Dengan napas terengah, Leona dan Ash membanting tubuh masing-masing di atas kasur pasien. Di detik berikutnya, keduanya menoleh –saling menatap dalam diam.
Segera Ash menutupi dada Leona yang hampir terekspos sebagian dengan kemeja yang melekat di tubuh sang gadis, ia memasangkan kancingnya satu persatu hingga seluruh tubuh ada Leona tertutup rapat.Di sepersekian detik berikutnya, ia mengulas senyum hangatnya saat mendapati gadisnya tengah menatapnya lurus dengan senyum simpul menghiasi wajah cantiknya."Apa ini sakit?" Leona mengusap sudut kanan bibir Ash yang tampak sedikit lecet –berdarah.Ash buru-buru menggeleng. Digenggamnya jemari sang gadis, lantas diusapnya punggungan halus tangan mungil itu dengan ibu jarinya."Apa aku akan berubah menjadi seorang Hybrid? Karena seorang purebloods telah menggigitku." Ash merajuk manja.Ucapannya berhasil membuat si gadis vampire terkekeh pelan, –hampir meledakkan tawanya jika ia tak memilikiLyla berlari ke sana ke mari mencari Loui. Wajahnya merah padam. Marah, benar-benar marah setelah mendengar jawaban Ash tentang minuman berwarna merah seperti darah, cairan tersebut diberikan oleh si sulung Argent, Loui.Sudah tiga puluh menit lamanya Lyla menyisir hampir ke seluruh sudut kampus, mencari sosok Loui. Namun, ia masih belum menemukannya. Ia hanya bertemu Malia, bersama dua Argent lainnya –salah satunya adalah orang yang ia benci.Kesal karena pencariannya tak menemui titik terang, Lyla memutuskan untuk kembali ke study room, tas tangan miliknya masih tertinggal di sana.Namun, saat ia hendak membuka pintu ruangan, sebuah tangan besar menangkap lengannya. Dengan sepasang matanya yang membola, Lyla menoleh ke sisi kanannya –menatap orang tersebut dengan netranya yang masih terbuka lebar, memelototi orang tersebut."ARCHIE?" pekik Lyla.Dengan sigap Archie meletakkan telunjuk kiri di depan mulutnya."Ssstt. Bukankah ini study room
"Leona! Kemarilah!"Malia memekik kegirangan, ia melambaikan tangan kanannya saat melihat sosok gadis bersurai ash grey tengah menyapu pandangannya ke seluruh sudut cafetaria.Mendengar pekikan nyaring tersebut, Leona merotasikan bola matanya. Lagi-lagi gadis itu selalu berteriak dengan suara nyaringnya. Di satu sisi, ia merasa terganggu. Sebab, Leona bukanlah tipikal orang yang senang mendapat banyak perhatian dari sekitar ketika namanya diteriakkan selantang itu. Namun, di sisi lain, ia begitu senang. Karena, artinya mood Malia sedang dalam keadaan terbaiknya."Berhenti memanggilku dengan teriakan nyaringmu itu!" seru Leona ketika dirinya berhasil duduk berhadapan –sejajar dengan Malia.Malia terkekeh dengan wajah riangnya, sembari menatapnya usil dan menjawab."Tapi, kan, kau menyukai suara nyaringku." ucap Malia berbangga diri.Di detik itu juga Leona mencibir semua kalimat yang diucapkan Malia. Menyebalkan. Gadis itu tahu betul tentang hal it
Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk tiba di depan sebuah rumah megah –lebih megah dari mansion baru Keluarga Argent di Mitchell Hills, Moonwood City.Luca memutar knop pintu depan rumah tersebut, lantas menggiring Loui juga Archie ke dalamnya. Charles Argent tengah duduk santai di satu-satunya sofa tunggal –mirip seperti kursi seorang raja.Segera ketiganya menghampiri Charles, lantas duduk mengelilingi Charles. Archie yang tampak bingung sejak awal, akhirnya angkat bicara –tidak tahan dengan keheningan yang menyelimuti mereka."Maaf, Charles. Aku akan langsung bertanya tentang jus merah itu." ucap Archie pada Charles terus terang.Charles mengulas senyum sembari memberi anggukkan kecil sebelum menjawab kebingungan Archie."Itu memang darah –murni darah." jawab Charles singkat.Sepasang netra bulat Archie membilak, kaget –terlalu kaget mendengar jawaban terus terang Charles. Yang dikatakan Lyla padanya ternyata sebuah ke
"Jadi, sebenarnya, Skarsgard ternyata hanya menakut-nakutimu, Archie?"Tanpa sengaja Malia meninggikan intonasinya saat Archie menarik napas panjang, setelah menyelesaikan ucapannya. Ia menceritakan semua percakapan yang ia lakukan bersama seluruh anggota Keluarga Argent. Gabe, Ash, dan Malia mendengarkan dengan seksama.Sementara Leona memilih menggoreskan beberapa macam pensil kesayangannya, pada buku polos di hadapannya. Gadis itu membuat beberapa ukiran abstrak di atas kertas putih tersebut. Jika sedang ingin mengalihkan sesuatu yang tengah dipikirkannya, Leona selalu memilih untuk menggambar atau melukis.Semua orang yang duduk satu meja dengannya tampak sibuk mengoceh tentang ini dan itu, Leona yang mulai merasa bosan dengan kegiatan menggambarnya pun memilih mengistirahatkan kedua tangannya sejenak.Namun, siapa sangka, Ash yang berada di sisi kanannya, kala itu menangkap jemari lentik tangan kirinya –menggenggamnya, lantas mengusapnya lembut.D
"Dengar, Ash. Aku bisa melindungi diriku sendiri." tukas Leona."Beri tahu aku, ke mana kau akan pergi? Setidaknya kami tahu harus encarimu ke mana, jika tiba-tiba kau tak pulang bahkan tak memberiku kabar." Ash mengajukan sebuah syarat secara spontan.Bagaimana pun, Ash memang sangat ingin tahu ke mana gadisnya itu akan pergi seorang diri. Sebab, ia memiliki firasat buruk tentang itu."Aku akan menemui Damien. Damien Skarsgard." jawab Leona sigap.Setelah melemparkan senyum simpulnya, Leona melesat sebelum Ash memberikan kalimat penawaran atau mungkin pencegahan. Gadis itu benar-benar tak mau ditemani, bahkan diikuti oleh siapapun, termasuk Ash dan kedua saudaranya.Ash mendesah pasrah melihat gadisnya pergi tanpa mau ditemani apalagi dicegah. Mereka memang sepasang kekasih, tapi itu hanya status yg awalnya mereka buat hanya untuk menghindari Damien Skarsgrad. Dan itu sama sekali tak berhasil membuat Damien berhenti mengganggu mereka, termasuk Leona.
"Senang sekali bisa kembali mencium aroma tubuh Loui. Kau... Tak pernah bisa merasakannya, kan, Malia Hale?" bisik Irina Provokatif.Gadis Skarsgard itu segera menegakkan tubuhnya ketika merasakan kedatangan sosok si sulung Argent. Di sepersekian detik berikutnya, suara baritone milik seseorang yang sangat dikenalnya menginterupsi dengan intonasi tinggi saat menyebut namanya."Oh? Hai, sayang!"Irina memutar kepalanya ke sisi kanan —menoleh, menatap pemilik tinggi badan 180 centimeter, yang kala itu tengah menangkup kedua kanan Gadis Hale dengan sepasang tangan kekarnya yang berurat. Loui tampak begitu waspada melihat gerak-gerik Irina yang saat itu berdiri begitu dekat dengan gadisnya.Loui menatap Gadis Skarsgard itu dengan tatapan dingin, tanpa ekspresi. Tatapan sulit ditebak artinya, bahkan jika memiliki kemampuan yang sama dengannya —membaca pikiran, gadis itu tetap tak bisa mengartikan tatapan yang tengah diberikan Loui padanya."Jangan mem
"Aku tahu, kau juga mencintaiku, Loui. Setidaknya —"Malia menjeda kalimatnya. Dengan sigap iya menyapu sudut mata kanannya yang hampir basah oleh cairan bening yang hendak turun tanpa permisi.Sepersekian detik berikutnya gadis yang dengan berani duduk di pangkuan Loui itu kembali meneggakkan kepalanya, menatap lurus ke dalam manik legam milik Loui."Setidaknya, ucapkan satu kali saja." lirih Malia.Lima detik kemudian, setelah berhasil menghela napas gusarnya, Loui mengulurkan kedua tangannya –mencakup kedua pipi tembam Malia sembari menatapnya dalam."Aku menci—"Belum sempat Loui menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara klakson dengan irama panjang, bersamaan dengan itu mobil yang mereka tumpangi saat itu terdorong dari arah belakang –berguncang hebat.Malia yang kala itu berada di pangkuannya pun tertolak ke depan –menerobos kaca depan. Loui hendak menarik sang gadis, namun untuk pertama kali dalam seumur hidupny
"Ash?" panggil Leona sekali lagi."Hm? Ya, Leona?"Leona menyempatkan diri mendongak, menatap wajah sang Alpha yang tengah memeluknya, lalu berkata, "Jika aku melakukan sebuah kesalahan yang berdampak besar pada semua orang, termasuk kau dan keluargaku, apakah kau memaafkan kesalahan itu?"Hening sesaat. Ash merenung —menimbang isi kalimat yang Leona ucapkan, serta memikirkan kata-kata macam apa yang pantas untuk ia ucapkan sebagai jawaban atas pertanyaan Leona. Ia tak ingin memberikan jawaban yang bisa menyakiti hati Leona, dan di sisi lain, ia memberikan jawaban realistis sesuai dengan apa yang saat itu terlintas dalam benaknya.Tak kunjung mendapatkan jawaban, tatapan Leona yang semula tampak begitu lurus, berubah sendu —terluka. Ia tahu diri, kesalahan besar memang tidak pantas untuk mendapatkan tempat pengampunan. Maka, di beberapa detik berikutnya, Leona kembali menyuarakan apa yang ada di dalam pikirannya."Maaf, aku bertan