya ketika gadis yang kita sukai tiba-tiba menggenggam tangan kita dan mengatakan bahwa ia menyukai kita?” jelas Xenon riang.Hana mengernyit. “Tapi ... benarkah Ducan yang itu menyukaiku?” Ia ragu.“Hm, aku laki-laki, dari caranya menatapmu saja sudah ketahuan jika dia ada hati untukmu,” balas Xenon tanpa ragu.“Begitu?” Tapi, keraguan di hati gadis itu tak terkikis. “Ah, Xenon, kita harus pikirkan apa yang lebih penting.”“Siap!” balas Xenon cepat.“Aku a
“Eh! Tunggu!” Dengan cepat Max mengambil telepon genggamnya. “Apa milikku juga kembali?”“Jangan mimpi!” sahut Zan cepat.Dan Max kecewa ketika ucapan Zan itu terbukti. Hasil pengecekan di layar telepon genggam itu masih belum menunjukan perubahan.“Jadi, ini kejanggalan itu. Hanya aset milik Melanie yang kembali seperti semula. Dan hanya dia yang kembali bisa beraktivitas seperti sebelumnya,” ungkap Max kesal.“Bukan hanya itu,” timpal Zan dengan cepat. Lalu, ia diam sejenak. “Sambungkan dengan manajer Melanie!”Dengan cepat Max melakukan perintah Zan. Lalu, ia meletakan telepon genggamnya di atas meja setelah menekan tombol speaker-nya.“Halo.” Suara seorang laki-laki terdengar.“Zan ingin bicara.” Max membuka percakapan.“Bagaimana akhirnya Kamu bisa menjemput Melanie dan membuatnya kembali di karir keartisannya?” tanya Zan tergesa.“Gosip-gosip yang membicarakan keterlibatannya dengan bisnis papanya mereda. Tak lama dari itu, semua miliknya kembali bisa diakses. Dan aku juga menda
“Ah ....” Hana mengeliat.Lalu, ia mengambil remote control di atas nakas dan menekan satu tombolnya. Tirai jendela besar di salah satu dinding kamar itu bergerak pelan.Sinar matahari yang seketika membanjiri ruangan membuat kamar hotel mewah itu terang benderang. Ujung sinar matahari itu pelan-pelan menghangatkan permukaan ranjang empuk itu.“Ternyata sudah siang.” Gadis itu kembali teringat bagaimana semalam ia susah tidur karena memikirkan apa yang telah ia lakukan untuk Zan pada makan malam itu. Juga, perlakuan-perlakuan lembut Zan yang selama ini diterimanya.Ia menatap langit-langit dan kemudian mengembuskan napas panjang. “Beginilah perempuan, bisa jatuh cinta ketika jauh,” gumamnya lirih.Lalu, ia berjalan ke kamar mandi untuk melakukan rutinitas setelah bangun tidur dan beberapa saat kemudian ia keluar dari kamar menuju Aphrodite Restaurant. Ia membawa sebuah kamera.Hana mengecek earpiece berbentuk bintang di telinganya dan menutup benda kecil itu dengan topi baret yang dim
“Kalau ini memang hari terakhirku, aku rela. Yang penting rencanaku berhasil,” ucap Hana dalam hati.Detik itu juga kenangan ketika ia masih kecil terbayang.Hana ingat satu momen di mana ia begitu bahagia ketika ayahnya menjemputnya di sekolah ketika itu. “Mungkin ayah akan menyambutku seperti itu ketika aku mati nanti dan juga Hans,” ucapnya dalam hati.“Tunggu!”Tiba-tiba suara perempuan terdengar.Hana tersenyum di tengah kesakitannya ketika mengenali siapa yang datang untuk menahan eksekusi terhadap dirinya.“Sret!”Gadis itu mendengar bilau pisau di ujung sepatu itu bergerak. Ia mengira bahwa bilah pisau itu kembali dimasukan ke tempatnya. Tapi-“Buk!”“Agh!”Hana mengerang ketika setelah itu sebuah tendangan keras menghantam ulu hatinya.Tubuhnya bergeser beberapa inci ke belakang karena tendangan itu.Rasa sakit itu membuat Hana makin lemah.Lalu, ia mendengar suara ketukan sepatu bertumit tinggi yang mengetuk-ngetuk lantai, suara itu sedikit menimbulkan gema di ruangan yang l
Teriakan Max membuat Zan sadar atas kelengahannya. Tapi, di posisinya ia nggak bisa berbuat banyak.Pandangan matanya yang sedang terfokus ke arah Hana dan tangannya yang hendak meraih gadis itu membuat gerakannya terbatas dalam waktu yang sangat genting itu.Tapi, mendadak ia melihat gelang yang ada di tangan Hana.Dengan cepat Zan mengambil tangan Hana, di detik yang sama ia menyambar tangan Zara. Lalu, ia melekatkan gelang di tangan gadis itu dengan punggung tangan Zara.Dan-“Aaa.”“Ting!”Zara menjerit kesakitan ketika mendadak merasa aliran listri membanjiri tubuhnya. Dan pisau di tangannya terjatuh, benda tajam itu berdenting ketika menabrak lantai.“Zara!” Kini giliran Melanie yang berteriak ketika melihat tubuh Zara kesakitan. “Zan, hentikan!”Tapi, Zan tak menghiraukan itu.Beberapa langkah masuk ke ruangan itu dengan langkah-langkah tergesa.“Bos.” Seorang di antaranya berhenti di dekat Zan.“Bawa keduanya ke The Bodyguard!” perintah Zan seraya menjauhkan tangan Hana dari t
“Buka!” pinta Max terburu.Zan segera membuka telepon genggam dimana banyak notifikasi menyembul di bagian atas layar.Ujung jari Zan menyentuh salah satu dari notifikasi-notifikasi itu. Dan sebuah berita di internet yang pengunjungnya sedang meledak terpampang di layar.“Artis cantik Melanie Ann Van Deen telah menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi seorang gadis.”“Upaya pembunuhan di The Ancient Athena Hotel terungkap.”Zan membaca judul-judul serupa dengan panik. Lalu, ia menggulung layar dan membaca komentar-komentar dari netizen.“Kita nggak bisa membiarkan uang berada di atas hukum! Pihak berwajib harus segera menindak ini!”“Nggak bisa dong mentang-mantang kaya!”“Salah gadis ini apa? Kenapa ia harus dibunuh?”“Kecemburuan bisa menjadi sebab orang ingin membunuh.”“Untung saja pembunuh bayaran dan dalangnya tertangkap-”“Ha?!” Zan berhenti membaca. Ia kembali menggulung layar untuk mencari sumber dari komentar terakhir yang ia baca.Dan menemukan satu video yang disematkan d
Zan berjalan mendahului Max dan berhenti di samping Leo. “Biar aku saja yang membawa mamamu.” Lalu, ia mengambil alih kursi roda itu.Leo menyerahkannya dan berjalan di belakang Zan.Mereka memasuki area pemakaman, sedangkan orang-orang The Bodyguard yang keluar dari mobil-mobil yang lain terlihat berjaga-jaga di sana.Seorang penjaga makam menyambut keempat orang yang baru masuk ke area pemakaman itu. Laki-laki kurus itu menuntun keempat itu ke sebuah nisan yang berada di sudut pemakaman.Zan menahan sesak di dada ketika melihat nama Theo di nisan itu.“Bisakah kita menambahkan nama Ducan di nisan itu?” Max merasakan hal yang sama.“Terima kasih, Max,” ucap mama Leo lirih.Leo duduk bersila di depan Nisan. Ia menunduk sedih.Melihat itu, Zan merasa seperti terlempar pada masa ketika ia kecil waktu itu. Ingatannya tak lagi bisa dibendung untuk nggak menampilkan satu momen yang sebenarnya sama sekali nggak ingin ia ingat.“Melanie!” Zan yang sedang bermain dengan gadis kecil itu menang
Zan dan sepasang laki-laki dan perempuan itu melihat Theo yang berlari menuju sepeda motor roda tiganya. Ia melepas bak besi di samping sepeda motor dan melarikan sepeda motor itu ke arah lain.Dan tiba-tiba-“Dor!”“Dor!”“Aa!” seru wanita yang duduk di samping Zan tertahan. “Theo!” serunya lirih.“Theo sangat cerdik, aku yakin ia akan berhasil lolos dari kejaran orang-orang itu.” Laki-laki yang duduk di samping kemudia berusaha menenangkan wanita itu.Mereka diam sampai ketika suara-suara bising itu menjauh, laki-laki yang berada di belakang kemudi itu memacu mobil itu ke arah lain.Dalam waktu dekat, mobil yang membawa Zan sudah berada jauh dari lokasi.“Kalian bisa bernapas sekarang!” celetuk laki-laki yang berada di belakang kemudi.“Ah ....” Wanita yang berada di samping Zan menghela napas lega. Lalu, ia memeluk Zan. “Theo pasti sudah mengatakan nama kami. Aku Alicia Porter dan itu suamiku Ryan Porter. Kita akan hidup di tempat yang jauh dari jangkauan mereka Zan.”Zan mendongak
“Zan, para pengunjung adalah orang-orang penting yang juga pemeganga saham Teta Tech Corporation. Apa Kamu nggak khawatir jika mereka menganggap Victory ini salah kelola?” Melanie duduk di sofa tunggal yang ada di samping Zan.Zan diam, sedangkan pendapat itu direspon oleh Max dengan tawa sinis.“Melanie, meskipun Victory terkait dengan Teta Tech, tapi klub ini sepenuhnya ada dalam pengelolaanku. Siapa di antara pengunjung yang berani menghujatku sebagai si salah kelola.” Max menunjukkan telunjukanya dari tangan yang sedang memegang gelas.Melanie mengedikan bahu. “Kalau begitu, bisakah dijelaskan kenapa klub dengan pengelolaan top ini bisa mati lampu.”“Itu karena kesalahan teknis,” sahut Zan dengan cepat.Dan dengan cepat juga Max menoleh ke arah Zan, ia ternganga tak percaya dengan apa yang didengarnya karena ia yakin lampu mati itu berkaitan dengan penggerudukan yang dilakukan oleh gadis bernama Hana itu. “Zan!”“Ah ... Max.” Zan sedikit menelengkan kepala seraya menatap penuh art
Kenangan itu membuat mata Hana merebak dan air mata mengalir tanpa bisa ditahan lagi.Ia terisak.“Hana ....” Zan meregangkan pelukannya dan melihat wajah Hana dengan bingung. “Apa yang membuatmu menangis?”Hana menatap mata Zan. Kesedihan menggayut di wajahnya. “Kamu tahu? Bahkan, Henry bukan ayah kandungku.”“Ah, itu kenapa catatan tentang hubungan darah kalian nggak ditemukan oleh orang-orangku,” ucap Zan dalam hati di tengah keterkejutannya.“Tapi, lihat apa yang ayah lakukan untukku!” Hana menangis.Zan memeluk gadis itu.Hana mengusap air matanya. “Setelah menemukanku, ia berusaha mencari orang tuaku. Tapi, karena cinta yang ia berikan, aku meminta ia menghentikan itu dan memilih untuk menjadi anaknya.”Zan mempererat pelukannya.“Dan setelah aku dewasa, ia nggak hanya berjuang untuk membuat aku meraih cita-citaku, tapi juga mengorbankan nyawanya untukku.” Hana kembali menangis.“Meskipun fakta bahwa Kamu bukan anak biologis Henry, tapi sekarang aku paham kenapa Kamu merobohkan
Hana bergeming ketika pintu ruang operasi terbuka.Petugas medis mendorong ranjang yang membawa Zan yang masih belum sadar.Max menyambut Zan dan mengikuti para petugas medis itu ke bangsal rawat yang akan ditempati laki-laki itu.Hana menatap wajah Zan yang masih terlihat seperti sedang tertidur pulas dan bahu yang dibebat perban ketika ranjang itu lewat di depannya.Max berhenti dan menatap Hana yang masih bergeming di tempatnya.Gadis itu sadar dan segera mengikuti para petugas medis yang membawa Zan. Dan ia harus menahan diri untuk mengatakan apa yang ia tahu karena suaminya itu belum sadar.Gadis menunggu di sofa dengan memeluk lututnya. Sedangkan, Max duduk di samping ranjang pasien.Menit berlalu.Zan tersadar.Max menyambutnya dengan senyum. “Apa karena sekarang sudah punya istri jadi satu peluru saja membuatmu terlihat lemah?” Ia tersenyum mengejek.Zan tersenyum. Ia mengedarkan pandangan untuk mencari Hana. Dan ia tersenyum ketika melihat gadis itu sedang duduk seraya menatap
Zan melihat Max yang berusaha mengejar mobil yang kedua daun pintu bagian belakangnya belum itu.“Zara, kita selesaikan urusan kita nanti!” Zan menjatuhkan diri seraya mengambil pistol di lantai. Dan ia menodongkan pistol itu ke arah Zara.Zara yang kembali hendak menerjang mengurungkan niat.“Aku nggak punya waktu untuk main-main.” Zan beranjak dan berjalan dengan tergesa.“Set!”Sebuah pisau melesat ke arah Zan. Pisau itu menyasar punggung laki-laki itu.Dengan cepat Zan menoleh, merunduk dan-“Dor!”Peluru dari pistol Zan menyasar dada Zara.“Agh!”Zara menghindar, tapi peluru itu menembus bahunya.Zan tahu jika luka tembak itu nggak akan menghentikan mantan pembunuh bayaran itu.“Dor!”“Dor!”Zan menembak kedua paha Zara.“Agh!”Mantan kepala The Bodyguard itu ambruk.“Orang kita akan segera mengurusmu Zara.” Dan Zan bergerak ke arah mobil anak buahnya yang semula membawa Hana ke tempat itu.Ia melarikan mobil itu dengan kecepatan penuh.Dan sekian meter dari gedung terbengkelai i
“Dor!”Tembakan dari orang-orang yang menghindar dengan panik itu mengenai kaca depan mobil Zan.Kondisi tanpa pembatas itu justru dimanfaatkan Max untuk menghabisi para penyerang yang berada dalam jangkauan tembaknya.“Dor!”“Dor!”“Agh!”Beberapa penyerang itu roboh di jalan ketika peluru-peluru Max menembus kepala mereka.“Dor!”“Agh! Setan!” Max mengumpat ketika sebuah peluru mengenai bingkai jendela mobil di dekatnya.Dan sisi lain, Zan juga menyasar beberapa penyerang yang berada dalam jangkauan tembaknya.“Dor!”“Agh!”Peluru-peluru Zan tidak terbuang sia-sia. Mangsa-mangsanya bertumbangan di jalan.Dan-“Brak!!”Mobil Zan menabrak sebuah mobil penyerang yang merintangi jalan tanpa ampun. Mobil itu bergeser ke samping jalan.Dan mobil Zan berhasil lolos dari rintangan.“Kejar!” Perintah pengejaran itu terdengar dari arah belakang.Zan mempercepat laju mobilnya.Max menekan earpiece-nya. Lalu, “Orang-orang kita sudah dekat.”“Bagus!” Tapi, kekhawatiran di wajah Zan makin pekat.
“Segera, Mr. Ducan. Dan saya meminta Anda terhubung secara khusus dengan saya dan tim untuk perkembangannya,” balas Neo tegas.Zan menyanggupi itu.Max mengamati ketegangan di wajah Zan. “Apa yang terjadi?”“Zara menghilang bersama dengan hilangnya Hana.” Zan menjelaskan itu seraya berjalan keluar ruangan. Langkahnya tergesa menuju lift.Max mengejarnya. “Aku agak bingung. Zara bukan jenis orang yang memiliki dendam pribadi.”“Tapi, dia jenis orang yang akan menjalankan apa yang diperintahkan oleh penyuruhnya dengan sempurna,” timpal Zan cepat.Lift bergerak pelan ke lantai dasar.Zan berharap lift itu bisa lebih cepat bergerak.Lalu, keduanya masuk ke mobil tanpa bicara.Zan memacu mobil itu dengan kecepatan penuh.“Kita akan ke mana?” Max yang berada di samping kemudi menatap Zan yang mengemudi dengan tegang.“The Bodyguard. Aku nggak tahu apa mungkin kita dapat sesuatu di sana. Hanya saja aku nggak tahu harus ke mana kita untuk menemukan titik awal mencari Hana.” Mendung menggelap
Wanita berwajah dingin itu berdiri tepat di hadapan Hana. Ia menatap sinis. “Kali ini kupastikan nggak akan ada lagi yang menolongmu,” sumbarnya dengan penuh keyakinan.Hana mencoba tetap tenang.Tapi-“Hat!” Mendadak tendangan sabit wanita itu menyasar kepala Hana.Dengan cepat Hana mengelak.Wanita itu tak membiarkan serangannya tanpa hasil. Ia terus melancarkan serangan pada titik-titik kritis di tubuh gadis itu.Hana terus berusaha mengelak tanpa bisa membalas serangan bertubi-tubi itu. Ia tak mampu mengimbangi kecepatan serangan maut itu.Gadis itu harus mengakui bahwa perkelahian itu cukup membuatnya ketar-ketir karena ia sama sekali tak memiliki back up seperti perkelahian sebelumnya.Hana terus berusaha bertahan. Tapi, wanita yang memang bukan tandingannya itu menghabiskan energinya dengan cepat. Dan-“Aaa!” Hana menjerit ketika satu tendangan membobol pertahanannya. Tendangan itu membuatnya terlempar beberapa langkah.Gadis itu menahan sakit ketika tubuhnya mendarat di lantai
Hana menahan keterkejutannya. Ia makin mencondongkan badannya ke depan untuk lebih memastikan temuan itu.Tapi, berapa kali pun ia memastikan itu, gadis itu makin yakin kalau pengawal yang sedang membawa mobil mewah itu adalah wanita yang dokter Ann sebut sebagai The Black Poisson.Hana kembali menyandarkan tubuhnya dengan tegang. Ia mulai bertanya-tanya dalam hati apakah pengawal Zan yang duduk di depannya mengetahui fakta itu atau ia juga salah satu dari kaki tangan Si Racun Hitam itu.Alarm tanda bahaya di hati gadis itu menyala.Gadis itu menyentuh layar di gelang pipihnya untuk mengaktifkan alat pelacak. Ia juga mengirim tanda bahaya pada Xenon.Mobil hitam mewah itu menambah kecepatannya hingga dalam waktu sekian menit kendaraan roda empat itu meninggalkan kota.Hana meminta sopir itu untuk membuka jendelanya begitu mobil itu memasuki kota yang berada di tepi pantai itu.Jantung gadis itu berdetak tak karuan seiring dengan angin laut yang menerpa wajahnya.Ia memperhatika bangun
Zan menelisik wajah Hana. Ia menyeringai penuh arti dan segera menarik tangan gadis itu dengan lembut.Tarikan lembut itu membuat gadis itu terpaksa berdiri.Lalu, Zan memeluknya dari belakang dan mendekatkan mulutnya di telinga gadis itu. “Jangan sekali pun berpikir untuk berlari dari pernikahan ini! Orang-orang yang mendukungmu itu jaminannya,” bisik Zan lirih.Seketika mata Hana terbelalak. Ia menoleh ke arah dengan cepat ke arah suami barunya itu. “Bagaimana Kamu tahu?!”“Aku bisa membaca pikiranmu,” seloroh Zan santai.Hana hanya bisa menatapnya dengan heran.Lalu, Zan membawa gadis itu ke arah teman-temanya. “Maaf atas ketidaknyamanan ini. Resepsi akan diadakan di Victory beberapa waktu lagi. Aku harap kalian bisa menghadirinya.”Ia mengangguk hormat.Orang-orang Hana beranjak dan membalas anggukan hormat itu.Zan menyentuh puncak kepala Hana dengan lembut. “Aku akan meninggalkan Kamu bersama dengan teman-temanmu. Ada hal penting yang harus kulakukan.”Lalu, ia mengkode Max. Tan