Mendung sedang bergulung-gulung pekat di atas langit kota Jombang tepatnya di atas desa Mojokembang. Sebuah desa area kecamatan Mojowarno sebelah timur kota.
Mendung hitam tertambat tak mau pergi bahkan terus bertambah sesekali tampak menjulurkan lidah-lidah petir meraung hingga ke bawah langit. Tak jarang petir menyambar apa pun yang ia lintasi hingga menapak tanah.
Hujan semakin deras tertumpah dari awan hitam yang terus berkumpul dari segala penjuru kota menjadi satu. Di tambah angin berembus tak beraturan sekiranya bolehlah saat ini, hari ini, detik ini kota Jombang bisa di sebut sebagai kota siaga satu bencana badai.
Dari luar kota Jombang yakni dari kota-kota sekitarnya yang tampak aman-aman saja tak terjadi satu peristiwa aneh apa pun. Karena itu penduduk kota lain sangat heran kenapa hanya kota Jombang yang layaknya kota mati seakan ada kabut gelap memagari pinggiran kota tiada yang berani melintas untuk melewatinya.
Di daerah kota Mojokerto tepat
Di sebuah tempat di barat kota Jombang tepatnya di daerah perbatasan antara kota Jombang dan kota Kertosono. Di dalam sebuah Musala sederhana bernama Al Hidayah di seberang jalan raya Kayen masuk daerah kecamatan Kertosono.Dua sosok pemuka agama kota Kertosono tengah berbincang di dalam Musala. Tentang sebuah dinding kabut aneh yang menyelubung tebal bersaf-saf tinggi pas di samping timur Musala Al Hidayah.Karena pagar Musala Al Hidayah juga berfungsi sebagai batas akhir kota Jombang. Lalu di sebelah barat pagar sudahlah masuk wilayah Kertosono. Sudah sewindu lebih pagar terselimut dinding kabut pekat hitam seakan kota Jombang terkurung di dalamnya.Namun banyak santri yang rumahnya di desa balik dinding sisi timur termasuk santri dari dua sosok pemuka agama Kertosono tersebut yang tak bisa keluar dari belenggu dinding kabut sehingga berbulan-bulan tak ada kabar berita.Sedangkan Masyarakat di sisi barat dinding tak berani masuk ke sisi timur takut deng
Krik, krik,Kingkung, kingkung,Suara-suara jangkrik mengerik dan kodok mengorek terdengar leluasa mengisi seluruh sisi hutan Ndawar Belandong. Sebuah nama hutan disisi paling utara kota Jombang di antara perbatasan kota Jombang dan kota Lamongan.Alas Ndawar begitulah julukannya sebuah hutan lebat di atas bukit di atas dataran tinggi namun bukanlah sebuah gunung hanya sebuah dataran tinggi. Alas Ndawar terkenal pula dengan perkebunan rakyat di sisi area Lamongan dengan belasan hektar ditanami pohon kayu putih.Berbeda dengan perbatasan kota Jombang dengan kota disisi yang lain di sisi utara ini berbatasan langsung dengan kota Lamongan dan bersekat hutan lebat bukan pemukiman ataupun jalan raya.Di area ini kota Jombang di serang pasukan jerangkong hidup yang di pimpin oleh panglima Jerangkong. Pasukan jerangkong hidup yang mengambil bentuk serupa tengkorak hidup terkenal sangat beringas dan tak pernah memandang area lawan. Bahkan sering mereka kelua
Di atas awan gelap pas di atas desa Mojokembang, langit masih begitu gelap dengan badai petir tiada hentinya menyambar ke bawah langit. Hujan deras serta angin rebut terus mengguyur dan menderu kencang.Saat di bawah langit kota Jombang terjadi pertempuran sengit di mana-mana pertempuran akhir kota. Dimanah nasib kota Jombang di pertaruhkan dalam pertempuran atau perang kali ini. Di atas langit jua tiada sepi dari perang besar kali ini, di atas awan tampak beberapa kali benturan cahaya kilat memercikkan api dan sesekali menciptakan ledakan dahsyat sehingga percikan dari benturan tersebut sampai terlihat hingga ke bawah.Benturan antara dua kekuatan besar yang sedang bertarung yakni antara Wahyu dan Kebo Marcuet begitu sengitnya. Kali ini keadaan tengah berimbang Wahyu yang terus melancarkan pukulan dan ajian kepada Kebo Marcuet dapat di patahkan mentah-mentah olehnya. Begitu pula sebaliknya Kebo Marcuet walau beberapa kali melayangkan serangan pada Wahyu jua dapat di p
Petapa tanpa nama berjalan perlahan menuju Petapa Effendi dan Haji Rusdi yang terbengong-bengong dengan kedatangan petapa tanpa nama. Meninggalkan Wahyu yang seakan terduduk lemas tak berdaya setelah pundaknya di sentuh petapa tanpa nama.“Assalamualaikum guru,” ujar Petapa Effendik seraya sungkem memberi hormat.“Waalaikumsalam Warahmatullahi wabarakatuh, apa kabar Effendik murid kesayanganku?” ucap Petapa tanpa nama.Seraya mengentakkan tongkat putih di genggamannya dengan teriakan Allahuakbar. Sekali bentakan di atas ujung langit kota Jombang seakan menghentikan keseluruhan aktivitas perang yang ada di bawahnya. Ribuan pasukan kegelapan yang semula meraung-raung, membunuh dan tak bisa di hancurkan kini berlari kocar-kacir ketakutan mendengar satu lengkingan benturan antara tongkat dan atap langit dari petapa tanpa nama.Walaupun mereka berlarian sampai ujung dunia tetap mereka tersapu badai pasir dahsyat yang di timbulkan dari a
Jaka terus berdiri menatap pintu gerbang istana Adi Yaksa penuh amarah matanya sudah memancarkan api membara tentang sebuah puncak kemarahan dalam stadium akhir. Di samping kanan dan kirinya berlari ratusan punggawa lima kota melesat menuju gerbang hitam besar berukir ular raksasa dan tempelan ratusan tengkorak manusia.Jaka terdiam sejenak seraya mengacungkan tangan kanannya ke atas langit dengan posisi telapak tangan terbuka arah langit. Dalam hatinya Gada Alugara datanglah, lalu sebuah sinar cahaya keemasan membentuk sebuah pusaka gada menyatu dari paduan seluruh energi alam sekitar.Dengan satu bentakan terlemparlah sang Gada Alugara melontar ke arah gerbang kegelapan dimanah di sana tertumpuk segala permasalahan pahit antara hidup dan mati. Di mana di balik gerbang tersebut ada sebuah pertaruhan hancur tidaknya kota Jombang. Dimanah sebuah hati dan cintanya dari Putri sedang meronta-ronta terperdaya oleh Adi Yaksa di balik gerbang kesengsaraan tersebut.&ld
Di sisi depan pas di bawah altar singgasana kerajaan. Mas Hasan Jaelani terus bertarung sengit menghadapi puluhan anjing setan dengan pimpinan para anjing. Adalah Jenggrana yang berbentuk tubuh manusia namun berkepala anjing. Bertelinga panjang dengan moncong mulut dan gigi yang tampak runcing-runcing serta terus mengeluarkan lendir racun dari sela-sela moncongnya.Walau hanya berwujud ruh namun Mas Hasan masih sanggup meladeni serangan-serangan anjing setan yang tentu juga berwujud arwah anjing gentayangan pula. Mas Hasan terus melontarkan pukulan-pukulan petirnya namun anjing setan tiada habisnya berdatangan.Dalam Hati Mas Hasan kalau dia tak mengalahkan sang anjing panglima Jenggrana tentu para anjing setan tiada hentinya terus bermunculan karena itulah kelebihan mereka mati satu hidup lagi menjadi dua.Mas Hasan Jaelani terus melompat mundur sambil terus melirik ke atas altar singgasana. Dimanah di samping singgasana terdapat sebuah tempat dengan tiang-tian
Suram di atas langit mendung tak lagi terlihat hanya gelap dan gelap apakah ini kiamat. Mata kecil dari seorang kecil tertumpuk beberapa bangkai manusia mencoba menerka apa yang terjadi namun yang ia lihat hanya kepala terputus, tangan terputus atau kaki terputus. Dia ingin berteriak tapi tiada manusia di sekitarnya.Tangan itu mulai meraih sesuatu di sampingnya entah tulang-belulang atau kayu usang dilumuri darah entah. Sedangkan kakinya mulai gemetar mencoba berdiri dengan segala tenaga tersisa namun terus terjatuh terpeleset genangan air yang tak lagi hitam namun kentalnya merah.Akhirnya jemari kaki mungil miliknya mampu tegap berdiri dengan ribuan usaha. Akhirnya mata redup, sayup kecilnya mulai memandang sekitar. Aduh elok kotaku bagai reruntuhan kota mati dan si mati bergelimpangan bagai pepes ikan pindang yang dikerubungi lalat dan ulat.Tubuhnya masih kecil, tangannya masih kecil, kakinya masih kecil berjalan tertatih di antara dentuman dan ledakan yang
Jaka yang tak tahu arah serta tak tahu lagi mana lawan mana kawan, karena begitu marahnya tengah mengamuk hebat membuat seluruh bala tentara lima kota maupun pasukan setan menjauh darinya. Iya semakin tak terkendali segalanya di libas tanpa ampun dengan api kemarahannya yang tengah berkobar hebat.“Mbah Raji bagaimana ini Jaka kalau sudah seperti ini tak bisa dikendalikan lagi. Jangan sampai keadaan kita yang sudah unggul berbalik kalah kembali sehingga kota tak bisa kita selamatkan lagi,” teriak Gus Bari seraya terus memukul beberapa setan di sekitarnya hingga hancur lebur.“Aku pun tak tahu dan tak mengerti harus berbuat apa Gus,” ujar Mbah Raji yang terus melontarkan kertas mantra dengan sebuah katapel andalannya.Lalu bayangan Dava melesat ke depan menghampiri sang kakak Jaka yang terus mengamuk. Mencoba menenangkannya dengan terus mengingatkannya tentang beberapa hal agar ia tersadar kembali.Sedangkan Adi Yaksa tengah mengamb