**Bab 027: Surat Helena**"Alwyn mengirim surat," ujar Kevin, membuka gulungan perkamen dengan ekspresi penasaran.Hugh yang berdiri di dekatnya menyipitkan mata saat membaca isi surat tersebut. Namun, yang lebih menarik perhatiannya adalah catatan kaki yang disisipkan Alwyn di akhir surat.''Duchess membantu saya memecahkan masalah dengan lebih cepat. Helena memberi tahu saya hal-hal mengejutkan yang terjadi di Manor.''Hugh mengernyit. Kata-kata itu menggantung di benaknya."Ada apa, Duke?" tanya Saihan, memperhatikan perubahan ekspresi Hugh yang tak seperti biasanya.Alih-alih menjawab, Hugh membuka laci meja kerjanya, mengambil gulungan surat lain yang diterimanya dari Helena beberapa hari yang lalu. Ia membacanya kembali dengan seksama.Tuanku Duke, ini adalah beberapa poin yang kami hasilkan. Sekiranya ini bisa membantu Anda di Granthar. Duchess dengan teliti melihat berbagai aspek dan mendapati beberapa celah yang mungkin, itulah masalah yang harus Anda pecahkan.''Menurut Hele
**Bab 001: Duka**Kamar tidur yang megah itu kini terasa sesak. Di tengah kemewahan, Atthy duduk terpaku di tepi ranjang, matanya masih membesar mencoba mencerna setiap kata yang terlontar dari suaminya. Duke Hugh Griffith, yang seharusnya menjadi pelindung dan pasangan hidupnya, berdiri dengan sikap santai di samping tempat tidur. Sambil merapikan pakaian yang tercecer di lantai, ia mengucapkan kata-kata yang menusuk hati Atthy.“Kau hanya seorang wanita bodoh. Kau terlalu tinggi menilai dirimu sendiri. Bagiku, kau tidak lebih baik dari mereka yang mengemis perhatian pria di jalanan demi sekantung uang,” ujar Hugh dengan suara datar, tanpa ada nada penyesalan.Kata-kata itu seakan menjatuhkan seluruh dunia Atthy. Tubuhnya bergetar, hatinya seolah tersayat oleh pedang tak terlihat. Ia ingin berteriak, menantang, melawan, namun pikirannya berkata untuk tetap tenang. Ini adalah pernikahannya—meskipun hanya di atas kertas. Keluarganya menaruh harapan besar padanya, dan Atthy tahu bahwa ia
**Bab 002: Perpisahan**Helena menatap dengan mata terbuka lebar saat melihat Atthy yang tampaknya begitu tenang meski dalam situasi yang sangat emosional. Tidak ada air mata yang keluar dari matanya, hanya ketenangan yang tampak begitu kontras dengan perasaan gelisah yang menguasai Helena. Tangan Helena masih menahan tangan Atthy yang menggenggam erat dokumen perceraian itu."Duchess..." suara Helena sedikit gemetar, "Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Tuan Hugh mengirimkan surat ini?"Atthy menarik napas panjang, matanya kosong sejenak seolah mencerna apa yang harus dikatakan. Wajahnya yang lembut terlihat begitu letih. Bahkan, dengan senyum pahit di bibirnya, Atthy tetap terlihat terjaga dalam keadaan hati yang hancur."Kau bertanya pada orang yang salah, Helena. Bahkan aku sendiri tidak tahu kenapa aku harus menerima semua perlakuan ini!""Karena itu, jangan gegabah!""Aku lelah, Helena... Aku ingin berhenti...""Tapi, Duch...""Helena!" panggil Atthy dengan tatapan tegas menegur
**Bab 003: Konspirasi**Di waktu yang lain, jauh sebelum pernikahan Atthy.---Di dalam kediaman pribadi Ratu Silvia, suasana terasa berat, penuh perhitungan dan intrik yang tidak terucapkan. Ruangan besar yang dipenuhi furnitur kayu tua berwarna gelap ini jarang sekali menyambut pengunjung luar, hanya mereka yang memiliki peran signifikan dalam kerajaan yang diizinkan melangkah ke dalamnya. Hari ini, hanya ada tiga orang yang memenuhi ruangan tersebut. Grand Duke Margrave, Pangeran Davion, dan Ratu Silvia, wanita bangsawan yang memiliki pemikiran tajam dan ambisi yang besar."Skythia telah jatuh," kata Silvia, suaranya dalam dan berat, seolah mengandung beban yang terlalu besar untuk ditanggung sendirian. "Kemenangan Hugh Griffith adalah masalah yang tidak bisa kita abaikan. Kita tahu bahwa ini hanya permulaan. Skythia sudah dikuasainya, dan dia tidak akan berhenti di sana."Pangeran Davion duduk dengan tenang di kursi sebelah kanan kakeknya, memandangi Margrave dengan mata yang tajam
**Bab 004: Mencurigakan*******AWAL CERITA DIMULAI*****Kota Nauruan adalah sebuah kota besar di ujung perbatasan sebelah timur dari wilayah Kerajaan Xipil. Dari pusat Kota Nauruan, beralih ke sebuah wilayah yang masih dalam yurisdiksi Kota Nauruan. Wilayah ini sangat luas, lima belas kali lebih besar dari pusat kotanya sendiri.Caihina adalah sebuah wilayah tandus dan kering yang nyaris tidak tersentuh megahnya pusat Kota Nauruan. Wilayah terpencil ini memiliki belasan desa yang nasibnya kurang lebih sama. Desa-desa kecil yang sangat terisolasi, namun luasnya belasan kali lipat dari pusat kota. Wilayah ini terdiri dari gurun pasir dan sabana yang terlupakan oleh bangsawan yang memimpin kota, yaitu Count Veraga.Angga adalah salah satu desa dari jajaran sembilan desa terluar di wilayah Caihina, Kota Nauruan. Untuk mencapai pusat kota, diperlukan waktu sepuluh hari dengan kereta kuda karena medan yang sulit. Namun, jika berkuda, perjalanan itu dapat ditempuh dalam waktu lima hari. Des
**Bab 005: Utara dan Selatan**Sejak zaman dahulu, sistem hierarki sosial yang kental, baik dalam pemerintahan maupun masyarakat, memperburuk kesulitan rakyat jelata untuk keluar dari belenggu gurun pasir dan sabana yang keras.Awalnya, garam dan kulit hewan adalah komoditas utama yang menopang ekonomi Caihina. Namun, setelah ditemukan pertambangan besi, banyak masyarakat Caihina mulai mempelajari seni pandai besi. Kehidupan yang keras di wilayah ini memaksa mereka untuk menguasai berbagai keterampilan demi bertahan hidup.Berkat ketangguhan masyarakatnya, meski Caihina terpencil dan sering terlupakan oleh pemerintahan kerajaan, wilayah ini tetap mampu mandiri.Sebagian besar masyarakat Caihina sebenarnya tidak miskin. Namun, latar belakang mereka yang berasal dari rakyat jelata dan dikenal sebagai suku terbelakang membuat mereka selalu terpinggirkan. Padahal, garam dan kulit binatang dari Caihina sangat mahal di pasaran, meski sebagian besar orang luar tidak mengetahuinya.Awalnya, pe
**Bab 006 Surat dari Ibu Kota*******AWAL CERITA DIMULAI*****Kota Nauruan adalah sebuah kota besar di ujung perbatasan sebelah timur dari wilayah Kerajaan Xipil. Dari pusat Kota Nauruan, beralih ke sebuah wilayah yang masih dalam yurisdiksi Kota Nauruan. Wilayah ini sangat luas, lima belas kali lebih besar dari pusat kotanya sendiri.Caihina adalah sebuah wilayah tandus dan kering yang nyaris tidak tersentuh megahnya pusat Kota Nauruan. Wilayah terpencil ini memiliki belasan desa yang nasibnya kurang lebih sama. Desa-desa kecil yang sangat terisolasi, namun luasnya belasan kali lipat dari pusat kota. Wilayah ini terdiri dari gurun pasir dan sabana yang terlupakan oleh bangsawan yang memimpin kota, yaitu Count Veraga.Angga adalah salah satu desa dari jajaran sembilan desa terluar di wilayah Caihina, Kota Nauruan. Untuk mencapai pusat kota, diperlukan waktu sepuluh hari dengan kereta kuda karena medan yang sulit. Namun, jika berkuda, perjalanan itu dapat ditempuh dalam waktu lima har
**Bab 007 Mencurigakan**---Beberapa saat kemudian, wajah Ash kembali memperlihatkan ekspresi heran yang tak percaya. Dia terus melirik ayahnya dan memandangi surat itu berulang kali."Apakah mataku ini rabun?" tanya Rowt, sengaja melemparkan ekspresi meledek pada Ash."Ayah..." panggil Ash, masih dengan ekspresi tak percaya yang jelas terlihat di wajahnya. "Lamaran ini... untuk Atthy?" tanyanya dengan nada heran, suaranya bergetar."Ya," jawab Rowt dengan senyum nakal, balas meledek dengan sengaja."Dari seorang Grand Duke?!" seru Ash, suaranya penuh pertanyaan. Ia masih merasa tak percaya."Jika mata kita berdua masih normal," jawab Rowt dengan tenang, "Itulah yang tertulis di situ.""Apakah mungkin ada kesalahan dari Ibu Kota Kerajaan?" tanya Ash dengan nada hampir putus asa."Kau bertanya padaku?" Rowt menatap putranya dengan senyum menggoda. "Aku tidak tahu apa-apa tentang itu. Aku tidak pernah merasakan pendidikan di akademi seperti dirimu," ujarnya, menyertai kalimat itu dengan
**Bab 027: Surat Helena**"Alwyn mengirim surat," ujar Kevin, membuka gulungan perkamen dengan ekspresi penasaran.Hugh yang berdiri di dekatnya menyipitkan mata saat membaca isi surat tersebut. Namun, yang lebih menarik perhatiannya adalah catatan kaki yang disisipkan Alwyn di akhir surat.''Duchess membantu saya memecahkan masalah dengan lebih cepat. Helena memberi tahu saya hal-hal mengejutkan yang terjadi di Manor.''Hugh mengernyit. Kata-kata itu menggantung di benaknya."Ada apa, Duke?" tanya Saihan, memperhatikan perubahan ekspresi Hugh yang tak seperti biasanya.Alih-alih menjawab, Hugh membuka laci meja kerjanya, mengambil gulungan surat lain yang diterimanya dari Helena beberapa hari yang lalu. Ia membacanya kembali dengan seksama.Tuanku Duke, ini adalah beberapa poin yang kami hasilkan. Sekiranya ini bisa membantu Anda di Granthar. Duchess dengan teliti melihat berbagai aspek dan mendapati beberapa celah yang mungkin, itulah masalah yang harus Anda pecahkan.''Menurut Hele
**Bab 026 Pembuktian Diri**Di sebuah sore yang tenang di Manor, cahaya redup dari jendela menyinari ruang tamu yang rapi. Atthy duduk di kursi bergaya klasik, sejenak tenggelam dalam lembaran surat kabar yang tampak usang. Meski tampak santai, pikirannya melayang jauh, seakan setiap baris kata mengusik jiwanya yang baru saja mendapatkan status baru.Tiba-tiba, suara lembut namun penuh keakraban terdengar dari pintu ruang tamu. Helena, kepala pelayan yang selama ini setia mengurus setiap detil kehidupan di Manor, melangkah masuk dengan senyum sopan. Dengan nada ramah, Helena berkata,"Duchess, Anda tampak fokus dengan surat kabar, ada yang menarik?"Atthy mengalihkan pandangan dari surat kabar dan tersenyum tipis sambil menjawab,"Tidak juga... aku membaca untuk menghabiskan waktu..."Helena mengangguk, lalu bertanya lagi,"Apakah Anda bosan?"Atthy merenung sejenak, lalu menghela napas lembut,"Entah... aku tidak tahu."Keheningan sejenak menyelimuti ruangan sebelum Atthy, dengan sua
**Bab 025 Mengamamati**Di ruang kerja yang sederhana namun tertata, Cavero duduk di mejanya sambil membaca surat resmi yang baru saja diterima. Surat itu—yang telah melalui saluran komunikasi resmi dan mendapat persetujuan dari Hugh—memberikan kabar singkat mengenai situasi Aldor di Skythia yang berpotensi mempengaruhi kondisi pelabuhan.Di luar, suasana pelabuhan tampak tenang, tetapi Cavero tahu bahwa ketegangan sedang mengendap di bawah permukaannya. Kapal-kapal dagang berlabuh seperti biasa, tetapi ada terlalu banyak pergerakan yang tak wajar. Ia mengetukkan jarinya perlahan di atas meja, berpikir dalam diam sebelum tatapannya kembali ke surat di tangannya.Tak lama kemudian, ajudannya yang paling dipercaya, Dani, masuk dengan langkah tenang dan menyampaikan, "Putra Mahkota, laporan terbaru dari pos pengawasan menunjukkan peningkatan aktivitas penyusupan di dermaga. Semua langkah keamanan telah diperiksa ulang sesuai arahan Duke Griffith."Cavero menatap Dani dengan ketenangan pe
**Bab 024 Integritas**Atthy termenung memikirkan cerita yang sampai kepadanya melalui Ayahnya dan Ay. Dia memikirkan, kenapa cerita yang beredar di kalangan masyarakat Nauruan mengenai Grand Duke Griffith berbeda dengan yang baru saja dia dengar dari Lily.''Duchess!'' panggil Lily yang mulai bingung karena Atthy terdiam dengan wajah serius memikirkan sesuatu.''Hm,'' sahut Atthy dengan alis mata naik menanggapi Lily, ''Tidak, aku... hanya sedang memikirkan beberapa hal.''''Eumh, apa ada lagi yang mau Duchess tanyakan?''Atthy menatap wajah Lily dengan seksama sebelum menjawab pertanyaan Lily.''Lily, apa kau bahagia bekerja di penampungan itu?''Kali ini Lily yang tidak segera menjawab pertanyaan Atthy. Dia sempat terdiam sesaat sebelum dengan serius menjawab pertanyaan Atthy.''Maafkan saya Duchess,'' ujar Lily kemudian.Atthy memiringkan kepalanya dengan wajah bingung mendengar Lily malah meminta maaf kepadanya.Lily, menarik nafas panjang sebelum akhirnya melanjutkan kembali uca
**Bab 023 Griffith**Beberapa waktu setelah kejadian dengan trio viscountess, Atthy duduk setengah bersila di kalang jendela sambil memegang buku yang dia tidak tahu apa isinya. Dengan mata yang sedang melihat keluar jendela, menatap pemandangan yang sangat asing baginya, pikirannya sibuk merenungkan banyak hal dengan sebelah kakinya yang menggantung bergoyang-goyang.''Haruskah aku?!''''Tapi, dia pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun padaku...''''Meskipun... itu semua dilakukannya karena ada urusan mendadak.''''Tapi... pernikahan ini juga mendadak untukku. Lalu, sekarang aku harus bagaimana?''''Bagaimana menjelaskannya pada Ayah... pada Kakek... pada Ay...''Atthy bergumam dengan serius, melontarkan berbagai kalimat penuh dengan pertanyaan, saking seriusnya dia lupa kalau saat ini dia memakai gaun dan berada di Manor. Meski tidak ada aturan tertulis, tapi tentunya sebagai seorang lady, postur duduk yang dilakukan Atthy terkesan tidak biasa.''Duchess...''''Duchess...''Bebe
**Bab 022 Tiga Orang Tamu**Sudah dua hari sejak Hugh meninggalkan Manor untuk inspeksi wilayah sekaligus melihat perkembangan pembangunan Kastil Skythia. Awalnya Alwyn ingin mengutamakan membangun jalur kereta dan sebuah stasiun untuk mencapai wilayah terdalam di Skythia. Tapi, Hugh menegaskan untuk mendahulukan pembangunan Kastil di banding dengan jalur kereta. Alasannya adalah karena Skythia baru saja di taklukan dan kemungkinan kelompok kontra masih bergerilya di Skythia. Maka dari itu pertahanan di pusat wilayah Skythia harus diprioritaskan.Perdebatan pembangunan kastil sebagai pusat pertahanan dan rel kereta sebagai akses transportsi untuk memudahkan pendistribusian segala keperluan di Skythia berlangsung cukup alot. Bukan hanya karena Skythia wilayah baru dan sebagian besar hancur akibat perang, tapi dana yang ada masih harus di perhitungkan untuk keperluan di sana sini. Belum lagi Hugh yang selalu absen karena panggilan darurat membuat pengesahan perencanaan pembangunan kasti
**Bab 021 Aldor 2**Langit di atas Aldor semakin gelap, angin dingin membawa serta aroma tanah basah dan asap dari obor yang dinyalakan di sepanjang jalanan kota benteng. Di dalam ruang pertemuan yang tertutup rapat, Alwyn duduk di depan meja panjang dengan peta Aldor dan Ironvale terbentang di hadapannya. Marcel dan Wilham berdiri di kedua sisinya, sementara di seberang mereka, Edric Valmond dan Calen tampak diam, masing-masing dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan."Laporan terakhir yang kami dapatkan menyebutkan adanya pergerakan kelompok bersenjata di sekitar tambang," ujar Wilham, nada suaranya datar namun tajam. "Tidak banyak, tapi cukup untuk membuat para pekerja resah."Edric menghela napas, tangannya mengepal di atas meja. "Kami sudah mengirim patroli tambahan ke sana. Namun, sejauh ini, tidak ada tanda-tanda perlawanan terbuka.""Karena mereka tidak sebodoh itu," Marcel menyela, matanya menyipit tajam ke arah Edric. "Mereka tahu kapan harus bergerak dan kapan harus bersem
**Bab 020 Aldor**Aldor menyambut Alwyn dengan langit kelabu dan udara dingin yang menusuk. Kota benteng ini berdiri dengan konstruksi yang belum selesai, namun suasana di dalamnya terasa jauh dari ketenangan. Penduduk berlalu-lalang dengan langkah cepat, wajah mereka dipenuhi kewaspadaan. Prajurit yang bertugas di gerbang melontarkan hormat dengan kaku, mencerminkan ketegangan yang sudah mengakar di tempat ini.Di aula utama kastil Aldor, seorang pria paruh baya dengan jubah kebesaran yang sedikit terlalu mewah untuk seorang penguasa daerah, berdiri dengan ekspresi gelisah. Edric Valmond, penguasa Aldor, adalah pria dengan wajah aristokrat yang dipenuhi garis-garis kelelahan. Matanya tajam, tetapi ada kegugupan yang sulit disembunyikan dari sorotannya. Dia bukan seorang pemimpin yang biasa menghadapi medan perang; keberaniannya lebih banyak teruji di ruang perjamuan, bukan di garis depan."Selamat datang di Aldor, Tuan Gusev," kata Edric, suaranya terdengar angkuh namun mengandung ke
**Bab 022 Kawan atau Lawan**Waktu ketika Baron Robert Galina baru saja mengirimkan surat persetujuan pengajuan lamaran Athaleyah Galina.---Pagi di Istana Kerajaan terasa lengang, seolah waktu berjalan lambat dengan setiap detik yang menggerus ketenangan di ruang kerja Grand Duke Margrave. Ruangan ini bukan hanya tempat merumuskan strategi, tapi juga tempat di mana otak tajam Margrave mengendalikan segala keputusan penting. Peta-peta besar terhampar di atas meja, disertai dengan gulungan kertas yang penuh perhitungan. Margrave duduk dengan tenang, matanya menganalisis setiap detail yang terhampar di hadapannya, seolah semua pergerakan dunia politik dapat diprediksi dengan tepat oleh pikirannya.Di seberang meja, Davion duduk dengan ekspresi yang lebih tergesa-gesa. Tangannya bergerak-gerak tak sabar, wajahnya memancarkan ambisi yang terkendali namun jelas-jelas menunjukkan ketidaksabarannya. Ia menunggu, menahan dorongan untuk berbicara, sementara Margrave tetap diam—keheningan yang