Tangannya bergerak, memahat sesuatu di atas kertas putih sambil sesekali menengok ke arah layar ponsel. Pandangannya fokus, mengalahkan perhatian ketika membaca buku. Tak dihiraukan lingkungan sekitar. Toh, sampai detik ini dia juga masih sendiri di ruangan bernuansa putih tersebut.Seorang lelaki yang tak asing baginya memasuki kamar. Tanpa menyapa, sosok itu langsung melucuti pakaian dan menyisakan bagian dalamnya saja. Ia menggendong keseluruhan kain yang telah terlepas dari tubuh dan membawanya ke kamar mandi.Sor...Inara menjatuhkan pulpen serta menegakkan badannya. Ia menarik rambut yang menutupi telinga dan membelokkan kepala ke arah pintu toilet.Percikan air terdengar dan membuat ia tersadar, kalau seseorang baru saja masuk ke wilayah tersebut. Inara menengok tulisannya yang terhampar di meja belajar, lalu termenung barang sesaat."Angga? Sudah pulang dia?" batinnya. Saking telitinya dengan pekerjaan itu, sampai-sampai Inara tidak sadar kalau ada manusia lain yang menyembul
"Hah!"Desahan napas yang keluar dari bibir Aina menembus telinga Inara, juga beberapa guru yang ada di kantor sekolah. Muka wanita itu semakin pias saat mengenakan kerudung putih. Dia tak ubah mayat yang tidak diterima tanah dan terus mengapung di dunia. Inara tahu, bahwa kondisi Aina kali ini benar-benar pelik, lebih parah dari kepentok batang pinang saat acara kemerdekaan waktu itu. Kalau yang ini dia memang tidak mengada-ngada, karena Inara sendirilah yang telah menyebabkan wanita itu meringis secara diam-diam.Sudah lama ke sepuluh jemari tangan Aina bermain di perut. Meremas bagian sakit yang dilapisi dengan baju berwarna coklat tersebut. Wajahnya memutih. Ia pun tak banyak bicara seperti hari biasanya.Inara sengaja menyebrangi mejanya sendiri dan mendekati dispenser yang berada di dekat meja Aina. Orang yang telah menyebabkan Aina jadi tidak nyaman itu, kemudian berbisik, "Ai, apa yang terjadi sama kamu? Kamu kelihatan kayak orang sakit." Mulutnya hampir menempel di telinga A
Hiruk pikuk kantor mulai merambat ke beberapa kelas, terlebih dua bocil pengantar makanan tadi mempromosikan, bahwa ada guru yang kebablasan buang emas di celana. Mereka heboh setengah mati, berlari dan berhenti di setiap pintu kelas untuk memproklamirkan kejadian yang ada. Berawal dari situlah satu sekolahan menjadi ramai. Bahkan, kantin yang semula dipenuhi siswa-siswa lapar, kini sepi saking sibuknya mereka untuk menyaksikan tragedi hangat tersebut. Parahnya lagi para penjual makanan di kantin sekolah juga turut berhamburan.Guru-guru mencibir. meneriaki Aina supaya membuang sisa-sisa yang terjatuh di lantai. Namun, perempuan yang sudah kadung malu itu tak berani berbalik badan. Dia berlari sekencang mungkin dan membuat beberapa bongkah berlian semakin laju berjatuhan ke bawah.Uwih. Kotor sekali. "Bu Aina, bersihin dulu ini! Kenapa Ibu malah pergi?" pekik guru bahasa Inggris seraya melambai-lambai.Seluruh tenaga pendidik berkerumun di halaman sekolah. Siapa juga yang mau menginj
Senyum Inara mengembang melepas kepergian madunya tersebut. Jangan bilang dia tidak merasa miris. Dia hanya mencoba menepis kesakitan itu dan berkhayal, kalau rencananya akan berjalan mulus. Keperihan yang ia alami saat ini akan berbuah manis nantinya.Sesaat setelah memastikan, kalau mobil mereka tak akan kembali, Inara bergegas membuka pintu rumah itu lagi dan masuk ke kamar Aina langsung. Akibat terburu-buru, jadilah pintu bilik itu ternganga. Katakanlah Inara sebagai maling saat ini. Namun, bukankah yang mengajaknya seperti ini adalah Aina duluan? Kalau perempuan itu berhasil mencuri suami Inara, maka Inara cukup mengambil selembar kertas yang terselip di laci bagian paling bawah punya Aina."Ah, ini dia! Untung kamu nggak susah dicari," batin Inara.Dipegangnya sesuatu yang berharga itu, kemudian mendekapnya di dada. Inara segera ngacir ke tempat semula."Pak, tolong jaga kunci rumah Aina. Nanti Bapak kasih ke mereka, ya, karena saya mau pergi." Inara berpesan kepada satpam rumah
Detik demi detik melaju, menghantarkan para makhluk bumi ke masa mendatang. Inilah peluang bagi Inara untuk bereksperimen tentang segala sesuatu yang telah ia pikirkan matang-matang selama ini, bahkan progresnya juga diam-diam telah berjalan.Inara tak pernah menemukan bekas kawan dekatnya lagi di sekolah, karena wanita itu telah resign dan kini resmi menjadi pengangguran. Namun, apa yang dikhawatirkan Aina. Toh, sejauh ini hidupnya ada yang menanggung. Justru, gaji menjadi guru honorer kalah jauh dengan pesangon yang saban waktu suaminya berikan.Tibalah saat di mana Angga menepati janjinya pada istri kedua. Hari ini sengaja Inara berkeliling kawasan rumah demi memastikan keadaan. Ia menjelma bak CCTV. Baik suami, keluarga mertua maupun madunya kelihatan sibuk sekali. Inginnya Inara menendang mereka semua, tetapi biarlah sejenak orang-orang dzalim itu menikmati masa kejayaan di detik-detik terakhir.Mula-mula Inara memasuki kediaman mertuanya. Dua buah koper yang ditaksir berisi paka
Rupanya permintaan Aina tentang liburan selama 3 hari di Bali adalah bohong. Faktanya mereka justru berada di sana sampai 1 minggu lamanya. Pekerjaan Angga terbengkalai. Sengaja Inara mencari tahu dan ternyata pria itu izin kepada kepala sekolah dengan mengatakan bahwa dirinya telah kehilangan saudara di kampung dan akan terus mendekam di sana hingga acara 7 harian. Lagi pula, dia diupah oleh negara. Kerja tidak kerja honor tetap masuk, walaupun jatuhnya seperti memakan gaji buta. Tidak ada tanda-tanda kepergian mereka, kalau dilihat dari sosial media. Tidak ada yang berani mengunggah foto apapun. Palingan cuma Aina yang terkadang mengupload gambar barang belanjaan, pemandangan pepohonan ataupun tangan laki-laki. Yang pada intinya mereka benar-benar membungkusnya serapat mungkin.Malam ini Angga pulang tanpa kabar. Mukanya kusam terbakar terik mentari di pulau Bali. Angga memasuki rumah tanpa salam dan langsung membongkar seisi ransel dan dimasukkan ke mesin cuci. "Selamat datang, Bi
Angga namanya. Lelaki seperempat abad yang bernasib baik, setelah resmi diterima menjadi PNS dan mengabdi di sebuah sekolah menengah atas. Pria berwajah manis plus teduh itu terkenal humoris, juga romantis. Tak segan-segan mengecup manja istrinya di khalayak publik. Itu menunjukkan betapa dia teramat mencintai Inara, wanita yang dua tahun lalu dinikahi.Awalnya hidup keluarga Angga berserta istri baik-baik saja, bahkan banyak yang iri terhadap keharmonisan mereka. Apalagi mertua serta adik ipar Inara begitu menghormati dirinya. Namun, semua berubah, ketika Angga mulai intens berkomunikasi dengan Aina, yakni tetangganya sendiri.Awalnya mereka termasuk orang-orang yang soleh [dalam pandangan manusia, hasil akhir tetap Allah yang menentukan,] tetapi semua itu lenyap dan segala ibadah yang dilakukan hanyalah topeng belaka. Flash back on"Jadi gimana, Ay? Kamu mau kan jadi pacar Mas Angga? Janji deh bakal dibahagiain. Kamu mau apapun boleh, asal tetap bisa menjaga rahasia sampai kapanpu
"Ya, Allah.""Aduuuuh! Amit-amit jabang bayi!""Benarkan, semuanya? Suami saya lagi main gila sama tetangganya?" Vokal Inara terakhir kali didengar dari beragam cibiran yang ada. Ada banyak jantung yang berpacu bagaikan di arena genderang perang.Angga dan Aina melompat saking kagetnya. Terpaksa meninggalkan kehangatan yang sudah dirajut selama beberapa waktu itu. Angga secepat kilat menarik sarung kotak-kotak berwarna biru di sebelahnya, sementara Aina kebingungan sebab yang tersisa di situ hanyalah sebuah lingerie. Percuma juga kalau dia mengenakan itu, bentukan tubuhnya tetaplah tampak. Akhirnya dia hanya berjongkok seraya menenggelamkan kepala."Apa-apaan kalian ini, hah?" teriak salah seorang laki-laki berperut balon. Perawakannya yang tegap, persis bak sumo siap gulat.Inara menjatuhkan dirinya pada beberapa kerumunan orang di belakang. Pura-pura syoklah istilahnya. Inara terkapar tak berdaya. Kepalanya terkulai ke sebelah kanan. Para wanita sibuk mengamankan dia di belakang. M