Share

Part 31

Penulis: La Bianconera
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-27 19:27:42
Dendam, itulah yang dirasakan Sigit waktu itu. "Aku nggak pernah memperkosamu. Kamu yang menjebakku. Bagaimana kalau tubuhmu yang murahan itu dinikmati banyak orang? Pasti menyenangkan, kan, Karina?" tanya Sigit dengan seringaian penuh kemenangan.

"Bangsat kamu, Sigit! Kamu akan masuk penjara!" teriak Karin yang hanya dibalas kekehan tak berdosa dari Sigit.

Caci maki dan sumpah serapah dari mulut Karin tidak membuat Sigit menghentikan aksinya. Dengan sekali kode, dua orang berandalan yang dibayarya itu mendekat. Mereka lantas menikmati tubuh polos Karin di depan matanya. Sigit tertawa puas melihat Karin yang menangis kesakitan.

Sigit mendekati tubuh tak berdaya Karina. "Silakan lapor polisi, kalau mau video ini menyebar. Orang tuamu yang sombong itu, akan kena serangan jantung dan mati," desisnya sambil mengacungkan kamera ke arah Karin yang terus menangis. "Jangan anggap kamu paling pintar, Karin. Nggak semua orang percaya sama kelicikanmu!" sentaknya geram sambil mencengkram rahang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • MENYUSUI TUYUL    Part 32

    Mereka berdua tampak begitu riang. Keduanya duduk mengelilingi wadah berisi air, dengan binatang bergerak-gerak memutar di dalam baskom plastik tersebut. Tangan-tangan kecil itu terulur masuk ke air dan memainkan beberapa binatang berupa kepiting sawah atau yuyu itu dengan senang.Seperti anak kecil yang menemukan mainan kesayangan, keduanya asyik di situ. Sehingga tak menyadari beberapa pasang mata mengawasi mereka berdua. Pasang-pasang mata milik manusia itu menunggu mereka berdua benar-benar lengah."Gila, jijikin Rel, aku emoh. Wajahnya menjijikkan," bisik Dino bergidik ngeri yang langsung dibekap mulutnya oleh Farrel.Pemuda berambut biru itu melotot ke arah Dino yang masih ketakutan. "Jangan gagalin rencana, Cuk. Badan gede, rambut kayak preman, tapi takut tuyul. Sana pulang! Minta roknya Lek Santi, pakai!" bisiknya geram.Dino melengos dan melirik Vio yang tersenyum seolah mengejeknya. Dino mengumpat dalam hati, sungguh sialan kedua temannya itu."Cuk, awas kalau ngompol," bisik

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-28
  • MENYUSUI TUYUL    Part 33

    "Pak, Pak!" Sang istri berteriak panik. Sedangkan sang suami masih memegangi lehernya yang seperti dipatahkan oleh tangan tak terlihat.Luar biasa sakit."Argh ... arghh!"Hanya kata itu yang keluar dari tenggorokannya. Tangan dan kakinya juga terasa ditindih dengan benda berat. Istrinya yang panik hendak berlari keluar rumah mencari pertolongan. Tetapi langkahnya terhenti ketika melihat makhluk yang selama ini diperlakukan seperti emas itu, meringkuk mengenaskan di ruangan tersebut. Tidak tahu kapan dia berada di situ, yang pasti, kondisinya juga begitu mengenaskan."Anakku..." ucap perempuan paruh baya itu dengan kebingungan. "Ono opo iki, Le?" ( Ada apa ini, Nak?) tanyanya sambil mengangkat tubuh kecil yang penuh luka lebam di mana-mana.Dia melangkah mendekati sang suami yang masih meringis dan meringkuk di lantai. "Pak, lihat kenapa anak ini? Terus kenapa tinggal satu, yang satu ke mana, Pak?" tanyanya kebingungan menatap sang suami dan anaknya.Laki-laki itu pun mendongak dan ter

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-29
  • MENYUSUI TUYUL    Part 34

    "Nuraini, anakku..." gumam laki-laki itu dengan perasaan kalut. Laki-laki di depannya mengangguk tegas, dalam hati dia tertawa puas. Memanfaatkan orang bodoh yang berambisi kaya raya memang tidak terlalu sulit. Dengan menjadikan Nur sebagai tumbal maka dirinya sendiri tidak perlu repot-repot mencari tumbal untuk sesembahannya sendiri. Soal ilmu dompleng dan memanfaatkan keadaan adalah keahliannya. Sangat licik."Tapi Pak, apa nggak ada solusi lain?" tanya laki-laki berbadan ceking itu lirih. Sungguh, inilah yang dinamakan makan buah simalakama. Maju kena, mundur juga kena. Laki-laki di depannya memberikan reaksi gelengan kepala. Pertanda tak ingin dibantah."Aku nggak tega menjadikan anakku sendiri sebagai tumbal, Pak. Walaupun Nur nggak setuju aku mencari pesugihan, tapi semua ini demi dirinya juga. Dia anakku satu-satunya, Pak," ucapnya dengan bergetar. Membayangkan nyawa anaknya yang akan ditukar dengan harta kekayaan suatu hal yang berat. Walaupun nantinya harta itu yang akan me

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-30
  • MENYUSUI TUYUL    Part 35

    Alisha menoleh cepat pada sang suami. Kemudian dia mengikuti arah pandangan Bintang. Laki-laki itu pun tampak terus beristighfar dan menggumamkan do'a. Tetapi anehnya, Alisha tidak melihat apa pun di depan sana. Dia hanya melihat seorang perempuan paruh baya duduk di teras rumah adat Jawa itu. Tepatnya di di depan pintu yang terbuka lebar. Alisha memperhatikan gerak-gerik perempuan bertubuh tambun tersebut. "Ngapain dia, Mas, kok noleh-noleh gelisah gitu?" tanyanya lirih, namun tidak mendapatkan jawaban dari Bintang. Laki-laki itu masih menatap ke depan sana yang jaraknya memang cukup jauh. Mungkin perempuan tersebut tidak menyadari kehadiran mobil yang hendak melewati jalan kecil depan rumahnya. Entahlah.Perempuan itu kemudian seperti merangkul seorang anak kecil duduk di pangkuannya. Ini pengalaman pertama bagi Bintang, setelah melihat makhluk aneh bermulut memanjang ke atas. Kemudian menangkap makhluk tersebut dan bisa memegangnya. Masih terasa ketika kulit tangannya menyentuh ku

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-01
  • MENYUSUI TUYUL    Part 36

    Bintang dan Alisha masih belum mengerti dengan penjelasan Pak Haji Imran, mengenai perjanjian bangsa manusia yang memutuskan bersekutu dengan bangsa jin. Ternyata, selain ritual memberikan persembahan untuk tumbal dan ritual menyusui di waktu lewat tengah malam di saat tertentu, masih ada perjanjian lagi.Pak Haji Imran kembali membuka suara, "Begini, Mas Bin, Mbak Alisha, sebenarnya mereka itu bukan mendapatkan kekayaan secara cuma-cuma. Itu nggak lebih dari tipuan dari bangsa jin saja. Dengan mereka bersekutu, mau menuruti apa maunya dan seolah-olah mereka mendapatkan uang banyak. Padahal, itu adalah rejeki anak keturunan mereka sendiri yang diambil oleh makhluk itu. Sampai tujuh turunan," jelasnya.Ucapan Pak Haji Imran yang terkesan jelas dan gamblang, masih juga tidak cukup untuk membuat Bintang dan Alisha mengerti. Mereka berdua justru saling pandang untuk beberapa saat.Kerutan di kening Bintang semakin dalam setelah mendengar penuturan Pak Haji Imran.Laki-laki itu menggaruk te

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-02
  • MENYUSUI TUYUL    Part 37

    Makhluk sebesar anak berusia dua tahunan itu menatap Farrel ketakutan. Sedangkan Farrel semakin menyeringai dengan kedua mata melotot, seolah ingin menelan mentah-mentah tuyul tersebut.Sepertinya, Farrel memang begitu dendam. Hanya itu yang ada di hati pemuda nyentrik tersebut. Sementara Bu Siti yang berdiri di sampingnya, memperhatikan Farrel dengan tatapan heran. Berkali-kali dia menyentuh lengan pemuda tersebut. Bulu kuduknya sejak tadi merinding."Cari duit? Nih, duit. Ambil!" tantang Farrel pada makhluk tersebut, sambil memamerkan beberapa lembar ratusan ribu yang dia serobot dari tangan Bu Siti."Le, koe ngomong sama siapa to, Le?" bisik Bu Siti, kembali mencolek lengan Farrel. Farrel menoleh sekilas dan terus mengamati gerak-gerik makhluk yang tertangkap basah sedang mengintai mangsanya. Lalu makhluk kecil dengan kepala tanpa rambut dan tanpa pakaian itu duduk di depan sang pemilik. Farrel menyunggingkan senyum miring melihat kegelisahan di wajah Pak Narso.Farrel menunduk ke

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-03
  • MENYUSUI TUYUL    Part 38

    Pak Narso bergerak semakin gelisah. Rasa panas di bahu benar-benar membuatnya tidak nyaman. Laki-laki itu pun segera bangkit dan melirik sekilas ke arah Bintang."Sialan bener, matanya ditaruh mana, to? Gelas kopi sebesar itu nggak kelihatan!" maki Pak Narso dalam hati. Bintang benar-benar membuatnya dongkol.Sementara itu, Bintang sibuk membersihkan celananya yang terkena sedikit tumpahan kopi. Laki-laki itu tersenyum miring sekilas."Lho, Pak, kok buru-buru, kopinya belum habis?" tanya Pak Sugeng si pemilik warung.Pak Narso membayar jajanannya sambil tersenyum masam. "Iya, Kang, kurang enak badan," jawabnya. Sesekali dia mendesis menahan panas.Tidak ada yang menyadari sikap aneh laki-laki setengah tua itu. Selain, Bintang, Farrel, Vio, dan Dino. Langkahnya pun sedikit tertatih karena kedua kakinya masih terasa ngilu.Sumpah serapah dan umpatan beruntun dia dengungkan dalam hati. Gagal sudah malam ini dia mendapatkan uang seperti kebiasaannya. Malah sial yang dia dapatkan."Awas, Pa

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-04
  • MENYUSUI TUYUL    Part 39

    Itu suara Mbah Kukus. Makhluk tak kasat mata itu mengerang. Pak Narso mundur selangkah. Laki-laki itu pun memindai sekeliling. Dia memegang bahu istrinya yang gemetaran. Perempuan paruh baya itu juga sangat syok. Dia tidak menyangka jika Mbah Kukus benar-benar akan meminta sang anak sebagai tumbalnya. Nuraini, anak semata wayang itu yang akan mereka jadikan tumbal? Anak yang dikandung dan dilahirkan. Lalu, dirawat dengan kasih sayang walaupun dalam keadaan serba kekurangan. Kini, anak itu tumbuh menjadi remaja yang cantik, cerdas, dan mandiri. Juga shalihah. Bu Sayuti menatap nanar pada suaminya, lalu beralih pada makhluk kecil yang masih ada di tempatnya. Sementara itu, suara Mbah Kukus kini berganti tawa yang membahana. Kemudian terdengar samar dan menghilang.Bu Sayuti menatap suaminya lagi. Kali ini tatapan protes. "Nur itu anak kita satu-satunya, Pak. Ibuk pikir Bapak becanda, dulu. Tapi, ternyata Bapak memiliki perjanjian dengan Mbah Kukus?" tanyanya parau.Pak Narso mengusap k

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-05

Bab terbaru

  • MENYUSUI TUYUL    Part 75 End

    Sesampai di area pemakaman umum di belakang rumah sakit, Bintang dan ketiga temannya mendapati banyak kerumunan di situ. Mereka sibuk berbincang-bincang membicarakan orang yang tergantung di atas pohon randu. "Tadi sore dia ketemu aku lho, beli bunga buat nyekar, katanya. Terus dia cerita banyak banget. Katanya, dia itu kaya raya di Desa Karanglor. Tapi, kekayaannya dibawa mati istri dan anaknya." Ibu-ibu berdaster batik berceloteh, sedangkan yang lain mendengarkan dengan antusias. "Terus dia jadi miskin, nggak punya apa-apa. Aku tanya makam istri sama anaknya di sebelah mana? Eh, dia malah tertawa. Katanya, bunga itu akan dia bawa pulang nanti, mbuh apa maksudnya, Mbak?" Sang ibu mengakhiri ceritanya ketika mendengar suara sirine mobil ambulance mendekat."Astaghfirullah, Pak Narso. Innalillahi wa innailaihi roji'uun!""Kenal, Bin?" tanya salah seorang temannya pada Bintang.Bintang mengangguk. Dia menatap miris pada tubuh kurus yang sudah tidak bernyawa di atas sana. "Iya, dia tetan

  • MENYUSUI TUYUL    Part 74

    "Mereka yang akan menutup kekacauan itu, Le. Karena sudah membuat perjanjian dengan Iblis Kukus. Para manusia serakah yang durhaka pada Gusti Allah itu sudah membuat banyak kekacauan. Jadi, yang bertanggung jawab ya mereka sendiri."Pak Abdul menatap Bagus sebentar sebelum melanjutkan ucapannya. Bagus lebih memilih diam dan tak bertanya karena dia sebenarnya tidak mengetahui orang-orang tersebut."Maka dari itu, lebih baik mereka menganggap kamu sudah hilang daripada hidupmu sengsara di luar sana. Sebelum waktunya, kamu tidak boleh keluar dari sini karena Bapak punya kepentingan lain denganmu, Le.""Jadi, ini maksudnya Pak Abdul itu? Budhe Sayuti termasuk orang-orang yang menutup kekacauan ini? Ya Allah, musibah apalagi setelah ini?" Tanpa sadar, Farrel bergumam. "Rel, ayo ikut shalat jenazah. Baunya amis banget, Rel." Farrel menoleh pada Danang dan mengangguk pelan. Kedua pemuda itu segera menuju ke ruang tengah di mana Bu Sayuti hendak dishalatkan.Semua orang menutup hidungnya men

  • MENYUSUI TUYUL    Part 73

    Teriakan di pagi buta itu, mengagetkan penduduk Desa Mojojati yang berbatasan langsung dengan Desa Karanglor. Mereka berhamburan keluar rumah menuju rumah kontrakan yang beberapa waktu lalu, dihuni pasangan suami istri dari Desa Karanglor.Begitu juga dengan beberapa laki-laki yang tadinya masih enggan beranjak dari teras mushala. Mereka kompak langsung mendekati sumber suara."Ada apa, Lek?""Ada apa, Yu?""To-looong, ada ketiwasan, Pak. Tolong!" teriaknya ketakutan.Kompak pandangan mereka tertuju pada tubuh Bu Sayuti yang masih bernapas lemah, tetapi kondisinya sangat mengenaskan. Mereka juga serempak menutup hidungnya karena bau anyir itu sangat menyengat."Astaghfirullah, ya Allah!" Mereka memekik ngeri.Pemandangan di depan mereka sangat memilukan. Yakni, tubuh Bu Sayuti yang setengah telungkup itu terus bergerak pelan. Mulutnya seperti mengucapkan sesuatu, tetapi tidak jelas. Kedua matanya melotot ke satu arah dengan tatapan ketakutan. Dari kedua payudaranya mengucurkan darah ta

  • MENYUSUI TUYUL    Part 72

    Ketiga temannya yang ingin tahu, ikut melongokkan wajah mereka menatap ke arah rumah Pak Narso. Mereka sama-sama saling pandang dan saling mengangkat bahu tak acuh karena tidak melihat hal yang mencurigakan."Apaan sih, Ndul?" tanya Vio sambil melirik Farrel yang masih serius memperhatikan ke dalam sana. "Huaseuu!" Umpat pemuda berambut agak gondrong setengah biru itu. "Ternyata makhluk sialan itu masih ikut si Tua Bangka itu, rupanya." Farrel berucap lirih."Hah?!" Kompak ketiga sahabatnya terkejut.Rupanya, Farrel masih bisa melihat makhluk kecil yang berupa tuyul itu, sedangkan Vio dan Dino tak bisa melihat lagi. Farrel juga melihat, beberapa makhluk aneh berada di sekitar Pak Narso."Kamu masih bisa melihatnya, Ndul?" Kali ini Dino bersuara.Farrel mengangguk samar tanpa mengalihkan perhatian dari dalam sana, bahkan kedua tangannya terkepal di atas stang motor. Tatapan tajam Farrel mengikuti ke mana pergerakan tuyul itu. Tak lama kemudian, Pak Narso keluar dari rumahnya dan bersia

  • MENYUSUI TUYUL    Part 71

    Alisha memperhatikan foto di dalam liontin kalung kuno itu dengan seksama. Matanya berkaca-kaca. Dia ingat cerita sang ayah dulu, sebelum kakeknya meninggal. Saat itu, Alisha masih duduk di bangku SMA.Alisha menatap ke arah Farrel yang juga masih belum mengerti sepenuhnya dengan apa yang dia alami. "Mas Farrel, bagaimana bisa kalung ini sama Mas Farrel?" tanyanya, mewakili pertanyaan di benak mereka semua.Farrel terdiam dan mengingat tentang semua kebaikan Pak Abdul yang menolongnya dari peristiwa malam itu.Farrel menceritakan semua dengan detail. Semua orang yang berada di ruangan itu, mendengarkan dengan merinding. "Tepat tiga hari tiga malam aku bersama Pak Abdul, lukaku sembuh," ucapnya, ketika Bu Halimah menyibak kaos Farrel yang robek di bagian perut. "Beliau mengobati lukaku setiap pagi dan malam menjelang tidur. Menurut penuturan beliau, Pak Abdul ditangkap oleh segerombolan PKI dan disiksa ketika hendak melarikan diri. Pak Abdul ingin mengobati orang sakit...""Le, Bapak t

  • MENYUSUI TUYUL    Part 70

    "Orang gila ... orang gila!" Mereka terus berteriak sambil bernyanyi dan berhamburan menuju ke tepi jalan. "Leee! Gio, Arfan! Pulang!" Ibu-ibu berteriak dari atas jembatan, ketika melihat kelima anak itu berlarian menjauh dari sungai."Buuk! Ada orang gila tidur di sungai, Buk!" balas salah satu di antara mereka sembari menunjuk ke arah sungai."Lha, makanya pulang, nanti kamu digondol orang gila, lho. Pulang, sudah mau Maghrib. Pada mandi sana!" teriak sang ibu memberi perintah. Dengan napas sama-sama terengah, kelimanya berdiri di atas jembatan di samping ibu itu."Itu Buk! Dia mati kayaknya, Buk!" teriak salah seorang sembari mengelap keringat di dahinya yang coklat.Si Ibu ikut menatap ke arah tengah sungai. Memang benar, di sana ada sesosok tubuh tidak bergerak dalam keadaan tidur miring. Lengannya menutupi wajah. "Astaghfirullah, benar. Kalian pulang, Ibuk panggil Pak RT!" titahnya pada mereka. Tetapi, kelimanya masih bergeming di tempat. "Itu ada mobil! Kita minta tolong sam

  • MENYUSUI TUYUL    Part 69

    Sekali lagi, Bagus memperhatikan, dan membandingkan penampilannya sendiri dengan penampilan Pak Abdul. Selama tiga hari tinggal bersama Pak Abdul, Bagus baru menyadari jika Pak Abdul memakai pakaian yang sama. Melihat kebingungan di wajah pemuda tersebut, Pak Abdul mengulurkan tangan mengusap bahu Bagus. "Ini yang ingin Bapak ceritakan, Le. Bapak tidak tahu, takdir apa yang Gusti Allah gariskan sehingga secara kebetulan kamu bertemu dengan Bapak. Malam itu, Bapak tiba-tiba membelokkan langkah Bapak mampir ke pasar. Padahal Bapak selanjutnya tidak membeli apa-apa..," ucapnya terjeda. Bagus menanti cerita laki-laki paruh baya itu dengan sabar. Pak Abdul menarik napas panjang kemudian memejamkan matanya. "Bapak tidak pernah lewat jalan itu karena jalan itu masuk wilayah kekuasaan Iblis Kukus. Bangsa kami tidak ada yang berani sengaja masuk ke sana, begitu juga anak keturunannya Kukus. Mereka tidak berani masuk wilayah kami, kalau mereka melanggar akibatnya fatal. Gunung Kemukus itu ak

  • MENYUSUI TUYUL    Part 68

    Senyum gadis cantik itu sangat menawan. Bagus tertegun melihatnya. Belum pernah dia melihat gadis secantik itu. "Kang, ayamnya Paklek kamu, tarung sama ayamku!" serunya membuyarkan lamunan Bagus.Bagus terkesiap, bukan hanya wajahnya yang sangat cantik. Akan tetapi, suaranya juga sangat merdu. Bagus menoleh kanan kiri, melihat jikalau Pak Abdul sudah kembali. Sepi. Pak Abdul belum menampakkan batang hidungnya. Bagus tersenyum canggung dan melangkah mendekati ayam yang masih bertarung di dekat kaki gadis itu.Sejenak, Bagus melupakan larangan dari Pak Abdul supaya tidak berkenalan dengan gadis tersebut. Dengan gugup, Bagus mengangkat ayam milik Pak Abdul dan membopongnya. Dia mengusap-usap kepala ayam jago yang terluka di beberapa bagian. Sesekali dia melirik ke arah gadis yang masih berdiri di tempatnya. Tentunya, masih menyunggingkan senyum memikat."Kakang, siapa namanya?" tanya gadis tersebut memutus kecanggungan."A-aku? Namaku Bagus," jawab Bagus gugup.Gadis itu mengangguk da

  • MENYUSUI TUYUL    Part 67

    Pemuda itu mengambil tempat duduk di samping laki-laki tersebut. Dia menyunggingkan senyum, ketika laki-laki itu mengambilkan dua potong singkong rebus dan meletakkan di piring seng dengan motif-motif kehijauan."Makan dulu, setelah ini Bapak mau nyari kayu bakar," ucapnya sembari menyodorkan piring ke pangkuan sang pemuda.Pemuda tampan itu mengangguk santun. "Terima kasih ya, Pak. Bapak juga sarapan. Nanti saya ikut cari kayu bakar ya, Pak," ucapnya meminta izin. "Boleh, kalau kamu mau. Tapi, anak kota sepertimu apa nggak takut kena duri? Kulitmu halus dan bersih begitu." Laki-laki itu terkekeh. Diamatinya penampilan pemuda tersebut. "Bagaimana lukamu, masih sakit?" tanyanya kemudian.Sang pemuda menunduk. Menyingkap kaosnya dan meraba bagian perutnya, kemudian tersenyum. "Sudah kering, Pak. Sudah nggak sakit." Dia menjawab dengan senang.Laki-laki di depannya mengangguk kemudian menghela napas panjang. Ada kesedihan tergambar di wajahnya yang mulai keriput.Dia sempat menggeleng sa

DMCA.com Protection Status