Meninggalkan sejenak Aksan yang sedang berupaya membujuk Nilam agar mau memberikannya kesempatan untuk merubah segala hal negatif tentang dirinya di hadapan Nilam. Ada kisah yang tak bisa terlepas dari masalah yang hadir diantara Nilam dan Aksan.Kepergian Aksan mengejar Nilam ke rumahnya, membuat Bi Jum mematung di balik jendela, ia merasa sangat sedih dan berduka melihat itu semua. Bagaimanapun Aksan adalah anak majikannya yang sejak kecil sudah diurusnya. Bi Jum, pembantu di rumah keluarga Pak Adi Jaya-Papa Aksan sudah menemani perjalanan kehidupan Aksan sejak usia lima tahun. Saat itu, Aksan dan Ikhsan sudah mulai kerepotan karena harus antar jemput si kembar, akhirnya dengan berat hati meski sebetulnya tak ingin ada ART mama Aksan terpaksa menerima seorang pekerja. Atas saran dari saudaranya, mama Aksan menerima Bi Jum, saat itu Bi Jum masih muda tapi usianya tiga tahun lebih tua dari usia Mama Aksan. Awalnya Bi Jum dipanggil Mbak oleh Mama Aksan, tapi Bi Jum lebih nyaman dipan
"Ibu benci sama kamu ...."Aksan terdiam, ucapan Ibu Nilam seakan bom yang menghantam jiwanya. "Bu, maafkan Aksan bu. Mohon beri kesempatan pada Aksan untuk memperbaiki semuanya, menjelaskan semua yang terjadi karena semua tak seperti Nilam pikirkan.""Pergilah, biarkan Nilam sendiri dulu.""Tapi bu, aku ingin pergi dari sini bersama Nilam bu ...."Aksan terus mencoba merengek pada Ibu, bersimpuh memohon maaf pada ibu mertuanya. Bagi Aksan apa yang dilakukannya bukanlah kesalahan yang besar, malah baginya dia sudah berbuat baik karena menolong adik iparnya.Tak sedikit pun ibu goyah, ia tetap teguh pasa pendiriannya. Ibu bangkit dari duduk, berjalan menuju jendela. Pandangannya ia arahkan ke depan, Aksan masih terduduk."Ibu membesarkan Nilam dengan penuh tanggung jawab, ada cinta dan kasih sayang di dalamnya tapi ada juga ketegasan agar disiplin dalam segala hal. Dalam keluarga kami, satu hal yang tak boleh dilakukan yaitu berbohong. Kami meyakini tak ada satu alasan apapun yang dap
Nilam merebahkan tubuhnya di atas ranjang, memejamkan mata berharap esok akan lebih baik, kepalanya masih terasa berat apalagi dengan kedatangan Aksan yang mencoba membujuk ibunya agar mempertemukan dengan dirinya. Beruntung ibu memiliki pendirian yang kuat sama seperti Nilam.Perjalanan beberapa hari kebelakang membuatnya sangat lelah, terutama kondisi hati yang sedang terpuruk. Ibu benar, sejak kecil Nilam dipupuk oleh kejujuran dari kedua orang tuanya, mereka sangat benar-benar menjungjung hal itu, tak ada alasan apapun tentang sebuah kebohongan karena bohong tetaplah sebuah kesalahan mana ada alasan dalam sebuah kesalahan. Samar-samar Nilam mendengar adzan berkumandang, lalu ia membuka mata perlahan, tak terasa ia hanyut dalam dekapan siang menuju sore yang tak terlalu panas. Nilam beranjak dari tidurnya lalu menuju kamar mandi. Ia nyalakan sower membiarkan tubuhnya diguyur air, melepaskan semua kesedihan dan duka yang ia rasakan, bersama air yang mengaliro tubuhnya Nilam membuan
"Kenapa bu lari-lari?" tanya seorang perempuan pada Mama Aksan yang terlihat ketakutan."Ada anak ibu," ucap Mama Aksan.Perempuan itu mengernyitkan dahinya, lalu memberikan segelas air pada Mama Arkan. Dan Mama Arkan meraih gelas itu lalu mereguk airnya hingga habis, ia kemudia mengatur nafasnya membuat dirinya tenang. Pertemuan dengan Aksan tanpa sengaja itu membuat Mama Aksan terkejut dan belum ingin menemui Aksan. Perempuan itu tampak menunggu kondisi Mama Aksan baik dulu, paras cantik dan lembutnya membuat siapa yang memandangnya terpesona. Dia adalah Namira, Namira adalah orang yang menemukan Mama Aksan terlunta-lumta di jalan, hingga jiwanya iba lalu mengajaknya tinggal di kost an yang ia tempati, Namira merantau ke daerah itu, umurnya tak jauh beda dengan Nilam, ia seorang psikolog di sebuah lembaga pendidikan. "Kenapa ibu menghindar?" tanya Namira."Ibu belum siap kalau harus bertemu, apalagi Aksan itu sangat mirip dengan suami ibu. Jadi ibu belum bisa ketemu Aksan." Nam
Aksan ketar-ketir mencari keberadaan Qonita dan Bi Jum, ia bergegas menuju rumah Mama Indri berharap ada di sana, karena perasaannya mengarah pada Mama Indri, orang yang paling tidak suka melihat Qonita hidup adalah Mama Indri. Bahkan terakhir Mama Indri meminta Bi Jum melenyapkannya. Sepanjang perjalanan ketika kembali melewati jalan yang sama dengan tadi ia bertemu mamanya, hatinya kembali bimbang. Siapa yang harus dia dahulukan, Qonita dalam ancaman bahaya begitupun mamanya yang ia tak tahu bagaimana kondisi sebenarnya.Aksan meraih ponselnya dan menghubungi Mbak Tami."Wah, aku gak bisa. Aku kan baru pulang dari rumahmu kemarin. Gak enak minta izin suami dan titip anak-anak di orang tua Mas Dimas," ucap Mbak Tami di ujung sana."Tapi ini soal mama Mbak, aku ketemu mama.""Apa? Mama? Di mana? Kamu jangan jebak Mbak." "Nggak mbak, aku serius. Sehabis pulang dari rumah ibunya Nilam di jalan tanpa sengaja aku nyerempet ibu-ibu dan itu ternyata mama. Aku gak sempat mengejarnya karena
"Den, ada polisi di depan."Aksan terkejut mendengar Bi Jum memberitahunya tamu yang datang mengetuk pintu tadi, ketukan pintu yang membuyarkan semua pikirannya. Dengan langkah penuh tanya Aksan menghampiri dua orang polisi itu. "Selamat siang pak, ada yang bisa saya bantu."Aksan bersikap biasa saja, dua polisi itu berjabatan tangan pada Aksan. "Kami akan melakukan penangkapan kepada atas laporan tuduhan penyekapan terhadap ibu Qonita yang mengalami gangguan kejiwaan."Terperangah Aksan mendengar penuturan polisi itu."Atas dasar apa anda menjatuhkan tuduhan itu pak, mana mungkin saya menyekap istri saya sendiri," kilah Aksan."Silahkan jelaskan semua di kantor pak, kami mohon bapak bisa ikut kami." Tanpa berpikir lama Aksan menyetujui dan langsung ikut ke kantor polisi bersama dua orang polisi itu, sepanjang perjalanan Aksan memikirkan siapa pelaku dari semua ini. Rega-teganya ia melaporkan dirinya, terbesit Nilam dalam pikirannya tapi hatinya menepis. Ia bisa merasakan cinta yan
"Qonita? Qonita istrinya Ikhsan?" tanya Mama Aksan dengan mata terbelalak, Mama Aksna terkejut dan benar-benar terperangah mendengar nama yang disebut oleh Nilam. Nilam hanya menganggukan kepalanya, Mama Aksan membungkam mulutnya, menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya, tak percaya dengan ucapan Nilam."Nggak mungkin Nilam, Aksan gak mungkin melakukan itu. Dia nggak mungkin mengingkari syarat yang kamu berikan, mama tahu pasti siapa Aksan."Mama Aksan menepis ucapan Nilam tentang Aksan yang telah mengkhianatinya, Nilam kembali menegaskan agar Mama Aksan lebih percaya. "Ma, mana mungkin aku menuduh Mas Aksan begitu saja. Mas Aksan menjemput Qonita di rumah sakit lalu ia menikahinya dan menyembunyikan Qonita di ruangan rahasia yang ada di ruang kerjanya. Qonita mengalami trauma berat yang mengakibatkan psikisnya terganggu dan hanya dekat Aksan ia merasa tenang dan aman. Karena itulah katanya Mas Aksan menikahinya."Mama Aksan semakin terperangah,
Selepas dari kantor polisi akhirnya Aksan tahu keberadaan Qonita, Qonita dibawa oleh Mama Indri ke rumah sakit jiwa hal yang sama sekali tak diinginkan oleh Aksan, dia tak mau perempuan yang membuat hatinya bergejolak dari masa SMA itu masuk di sebuah tempat seperti itu bagi Aksan, Qonita tidak gila, dia hanya perlu perhatian khusus dari orang yang dicintainya dan saat ini itu dirinya. Aksan tak memperdulikan kelak dia akan berstatus sebagai tersangka atau tidak, keputusannya untuk menemui Qonita adalah hal yang harus dia lakukan. Dia ingin mengetahui kondisi Qonita, kekhawatirannya sudah memuncak sejak Bi Jum mengabarkan soal Qonita bahkan ia tega melepas Mamanya yang sudah di depan mata.Sepanjang perjalanan Aksan memikirkan strategi untuk bisa membawa Qonita keluar dari rumah sakit jiwa itu. Akal sehatnya sudah terhalang oleh perasaan yang bergejolak kembali, Aksan pun lupa akan statusnya sebagai seorang suami, ia tak berusaha mencari hati Nilam lagi, seakan semua hanya tertuju pa
Perjalanan panjang setiap manusia yang bernapas di dunia sejatinya hanyalah sementara, seberapa lama dan panjang pun perjalanan itu tentu akan memiliki akhir yang sama yaitu kematian. Setiap yang bernyawa akan mati, itu janji Tuhan dalam kitab suci. Apa yang kita lakukan selama menempuh perjalanan di dunia, akan diminta pertanggungjawaban di alam akhirat nanti. Jika baik maka akan berbuah baik, jika buruk maka itupun yang akan kita terima. Dan semua manusia akan berharap kebaikanlah yang akan mereka terima. Aksan, sudah merasakan perjalanan hidup yang beragam. Mulai dia yang tergoda mendua hingga dia sendiri yang diduakan, mulai merasakan jatuh cinta, dicintai lalu jatuh cinta lagi dan terluka lagi. Seolah semua yang dilakukannya sudah dibayar lunas oleh takdir yang menyapanya. Genap dua tahun Aksan meninggalkan Negara ini dengan segala cerita yang sudah pernah terjadi, cerita yang membuat kehidupannya beragam dan begitu kompleks. Aksan menikmati setiap kehidupan yang diamanahkan p
"Assalamualaikum, Ma.""Waalaikumsalam, ah akhirnya anak mama menelpon juga. Gimana kabar kamu, nak?" "Baik, Ma. Mama gimana?" "Alhamdulillah, baik."Percakapan antara anak lelaki dan seorang ibu yang terpisah jarak dan waktu itu selalu terjadi setiap waktu dengan waktu yang berbeda. Ya, akhirnya Aksan memutuskan untuk pergi, menyetujui dengan saran sang Mama untuk meraih kebahagiaan, melupakan semua peristiwa yang terjadi di tanah air dalam hidupnya. Aksan mengambil keputusan yang tepat setelah melakukan perenungan yang cukup panjang. Sebulan dari ucapan sang Mama, Aksan baru berani memutuskan setelah memastikan semua urusan di tempat tinggalnya selesai. Mendengar keputusan sang buah hati tentu Mama Aksan sangat bahagia kala itu, tak ada yang menjadi penghalang kebahagiaannya selain kebahagiaan anak semata wayangnya. Satu-satunya anggota keluarga yang masih dimiliki Mama Aksan. "Baik-baik kamu disana, ya nak." "Iya Bu, ibu juga. Bi, tolong kabari soal Mama apapun itu," ucap Aks
"Kok kamu bisa bawa Nilam?" tanya Mama saat di jalan menuju ke rumah. "Aku lagi di kafe Dani habis menemui Jelita. Jelita akan tetap bertahan dengan suaminya ma, meski aku menawarkan untuk melunasi semua hutang Budi itu.""Apa? Kamu akan mengambil dia gitu?" tanya Mama tampak terkejut. "Ma, aku sudah lelah. Aku lelah mencari wanita untuk bisa kujadikan sandaran ketika aku lelah dengan pekerjaan dengan kehidupan ini, aku sudah semakin tua Mama juga kita butuh seseorang untuk melewati masa-masa ini. Aku butuh istri, Ma." "Lalu kamu berharap Jelita bisa jadi istri yang baik untuk kamu," ucap Mama. "Setidaknya, perempuan yang terakhir aku cintai dan masih bisa aku perjuangkan hanya Jelita." "Kamu ini, sekarang repot cari istri dulu sudah punya istri baik dan cantik kamu abaikan begitu saja." "Ma," lirih Aksan. Mama tak berucap lagi, begitupun dengan Aksan yang memilih diam. Ucapan mamanya mungkin kena ke dalam hatinya. Apa yang dikatakan sang Mama betul adanya. Dulu Aksan beruntung
Jelita masih mengingat pertemuannya dengan Aksan, dia akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal bersama Boby. Keputusannya sudah bulat, meski kini perlakuan Boby terkadang cukup membuatnya bingung tapi setidaknya kehidupannya jauh lebih aman di tangan Boby. Tetiba ingatannya meluncur saat pertemuan pertama dengan Aksan, membuat Jelita tersenyum sendiri mengingatnya. Tapi tak jarang menangis bukan karena menangisi kebersamaan mereka tapi menangisi restu orang tua yang tak kunjung hadir. Orang tua Jelita tak menyetujui kedekatan mereka itulah sebabnya Jelita tak pernah mengajak Aksan. "Dia itu duda, Jelita. Kamu ini masih gadis, pantas mendapatkan jejaka." Itu yang terlontar dari mulut sang ayah, mereka menginginkan anak gadisnya mendapat jejaka bukan duda hingga keputusan besar karena sebuah keterpaksaan pun diambil. Orang tua Jelita terlilit hutang, Boby membantunya dengan syarat Jelita mau menikah dengannya karena Boby memang sudah mengincar Jelita sejak lama. Lelaki anak juragan k
"Kamu tahu bagaimana perasaan aku sama kamu, aku menjaga kamu. Gak pernah sekalipun aku berani menyakitimu, oke mungkin aku salah karena tak begitu perhatian sama kamu. Selama ini aku selalu melihatmu baik-baik saja, aku kira semua nyata ternyata semu belaka, kamu pandai menyembunyikan semuanya dan aku terlalu percaya dengan semua itu. Harusnya kalau kamu menganggap aku ini kekasihmu bicarakan apapun tentang kamu jangan kamu sembunyikan." Aksan terus memburu Jelita, sedangkan yang diburu hanya semakin menundukan kepala, meremas jari-jarinya. Jelita mungkin tak pernah menyangka jika ia akan bertemu dengan Aksan lagi. Boby sudah membawanya jauh pergi dari kota dimana Jelita dan Aksan bertemu, tapi kini nyatanya mereka bersitatap untuk pertama kalinya setelah enam kali purnama tanpa berdua."Aku sudah lama akan menikahi mu, berkali-kali aku meminta kamu untuk membawaku pada orang tuamu tapi kamu selalu menolak, aku rasa bukan ini alasannya. Kamu memang gak pernah mencintaiku kan, jawab?
Aksan tercengang mendengar semua hasil laporan orang yang disuruhnya mencari tahu soal Jelita, semua fakta dan peristiwa sudah didapat dari orang itu. Aksan rela menggelontorkan uang banyak untuk melakukan hal ini, bukan soal cinta saja tapi rasa sayang yang sudah mendalam pada Jelita. Ya, memang Aksan kalau sudah jatuh cinta maka akan mendalam sama seperti dulu jatuh cinta pada Qonita hingga setelah menjadi janda rela menikahi diam-diam dan mengkhianati Nilam. Aksan berencana menemui Jelita tanpa sepengetahuan suaminya, ia pun pamit pada sang Mama. "Kamu serius?""Serius ma, aku merasa perlu menyelamatkan Jelita terlepas nanti dia masih mau dengan ku atau tidak. Aku sudah salah menilainya, dia terpaksa melakukan selama ini. Berarti memang Jelita adalah perempuan baik hanya saja keadaan yang membuatnya seperti itu.""Mama terserah kamu, tapi ingat jangan lakukan kesalahan lagi.""Baik ma, terima kasih. Oh, ya. Qonita gimana?" tanya Aksan. "Alhamdulillah, semua sehat kembali. Suamin
"Kenapa masih mencari dia? Bukankah sudah cukup jelas, dia sudah menikah dan membohongi kamu?" Aksan terdiam dengan pertanyaan Sesil, setelah menemui Sesil dan Sesil menerima dengan baik kedatangan Aksan. Aksan menceritakan semuanya, terlihat Sesil tak terkejut mendengar semua cerita tentang Jelita. Hingga Aksan mengira Sesil tahu semuanya. "Kamu tahu semua ini?" tanya Aksan. Sesil menghela napas, lalu membuang pandangannya. "Kamu itu sudah jadi pacarnya satu tahun tapi belum mengenal dia dengan baik, jadi selama ini ngapain aja? Cuma datang untuk berkencan saja dengan dia, cuma datang ketika kamu kesepian atau cuma berpikir dia butuh duit kamu saja?" Sesil menjeda kalimatnya, Aksan semakin terasa sesak, ya memang selama berpacaran dengan Jelita, Aksan selalu memberikan apapun yang dia mau, Aksan selalu berusaha meluangkan waktu tapi memang ia mengakui Aksan tak pernah bertanya apapun soal kehidupan Jelita. Dan jelita pun tak pernah bertanya apapun atau bercerita apapun. "Tidak
"Qonita itu dari dulu memang istri yang sangat baik, bagaimana pun kondisi suaminya ia tetap bisa menerima semua kekurangan itu. Dulu adik kamu sangat bahagia bisa menikah dengan dia, sejak bercerita saat masih sekolah dulu Mama bisa melihat kebaikan dalam diri anak itu makanya Mama setuju ketika Ikhsan ingin menikahi Qonita."Aksan terdiam, selera makannya tiba-tiba hilang entah kemana mendengar cerita Mamanya, entah kenapa harus bagian itu yang Mama ceritakan, sejak dulu Aksan selalu tak suka mendengar soal kedekatan Qonita dan adik kembarnya, karena Aksan pun memiliki perasaan yang sama pada perempuan itu bahkan dia pernah berbuat gila dan nekat bukan? "Ma, kalau Mama sayang sama Qonita seharusnya Mama biarkan dia tetap jadi menantu Mama, lagi pula kemana suaminya itu. Selalu saja gak ada," ucap Aksan ketus. Mama terlihat menghela napas, lalu ia menatap dalam pada putra yang tinggal Aksan yang dimilikinya. "Mama bisa saja melakukan itu, tapi kamu tahu setelah sembuh dari masa tr
Perempuan itu segera menunduk dan pergi begitu saja, sementara Aksan masih terpaku pada perempuan yang barusan bertabrakan dengannya, tak terlihat jelas wajahnya tapi sepertinya Aksan begitu mengenali perempuan itu. Aksan segera menyadarkan diri dan menuju ruang pendaftaran, bagaimanapun Raja adalah anak Qonita mantan adik ipar sekaligus mantan istri sirinya. Lagipula mama Aksan masih sangat menyayangi Qonita dan masih menganggapnya seperti anak, hubungan keduanya masih dekat apalagi karena Qonita tak punya keluarga lain, selain Mama dan keluarga suaminya yang jauh di luar kota sana.Selesai melakukan pendaftaran, Aksan kembali ke IGD memberikan bukti pendaftaran lalu kembali menunggu Mama yang masih menemani Qonita bersama Raja. Suster melewati Aksan dan Aksan segera menghentikan langkah suster itu. "Sus, bagaimana kondisi keponakan saya?" tanya Aksan terpaksa mengakui Raja sebagai keponakannya kalau tidak dia bisa disangka bapaknya lagi. "Sejauh ini sudah ditangani dengan baik, p