©©©
Lucien akhirnya membuka pintu secara perlahan dengan sikap yang waspada, karena mau tidak mau mereka yang tidak diharapkan bisa saja datang dan menyerang tanpa peringatan.
ketika pintu belum terbuka sepenuhnya, sebuah gerakan keras tiba-tiba mendorong pintu itu agar segera terbuka.
"Isaura? Dimana Isaura?!" Wajah panik Neo adalah hal pertama yang tampak setelah pintu itu terdorong dan memperlihatkan siapa tamu yang mereka duga-duga sebelumnya.
Seperti yang telah dilihat oleh Lucien sebelumnya, itu adalah Neo dan Cato, dua pengacau di mata seorang Evander.
PLAKK!
Sebuah pukulan lebih dahulu mendarat di kepala Neo sebelum dia mendapatkan jawaban yang dia inginkan, "Kau bisa merusak pintunya, bodoh!"
Tidak
©©©"Jadi, dimana keberadaan paman Adante sekarang?" Cato bertanya setelah mengalihkan tatapan kekesalannya dari wajah Neo dan Lucien yang tidak bisa bersikap serius sejak tadi.Isaura mengangkat wajahnya dan menjawab, "Paman Adante sedang berada di kamar tamu, bersama dengan ibunda."Cato terdiam sejenak, dia masih mempertimbangkan tentang apakah dia harus menemui paman Adante sekarang atau menunggunya untuk pulih terlebih dahulu.Dia menatap ke arah Isaura untuk bertanya, "Apakah tidak masalah jika aku menemuinya disana? Apakah itu akan mengganggunya?""Kurasa tidak, paman Adante hanya perlu berisitirahat sambil menunggu tabib, dia pasti tidak akan keberatan untuk menemui kalian. Apalagi kalian mengingat dirinya." Jawab Isaura.Cato memahami perasaan Isaura.Di
💫 HAPPY READING 💫"Isaura! Apakah kau baik-baik saja? Apa yang terjadi padamu?!" Neo dengan gusar segera bergerak ke arah ranjang tempat Isaura berbaring dan membuka matanya beberapa saat yang lalu.Sesaat setelah Isaura tidak sadarkan diri Evander segera membawanya menuju kamar miliknya dan membaringkannya disana, mereka semua menunggu dalam cemas dan tidak tenang.Bahkan Neo berkali-kali tidak bisa berhenti untuk berjalan kesana kemari hanya karena khawatir yang dia rasakan tidak bisa dibendung.Isaura terbangun dengan wajah kebingungan, dia tidak merasa terluka sama sekali hanya saja rasa sakit yang sebelumnya menyerang kepalanya masih tertinggal dan memberikan rasa nyeri yang samar, selain itu baginya tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Aku baik-baik saja. Hanya saja kepalaku terasa sedikit tidak nyaman. Ah! Lalu bag
Ruang tamu kediaman keluarga Maulvi.Neo dan Cato sudah tiba untuk menyapa tamu yang sudah di bawa oleh Alma, di sana duduk seorang perempuan dengan pakaian khas dari ras Elves, berwarna hijau muda yang menyatu dengan alam dan rambut kemerahan yang terselip di belakang telinga runcingnya yang khas, dengan beberapa hiasan berbentuk daun yang terangkai di atasnya, rambutnya tergerai panjang hingga mencapai lengannya yang putih pucat namun lembut.Seperti yang sudah diketahui semua orang bahwa Ras Elves memang terkenal sebagai salah satu makhluk dengan kecantikan dan pesona yang luar biasa yang dikatakan sebagai ras dengan berkah di tengah surga.Bahkan para dewa mengakuinya.Mereka berdua sudah berada di dekat gadis Elf itu ketika ia berbalik dan menampakkan wajah yang sangat cantik dan benar-benar mempesona dengan tampilannya yang sederhana serta bibir merah muda yang l
Alma segera menghampiri Aryua yang tampak sedikit kelelahan, dia tidak pernah menduga bahwa luka yang dimiliki oleh paman Adante itu ternyata bukanlah luka yang biasa saja."Bagaimana keadaanmu?" Tanya Alma segera meraih kedua tangannya.Aryua hanya menggeleng dengan lembut dan menjawab, "tak apa, hanya sedikit kehilangan tenaga."Jasindha segera merapikan selimut Adante dan berjalan mendekati mereka berdua, dia tersenyum sebelum berkata, "aku belum mengetahui namamu sama sekali?" Ucapnya sembari menepuk bahu Aryua pelan sebagai tanda bersyukur atas bantuannya."Ah, nyonya silahkan panggil aku Aryua, salah seorang Healer Elf di pinggiran Arkadia ini." Jawabnya sembari tersenyum tipis."Kau sebenarnya tidak berasal dari tempat yang dekat, bukan begitu? Karena aku tidak pernah melihatmu sebelumnya." Ujar Jasindha.Dia terse
[ Tanah Para Dewa, Asgard. ]Para pelayan wanita yang berpakaian dengan kain sutra dan dihiasi dengan kristal yang berkilau di sepanjang garis pinggangnya, tampak bergerak dengan teratur kesana-kemari. Beberapa dari mereka membawa nampan dengan buah-buahan, yang lain nampak membawa berbagai minuman yang dituangkan dalam cangkir kecil yang terbuat dari emas, dan para pelayan pria tampak berdiri di setiap titik sudut dengan tongkat ramping yang berada di tangan kanan mereka.Dua orang pelayan duduk bersimpuh di kedua kaki seorang pria tua yang tidak bisa ditebak berapa umurnya, tampak hiasan berupa mahkota dari perak dengan kedua sayap yang berdiri tegak di kedua sisinya, mahkota yang di kelilingi berlian itu bernaung di atas rambutnya yang telah memutih namun mengalir lembut melalui bahunya.Fisiknya mungkin menua, namun semua makhluk yang
[ Tanah Para dewa, Asgard 700 tahun sebelumnya. ]"Apa yang kau lakukan dengan berada di tempat ini seorang diri?"Wajah seorang gadis dengan raut lembut dan keibuan yang diiringi dengan mata berwarna hijau terang segera mengalihkan pandangannya ke arah datangnya suara, rambut pirang yang mengalir sepanjang bahunya ikut berkibar dengan datangnya hembusan angin di sekelilingnya."Aesir Forseti, ternyata itu dirimu. Kemarilah aku akan menunjukan padamu sesuatu." Gadis itu segera melambai dengan penuh kegembiraan kepada sosok yang sebelumnya telah bertanya kepadanya."Apa itu? Mengapa kau selalu membuatku merasa penasaran? Apakah ini tentang buku baru yang kau dapat dari dunia makhluk fana lagi?" Kening pemuda yang disebut Forseti itu berkerut dengan rasa ingin tahu."Tidak, ayolah Aesir Forseti kali ini berbeda. Kau selalu bersemangat men
"Dan siapa kalian berani memasuki Balairung Vad tanpa izin dariku?"Forseti dan Lakhesis "...."Apa yang bisa mereka lakukan? Tentu saja tidak ada orang lain yang akan menggunakan nada yang begitu datar dan dingin untuk berbicara seperti itu kecuali pemilik dari Balairung Vad sendiri, Aesir Vidar.Ketika mereka berbalik untuk menemukannya, yang berdiri di belakang mereka bukanlah seorang Aesir dengan rambut perak, busana serba hitam dan syal hitam yang menjadi ciri khasnya. Tetapi, bayangan hitam dengan sinar keunguan yang berkumpul dan membentuk gambaran seekor serigala raksasa yang memiliki tinggi jauh di atas mereka.Forseti segera membuka telapak tangannya dan perlahan cahaya samar muncul membentuk sebuah pedang, dia memasang postur siaga.Lakhesis memandangnya dengan keheranan,"For, haruskah kau menggunakan pedangmu? Mungkin saja dia h
[ ARKADIA ]"Isaura, kau tidak ingin berjalan-jalan denganku?" Saran dari Neo terdengar ketika mereka sedang duduk tidak jauh dari taman bunga. Menikmati udara yang begitu harum dan menyegarkan, membuat mereka sedikit terdiam dan larut dalam hembusan samar angin lembut yang saling bergesekan.Isaura menatap langsung ke arah Neo yang berada tidak jauh darinya yang telah beranjak dari kursi dan memutuskan untuk mengamati beberapa bunga, yang mungkin saja dulu telah mereka tanam bersama. Lebih tepatnya Neo bersama dengan Isaura yang sebenarnya.Dia sedikit menghembuskan nafasnya."Apakah kau memiliki saran kemana kita seharusnya menghabiskan hari ini?" Tanya Isaura sambil mengamati pemuda itu dari tempatnya berada.Tidakkah pertanyaan ini adalah bentuk lain dari pernyataan tidak langsung untuk mengiyakan ajakannya? Neo segera mengembangkan
Hingga ratusan tahun kemudian, Moiroe masih akan menjadi Dewi yang paling dipuja. Meskipun mereka tidak menghendakinya, namun baik dewa ataupun manusia menghargai mereka begitu banyak. Kisah Sang dewi penengah yang menghilang selama tujuh ratus tahun untuk menghentikan musuhnya pun menjadi kisah yang diceritakan turun temurun dalam berbagai ras. Bangsa Centaur menjadi yang paling menghormati keberadaan sang dewi, sebab salah satu pemimpin mereka yang paling berani, dikenal sebagai Xantha Archer, menjadi yang pertama memegang teguh keyakinannya terhadap sang dewi, kemudian keyakinan ini akan berlangsung hingga generasi setelah dirinya. Niflheim masih terasa sangat dingin dan mencekam, tetapi setelah peristiwa penaklukan, sungai beracun yang ada di dalamnya tidak pernah lagi bergejolak, meninggalkan Ygdrassil dalam kedamaian. Perlahan, bangsa Dark Elf juga tidak lagi memangsa atau menghancurkan ras lain, meskipun keberadaan mereka masih mengalami penolakan oleh beberapa pihak. Kini
Ada suara kepakan burung di atas rumah, beberapa dari mereka nampaknya memutuskan untuk hinggap di jendela ataupun pagar rumah. Dari kejauhan terdengar gelak tawa anak-anak yang bermain dan berlarian di sepanjang jalan. Suara ketukan dari kuda yang berlarian dengan santai di Padang rumput juga ikut meramaikan suasana. Kupu-kupu berbagai warna sibuk terbang dan hinggap di antara puluhan bunga yang mekar dengan begitu indah. Salah satu kupu-kupu dengan sayap berwarna biru murni, dan garis-garis keperakan di sepanjang tepian sayapnya terbang sejenak menuju di puncak bunga berwarna putih bersih sebab tergoda oleh baunya yang begitu harum. Nampaknya itu tidak peduli bahwa bunga yang ia tempati tampaknya tengah berada pada tangan seseorang. "Isaura, setelah melewatkan tujuh ratus tahun perpisahan, aku masih tidak menyesal memiliki hatiku untukmu. Sudah begitu lama dan aku belum memiliki kesempatan untuk memberikannya, jadi, Isaura ... Sang dewi yang begitu ku cintai, maukah kau menerima h
Sejak kapan tepatnya ia mulai merasa iri terhadap saudaranya? Jika itu sejak kecil, ia sendiri tidak yakin. Sebab, sepanjang ingatannya, mereka berdua bergaul dengan sangat baik, karena hidup mereka bergantung kepada satu sama lain. "Saudaraku, suatu hari nanti kita akan tinggal di rumah yang hangat, dengan banyak bunga berbagai warna dan juga pepohonan, sehingga kita hanya akan merasakan angin yang segar bergulir, bukan dingin yang begitu mengigit seperti saat ini." Ia mengatakannya dengan penuh keyakinan saat itu, seakan-akan segala yang ia ucapkan sudah pasti. Saudaranya tidak banyak berbicara, tetapi masih mengiyakan. "Um, mari melakukannya." Sahut saudaranya saat itu. Meskipun tidak banyak berbicara, tetapi ia bisa melihat keyakinan yang sama ada di mata saudaranya. Mereka sama-sama ingin mewujudkannya. Mereka selalu tidur bersama, sebab Niflheim bukanlah tempat yang ramah, dan segala sesuatu dapat terjadi yang mungkin bisa memisahkan mereka berdua. Niflheim sangat keras. O
"Jadi, inikah yang kau katakan dengan tidak akan ragu-ragu lagi?" Isaura menatap pemandangan dihadapannya, mereka di kelilingi dengan salju yang terhampar di sepanjang mata memandang, udara dingin yang mengigit segera menyelimuti mereka. Tempat ini adalah Niflheim dimana Vidar dan juga Vilaevils pernah tinggal di sini. Tentu saja, Isaura segera berbalik ke arah Forseti, dengan raut penuh tanda tanya. Evander melangkah maju, dengan kewaspadaan di wajahnya, ia berdiri di depan Isaura, "mengapa kau membawa kami kesini?" Forseti menyadari kecurigaan pihak lain, bahkan ia juga melihat bahwa Nouna dan Morta yang mengikuti mereka juga menguarkan udara berbahaya di sekitar mereka. Ia segera angkat bicara, "tunggu dulu, biarkan aku menjelaskannya." Morta membalas ucapannya, "jangan bertele-tele, Forseti." Forseti segera melangkah sejauh sepuluh langkah di hadapan ketiganya, setelah memastikan bahwa jarak di antara mereka baik-baik saja, Forseti mulai berbicara, "alasan mengapa aku membaw
"Lakhesis, beraninya kau baru kembali saat ini!" Teriakan ini bergema bersamaan dengan satu sosok yang melesat dan menabrak Isaura, pelukan erat segera dirasakan olehnya saat itu. Membalas pelukan sosok di hadapannya, Isaura tertawa kecil sebelum kemudian berbicara, "Nouna, bagaimana kabarmu bisa memarahiku seperti ini?" Satu sosok lain yang baru saja muncul menyela keduanya, "meninggalkan kami selama tujuh ratus tahun tanpa ucapan selamat tinggal sama sekali, menurutmu apakah kami akan menyambutmu dengan perayaan?" Isaura melirik ke arah sosok yang baru saja berbicara, Isaura merentangkan satu tangannya dan memberikan isyarat mata kepada pihak lain untuk datang padanya. Sosok itu berjalan dengan teguh, tetapi pada akhirnya ia masih bergabung dalam pelukan itu. Dan mereka bertiga segera jatuh dalam keheningan guna melepaskan rindu yang telah menunggu selama tujuh ratus tahun. Sosok terakhir, Morta, dewi yang menentukan kematian mengusap puncak kepala Isaura setelah melepaskan pe
"Jadi kau bermaksud mengatakan, bahwa aku harus membangunkan saudariku sebelum aku memutuskan untuk menyelesaikan masalahku dengan Vilaevils?" Isaura bertanya, sembari meletakkan cangkir teh pada masing-masing dari mereka. "Kukira keduanya hanya mengasingkan diri dan bukannya tidur abadi." "Tadinya aku juga berpikir demikian," Sang Odin mengambil cangkir teh bagiannya ketika berbicara. "Setidaknya sampai mereka juga ikut menutup sumur Urd bersamanya." Keheningan jatuh untuk beberapa saat. Sampai Isaura bergumam kepada dirinya sendiri, "aku tidak menduga hal itu sama sekali." Sang Odin menanggapi dengan anggukan, "jadi itulah mengapa, sepertinya hanya kau yang bisa membuat mereka memiliki keinginan untuk bangun lagi. Sumur Urd juga sudah mencapai waktunya untuk dibuka kembali." "Um, kurasa juga begitu." Sahut Isaura. "Setelah ini, sepertinya aku harus kembali ke Asgard dan menemukan mereka." Sang Odin segera setuju, "kembalilah bersama denganku nanti." "Haruskah kau segera kembal
"Isaura, datang dan lihatlah, mereka berkata ingin bertemu denganmu!" Teriakan ini bergema saat Isaura tengah menyajikan beberapa hidangan yang telah ia selesaikan, ia segera menengok ke arah pintu dengan wajah ingin tahu. Siapa yang ingin bertemu dengannya hingga Lucien harus berteriak sedemikian rupa kepadanya? Tetapi, Isaura masih menanggapi, "baiklah, aku akan segera keluar." Beberapa waktu kemudian ketika Isaura akhirnya menunjukan dirinya, tidak ada siapapun di depan Lucien, yang membuat Isaura kebingungan, "Lucien? Bukankah baru saja kau berteriak tentang seseorang yang ingin bertemu denganku?" Lucien mengangguk, lalu ia berkata sambil menunjuk pada suatu arah, "yah, memang. Tetapi aku tidak mengatakan seseorang, aku mengatakan itu mereka." Isaura mengikuti ke arah mana jari telunjuk Lucien terarah, dan menemukan dua ekor burung gagak yang bertengger di salah satu dahan pohon yang berada di halaman rumah. Setelah mencoba mengingat siapa burung gagak itu, Isaura segera me
"Wahai, Maha bapa, apakah kau akan terus menjadi penonton dalam kisah Sang dewi utama ini?" Ratu Frigga, kekasih Sang Odin itu tersenyum kecil, tampaknya dia hanya sekedar memberikan pertanyaan yang serupa seperti sebuah basa-basi, namun sebagai pendampingnya, tentu saja Sang Odin merasakan petunjuk dalam perkataan ratunya itu. Sang Odin meraih jemari kekasihnya ketika ia bertanya-tanya dengan heran, "tidak biasa sekali bagimu, Frigga yang tersayang, untuk tiba-tiba mengangkat peristiwa semacam ini terhadapku?" Sang Ratu hanya tersenyum sembari menanggapi genggaman tangan kekasihnya. Namun hal itu membuat Sang Odin semakin bertanya-tanya, ia mengamati wajah Sang ratu dan menebak, "apakah aku telah melewatkan sesuatu yang penting, sayangku?" "Yah, jika ramalanku adalah sesuatu yang penting, maka memang benar kau telah melewatkannya, Maha bapa." Sang Odin segera menepuk dahinya dan tertawa kecil. "Oh, ternyata aku telah melewatkan ramalanmu, ratu yang tersayang. Sekarang, maukah k
"Apakah ada dari kalian yang menemukan jejak Neo?" Lucien menanyakan hal itu ketika Cato dan beberapa anggota pack Sethmolf datang mengunjungi rumah Isaura guna memastikan keadaannya. Mereka kini berkumpul di ruang tamu, dan Lucien akhirnya bergabung bersama mereka, menggantikan tuan rumah yang tidak dapat bergabung sementara waktu. Cato masih menunggu Evander dan Isaura yang berada di lantai atas, tetapi dia masih menanggapi pertanyaan pihak lain, "sejauh ini kami tidak merasakan jejaknya sama sekali, bahkan tidak di dekat pack. Tetapi sang alpha tetap meminta semua anggota untuk waspada, dan segera melaporkan selama melihat atau merasakan jejak Neo barang sedikitpun." "Itu bagus," sahut Lucien sembari mengangguk.Cato meliriknya, "apakah sihir yang merasuki Neo sangat berbahaya?" "Yah, dapat dikatakan begitu, sebab yang merasuki tubuh Neo itu, adalah musuh Isaura, mereka memiliki dendam yang cukup rumit."Cato memiliki kerutan di keningnya, "dendam macam apa itu? Mengapa aku tid