"Ke mana sih Amaliya, daritadi ditelepon nggak bisa. Mana Mihran udah jarang pulang. Kan kasihan Alia," gerutu Oma Siska. Oma kasihan melihat Alia yang sedang tertidur di pangkuannya.Tidak lama Malik pun datang. Oma kaget, begitupun dengan Oma."Kamu ngapain ke sini?" tanya Oma."Aku pikir nggak ada Oma di sini. Ya aku kasihan sama Alia. Ayah sama Bundanya kan lagi sibuk ngurus Eliza di rumah sakit," ungkap Malik."Memangnya ada apa?" tanya Oma panik.-------Oma Siska yang kesal saat mengetahui Amaliya menemani Mihran yang sedang menunggu Eliza di rumah sakit pun akhirnya mendatangi rumah sakit tempat Eliza sedang di rawat.Setelah bertanya pada seorang perawat, Oma akhirnya mendatangi kamar perawatan Eliza. Saat hendak masuk, Oma melihat Amaliya sedang menyuapi madunya itu makan. Ketika Mihran datang, Oma pun menarik suami Amaliya itu menjauh."Kamu lihat itu. Amaliya sedang menyuapi madunya sendiri. Di saat dia belum bisa hamil, dia justru merawat kandungan Eliza. Kamu enggak kasi
Eliza merasa syok ketika membaca komentar hujatan dan bullyan yang datang padanya di sosial media. Tante Della pun terus membujuk dan menghiburnya agar keponakan kesayangannya itu tenang.Mihran yang sudah mengetahui berita viral itu akhirnya pulang ke rumahnya. Ia khawatir dengan kondisi Eliza yang kini sedang mengandung anaknya."Eliza, Eliza. Eliza mana?" tanya Mihran pada asisten rumah tangganya saat memasuki rumah.Mihran pun langsung masuk ke kamarnya dan terlihat Eliza sedang menangis dihibur Tante Della."Eliza ...."Tante Della pun akhirnya keluar. Ia meminta Mihran agar menenangkan istrinya itu. Tante Della pun keluar dari kamar sepasang pengantin baru itu."Hei, kamu nggak usah baca dan dengarkan komentar orang. Biar saja mereka mau bilang apa. Kamu itu nggak seperti yang mereka bilang," ujar Mihran."Aku nggak mungkin menikahi kamu, kalau kamu itu perempuan jahat. Aku itu kan lebih kenal kamu dari pada mereka. Kamu itu istri aku. Jadi, apapun yang terjadi aku pasti belain
"Jadi dia bilang sama kamu, dia mau hamil?" tanya Della."Iya, Tante.""Dia pasti cuma mau memanasi kamu saja. Dia pasti iri sama kamu, Eliza," sahut Della memprovokasi keponakannya."Tante jadi curiga. Jangan- jangan dia menolong kamu ya pura-pura saja. Biasalah akal istri pertama. Padahal di belakang jahat," ujar Della memprovokasi agar Eliza membenci Amaliya."Dia pasti ingin merebut suaminya kembali dari kamu," lanjut Della."Tante yakin, dia sebenarnya yang menyebar semua berita kehamilan kamu, pernikahan kamu dan terus ya dia membayar orang untuk menghujat kamu di sosial media. Menyewa mulut orang untuk menjelekkan kamu," hasut Della.Eliza pun kembali teringat dengan telepon misterius malam itu saat ponsel milik Amaliya tertinggal di rumah sakit."Apa benar kalau semuanya ini yang melakukan Amaliya?" pikir Eliza.-----Oma Siska menemani Alia bermain di kamarnya. Sejak berita pernikahan Mihran dan Eliza tersebar ke sosial media, Alia tidak banyak bermain gadget."Aku tidak pern
Di lokasi rumah tahanan khusus kejahatan kelas berat dan pembunuhan tampak seorang sipir penjara datang menghampiri satu sel yang ada di pojokan ruang tahanan tersebut. Sipir penjara itu membuka gembok pintu sel tahanan itu dengan kuncinya, sementara seorang pria terlihat duduk diam sambil menundukkan kepalanya memegang dua kakinya di pojokan dalam sel tahanan tersebut."Nomor 4576 silahkan keluar," ujar sipir penjara, memanggil pria yang ada di dalam ruang sel tahanan yang gelap dan sempit itu.Sang Pria yang wajahnya dipenuhi dengan kumis dan jambang mengangkat kepalanya saat mendengar sipir penjara menyebut nomor tahanannya, Dia tersenyum kecil melihat ke arah Sipir penjara yang sudah membuka pintu sel tahanan dan berdiri di depan pintu masuk sel tahanan.Pria itu akhirnya melangkah keluar dari sel tahanan dan tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Ia berjalan santai keluar dari sel tahanannya.Setelah sang pria keluar dari sel tahanannya, Sipir penjara itupun kembali
Katakan! Aku Morry, Ayahnya!!!"Tidak ada yang perduli padaku. Semua mencemoohku. Menjauhiku dan menghinaku saja. Tidak ada yang menyayangiku. Lebih baik aku mati saja!!" ujar gadis itu berteriak lantang.Morry pun menghela nafas panjang mendengar perkataan gadis itu. Dia tahu jika begitu berat beban yang sedang ditanggung gadis dihadapannya itu. Hingga ia memilih jalan kematian dengan bunuh diri.Namun, Morry tidak mau berdiam begitu saja. Ia tidak ingin gadis itu mati konyol. Hal yang pernah ia lakukan beberapa tahun silam. Walau tidak tahu apa masalah sebenarnya, tapi Morry berharap jika ia bisa menyelamatkannya. Gadis itu harus tetap hidup. Apalagi Morry melihat perut gadis itu yang membesar. Dia tengah hamil besar. "Apa kamu tidak kasihan dengan janin yang kamu kandung? Apa kamu juga ingin membunuhnya?" tanya Morry. Sang gadis masih diam membisu."Justru karena janin inilah mereka menghinaku. Mencibirku. Berkata buruk dan kasar padaku. Mereka terus saja menghinaku!!!" ucapnya l
Bolehkah Malam Ini Aku Ikut Denganmu, Tuan .....Morry lalu berdiri dan mengulurkan tangannya pada sang Gadis, Sang Gadis yang masih terduduk di aspal jalanan menoleh pada Morry yang sudah berdiri dihadapannya sambil mengulurkan tangan."Ayo, aku antar kamu pulang." ujar Morry menatap serius wajah sang Gadis. Sang Gadis masih diam saja tak menyambut uluran tangan Morry. Dia malah menundukkan kepalanya."Kenapa diam? Rumahmu di mana? Biar aku temani kamu pulang sampai ke rumahmu," ujar Morry lagi pada sang Gadis. Sang Gadis masih juga diam saja tak menjawab pertanyaan Morry. Morry menghela nafasnya melihat sikap sang Gadis yang terus diam itu."Kamu gak usah takut, jika ada yang mencibir dan ngomongin bahkan menghina kamu, aku yang akan melabrak mereka," ujar Morry dengan tegas meyakinkan pada sang Gadis.Mendengar perkataan Morry, sang Gadis melirik Morry lalu diangkatnya kepalanya, kemudian perlahan lahan dia mengangkat tangannya dan memegang tangan Morry yang diulurkan ke hadapannya
Tiba tiba ruangan yang tadinya gelap menjadi terlihat sedikit terang, Sang Gadis menoleh ke arah sumber lampu yang menerangi ruangan itu.Sang Gadis melihat, Morry datang mendekatinya dengan membawa lampu senter ditangannya. Di ruangan lain dalam rumahnya itu, Morry menemukan ada lampu senter yang menggantung di dinding ruangan rumahnya, lalu dengan korek gas yang selalu dibawanya, dinyalakannya lampu senter itu kemudian membawanya ke ruangan dimana sang Gadis saat ini menunggu. Morry mendekati sang Gadis yang duduk di sofa, Dia meletakkan lampu senter di atas meja tamu."Sekarang sudah terang, Kamu bisa menunggu di sini," ujar Morry."Ya, terima kasih," ucap sang Gadis, pada Morry. Morry pun lalu bergegas pergi meninggalkan Sang Gadis, Dia masuk kedalam sebuah kamar dan segera merapikan kamar itu.Saat Morry sedang sibuk membersihkan kamar dan merapikan tepat tidurnya, tiba-tiba kamar itu menjadi terang. Morry kaget dan menoleh ke arah pintu kamar.Morry kaget melihat sang Gadis berd
Hari semakin larut malam, udara semakin dingin saja. Di dalam kamar yang gelap gulita terlihat Maya tidur dalam kondisi yang sangat gelisah.Berkali kali dia tidur dalam kondisi kepala yang menoleh ke kanan dan ke kiri serta menggerak-gerakkan tubuhnya."Ampuunn ... Ampunnn!!! teriak Maya. Maya tengah bermimpi buruk, dalam tidurnya itu, Dia berteriak-teriak dan seperti orang ketakutan dan menahan kesakitannya."Sudah cukup. Cukup. Sakiittt!" teriaknya lagi dalam kondisi yang tertidur itu.Keringat dingin mengucur di seluruh tubuh Maya. Dia terus saja gelisah dalam tidurnya, matanya masih terpejam. Maya terus saja berteriak-teriak kesakitan dan ketakutan.Di dalam ruang tengah rumahnya, Morry yang sedang tidur di sofa panjang tersentak bangun. Morry kaget mendengar suara teriakan Maya dari arah kamar. Morry langsung bangun dan duduk di sofa panjangnya."Tolong! Jangan pukul aku. Sakit, sakit!" teriak Morry langsung berdiri dan meraih lampu senter yang ada di atas meja tamu. Kemudian di
Wiranata kembali mencari jalan keluar untuk mengejar Baskara yang sudah membawa Balqis. Ibu kandungnya. Melalui Himawan, rahasia itu akhirnya dibuka kembali. Himawan yang juga kawan lama Pak Harry dan Namira yang dikenal Wira sebagai orangtua kandungnya.Di sebuah cafe malam itu Himawan akhirnya memutuskan memberitahu soal rahasia ini. Agar Wiranata tidak lagi salah melangkah ke depannya. Sudah waktunya bagi Himawan membuka misteri ini."Wira, orangtua kandungmu sebenarnya masih hidup. Dia ada di sekitarmu. Selalu memperhatikan perkembangan kamu sejak dulu," tutur Himawan membuka percakapan."Apa maksud anda?" tanya Wira yang syok. Ia pun tidak percaya begitu saja apa yang dikatakan Himawan."Ya, namanya Balqis Soraya. Dia adalah sahabat baik Namira dan Harry. Sahabatku juga. Ceritanya panjang, sampai akhirnya dia menitipkan kamu dengan Harry dan Namira. Yang jelas, itu dilakukannya demi menyelenggarakan nyawamu!" tegas Him."Menyelamatkan nyawa saya?" tanya Wira. Kali ini ia lebih be
Baskara pun terdesak. Kini ia dikelilingi para polisi yang pistolnya telah tertuju padanya. Dalam hitungan detik, mungkin peluru-peluru itu telah tembus ke dadanya."Lepaskan dia!" teriak Wiranata."Diam! Jangan ada yang bergerak. Jika ingin wanita ini selamat, biarkan aku pergi. Aku tidak mau dipenjara. Jika kalian nekat, perempuan tua ini akan mati!" hardik Baskara. Pria itu menodongkan pistolnya tepat di kepalanya.Wiranata pun tidak mau mengambil resiko. Ia pun meminta anak buahnya itu menjatuhkan senjatanya. Wira pun memberi jalan pada Baskara untuk meninggalkan tempat itu. "Komandan, kenapa kita lepaskan dia? Padahal kita sudah kerja keras untuk mencari keberadaannya?" ujar Leon. Anak buah Wira yang juga ikut menangani kasus pembunuhan Ikhsan."Jika wanita itu ibumu, apa kau akan tetap bersikap seperti ini Leon? Apa kau tidak ingin menyelamatkan nyawa ibumu?" tutur Wira lirih.Leon tertundukBaskoro yang selama ini tertawan akhirnya berhasil dievakuasi. Tubuhnya yang sudah rent
Balqis berjalan perlahan meninggalkan pemakaman itu. Hatinya sudah tidak sanggup lagi berdekatan dengan Wiranata. Anak yang sudah sangat dirindukannya itu.Memasuki mobilnya, Balqis pun langsung meminta supirnya itu segera meninggalkan area pemakaman dan. pulang ke rumah megah itu. Rumah yang sudah belasan tahun ia tinggalkan.Akhirnya, rumah ini ia jejaki kembali. Ada rasa cemas,takut. Trauma itu malah melekat erat di ingatannya. Entah apa yang terjadi, ia berharap bayangan itu tidak lagi muncul di benaknya."Rumah ini masih seperti yang dulu. Apa aku harus tinggal di sini lagi?" ucap Balqis. Rasanya masih berat ia langkahkan kakinya memasuki pintu utama."Selamat datang kembali, Nyonya. Senang bisa melihat anda kembali." Sashihara, asisten kepercayaan Baskoro itu akhirnya muncul. Menyambut kedatangannya."Terimakasih, Sashi. Apa kabarmu?" tanya balik Balqis."Seperti yang nyonya lihat. Saya masih sehat dan baik-baik saja. Oh ya, saya sudah siapkan hidangan makan malam yang lezat bua
POV BALQIS Malam itu perempuan berusia 27 tahun itu berlari ditengah hujan yang deras. Petir saling bersahutan. Tubuhnya telah basah, ia pun mulai menggigil kedinginan. Namun, satu tujuannya. Ia harus menyelamatkan anak yang baru dilahirkannya."Ya Allah, tolong hamba. Selamatkan hamba dan anak hamba dari perbuatan jahat mereka ...." ucap Balqis lirih.Balqis Soraya. Wanita yang telah dipersunting sepupunya sendiri itu baru saja melahirkan dalam hitungan jam. Namun, ia harus menguatkan dirinya demi menyelamatkan sang putra yang akan dibunuh oleh suaminya sendiri."Anakku laki-laki lagi? Gila! Aku butuh anak perempuan!" hardik Baskoro, suami Balqis yang dikenal sebagai mafia yang sangat ditakuti."Sudah 3 anak dan semuanya laki-laki. Aku ingin anak perempuan, Balqis! Ah, kau ini hanya bawa sial dalam hidupku. Lebih baik kuhabisi saja nyawa kalian!!!" hardiknya.Balqis yang baru melahirkan, bahkan tenaganya yang sudah terkuras banyak pun belum pulih. Tidak ada makanan yang masuk, tapi
"Ingat baik-baik ya, Nak. Balaskan dendam kematian orangtuamu dan adikmu. Nyawa harus dibayar dengan nyawa ...."Pesan itu masih terngiang jelas dibenak Wiranata. Nyonya Miranti sebelum kematiannya menitipkan sebuah pesan. Pesan mendalam itu ditinggalkannya karena hatinya yang belum ikhlas atas kematian anak mantu dan cucunya."Tapi apa yang harus kulakukan, Nek?" tanya Wiranata. Saat itu usianya baru menginjak 20 tahunan. Wira pun bingung harus berbuat apa. Tidak ada sanak keluarga yang akan membantunya. Hanya nenek lah satu-satunya keluarganya yang tersisa dan sedang dalam kondisi kritis.Namun, itu beberapa tahun silam. Berkat kegigihannya, kerja kerasnya. Ia berhasil masuk ke instansi tempat si pembunuh itu bekerja. Ya, pembunuh itu adalah seorang penegak hukum, sama seperti kedua orangtuanya.Beberapa tahun lalu, pihak kepolisian berhasil mengungkap penyebab kematian kedua orangtuanya. Awalnya diduga kecelakaan, tapi nyatanya bukan kecelakaan murni. Ada sabotase di sana. Hingga
Perjalanan ini mulai mendekati titik akhir. Setelah menjalani proses persidangan yang panjang. Berbelit-belit dan penuh intrik drama, akhirnya hari ini jadi titik akhir perjalanan panjang itu. Hari ini sidang keputusan final atas kasus kematian Ikhsan. Para terdakwa akan diputus hari ini. Apakah bisa terbebas ataukah harus menjalani hukuman sesuai perbuatan mereka."Gimana, Jos, sudah siap?" tanya Martin, pengacaranya saat bertemu di ruang tunggu. "Saya pasrah om. Semoga hasilnya tidak memberatkan saya," jawab Joshua.Satu persatu memasuki ruang sidang. Giliran pertama adalah pembacaan keputusan untuk Mahesa. Si tokoh utama yang juga menjerat banyak anggota instansinya karena ikut terlibat menutupi kasus yang tengah berjalan." .... menjatuhi saudara Danantya Mahesa dengan hukuman MATI ...."Suara riuh yang ada di ruang persidangan pun membuat ricuh. Hingga palu hakim harus terdengar agar suasana tetap aman terkendali.Bukan hanya keluarga korban yang saat itu ikut hadir yang sangat
Satu persatu aib kejahatannya di masalalu mulai terbongkar. Mahesa pun kesulitan untuk membantahnya. Bahkan Himawan sudah mempunyai semua bukti yang bahkan tidak diduganya sama sekali."Saudara Mahesa, apa keterangan saksi ada yang salah? Salah semua atau benar semua?" tanya hakim Iman. Hakim ketua itu beberapa kali mulai menekan Mahesa dengan pertanyaan yang sulit dijawabnya."Ada yang salah yang mulia," jawab Mahesa. Him pun tertawa kecil mendengar jawaban Mahesa itu."Saya tidak pernah menerima suap seperti yang dikatakan saksi. Semuanya tidak benar dan saya juga tidak tahu darimana saksi mendapatkan semua bukti itu!" ucap Mahesa lantang."Anda yakin dengan jawaban anda saudara Mahesa?" tanya hakim Morgan."Yakin yang mulia."Para hakim itupun kembali saling pandang. Sungguh tidak masuk diakal mereka, bukti yang semua sudah jelas di depan mata masih sanggup dibantahnya."Baiklah. Nanti biar kami yang akan menilai. Apakah saudara Mahesa yang berbohong atau saksi. Ada yang mau bertan
Wajah Mahesa tiba-tiba memerah padam. Entah darimana tim Joshua mengetahui keberadaannya. Apa mungkin, ini kerja Wiranata???Indhira menatap ke arah Himawan. Ia panik, takut, cemas, jika semua aib-aibnya akan terbongkar. Apalagi jika Mahesa tahu kalau ia pernah bekerjasama dengan Himawan untuk menghancurkannya.Wajah Kivan dan Farraz pun sama-sama menatap wajah Himawan. Pria mantan rival sekaligus mantan sahabat Mahesa itu dikenal sangat tegas dan lantang untuk membela kebenaran dan membasmi semua hal tentang kejahatan. "Bisa habis aku sama Pak Him?" batin Farraz.Para saksi pun dipersiapkan. Dihadirkan di muka persidangan. Namun, ada sedikit yang berbeda. Himawan ingin tampil lebih dulu dan berbicara dengan Mahesa di muka persidangan."Baiklah, silakan, kami beri waktu anda 10 menit," ucap hakim Morgan."Terimakasih yang mulia."Himawan pun mengambil mic-nya. Belum saja Himawan berbicara, sejak tadi Mahesa terlihat beberapa kali duduk tidak tenang."Halo, Tuan Mahesa. Lama kita tida
Suara keributan kembali terjadi. Joshua dan Farraz tetap dengan jawabannya masing-masing. Joshua bahkan berani mengucapkan sesuatu yang tidak pernah dia ungkapkan sebelumnya."Pak hakim, saya jadi curiga. Jangan-jangan Farraz juga ikut terlihat dalam kematian Bang Ikhsan. Karena saya pernah melihat mereka bertengkar. Dia bahkan mengancam akan bilang sama bapak!" ungkap Joshua.Semua mata terbelalak. Begitupun tim pengacaranya. Hakim, jaksa hingga Farraz yang langsung emosi dan menantang Joshua bertengkar kali itu. Ia meradang karena jawaban Joshua dapat memberatkan hukumannya."Joshua, jangan kurang ajar kamu!!!" hardiknya. Farraz bahkan sempat menarik tangan Joshua, hingga akhirnya beberapa anggota kepolisian memisahkan mereka."Kalian tenang! Saudara Farraz, kamu bersikap tenang jika tidak maka bisa memberatkan hukumanmu!" tegas YM hakim Iman."Baik, yang mulia."Sidang kembali dilanjutkan. Banyak pertanyaan yang akhirnya membuat Farraz tersudutkan. Ia mulai merasa tegang, wajahnya