Share

Part 43

Penulis: La Bianconera
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-09 19:17:25
Farrel tersenyum satu sudut melihat kepanikan di wajah Pak Narso. Laki-laki tua dengan rambut memutih itu pun segera bangkit dan berusaha menghindari kontak mata dengan Farrel.

Farrel tidak menyerah. Dia mengikuti gerak gerik makhluk kecil yang menempel pada pemiliknya. Aksi aneh Farrel itu pun menjadi pusat perhatian para pengunjung warung.

"Bagaimana Pakdhe Narso? Masih terus-menerus memfitnah bapakku dan Pak Bintang?" tanyanya sekali lagi. Namun, pandangan pemuda berambut biru itu tak beralih dari peliharaan Pak Narso.

Pak Narso mengusap keringat dingin di dahinya. "Rel, kamu itu bicara apa? Aku nggak fitnah bapakmu. Aku hanya mengatakan apa yang aku dengar, Rel. Kalau nggak, ya sudah. Orang-orang kan seringkali bicara begitu, to?" dalihnya.

Farrel tersenyum sinis. "Dasar munafik!" desisnya sembari melangkah menuju ke motornya.

"Ada apa to, Kang? Kok sepertinya Farrel marah banget?" tanya salah satu di antara mereka.

Pak Narso menggeleng seolah tidak mengetahui apa pun. "Ya nggak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • MENYUSUI TUYUL    Part 44

    Alisha dan Bintang tersenyum ramah pada Nur sebelum mereka keluar dari toko orang tuanya. Kesalahpahaman tempo hari sudah dijelaskan oleh Alisha pada ibunya. Namun, tentu saja mereka tidak mengatakan jika orang tua Nur memiliki pesugihan.Alisha dan Bintang tidak ingin keberadaan Nur di situ mendapatkan intimidasi dari teman-temannya. Karena menurut mereka, saat ini toko itu adalah tempat yang aman bagi Nur. "Terima kasih ya, Nur. Kamu hati-hati bekerja." Alisha berpesan pada gadis sederhana itu, ketika membantunya memasukkan beberapa barang ke bagasi mobil."Terima kasih kembali, Mbak, Pak." Nur menjawab dengan sopan. Bintang mengangguk dan menatap prihatin gadis itu. "Nur, ingat ya, pesan kami waktu itu, jangan sampai lupa." Kali ini giliran Bintang yang berpesan pada gadis tersebut. Nur kembali mengangguk dan membalikkan badannya, berjalan menuju toko."Nuraini!"Nur mengurungkan niatnya memasuki toko. Dia menoleh pada seorang pemuda yang hendak turun dari motor. Pemuda itu tersen

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-10
  • MENYUSUI TUYUL    Part 45

    "Kalian diam kenapa, Nyet?" sentak Farrel gemas.Vio dan Dino saling pandang kemudian nyengir kecil. Farrel memandang ketiga sahabatnya bergantian. Memang ada rasa bimbang dalam hati.Di sisi lain, Vio dan Dino terus menatapnya. Mereka mengisyaratkan lewat sorot mata supaya Farrel tidak mengatakan hal yang sebenarnya tentang Pak Narso, pada Banu. Mereka tidak tega merusak kebahagiaan Banu yang baru saja dimulai bersama Nur. Farrel mengumpat lirih. Dia benar-benar dilema dan tidak tega melihat Banu. Dia bingung, juga takut jika Banu mengalami hal yang sama seperti almarhum Hasan."Kenapa diam, Rel?" Banu kembali memaksa.Vio bergerak mendekati Banu dan menepuk-nepuk punggung pemuda tersebut. "Sudahlah, Nu. Cuma masalah kecil. Em, nganu, masalah internal saja antara Farrel dan Pak Narso. Salah paham," terang pemuda itu hati-hati.Keterangan Vio cukup masuk akal. Banu melirik ke arah Vio dan mengangguk samar. Vio menatap Farrel yang berwajah masam. Terlihat jelas dari raut wajah Farrel,

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-11
  • MENYUSUI TUYUL    Part 46

    Banu masih sulit percaya dan memilih tidak menggubris perkataan para sahabatnya. Hati pemuda itu masih sangsi jika Pak Narso memiliki pesugihan. "Apa benar? Masa iya?" tanya Banu retoris setiap kali ingat peringatan teman-temannya itu.Semakin hari, hubungan Nur dan Banu semakin dekat. Pemuda itu lebih banyak menghabiskan waktu bersama Nur, daripada bersama teman-temannya. Sejak Farrel dan kedua temannya berkata jujur waktu itu, Banu justru memilih menjaga jarak dengan mereka. Dengan hati dilanda kebimbangan, Banu ingin mengetahui secara langsung dari mulut kekasihnya itu. Harapan Banu hanya satu, yaitu Nur berkata sebaliknya dengan apa yang dikatakan Farrel dan Dino.Sekarang mereka berdua tengah berada di pinggir alun-alun kota. Banu mendekat ke arah Nur sambil membawa dua mangkuk es campur."Nur, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Banu hati-hati.Nuraini langsung mendongak. "Hm, iya Mas," jawabnya lirih.Banu menunduk sambil mengaduk-aduk potongan buah-buahan yang bercampur es serut

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • MENYUSUI TUYUL    Part 47

    Setiap bulan, ibu-ibu berkumpul di aula balai desa. Pada kesempatan itu, mereka mengadakan pengajian yang diisi oleh Bu Halimah. Setelah selesai pengajian, acara dilanjutkan dengan arisan. Di antara mereka mempertanyakan ketidakhadiran Alisha. Tidak biasanya wanita cantik itu absen dan hanya menitipkan uang arisan pada Bu Halimah."Kok tumben, Mbak Alisha nggak datang, Bu Haji?" tanya seorang ibu yang duduk tak jauh dari Bu Halimah.Bu Halimah hendak menjawab, tetapi malah didahului oleh Bu Sayuti. Wanita berkerudung simpel berwarna merah menyala itu menyahut cepat, "Nganu paling, Yu, malu datang ke sini. Dia kan sudah pindah rumah dan bukan orang Karanglor lagi. Takut ditanyain tentang pesugihan dia, huh!" cibirnya memamerkan lipstiknya yang tebal. Mendengar hal tersebut, Bu Halimah memejamkan mata sesaat sembari beristighfar.Perempuan paruh baya dengan hijab lebar itu menggeleng samar dan menarik napas panjang. Dia tidak ingin terpancing yang justru akan membuka aib Bu Sayuti sendi

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-13
  • MENYUSUI TUYUL    Part 48

    Mobil jenis hatchback warna merah itu, parkir di seberang jalan deretan pertokoan, semenjak beberapa menit yang lalu. Tidak ada niat bagi si pengemudi mobil untuk turun. Tetapi kedua pasang matanya, memperhatikan gerak-gerik pasangan sejoli yang tengah berinteraksi di depan salah satu toko. Gadis berseragam putih abu-abu itu turun dari motor matic milik seorang pemuda. Mereka terlihat berbicara untuk beberapa saat, sebelum si Gadis memutuskan memasuki toko yang paling besar di antara toko-toko lainnya."Serasi sekali mereka. Tapi maaf ya, pestaku nggak akan lengkap tanpa kalian," ucap gadis itu.Dia terus memperhatikan Banu dan Nur sambil tersenyum penuh arti. Jari-jari lentiknya yang bercat merah menari di atas setir mobil. "Mas Banu, ngapain masih di sini, balik sana. Bukankah Mas Banu kerja?" tanya Nur sambil menyipitkan mata ketika mendapati Banu belum juga mau beranjak.Nur menentang kantong belanjaan di kedua sisi tangannya. Banu bergegas turun dari motor dan mengambil alih pek

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • MENYUSUI TUYUL    Part 49

    "Maaf, Pak, Buk."Pak Haji Imran dan Bu Halimah kehabisan kata-kata. Keduanya menatap Farrel dengan tatapan kecewa, marah, dan sedih. Kejujuran dari sang anak jelas menamparnya. Bagaimana tidak? Pak Haji Imran dan Bu Halimah orang yang sangat dihormati sebagai pasangan yang paham agama. Pengakuan Farrel yang terlibat kejahatan dengan cara memberikan ide pada Sigit, menyewa preman untuk memperkosa Karina, terasa seperti bom meledak di dekat telinga keduanya.Telapak tangan Pak Haji Imran terkepal kuat di atas meja. Farrel, si pemuda nyentrik dengan ciri khas rambut biru, dengan kedua anting kecil terpasang di telinganya itu, menunduk dalam.Di depan musuhnya dia garang. Di tengah gengnya dia disegani. Namun, sekarang di hadapan orang tuanya tak lebih dari anak ayam yang bertemu musang pemangsa. Nyalinya langsung ciut. Hanya ekor matanya melirik gerak-gerik sang ayah.Farrel berucap sangat lirih, "Maaf, Pak." Hanya kata itu yang berani dia ucapkan.Bu Halimah memijit kening. "Astaghfiru

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • MENYUSUI TUYUL    Part 50

    "Banuuuu! Farreeeelll!!" teriak Danang dengan ketakutan.Keringat dingin membasahi wajah Danang. Pemuda itu duduk sambil mengatur napasnya yang tersengal-sengal.Gelas di tangan Bu Ningsih mendadak jatuh ke lantai semen di ruang dapur yang luas itu. Wanita sepuh itu tertegun, meyakinkan pendengarannya. Dia mencubit lengannya sendiri. Terasa sakit. Bergegas, dia kembali memasuki kamar sang anak, mengabaikan beling-beling yang berserakan di lantai.Sesampai di ambang pintu yang hanya tertutup gorden, Bu Ningsih dibuat terpaku beberapa detik. Mulutnya menganga dan tanpa bicara apa pun, Bu Ningsih menghambur ke pelukan anaknya."Danang, anakku. Alhamdulilah, ya Rabb. Kamu bangun, Le, kamu bangun!" pekiknya sambil menumpahkan air mata.Danang masih diam terpaku. Dirinya seolah baru keluar dari tempat yang gelap, sunyi, dan tidak ada kehidupan.Tangannya yang agak kurus bergerak membalas pelukan sang ibu. Sekali lagi, Bu Ningsih tertegun. Dia mengikuti arah gerakan tangan Danang di bahunya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-16
  • MENYUSUI TUYUL    Part 51

    "Banuuuu!!""Astaghfirullah, Ndul!"Suara hantaman dua sepeda motor itu terdengar begitu keras. Disusul dua sosok tubuh yang terpental. Farrel, Vio, dan Dino terperangah. Ketiganya kompak melompat dari motornya dan berlari mendekat. Teriakan histeris keluar dari mulut ketiga pemuda itu."Banu! Bangun Nyet, bangun! Astaghfirullah!" pekik Farrel sembari mendekap tubuh Banu.Vio mendekat ke arah korban yang lain. Dia menempelkan dua jarinya di leher dan bergantian ke nadi pemuda yang meringkuk di aspal itu.Selanjutnya, Vio menggeleng pelan sambil berbisik lirih, "Innalillahi wa innailaihi roji'uun." Vio melepaskan tangannya dari tubuh pemuda tanggung tersebut."Arrrgh! Ya Allah!" teriak Vio.Mobil polisi berhenti tepat di samping tubuh Banu yang berada di pelukan Farrel. Pemuda itu melepaskan helm yang melindungi kepala Banu dengan hati-hati.Farrel mendekatkan bibirnya ke telinga Banu. "Nu, bangunlah. Bukankah kamu akan melindungi Nur, Nu. Kamu bertahan, ya," bisiknya tepat di depan tel

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-17

Bab terbaru

  • MENYUSUI TUYUL    Part 75 End

    Sesampai di area pemakaman umum di belakang rumah sakit, Bintang dan ketiga temannya mendapati banyak kerumunan di situ. Mereka sibuk berbincang-bincang membicarakan orang yang tergantung di atas pohon randu. "Tadi sore dia ketemu aku lho, beli bunga buat nyekar, katanya. Terus dia cerita banyak banget. Katanya, dia itu kaya raya di Desa Karanglor. Tapi, kekayaannya dibawa mati istri dan anaknya." Ibu-ibu berdaster batik berceloteh, sedangkan yang lain mendengarkan dengan antusias. "Terus dia jadi miskin, nggak punya apa-apa. Aku tanya makam istri sama anaknya di sebelah mana? Eh, dia malah tertawa. Katanya, bunga itu akan dia bawa pulang nanti, mbuh apa maksudnya, Mbak?" Sang ibu mengakhiri ceritanya ketika mendengar suara sirine mobil ambulance mendekat."Astaghfirullah, Pak Narso. Innalillahi wa innailaihi roji'uun!""Kenal, Bin?" tanya salah seorang temannya pada Bintang.Bintang mengangguk. Dia menatap miris pada tubuh kurus yang sudah tidak bernyawa di atas sana. "Iya, dia tetan

  • MENYUSUI TUYUL    Part 74

    "Mereka yang akan menutup kekacauan itu, Le. Karena sudah membuat perjanjian dengan Iblis Kukus. Para manusia serakah yang durhaka pada Gusti Allah itu sudah membuat banyak kekacauan. Jadi, yang bertanggung jawab ya mereka sendiri."Pak Abdul menatap Bagus sebentar sebelum melanjutkan ucapannya. Bagus lebih memilih diam dan tak bertanya karena dia sebenarnya tidak mengetahui orang-orang tersebut."Maka dari itu, lebih baik mereka menganggap kamu sudah hilang daripada hidupmu sengsara di luar sana. Sebelum waktunya, kamu tidak boleh keluar dari sini karena Bapak punya kepentingan lain denganmu, Le.""Jadi, ini maksudnya Pak Abdul itu? Budhe Sayuti termasuk orang-orang yang menutup kekacauan ini? Ya Allah, musibah apalagi setelah ini?" Tanpa sadar, Farrel bergumam. "Rel, ayo ikut shalat jenazah. Baunya amis banget, Rel." Farrel menoleh pada Danang dan mengangguk pelan. Kedua pemuda itu segera menuju ke ruang tengah di mana Bu Sayuti hendak dishalatkan.Semua orang menutup hidungnya men

  • MENYUSUI TUYUL    Part 73

    Teriakan di pagi buta itu, mengagetkan penduduk Desa Mojojati yang berbatasan langsung dengan Desa Karanglor. Mereka berhamburan keluar rumah menuju rumah kontrakan yang beberapa waktu lalu, dihuni pasangan suami istri dari Desa Karanglor.Begitu juga dengan beberapa laki-laki yang tadinya masih enggan beranjak dari teras mushala. Mereka kompak langsung mendekati sumber suara."Ada apa, Lek?""Ada apa, Yu?""To-looong, ada ketiwasan, Pak. Tolong!" teriaknya ketakutan.Kompak pandangan mereka tertuju pada tubuh Bu Sayuti yang masih bernapas lemah, tetapi kondisinya sangat mengenaskan. Mereka juga serempak menutup hidungnya karena bau anyir itu sangat menyengat."Astaghfirullah, ya Allah!" Mereka memekik ngeri.Pemandangan di depan mereka sangat memilukan. Yakni, tubuh Bu Sayuti yang setengah telungkup itu terus bergerak pelan. Mulutnya seperti mengucapkan sesuatu, tetapi tidak jelas. Kedua matanya melotot ke satu arah dengan tatapan ketakutan. Dari kedua payudaranya mengucurkan darah ta

  • MENYUSUI TUYUL    Part 72

    Ketiga temannya yang ingin tahu, ikut melongokkan wajah mereka menatap ke arah rumah Pak Narso. Mereka sama-sama saling pandang dan saling mengangkat bahu tak acuh karena tidak melihat hal yang mencurigakan."Apaan sih, Ndul?" tanya Vio sambil melirik Farrel yang masih serius memperhatikan ke dalam sana. "Huaseuu!" Umpat pemuda berambut agak gondrong setengah biru itu. "Ternyata makhluk sialan itu masih ikut si Tua Bangka itu, rupanya." Farrel berucap lirih."Hah?!" Kompak ketiga sahabatnya terkejut.Rupanya, Farrel masih bisa melihat makhluk kecil yang berupa tuyul itu, sedangkan Vio dan Dino tak bisa melihat lagi. Farrel juga melihat, beberapa makhluk aneh berada di sekitar Pak Narso."Kamu masih bisa melihatnya, Ndul?" Kali ini Dino bersuara.Farrel mengangguk samar tanpa mengalihkan perhatian dari dalam sana, bahkan kedua tangannya terkepal di atas stang motor. Tatapan tajam Farrel mengikuti ke mana pergerakan tuyul itu. Tak lama kemudian, Pak Narso keluar dari rumahnya dan bersia

  • MENYUSUI TUYUL    Part 71

    Alisha memperhatikan foto di dalam liontin kalung kuno itu dengan seksama. Matanya berkaca-kaca. Dia ingat cerita sang ayah dulu, sebelum kakeknya meninggal. Saat itu, Alisha masih duduk di bangku SMA.Alisha menatap ke arah Farrel yang juga masih belum mengerti sepenuhnya dengan apa yang dia alami. "Mas Farrel, bagaimana bisa kalung ini sama Mas Farrel?" tanyanya, mewakili pertanyaan di benak mereka semua.Farrel terdiam dan mengingat tentang semua kebaikan Pak Abdul yang menolongnya dari peristiwa malam itu.Farrel menceritakan semua dengan detail. Semua orang yang berada di ruangan itu, mendengarkan dengan merinding. "Tepat tiga hari tiga malam aku bersama Pak Abdul, lukaku sembuh," ucapnya, ketika Bu Halimah menyibak kaos Farrel yang robek di bagian perut. "Beliau mengobati lukaku setiap pagi dan malam menjelang tidur. Menurut penuturan beliau, Pak Abdul ditangkap oleh segerombolan PKI dan disiksa ketika hendak melarikan diri. Pak Abdul ingin mengobati orang sakit...""Le, Bapak t

  • MENYUSUI TUYUL    Part 70

    "Orang gila ... orang gila!" Mereka terus berteriak sambil bernyanyi dan berhamburan menuju ke tepi jalan. "Leee! Gio, Arfan! Pulang!" Ibu-ibu berteriak dari atas jembatan, ketika melihat kelima anak itu berlarian menjauh dari sungai."Buuk! Ada orang gila tidur di sungai, Buk!" balas salah satu di antara mereka sembari menunjuk ke arah sungai."Lha, makanya pulang, nanti kamu digondol orang gila, lho. Pulang, sudah mau Maghrib. Pada mandi sana!" teriak sang ibu memberi perintah. Dengan napas sama-sama terengah, kelimanya berdiri di atas jembatan di samping ibu itu."Itu Buk! Dia mati kayaknya, Buk!" teriak salah seorang sembari mengelap keringat di dahinya yang coklat.Si Ibu ikut menatap ke arah tengah sungai. Memang benar, di sana ada sesosok tubuh tidak bergerak dalam keadaan tidur miring. Lengannya menutupi wajah. "Astaghfirullah, benar. Kalian pulang, Ibuk panggil Pak RT!" titahnya pada mereka. Tetapi, kelimanya masih bergeming di tempat. "Itu ada mobil! Kita minta tolong sam

  • MENYUSUI TUYUL    Part 69

    Sekali lagi, Bagus memperhatikan, dan membandingkan penampilannya sendiri dengan penampilan Pak Abdul. Selama tiga hari tinggal bersama Pak Abdul, Bagus baru menyadari jika Pak Abdul memakai pakaian yang sama. Melihat kebingungan di wajah pemuda tersebut, Pak Abdul mengulurkan tangan mengusap bahu Bagus. "Ini yang ingin Bapak ceritakan, Le. Bapak tidak tahu, takdir apa yang Gusti Allah gariskan sehingga secara kebetulan kamu bertemu dengan Bapak. Malam itu, Bapak tiba-tiba membelokkan langkah Bapak mampir ke pasar. Padahal Bapak selanjutnya tidak membeli apa-apa..," ucapnya terjeda. Bagus menanti cerita laki-laki paruh baya itu dengan sabar. Pak Abdul menarik napas panjang kemudian memejamkan matanya. "Bapak tidak pernah lewat jalan itu karena jalan itu masuk wilayah kekuasaan Iblis Kukus. Bangsa kami tidak ada yang berani sengaja masuk ke sana, begitu juga anak keturunannya Kukus. Mereka tidak berani masuk wilayah kami, kalau mereka melanggar akibatnya fatal. Gunung Kemukus itu ak

  • MENYUSUI TUYUL    Part 68

    Senyum gadis cantik itu sangat menawan. Bagus tertegun melihatnya. Belum pernah dia melihat gadis secantik itu. "Kang, ayamnya Paklek kamu, tarung sama ayamku!" serunya membuyarkan lamunan Bagus.Bagus terkesiap, bukan hanya wajahnya yang sangat cantik. Akan tetapi, suaranya juga sangat merdu. Bagus menoleh kanan kiri, melihat jikalau Pak Abdul sudah kembali. Sepi. Pak Abdul belum menampakkan batang hidungnya. Bagus tersenyum canggung dan melangkah mendekati ayam yang masih bertarung di dekat kaki gadis itu.Sejenak, Bagus melupakan larangan dari Pak Abdul supaya tidak berkenalan dengan gadis tersebut. Dengan gugup, Bagus mengangkat ayam milik Pak Abdul dan membopongnya. Dia mengusap-usap kepala ayam jago yang terluka di beberapa bagian. Sesekali dia melirik ke arah gadis yang masih berdiri di tempatnya. Tentunya, masih menyunggingkan senyum memikat."Kakang, siapa namanya?" tanya gadis tersebut memutus kecanggungan."A-aku? Namaku Bagus," jawab Bagus gugup.Gadis itu mengangguk da

  • MENYUSUI TUYUL    Part 67

    Pemuda itu mengambil tempat duduk di samping laki-laki tersebut. Dia menyunggingkan senyum, ketika laki-laki itu mengambilkan dua potong singkong rebus dan meletakkan di piring seng dengan motif-motif kehijauan."Makan dulu, setelah ini Bapak mau nyari kayu bakar," ucapnya sembari menyodorkan piring ke pangkuan sang pemuda.Pemuda tampan itu mengangguk santun. "Terima kasih ya, Pak. Bapak juga sarapan. Nanti saya ikut cari kayu bakar ya, Pak," ucapnya meminta izin. "Boleh, kalau kamu mau. Tapi, anak kota sepertimu apa nggak takut kena duri? Kulitmu halus dan bersih begitu." Laki-laki itu terkekeh. Diamatinya penampilan pemuda tersebut. "Bagaimana lukamu, masih sakit?" tanyanya kemudian.Sang pemuda menunduk. Menyingkap kaosnya dan meraba bagian perutnya, kemudian tersenyum. "Sudah kering, Pak. Sudah nggak sakit." Dia menjawab dengan senang.Laki-laki di depannya mengangguk kemudian menghela napas panjang. Ada kesedihan tergambar di wajahnya yang mulai keriput.Dia sempat menggeleng sa

DMCA.com Protection Status