Setelah dari kedai bakso, Alexa mengajak Leo untuk pergi ke mall terbesar yang ada di kota itu. Tak lupa pula Jin yang ikut serta dengan mereka.
Alexa menyusuri mall bersama Leo dan Jin. Sebenarnya ia sangat tidak suka karena Jin ikut bersama mereka, tapi karena Leo yang mengajak Jin untuk ikut maka Alexa tak bisa menolak.
"Kak, Alexa mau beli es krim ya." Ujar Alexa seraya menunjuk stand es krim yang berada tak jauh dari mereka.
"Iya, kamu beli sendiri ya. Kakak tunggu disana." Leo menunjuk sebuah kursi yang ada beberapa meter di depan mereka.
"Aku temenin." Jin menawarkan diri dengan senyum yanh tak surut sedari tadi.
"Hah..eh nggak usah repot-repot. Aku bisa sendiri." Tolak Alexa dengan halus.
"Nggak repot kok. Lagian kasian kamu sendirian."
Leo mengedip kan matanya pada Alexa, mengisyaratkan untuk menerima tawaran Jin. Alexa memutar bola matanya jengah, tapi ia tak bisa membantah juga.
"Ya
Hasil kesepakatan bersama, kami semua memutuskan untuk nonton film di bioskop. Sebenarnya aku sangat malas dan ingin segera pulang, tapi karena pemaksaan dari mereka semua membuat aku mau tidak mau menyetujui ide mereka dan ikut bersama mereka.Dan disinilah aku sekarang, duduk di kursi paling ujung bersama Jin. Aku yakin,ini semua hasil rekayasa para sahabat koplak ku itu. Mengatur segala cara agar aku bisa dekat dengan jin. Dan entah mengapa di saat aku bersama Jin, aku selalu merindukan Mr ice. Aku pun tak fokus melihat film yang kami tonton. Yang ada di kepalaku hanya Mr. Ice yang bermuka datar tanpa ekspresi.Meski Jin selalu memberikan perhatian lebih padaku, hatiku tetap tak bisa menerima nya. Ah entahlah, Mr ice sudah terlanjur masuk jauh ke dalam hati ku. Hingga menghapus nya bagai menyakiti aku terlalu dalam. Mengapa cinta bisa sebodoh ini? Hati terus berharap meski otak menyuruh berhenti. Hati terus mencintai meski logika menyuruh ku mundur.
Aku mencintaimu. Aku tidak bisa jauh darimu, ku mohon. Menikahlah dengan ku Alexa." Mr. Ice berlutut di hadapan ku dengan wajah tampan nya dan penuh harap. Tangan nya memegang sebuah kotak beludru berwarna merah yang terdapat cincin bertahta berlian yang sangat indah. Hatiku menghangat, senyum kebahagiaan tak pernah surut dari wajahku. Aku mengangguk dengan pasti. Mana mungkin aku menolak lamaran pria yang selama bertahun-tahun aku cintai. Inilah waktu yang ku tunggu-tunggu sepanjang hidupku.Aku mengangguk cepat,tanpa ragu "Ya, aku mau. Aku mau banget." Jawabku bahagia. Ingin rasanya aku meloncat dari tempatku saat ini."Benarkah?" Wajah Mr. Ice berbinar bahagia atas jawaban yang aku berikan. Aku hanya mengangguk, sebutir bulir bening tak kuasa turun dari telaga mata ku yang berharga. Aku menitikkan air mata kebahagiaan. Ya.. Aku bahagia. Sangat.Mr. Ice menggenggam jemari ku. Meremas nya sedikit dengan penuh rasa cinta. Kemudian ia menyematkan cinc
Aku duduk di kantin persis di belakang Bintang dan wanita yang sedang bersama nya. Aku tak mengenal nya, mungkin dia satu jurusan dengan Bintang. Aku menyiapkan telinga ku, siap menerima apa yang akan mereka sampai kan.Eh bukan mereka sampaikan, tapi mereka bicarakan dan aku mencuri dengar. Hihihi..."Di dekat kecamatan Duren sawit Jakarta timur biasanya ada. Aku sering kesana untuk mencari buku." Ujar Bintang, membuat ku semakin mempertajam pendengaran. "Iya, aku akan kesana nanti malam. Kamu juga pergi kan?" Terlihat wanita itu sangat antusias. "Tentu saja." Bintang mengangguk pasti. Kulihat ia tersenyum tipis. Aahh senyum itu manis sekali. Jantung ku seakan berhenti menatap senyum yang seakan menjadi candu bagiku. "Baiklah, sampai bertemu nanti malam." Wanita itu berdiri mulai beranjak meninggalkan Bintang. Bintang hanya mengangguk kecil. "Mereka janjian bertemu nanti malam? Aku harus datang. Harus."
Aku masih menyusuri jalan setapak yang di penuhi oleh kios-kios buku. Masih melihat-lihat dan membaca nya sedikit-sedikit. Beralih dari satu stand ke stand yang lain untuk menemukan buku yang akan ku beli. Tiba-tiba aku melihat pandangan yang paling indah dalam hidupku. Aku terpaku beberapa saat.Diantara lalu lalang orang orang yang berjalan, ku lihat sosok yang paling aku kenal berdiri dengan kepala yang melihat ke atas langit. Dia Mr. Ice, mata ku tak mungkin salah mengenalinya. Ku lihat wajahnya tersenyum. Indah sekali. Rambutnya yang lurus jatuh di wajahnya dan membuat nya terlihat amat sangat keren. Aku tersenyum, melihat ciptaan Tuhan yang paling indah di hadapan ku. Aku merekam momen indah itu dalam otak dan tak akan ada yang bisa menghapus nya ataupun melupakan nya. Aku bersyukur bisa melihat momen terindah ini. Aku melihat ke atas langit yang kelam. Penasaran dengan apa yang dilihat Mr. Ice hingga ia tersenyum dengan sangat indah?
Aku duduk di bangku taman kampus di bawah pohon Trengguli yang sedang berbunga. Bunga nya berwarna kuning cerah, cantik sekali. Kepalaku sedikit pusing dan terasa agak berat, aku menyandarkan punggung ku. Memejamkan mata seraya menikmati semilir angin yang berhembus lembut. Menerbang kan beberapa daun yang kering berguguran di bawah pohon.Tubuhku memang disini, tapi tidak dengan pikiran ku.Pikiran ku sedang berperang dengan segala praduga, pertanyaan dan asumsi. Ahh aku bingung.Kata-katanya yang semalam itu..Apa berarti kami sudah pacaran ya? Tapi dia tak mengucapkan apa-apa. Hanya mengajakku menikmati hujan.Huhhh... Bagaimana sebenarnya ini? Nanti ketika bertemu dengannya lagi, apa yang harus aku katakan? Mengapa sekarang aku jadi merasa sungkan sekali padanya? Sepertinya lebih baik ketika Bintang bersikap dingin padaku seperti dulu.Ah tidak!Ini adalah langkah terbesar dalam hubungan kami. Ini adalah kemajuan yang luar biasa !
Mataku terbuka. Aku melihat sekeliling, dimana aku? Mengapa tempat ini terasa asing bagiku.Aku merasakan sesuatu yang dingin di kepalaku,basah. Ya sebuah handuk basah.Sepertinya seseorang telah mengompres ku.Pintu terbuka, ku lihat Bintang berjalan menghampiri ku bersama dengan seorang laki-laki yang memakai kemeja kotak-kotak, berkumis tipis dengan tubuh proporsional. Usianya sekitar tiga puluh tahunan."Alexa, are you okay?" Tanya Bintang lembut seraya menyentuh kening ku.Aku tersenyum."Ya, aku rasa begitu." Jawab ku pelan."Yakin?" Tanya Bintang memastikan.Aku mengangguk meyakinkan Bintang. Terlihat kekhawatiran di wajah nya, seketika hatiku menghangat. Diam-diam aku mengulum senyum atas perhatian nya padaku. Eh, apa ini bisa di katakan perhatian? Ah entahlah, yang pasti aku bahagia."Dokter, tolong periksa Alexa kembali!" Ucap Bintang pada lelaki yang berdiri di sebelahnya, yang ternyata adalah seorang dokt
Saat ini, aku sedang berada dalam satu mobil yang sama dengan Bintang. Ya, dia memutuskan untuk mengantarkan ku pulang. Dan ku rasa ini merupakan suatu kemajuan yang sangat luar biasa dalam hubungan kami.Kami saling diam tanpa ada yang mengeluarkan suara. Bintang terlihat fokus menyetir, sedangkan aku sibuk menenangkan jantung ku yang bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya. Terkadang aku mencuri pandang pada pria yang duduk di balik kemudi bersebelahan dengan ku. Pria yang ku intai bertahun-tahun lalu, kini duduk bersebelahan dengan ku. Aku merasa ini semua mimpi, ku cubit pipi ku untuk menyadarkan ku."Aduuhh.." Ternyata sakit. Ini bukan mimpi."Konyol." Bintang menggeleng kan kepala, ternyata diam-diam ia melihat tingkah konyol ku barusan.Aku hanya nyengir kuda, lalu memalingkan wajahku dan melihat keluar jendela. Aku yakin, pasti saat ini pipi ku sudah memerah.Aku menyembunyikan nya, pura-pura sibuk dengan jalanan yang kita lalu
Hari ini aku berniat ke perpustakaan kota. Mencari materi untuk beberapa tugas kuliah. Mobil ku berada di bengkel karena harus di servis sehingga mau tidak mau aku harus naik bus ataupun kendaraan umum lainnya.Aku menunggu di halte depan kampus. Ya, akhirnya aku memutuskan untuk naik bus saja.Halte ini terlihat sepi, mungkin karena beberapa mahasiswa yang naik bus belum pulang. Hanya ada aku disini.Tak berapa lama datang sebuah bus dari arah barat dan berhenti tepat di depan halte. Aku tak menyia-nyiakan waktu, segera aku menaiki bus berwarna merah itu agar tak tertinggal nanti nya.Aku memilih duduk di bangku paling belakang bus. Menyandarkan punggung ku seraya menatap keluar jendela.Bus ini cukup banyak penumpang dan tersedia tinggal dua kursi yakni kursi yang ku duduki saat ini dan kursi di sebelahku.Bus mulai berjalan ketika aku akan mulai menutup mata,lumayan bisa memejamkan mata sebentar. Begitu pikirku. Tapi sebelum m
Aku dan Jin pergi lagi, kali ini pergi ke Taman ria. Aku ingin menepati janji yang ku ingkari tempo hari.Kami pergi ke taman Ria yang paling terkenal di kota ini. Taman yang di minati banyak orang, bahkan ada juga yang datang dari luar kota. Mulai dari taman, kolam renang arus, sampai berbagai wahana segala rupa memiliki daya tarik masing-masing bagi setiap pengunjung. Tempat ini menarik bayaran yang cukup mahal, namun tak sedikit orang yang datang.Kami bermain dan berenang bersama, tertawa dan menaiki wahana sampai rasanya ingin muntah. Yang paling seru adalah rollercoaster, permainan itu membuat jantungku terasa ingin lompat dari tempatnya. Hampir semua orang berteriak dan menjerit. Bahkan ada juga yang sampai menangis dan memohon untuk di turunkan.Aku dan Andy duduk bersebelahan, saling memejamkan mata karena takut. Kami sama-sama menjerit ketika rollercoaster itu bergerak dengan cepat, aku berdo’a dalam hati. Jika terjadi kecelakaan, pasti aku sangat menyesal. Dan yang paling a
Aku dan Jin menghabiskan waktu bersama hingga malam. Hanya sekedar bercerita di bawah pohon sebuah taman kota. Duduk berdua di bangku panjang dengan di temani beberapa camilan serta soda. Aku tidak terlalu suka dengan tempat yang ramai, karena menurutku di tempat seperti ini kita bisa bebas bercerita dan mendengarkan tanpa terganggu suara bising yang hanya akan mengganggu pembicaraan. Kami berbincang ringan di bawah pohon yang tidak terlalu besar, lampu taman yang berkerlipan membuat suasana menjadi lebih romantis menurutku. Tapi tetap saja, semua ini tidak bisa di bandingkan dengan lukisan maha karya Tuhan sewaktu bersama My mr. Ice waktu itu. Astaga, bayangan itu kembali berkelebat di benakku. Aku tersenyum pahit, dan mengusir jauh bayangan yang terasa menyakitkan itu. Jin paling pintar membuat lelucon yang super lucu. Sehingga wajahku terasa keram karena terlalu banyak tertawa. Inilah salah satu kelebihan yang membuatku tertarik padanya, dan harus aku akui bahwa aku nyaman berada
"Alexa, hey!!" "Alexa.. bangun!" Kurasakan tubuhku bergoyang. Aku membuka mataku, sinar keemasan menyilaukan mata. Hari apa ini? Ohya, kemarin hari Sabtu. Berarti sekarang aku bisa bermalas-malasan seharian. Ku lirik mom yang berdiri di samping ranjangku, terlihat gusar. Wajahnya terlihat tidak sabar. "Pagi,mom." Sapaku, kuberikan senyum imut dan senyum terbaik di pagi hari seraya duduk. "Akhirnya kamu bangun juga pemalas. Ini, ada telepon untukmu." Mom memberikan telepon padaku. Lalu keluar kamar setelah memberikanku tatapan peringatan terlebih dulu. "Halo?" Terdengar suara seorang pria di seberang telepon. "Eh, halo? Siapa ini?" aku bicara malas sambil menguap. "Alexa... Ini aku, Jin. Ada apa dengan ponselmu?" Aku mengerjapkan mata berulang kali supaya hilang rasa kantukku. "Umm.. ku rasa baterainya habis. Entahlah..." "Hari ini bisakah kita pergi
Bab 41"Aku harus ke toilet!" Aku segera meninggalkan meja kami dengan cepat. Bukannya ke toilet, tapi aku berbelok mengejar Dokter Beni. Di depan sana, aku melihat Dokter Beni sedang berjalan bersama seorang wanita."Dokter! Tunggu!"Dokter Beni dan wanita itu segera menoleh, menatapku dengan heran.Wajah wanita itu terlihat bingung, tapi tidak dengan Dokter Beni. Ia terlihat tenang dan hanya memandangku dengan datar."Ada apa?" tanya Dokter Beni dingin. Tidak ada basa basi dan langsung ke inti."Bisakah kita berbicara empat mata?" Aku memohon.Dokter Beni memandangku sejenak, lalu berpindah pada wanita yang ada di sebelahnya."Tunggu di mobil sebentar! Aku tidak akan lama." ucapnya pada wanita itu dan langsung di balas anggukan. Wanita itu segera berlalu keluar cafe melalui pintu samping. Apakah mereka bekerja disini? Mengapa mereka tidak lewat depan? Ah itu tidak penting. Aku harus berta
Beberapa hari kemudian aku pulang diantar Jin dengan mobilnya. Kami lewat cafe yang dulu seringkali Bintang kunjungi. Ingatan beberapa tahun lalu melintas di pikiranku, di balik pohon besar itu aku seringkali mengintai si Mr. Ice sampai berjam-jam. Aktivitas yang tak sebentar ku lakukan demi melihat pria dingin yang menyebalkan itu. Kini aku menyadari betapa bodohnya aku dulu. Aku terlalu bucin hingga menghabiskan waktu hanya untuk mengintai Mr. Ice dan mengaguminya dalam diam. Setelah cintanya ku dapatkan, semua berakhir begitu saja dan tak hubungan kami tak berlangsung lama. Tampaknya takdir sebercanda itu padaku.Jin menghentikan mobilnya tepat di depan cafe. Membuatku terkejut dan langsung menoleh padanya."Mengapa berhenti disini? Aku ingin pulang aja.""Aku ingin mencoba kopi yang terkenal itu. Katanya kopi disini sangat enak, dan aku ingin sekali mencobanya." ujar Jin."Baiklah, kita pesan kopi saja d
Semakin hari, aku semakin dekat dengan Jin. Kami sering menghabiskan waktu bersama, ia selalu menjemput dan mengantarkanku pulang. Sedikit demi sedikit, hatiku mulai pulih. Tak lagi meratapi kepergian Bintang .Hingga suatu hari saat itu datang juga. Saat Jin menyatakan cintanya kepadaku.Malam itu, di mobilnya. Jin memutar sebuah lagu instrumental yang aku tak tahu milik siapa di CD player mobil. Jin tak sekalipun membuang senyumannya sampai dia meraih sebuah tas kecil berwarna merah muda. Dari dalamnya, Jin mengeluarkan sesuatu. Ia membawakan aku sebuah apel merah yang mengkilap, di hiasi pita merah muda yang super cantik. Munculnya apel itu juga di iringi sebuah pisau yang tampak begitu tajam."Terima dan makanlah apel ini, jika aku layak berada di dekatmu. Tapi belah saja apelnya jika aku ini tak pantas untukmu."katanya seraya menatapku.Jujur, sebenarnya aku mulai menyukai Jin. Jadi ku pik
"Tersenyumlah, lupakan ia yang telah meninggalkan mu. Jangan sesali apa yang telah terjadi. Jadikan semua kenangan dan pembelajaran. Tersenyumlah, karena kamu berhak bahagia" Alexa POV Pria itu bernama Lee Hyun Jin, pria blasteran Indonesia Korea. Dia satu kelas denganku di kelas sastra. Dia tampan dan juga baik hati. Tubuhnya tegap dan atletis karena ia anggota klub basket di kampus. Rambutnya sedikit pirang dan ia mempunyai kumis tipis yang tersambung rapinke janggutnya. Dia menjadi idola di kampus, yah. Siapa yang tidak tertarik pada pria tampan blasteran yang tingkat ketampanannya di atas rata-rata dan mirip anggota boyband yang terkenal itu. Aku akui dia tampan, tidak pernah ada yang tau ia mempunyai kekasih atau tidak. Tapi yang ku lihat, ia tak pernah dekat dengan gadis manapun di kampus ini. Entahlah jika diluar, aku tak tahu. Aku pun tak pernah memperhatikannya karena selama ini
Bertemu Jin, lagi. Raganya memang telah pergi dari sisiku, Tapi cintanya akan selalu menetap dalam hatiku. Author POV Bintang tak pernah lagi datang ke kampus, bahkan di cafe yang sering ia kunjungi pun tak pernah terlihat sama sekali. Alexa semakin sedih ketika orang-orang menanyakan keberadaan Bintang padanya. Alexa seringkali menghubungi Bintang, tapi selalu di-reject. Bahkan ia mengirimkan ribuan chat, tapi pesannya hanya di baca tanpa ada yang di balsa satu pun. Bahkan, terakhir kali nomor Alexa di blok oleh Bintang. Alexa merasakan hatinya sangat sakit. Alexa sangat mencintai Bintang dan sangat menyesal kenapa hubungan mereka bisa berakhir hanya karena pertengkaran kecil. Alexa sering menangis,hingga membuat mommy pusing dan khawatir. Mommy bilang tak perduli sesedih apa Alexa, ia harus tetap makan. Terlebih lagi Alexa mempunyai penyakit lambung yang parah. Mommy tidak ingin terjadi apa-apa pa
Sesampainya di kampus, aku mencari keberadaan Bintang. Aku tak memperdulikan Yanti dan kak Leo yang meneriaki namaku. Yang ada dalam pikiranku hanya Bintang. Yah.. aku harus menemui nya dan berbicara dengannya. Aku tak ingin semuanya berakhir begitu saja hanya karena pertengkaran kecil kemarin. Aku sangat mencintainya, aku baru sebentar bersamanya setelah bertahun-tahun hanya bisa mengaguminya dari seberang cafe yang biasa Bintang kunjungi. Ia tidak akan melepaskan cintanya begitu saja. Ia harus berjuang untuk memperbaiki hubungannya dengan Bintang. Aku pergi menuju kelas Bintang, tapi aku tak dapat menemukannya. Bertanya pada mahasiswa yang ada disana, tapi tak ada satupun yang melihat Bintang pagi ini. Aku kembali mencarinya, menyusuri seluruh kampus yang tidak kecil ini. Tak ada satupun ruangan dan tempat yang terlewat. Tapi semuanya zonk. Aku tidak bisa menemukan pria itu dimanapun. Bintang seperti hilang di telan bumi. Ya Tuhan, aku harus m