**Bab 038 Naira 2**Lorong-lorong Manor Eldoria terasa lebih sepi dari biasanya. Udara dingin yang meresap melalui jendela-jendela besar menciptakan kesan suram yang semakin mempertegas kekhawatiran Karl. Langkahnya mantap dan tergesa, diikuti oleh Atthy yang tetap mempertahankan ketenangannya. Namun, sorot matanya menunjukkan bahwa dia sudah mulai menilai situasi dengan lebih dalam."Lorong barat ini masih belum sepenuhnya difungsikan, bukan?" tanya Atthy, suaranya tidak terlalu tinggi, tetapi cukup jelas untuk didengar Karl.Karl mengangguk tanpa memperlambat langkah. "Benar. Banyak ruangan di sini masih kosong atau belum sepenuhnya ditata. Jika Naira tersesat di salah satu dari mereka..."Karl tidak menyelesaikan kalimatnya, tetapi Atthy memahami maksudnya. Seorang anak berusia lima tahun yang tersesat di tempat yang belum dikenalnya bisa berarti banyak hal—dan tidak semuanya baik.Mereka menyusuri lorong dengan lebih hati-hati. Karl membuka beberapa pintu yang tidak terkunci, hany
**Bab 039 Naira 3**Ketukan di pintu memecah suasana. Seorang pelayan masuk dan membungkuk hormat. "Dokter Sarah telah tiba."Seorang wanita muda dengan jubah dokter yang bersih melangkah masuk. Meski usianya masih muda, sekitar 25 tahun, wajahnya penuh ketenangan dan profesionalisme. "Duchess, Tuan Muda, Lady Helena," sapanya sambil menatap Naira yang masih terbaring lemah.Atthy segera berdiri, memberikan ruang bagi Dokter Sarah untuk memeriksa Naira. Dengan cekatan, dokter itu menempelkan punggung tangannya di dahi Naira dan mengamati napas serta detak jantungnya. "Demam tinggi, tetapi masih dalam batas yang bisa ditangani. Dia perlu lebih banyak istirahat dan cairan hangat. Saya akan menyiapkan ramuan herbal untuk menurunkan panasnya."Helena memberikan isyarat kepada pelayan untuk menyiapkan yang diperlukan, sementara Atthy tetap berdiri di samping ranjang, memperhatikan dengan saksama.Dokter Sarah menatap Atthy sejenak sebelum berkata, "Duchess, apakah ada gejala lain yang Lady
**Bab 040 Karl dan Nathan**Malam semakin larut, tetapi ruangan tempat Naira beristirahat masih dipenuhi suasana hangat dari percakapan yang mulai mendalam. Karl bersandar di kursinya dengan ekspresi berpikir, sementara Nathan tetap di atas tempat tidur, duduk di samping Naira, tangannya tidak lepas dari genggaman Naira. Atthy duduk dengan postur rileks tetapi penuh kewaspadaan, memperhatikan ekspresi kedua bocah Griffith itu.Karl akhirnya kembali membuka suara. "Duchess, tadi Anda bilang kalau Caihina itu berbeda dari Nauruan. Apa maksudnya?"Atthy tersenyum tipis, seolah sudah mengira pertanyaan itu akan muncul. "Caihina adalah bagian dari Nauruan, tapi kami seperti anak tiri. Sumber daya kami berlimpah, tetapi kami selalu dihambat dalam perdagangan dan diplomasi. Kami harus berdagang di Nauruan, tetapi harga yang kami terima jauh lebih rendah dari yang seharusnya."Karl mengerutkan kening. "Seperti bangsawan rakus yang mencoba mengendalikan pasar?"Atthy mengangguk. "Tepat sekali.
**Bab 041 Karl dan Atthy**Setelah insiden di halaman belakang, Karl dan Nathan akhirnya kembali ke dalam Manor untuk membersihkan diri. Atthy, yang pakaiannya juga kotor akibat menyelamatkan mereka, berjalan bersama Helena menuju kamarnya. Langkah mereka tenang, tetapi suasana di antara keduanya menyimpan ketegangan yang tak terlihat.Helena akhirnya membuka suara, "Anda bergerak begitu cepat tadi, Duchess. Sejujurnya, saya bahkan belum sempat memproses apa yang terjadi sebelum Anda sudah menarik mereka ke tempat aman."Atthy tersenyum tipis, ekspresinya tetap tenang. "Itu hanya refleks. Aku terbiasa memperhatikan keadaan di sekitarku dan bereaksi cepat jika diperlukan. Dalam situasi seperti tadi, terkadang satu detik saja bisa membuat perbedaan besar."Helena menatapnya sekilas, lalu berkata dengan hati-hati, "Bukan hal yang biasa bagi seorang wanita bangsawan memiliki refleks seperti itu. Anda berbeda."Atthy mengangkat bahu, tidak berniat menyangkalnya. "Aku dibesarkan dalam lingk
**Bab 042 Duel Persahabatan**Setelah diskusi panjang tentang peran pria dan wanita dalam pelatihan bela diri, Karl menatap Atthy dengan tekad yang jelas."Kalau begitu, Duchess, kita coba buktikan di sini," katanya dengan nada serius, meskipun ada sedikit rasa hormat dalam suaranya.Atthy menatapnya sejenak, kemudian tersenyum tipis. "Buktikan apa, Karl?""Saya hanya ingin melihat seperti apa latihan Anda di Caihina. Saya yakin ada banyak hal yang bisa saya pelajari," jawab Karl, nada suaranya penuh rasa ingin tahu, bukan tantangan.Atthy menghela napas ringan, matanya menyiratkan pemahaman terhadap disiplin yang ditanamkan kepada Karl. "Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Tapi ingat, jangan menyesal jika kau merasa kesulitan."Karl mengangguk dengan mantap. "Saya akan melakukan yang terbaik. Tidak ada salahnya belajar dari seseorang yang lebih berpengalaman."Atthy tersenyum lagi, kali ini sedikit lebih lebar. "Pengalaman hanyalah hasil dari banyaknya waktu yang dihabiskan untuk be
**Bab 043 Kedatangan Hugh**Karl masih mencoba mengatur napas setelah duel singkatnya dengan Atthy. Kemenangan Atthy bukanlah hal yang mengejutkan baginya, tetapi cara dia bertarung—cepat, taktis, dan penuh efisiensi—membuat Karl menyadari bahwa cara bertarung bukan hanya soal kekuatan.Atthy, di sisi lain, tetap berdiri tenang, sesekali melirik Karl dengan ekspresi puas. Bocah itu memang keras kepala, tetapi dia cepat belajar. Ada potensi besar dalam dirinya.Namun, seiring waktu berjalan, suasana di sekitar mereka perlahan berubah. Karl merasakan keanehan lebih dulu. Awalnya, hanya firasat samar. Lalu, dia mulai menyadari bahwa para pelayan yang tadi menonton kini satu per satu menghilang dari tempat mereka berdiri.Karl mengerutkan kening. Ada sesuatu.Matanya bergerak ke sekeliling, mencoba mencari sumber perubahan ini. Kemudian, nalurinya menuntunnya untuk menoleh ke satu arah—dan saat itulah dia melihatnya.Hugh Griffith.Sang Duke berdiri tegap di tepi area latihan, matanya bir
**Bab 044 Pemikiran Hugh dan Atthy**Uap hangat memenuhi kamar mandi pribadi Hugh, menyelimuti ruangan dengan aroma khas minyak herbal yang digunakan untuk mengendurkan otot yang tegang. Air panas mengalir membasahi tubuhnya, menenangkan ketegangan yang selama ini ia simpan. Namun, pikirannya tetap bekerja, memutar ulang apa yang baru saja disaksikannya di halaman latihan Manor Eldoria.Ia datang tanpa mengumumkan kedatangannya, hanya karena ingin melihat sendiri bagaimana Manor ini berjalan tanpa kehadirannya. Namun, ia tidak menyangka akan melihat sesuatu yang jauh lebih menarik.Karl memang sudah terlatih dengan baik. Dibandingkan anak-anak bangsawan lainnya, ia jelas lebih unggul dalam teknik, stamina, dan mentalitas bertarung. Namun, apa yang benar-benar membuat Hugh terdiam bukanlah ketangguhan Karl.**Itu adalah wanita yang seharusnya hanya diangga sebagai 'pengantin palsu' olehnya.**Atthy.Dia tidak hanya mampu mengimbangi Karl—seorang Griffith yang sejak kecil dibentuk untuk
**Bab 045 Hugh dan Helena**Tok tok tok."Masuk."Helena melangkah masuk dengan ekspresi penuh percaya diri, meskipun di dalam hatinya, ia sudah menyiapkan dirinya untuk menghadapi perdebatan panjang yang sudah menjadi kebiasaan."Tuanku Duke..."Hugh, yang tengah sibuk membaca laporan di mejanya, hanya melirik sekilas tanpa mengalihkan pandangannya sepenuhnya. "Ada hal penting yang harus aku ketahui langsung darimu, Helena?""Sepertinya iya, Tuanku," jawab Helena dengan nada tegas, meskipun ia tahu betul, bagi Hugh, segala sesuatunya harus melalui penyampaian yang cermat.Hugh meletakkan dokumen yang sedang dibacanya, menanggalkan kesibukannya sejenak dan menyandarkan tubuh di kursi. "Baik, mulai laporanmu."Helena menarik napas dalam-dalam, seakan menyusun kata-kata dengan hati-hati. "Dimulai dari ketika Anda baru saja meninggalkan Manor menuju Granthar..."Hugh tidak menanggapi secara verbal, namun gerakan tangannya yang sedikit ke depan memberi isyarat agar Helena melanjutkan."Tig
**Bab 058 Kendali Diri**''Apa ini? Ini belum waktunya. Dia bilang akan bicara setelah makan malam..." gumam Atthy sambil berjalan keluar dari ruang kerja Helena. Keningnya sedikit berkerut saat merenung. "Sangat tidak biasa dari dirinya. Ada apa?"Belum sempat ia melangkah lebih jauh, Stela terlihat aneh dengan ekspresi yang sulit dibaca. Wajahnya tampak pucat dan ada kilatan gugup dalam matanya."Maaf, Duchess... bukan ke sana..." ujar Stela terbata-bata tapi dia terus mengiringi Atthy berjalan.Atthy menghentikan langkahnya. "Stela, kau kenapa?" Matanya menyipit, meneliti pelayan itu. Keringat dingin tampak mengalir di pelipisnya, dan tubuhnya sedikit gemetar."Tidak apa-apa, Duchess. Saya sepertinya sedikit tidak enak badan..." jawab Stela cepat, suaranya bergetar, seolah sedang menutupi sesuatu.Atthy mengernyit. "Kalau begitu, beristirahatlah. Wajahmu tampak sangat buruk. Kau membuatku khawatir, Stela.""Saya akan, Duchess. Segera setelah Anda beristirahat..."Atthy menghela nap
**Bab 057 Konspirasi Tiga Pelayan**---Di dalam kamar pelayan yang sempit, suasana terasa panas meskipun udara dingin pagi masih menyusup melalui celah-celah jendela kayu. Tiga sosok wanita duduk melingkar di atas lantai, masing-masing dengan ekspresi berbeda—Rosa yang frustrasi, Bela yang gelisah, dan Stela yang tampak berpikir dalam-dalam."Aku ingin pulang," ujar Rosa tiba-tiba, suaranya datar tetapi penuh kepasrahan.Bela mendesah keras sebelum melotot padanya. "Apa kau tidak lelah terus-menerus merengek seperti itu?!" bentaknya kasar.Rosa membalas tatapan Bela dengan mata penuh kebencian. "Bisakah kalian tenang?!" sela Stela tajam, suaranya nyaris berbisik. "Bagaimana jika ada telinga yang mendengar?"Namun, Rosa tak peduli. Dia menatap keduanya dengan mata membara. "Stela, kau juga tahu ini! Tiga bulan... bicara berbisik, berhati-hati... Kita bertiga tahu kalau kita tidak disukai di manor ini!"Bela mencibir. "Itu karena kebodohanmu... kalau saja kau tidak ceroboh saat itu..."
**Bab 056 Terang dan Gelap**''Kakek, apakah kakek membenci Duchess?'' tanya Karl.Mata Vadim terbelalak mendengar pertanyaan cucu tertuanya. Dia menatap Karl dengan tajam, mencoba memahami arah pemikirannya. Pertanyaan itu tidak datang begitu saja—ada sesuatu yang melatarbelakanginya.''Maafkan saya, Kakek. Percakapan Helena dengan Alwyn, saya tidak sengaja mendengarnya.''Vadim masih belum mengalihkan pandangannya. ''Helena dan Alwyn yang bicara, kenapa kau bertanya padaku tentang Duchess?''Karl menundukkan kepalanya sedikit, tetapi bukan dalam ketakutan. Itu adalah tanda bahwa dia sedang menimbang kata-katanya dengan hati-hati. ''Saya mulai mencari tahu...''''Kau menyelidikiku.''''Tidak juga, tapi saya mulai mengamati. Kakek mengubah pola bicara kakek dengan Duchess.''Vadim terdiam sesaat. Karl benar. Dia memang mengubah sikapnya terhadap Atthy. Tidak secara frontal, tetapi cukup terlihat bagi seseorang yang memperhatikan.''Anak ini, ternyata dia tumbuh lebih dewasa. Bagaimana
**Bab 055 Hugh dan Alwyn**Ruangan kerja Duke Hugh dipenuhi dokumen dan peta strategi yang sebagian masih terbuka di meja panjanganya. Namun, perhatian Hugh saat ini tidak tertuju pada pekerjaannya, melainkan pada pria yang berdiri di hadapannya dengan ekspresi serius."Alwyn, ada apa?" suara Hugh terdengar rendah, tetapi penuh otoritas.Alwyn, yang biasanya selalu tenang dan terkendali, kini tampak sedikit berbeda. Ada ketegangan di wajahnya, sesuatu yang jarang terlihat dari pria itu."Helena... Tuanku, dia tampak mengkhawatirkan," jawab Alwyn akhirnya, suaranya terukur tetapi mengandung kekhawatiran yang nyata.Hugh, yang semula masih menggenggam pena di tangannya, segera meletakkannya di atas meja. Tatapan matanya kini sepenuhnya terfokus pada Alwyn."Jelaskan," perintahnya singkat.Alwyn tidak langsung menjawab. Dia menarik napas dalam sebelum berbicara, memastikan setiap kata yang keluar benar-benar mencerminkan situasi yang terjadi."Kemungkinan, Helena terjebak dalam emosinya
**Bab 054 Pergolakan Batin**---Ruang kerja yang dipenuhi aroma khas kertas tua dan tinta yang baru mengering. Di balik meja besar yang tertata rapi, di hadapannya, Helena berdiri dengan tangan mengepal di sisi tubuhnya. Matanya sedikit redup, pikirannya jelas dipenuhi oleh sesuatu.Alwyn masuk ke ruangan dengan ekspresi tenang, tapi sorot matanya tajam, penuh pengamatan. Kehadiran Alwyn sama sekali tidak di sadari oleh Helena."Lady Helena, akhir-akhir ini Anda tampak tidak fokus." Teguran Alwyn meluncur pelan, tetapi tajam.Helena tersentak, matanya melebar karena terkejut. "Apa?!" pekiknya refleks. "Begitukah? Di mana saya melakukan kesalahan, Tuan Alwyn? Saya akan segera memperbaikinya."Alwyn tidak segera menjawab. Dia hanya menatap Helena lebih dalam, seakan sedang meneliti sesuatu yang tak terlihat di wajahnya. Keheningan di antara mereka semakin menegaskan kesan bahwa sesuatu memang tidak beres."Anda telah menyelesaikan tugas Anda dengan sangat baik. Tidak ada kesalahan dala
**Bab 053 Perdebatan Hugh & Atthy**Cahaya lampu minyak berpendar lembut, menciptakan bayangan panjang di dinding ruangan yang luas. Aroma kertas dan lilin terbakar memenuhi udara, menambah kesan serius dalam pertemuan dua individu yang duduk berhadapan. Hugh bersandar dengan tenang di kursinya, ekspresinya tidak terbaca. Di seberangnya, Atthy duduk tegak, matanya tajam dan penuh tekad."Jadi, apa yang ingin kau bicarakan, Duchess?" Hugh membuka percakapan dengan nada yang terdengar lebih sebagai tantangan daripada sapaan."Kenapa Anda tidak segera meminta maaf pada saya?" Atthy menegaskan dengan nada tenang namun tegas.Hugh mengangkat alis, sedikit terkejut. "Apa?""Apa Anda merasa kalau Anda tidak punya kewajiban itu pada saya?" Atthy menatapnya lurus, tanpa gentar.Senyum kecil terbit di sudut bibir Hugh, tetapi matanya tetap dingin. “Menarik. Kau yang datang kepadaku, tetapi aku yang harus merasa bersalah?”Atthy tidak terpengaruh. “Bukan tentang merasa bersalah, ini tentang mema
**Bab 052 Menyambut Prajurit**Senja mulai merayap turun, menyelimuti langit dengan semburat jingga keemasan yang perlahan berbaur dengan kegelapan. Di gerbang utama Manor Eldoria, deretan obor menyala terang, menerangi jalan berbatu yang dilalui oleh barisan prajurit yang baru kembali dari medan perang. Debu dan lumpur masih melekat di pakaian serta zirah mereka, namun ada kilatan kepuasan di mata mereka—puas karena kembali dengan kemenangan, puas karena bisa menghirup udara rumah setelah sekian lama terpapar bau darah dan kematian.Di ambang pintu utama, Helena berdiri tegak, gaun birunya bergerak lembut tertiup angin sore. Para pelayan di belakangnya menunggu dengan wajah penuh harap, sementara suasana Manor dipenuhi oleh keheningan yang menggantung—menunggu suara pertama yang akan memecahkan ketegangan.''Selamat datang kembali, Tuan Alwyn.'' Suara Helena lembut namun tegas, menyambut Alwyn dan rombongan yang baru saja tiba. ''Begitu pun Anda, Tuan Saihan, Count Kevin, dan semuany
**Bab 051 Kebenaran Atthy?!**---Ruang kerja Manor Eldoria dipenuhi cahaya temaram dari lampu minyak yang berpendar lembut, memberikan nuansa tenang sekaligus mencekam. Di luar jendela, angin malam berhembus, membawa dingin yang menggigit ke dalam ruangan. Bara di perapian masih menyala, memberikan sedikit kehangatan, tetapi tidak cukup untuk mengusir ketegangan yang menggantung di udara.Vadim duduk di kursi kayu berukir, tangannya bertaut di atas meja. Sorot matanya tajam saat menatap Hugh yang berdiri di depannya. Lelaki muda itu tampak berpikir, ekspresinya tidak semudah biasanya untuk dibaca.''Aku mendengar sesuatu yang menarik dari Helena beberapa saat yang lalu...'' ujar Vadim, suaranya dalam dan penuh makna.Hugh mengangkat wajahnya, menatap ayahnya dengan intens, menunggu kelanjutan ucapannya.''Helena mencurigai kalau Duchess adalah korban,'' lanjut Vadim, suaranya terdengar datar namun penuh perhitungan. ''Helena tidak salah, tapi juga tetap tidak boleh langsung mengambil
**Bab 050 Hadiah**Di ruang keluarga, kehangatan menyelimuti suasana saat semuanya duduk berkumpul menikmati camilan dan minuman hangat. Api di perapian membara dengan lembut, memberikan rasa nyaman di tengah udara dingin yang menyelinap dari luar."Kakek, bagaimana perjalananmu?" tanya Nathan yang duduk di sebelah kiri Vadim dengan penuh antusias.Vadim menyandarkan punggungnya ke sofa, sebelah tangannya tetap memeluk Naira yang nyaman bersandar di pangkuannya. "Seperti biasa, Nathan," jawabnya santai.Karl menatap Vadim dengan mata penuh rasa ingin tahu. "Apakah urusan Kakek sudah selesai?"Vadim tersenyum tipis dan mengusap kepala Karl dengan lembut. "Ya, tidak ada masalah berarti. Aku menyelesaikan semuanya dengan cukup mudah."Setelah beberapa saat berbincang ringan, Vadim mengalihkan pandangannya ke Atthy yang duduk di sebrang meja di hadapannya. "Duchess, bagaimana denganmu? Apakah anak-anak ini menyusahkanmu?"Atthy mengangkat kepalanya, menatap Vadim dengan tenang. "Tidak, Ya