Share

Remukan Rasa

Penulis: Mita el Rahma
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-06 19:00:33

Tatapan Gus Nadzim yang penuh selidik membuatku urung mengusap layar ponselku untuk menerima panggilan.

"Diterima saja," kata Gus Nadzim. Aku menjadi tidak enak hati.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Halo Chacha," kata suara riang dari seberang.

Hanya ada satu orang yang memanggilku Chacha, yaitu Yasser Syathibi. Suaranya tambah renyah begitu kusambut sapaannya.

"Aku kangen Indonesia. Di sini sepi, tidak ada celotehmu. Tidak ada yang ngomel-ngomel kalau aku menunda salat. Tidak ada yang marah-marah kalau aku tidak ikut Jumatan. Tidak ada yang menyuruhku puasa aneh-aneh."

Puasa aneh-aneh yang dimaksud itu puasa-puasa sunah selain puasa Senin dan Kamis. Aku tersenyum.

"Aku akan segera balik ke Indonesia. Aku akan melamarmu, membawamu ke sini, dan beranak pinak supaya aku tidak kesepian lagi."

Yasser masih mengoceh, namun aku sudah tidak konsen mendengarnya. Kulihat Gus Nadzim mulai jengah. Beberapa kali ia menarik napas berat dan membuang pandangannya.

Volume ponselku tadi sengaja kubesarkan karena kumasukkan dalam tas, khawatir tidak mendengar jika ada panggilan telepon karena di sekitar masjid dan menara ramai rombongan peziarah. Sehingga suara Yasser cukup jelas terdengar oleh Gus Nadzim.

"Maaf, aku masih di kompleks Menara. Besok aku telepon lagi ya?" kataku menyudahi telepon Yasser.

"Oke. Besok aku VC ya. Sekalian melepas kangen. Lama tidak melihat wajahmu. Apa kamu tidak kangen aku?"

Aku hanya tersenyum kecut. Sementara Gus Nadzim sudah melangkah meninggalkan Menara menuju tempat mobilku di parkir. Aku berlari kecil mengejar langkahnya yang panjang-panjang.

"Tidak jadi cari martabak telor mini, Gus?" tanyaku setelah kusudahi panggilan Yasser dan kumasukkan kembali ponselku ke dalam tas.

Biasanya dulu setelah ziarah, kami membeli martabak telur mini, kemudian kubawa ke warung Sate Kerbau langganan Gus Nadzim yang berada di samping penjual martabak  telor mini. Sementara Gus Nadzim makan Sate Kerbau, aku  makan martabak telor mini. Karena aku tidak suka Sate Kerbau. Aroma ketumbar dan rasa manisnya kurang cocok dengan lidahku.

"Sudah tidak minat. Kita langsung ke hotel saja," katanya ketus.

Aku tidak tahu perubahan moodnya yang tiba-tiba. Apakah karena telpon dari Yasser tadi atau karena ada sasuatu yang lain?

Sepanjang perjalanan dari Menara tak ada yang kami bicarakan. Tanganku meraih remote tape recorder, bermaksud membunuh sepi dengan mendengarkan lagu-lagu dari channel radio FM. Begitu tombol on kutekan, suara Ariel sudah menggema. Buru-buru tangan kiri gus Nadzim menepis tanganku saat aku akan merubah channel.

"Ini saja," katanya dingin.

Menepilah sejenak, kekasihku

Berikan ruang untuk rindu

Sehingga reda deru ragumu

'Kan kupeluk hatimu

Tak pernah terbayang 'kan tiba

Lelah membuat kita lupa

Apa yang pernah kita jaga

Tak berarti akhirnya

Menepilah sejenak, kekasihku

Berikan ruang untuk rindu

Sehingga reda deru ragumu

'Kan kupeluk hatimu

Ia ikut mengalunkan lirik lagu itu. Lirih suaranya menyimpan luka. Ekspresinya sungguh membuatku tersayat.

***

Pukul enam pagi aku yang diantar Pak Gatot sudah sampai di hotel tempat Gus Nadzim semalam menginap. Begitu aku turun dari mobil, ia melambaikan tangan dari tempatnya sarapan. Ia mengambil tempat duduk di kursi resto yang berada di teras hotel.

Sebatang rokok yang sudah tersulut api terselip di jarinya.

"Sejak kapan ia merokok?" pikirku. Aku berjalan menghampirinya.

"Ayo, aku sudah siap," katanya sambil tersenyum, ia kemudian berdiri dengan kedua tangan membuka menunjukkan bahwa ia telah rapi. Lalu matanya menunjuk ke tas ranselnya yang sudah bertengger di kursi sebelahnya.

Paduan open cardigan abu-abu, t-shirt putih, celana jeans, kacamata hitam menggantung di dada, jambang dan kumisnya yang beberapa hari ini tidak dicukur membuatnya benar-benar menjadi makhluk sempurna. Ia memandangku tajam. Iris mata coklatnya yang selalu kukagumi berbinar, senyumnya tersungging.

Aku sedikit merasa aneh dengan perubahan sikapnya dengan tadi malam. Aku masih sangat mengingat, ketika mengantarnya ke hotel tadi malam, ia tidak berbicara apapun padaku. Bahkan ketika aku berpamitan, ia hanya mengangguk tak peduli. Tapi pagi ini, ia begitu hangat.

Ah, sudahlah. Sikapnya lebih baik begini. Ini akan membuatku lebih nyaman saat harus menaklukkan riak ombak selama dua jam. Aku tersenyum.

***

Kami menikmati hembusan angin dan hamparan laut biru di Deck kapal. Memandang gugusan pulau yang mulai hilang dari pandangan mata. Sesekali menyeruput kopi panasku. Sementara Gus Nadzim duduk di sebelahku, tubuhnya bersandar pada dinding kapal. Matanya tertutup. Senyumnya tersungging indah. Entah apa yang ia rasai. Apakah sama dengan yang kurasakan?

Kenyamanan yang tak lagi kurasakan selama lima tahun lalu, kini menguasai seluruh perasaanku. Dosakah aku ketika merasa nyaman bersama suami orang? Bukankah rasa ini Tuhan yang ciptakan? Lima tahun dengan segala daya upaya dan kekuatan yang kupunya, aku telah berusaha membunuhnya. Tapi rasa ini tetap saja bersemayam di hatiku. Sedetik pun bayangan dirinya tak mau pergi. Kutarik napas dalam.

"Ning," katanya sambil masih memejamkan mata. 

Aku sudah mau bereaksi ketika kemudian ia buru-buru berkata,

"Jangan marah. Aku sangat nyaman memanggimu Ning. Kata Ning itu berasal dari bahasa jawa Bening atau Wening artinya jernih. Sejernih hati dan pikiranmu."

Aku hanya terdiam mendengarkannya.

"Ning. Pernahkah kamu merasakan senyaman ini?" katanya lagi.

"Aku tidak paham maksudmu, Gus," kataku.

Ia beringsut. Membenarkan letak duduknya. Lalu tajam menatapku.

"Setelah lima tahun berlalu, baru kali ini aku kembali merasakan kenyamanan itu. Bersamamu saat ini."

Ada sesuatu yang mengoyak jantungku. Air mataku sudah menggantung di sudut mataku. Kutahan semampuku untuk tidak jatuh. Kupalingkan wajahku supaya ia tak melihat mendung hitam sudah menggantung di sana.

Seandainya kau tahu Gus, betapa bahagianya aku saat ini. Aku bahkan tak peduli jika saat ini kau telah beristri. Aku ingin sejenak menyandarkan hatiku yang telah lelah dikejar bayanganmu.

Ponselku bergetar. Wajah Yasser memenuhi layar ponselku. Kuusap layarnya untuk menerima panggilan.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," jawabnya. Wajahnya sedikit terkejut.

"Kamu sedang di mana itu? Seperti di Deck kapal?" tanyanya. Aku mengangguk mengiyakan.

"Ya. Aku perjalanan ke Karimunjawa. Ada pekerjaan di sana yang harus aku selesaikan," kataku.

"Siapa laki-laki di sebelahmu?" Ada rasa tidak senang di nada suaranya.

"Oh. Ini partner kerjaku," kataku. Gus Nadzim menganggukkan kepala dengan ekspresi tak acuh.

"Partner kerja seganteng itu? Awas, jangan sampai kamu jatuh hati padanya," katanya lagi. Tawaku meledak, meskipun terasa garing.

"Jangan khawatir. Pintu hatinya sudah tertutup untukku. Dia sudah beristri," kataku. Gus Nadzim seketika menoleh ke arahku. Ada sesuatu yang ingin diucapkan, tapi urung.

"Oke. Besok aku pulang ke Indonesia. Kususul kamu ke Karimunjawa."

"Jangan! Jangan! Aku di sini kerja. Aku tak mau diganggu," kataku buru-buru.

Gus Nadzim sudah beranjak dari duduknya. Berjalan menuju ke dalam kapal tanpa permisi. Aku sedikit berlari menuju ruang penumpang, setelah kuakhiri telepon dari Yasser. Gus Nadzim sudah duduk dengan wajah penuh amarah. Dengan dipenuhi rasa bersalah aku duduk di bangku sebelahnya.

"Maaf, Gus. Kami tidak ada hubungan apa-apa," kataku berusaha menjelaskan posisi kami.

"Bukan urusanku, kamu punya hubungan dengan siapa," katanya tajam.

Ia benar. Bukan urusannya, aku punya hubungan dengan siapa. Ia bukan siapa-siapaku lagi. Ia sudah milik perempuan lain, Ning Adiba. Mengingat nama itu, hatiku terasa nyeri. Semakin nyeri mengingat kata-katanya yang baru saja diucapkan. 

Betapa bodohnya aku. Mengapa aku harus menjelaskan kepadanya? Seolah ia masih kekasihku. Kenapa aku merendahkan martabatku sendiri? Aku benar-benar merutuki diri.

"Aku baru sadar, ternyata aku benar-benar sudah tak mengenalmu," katanya lagi.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
afaya lana
"jangan khawatir, pintu hatinya sudah tertutup untukku. dia sudah beristri" padahal pintu hati lelaki ada 4 lho ning. kalo yg satu tertutup, yg lain mgkn masih terbuka. hihihi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Pesona Pantai Bobbi

    Aku terbangun saat mendengar suara klakson kapal, sebagai pertanda bahwa kapal sebentar lagi bersandar. Cukup lama aku tertidur, hampir satu jam. Aku sedikit menggerakkan badan, menghilangkan penat di badan karena duduk cukup lama. Aku tak begitu mempedulikanGusNadzim yang duduk di sebelahku. Hatiku masih terluka karena kata-katanya beberapa waktu lalu. Sekali lagi kutegaskan pada otak dan hatiku jika pria yang saat ini duduk di sebelahku hanyalahpartnerkerja. Setiap orang punya masa lalu, tapi ia harus tetap hidup menjalani hari-harinya. Masih harus tetap merajut mimpi dan harapan. Meskipun selama lima tahun ini aku tak mampu melakukan itu. Mulai hari ini aku bertekad harus bisa meninggalkan bayangannya sebagai masa laluku. Aku tak perlu lagi mengkhawatirkan kebahagiaannya, ataupun keadaannya. Aku bukan siapa-siapanya. Aku meninggalkan kursi penumpang lebih dulu. Keluar menuju tempat parkir pelabuhan. Alfan dan Zaenal sudah m

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-07
  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Dalam Sebuah Labirin

    Rofiq dan Nisa sudah menunggu kedatangan kami di pinturesort. Sebuah kursi roda sudah dipersiapkan untukku. Aku memprotesGusNadzim melalui tatapan mataku. "Sudah tidak usah protes. Ini standar pelayananresortkami. Kursi roda ini memang dipersiapkan untuk tamu-tamu berkebutuhan khusus." "Tapi aku tidak berkebutuhan khusus," protesku. "Biasanya, iya. Saat ini, kamu berkebutuhan khusus. Sudah jangan rewel!" katanya lembut namun tegas. Aku akhirnya mengalah. Duduk di kursi roda seperti orang tak berdaya. Sebenarnya ada kebahagiaan tersendiri karenaGusNadzim yang mendorong kursi rodaku menuju ke kamar tempatku menginap. Zaenal, Arfan, Rofiq, dan Nisa berjalan mengikutinya dari belakang. Sesampainya di depan pintu kamar, seorang pelayanresortmenemuiGusNadzim. Beberapa saat mereka berbisik. Sebentar kemudian pelayan itu kembali undur diri. "Nisa

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-08
  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Nyanyian Rindu

    "Adiba," katanya sambil menjabat tanganku. "Aricha." Ning Adiba sedikit kaget mendengar aku menyebutkan namaku. "NingIcha?" tanyanya. Aku mengangguk lesu. "KokNingIcha lebih cantik dari yang duluGus eceritakan?" Kaget mendengar ucapanNingAdiba, spontan aku mendongak ke arahGusNadzim, ia tersenyum sambil memainkan anak rambutGusFatih. "Kemarin waktu ketemu, aku juga kaget. Dulu, dia aktifis yang sering lupa mandi dan tidak pernah sempat pakai bedak," kataGusNadzim. Mereka berdua tersenyum. Merasa jadi olok-olokan mereka berdua, maka aku pun pamit undur diri. "Maaf, saya ke kamar dulu," pamitku. Adlina yang tidak memahami situasinya terlihat bingung. "Biar Adlina saja yang mengantarku," kataku saatGusNadzim bersiap mendorong kursi rodaku. "Nisa tidak perlu menemaniku. Adlina akan tidur di kamarku," lanjutku.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Aku Diantara Kau dan Dia

    GusNadzim,NingAdiba, danGusFatih sampai di area parkir mobil setelah lebih dari seperempat jam kami menunggu.NingAdiba terlihat sangat cantik dengan baju tunik panjang warna coklat kopi dengan celana bahan warna hitam serta kerudung senada warna baju. SementaraGusNadzim juga terlihat sangat tampan dengankosekylinhitam danmansetpendek warna hitam dibalut cardigan kesayangannya. Benar-benar pasangan yang serasi, batinku. NingAdiba selalu menyapaku ramah. Tidak ada ekspresi kebencian ataupun kecemburuan di raut mukanya. Padahal jika menilik dari kata-katanya saat pertama kali bertemu,GusNadzim sudah banyak menceritakan tentang diriku padanya. Sikap manisNingAdiba justru semakin menyesakkan dada. Aku membuang napas cukup keras untuk sekedar melonggarkan himpitan di rongga dada. Adlina menoleh padaku, matanya penuh selidik. Aku terse

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Hati yang Kalah

    SaatGusNadzim masuk ruang praktek Dokter Guntur untuk menemaniNingAdiba, aku pamit pada Adlina untuk sekedar mencari udara segar di sekitar alun-alun dan memintanya untuk tidak menungguku. Sebuahcafekecil di salah satu ujung jalan yang mengarah ke alun-alun cukup menarik hatiku. Suasana rindang dari sulurmillion heartsmenghadirkan suasana kesejukan desa yang damai membawa kakiku memasukicafeitu. Daun yang kaku dan tebal serta berbentuk hati itu menempel pada rancangan kawat membentuk pagar menggantung di bawah atapcafe. Tanaman Terang Bulan dengan corak warna daun hijau muda yang lembut menyambutku di kiri kanan pintu masukcafe. Sementara di sudut-sudutcafe, dinding dalam maupun luarcafejuga banyak tergantung berbagai jenis tanaman sulur yang tertata sangatapik.Dischidia Gerimenjun

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Sandaran Hati

    Sebuah suara yang sangat kukenal membuatku dan Adlina melepaskan pelukan kami. Seorang laki-laki yang tidak kalah ganteng dengan Chicco Jerikho telah berdiri di hadapanku. Ia tersenyum memperlihatkan gigi putih dan lesung pipitnya. "Yasser?" pekikku. "Bagaimana kamu tahu kalau aku menginap diresortini?" tanyaku heran. Sementara yang ditanya hanya cengar-cengir. Ia kemudian duduk tanpa menunggu kupersilakan. "Karimunjawa itu sempit,Say. Cari kamu di sini sangat mudah. Tidak usah heran," katanya. Tangannya kemudian melambai, dan tidak berapa lama seorang pramusaji datang mencatat pesanannya. "Siapa lagi, Cha?" tanya Adlina. Matanya membola. Aku meringis. "Oh ya. Kenalkan, Ini Adlina. Sepupu sekaligus sahabat terbaikku." Aku memperkenalkan Adlina pada Yasser, begitu juga sebaliknya. "Ini Yasser, temanku selama kuliah magister di Jogja." "Sekaligus keranjang sampahnya," selanya. Aku sudah

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Terbelenggu Cinta

    Rony memberitahuku jikaGusThoha sudah menungguku di Gazebo dekat musala. Setelah memastikan kenyamanan Aricha malam ini, aku menemuiGusThoha. GusThoha adalah salah satu teman sekaligus seniorku sewaktunyantridi Kudus. Dulu ia sangat terkenalmbeling.Tapi saat itu aku lebih suka menyebutnyaJadzab. Aku berkeyakinan suatu saat ia pasti akan kembali ke jalan perjuangan yang sudah dirintis kakek buyutnya. Ia masih keturunan salah satu kyai besar di salah satu kabupaten di Jawa Tengah. Kami berpisah sejakGusThoha lulus madrasah aliyah, lalu tiba-tiba datang menemuiku setelah bermimpi mati dan disiksa dalam kubur. Dalam mimpinya, ia bertemu kakeknya yang memintanya datang ke pesantren kami. Sejak saat itu, ia curahkan seluruh hidupnya untuk pesantren kami, dan oleh Abah ia diminta mengelola pesantren yang di Karimunjawa bersamaku. "Assalamu'alaikum,

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Kabar dari Leiden

    Rasanya tidak percaya dengan apa yang kulihat. Aricha yang kukenal lugu ternyata fasih bernyanyi. Kurasa tidak hanya itu, dari gaya dan ekspresinya saat menyanyikan lagu-lagu itu terlihat bahwa ia seperti sudah terbiasa. Aku merasa benar-benar sudah tidak mengenalnya. Sepertinya aku pernah melihat wajah lelaki yang menemaninya bernyanyi itu, tapi di mana? Aku memutar kembali memori otakku, berusaha mengingat seraut wajah yang kurasa tidak asing di mataku. Oh ya, aku ingat. Laki-laki itu yang menelfonnya ketika kami di kapal. Apa karena lelaki itu, ia menjadi seperti sekarang ini? Rasa cemburu dan marah seketika bercampur aduk, menyesaki ruang dadaku. Udara menjadi terasa sangat panas. Kuambil ponsel dari saku celanaku. Kupencet nomor Zaenal darilogpanggilan. "Assalamu'alaikum," kata Zaenal dari seberang. "Wa'alaikumussalam. Batalkan kerjasama dengan EO Aricha. Bayarkan komp

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06

Bab terbaru

  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Mengetuk Pintu Langit

    Pagi ini aku tidak ada jadwal mengajar dan berniat membersihkan Musala yang ada di sebelah rumah kami, wakaf dari kakek buyutku. Tapi kulihat Bapak sudah duduk termenung di teras Musala dengan tangan kanan yang masih memegang kain pel, sementara ember hitam berada di dekat kaki kanannya. “Kedahuluan lagi deh,” kataku dengan nada kecewa. Bapak menoleh ke arahku karena terusik oleh suaraku. Bapak paling tidak bisa melihat Musala dalam keadaan kotor. Beliau tidak sabar menunggu anak-anak jemaah ngaji yang piket membersihkan Musala di hari Ahad dan hari Jumat saat mereka libur sekolah. Sehingga beliau tak segan untuk menyapu dan mengepel Musala seorang sendiri. “Bapak ada masalah?” tanyaku setelah duduk menjajarinya. “Bapak bingung. Semalam Bapak besuk Mbah Nasuha yang baru pulang dari Rumah Sakit. Akibat jatuh waktu ambil wudu di Musala dulu itu. Sekarang dia harus pakai kursi roda. Semalam dia menangis sedih karena sekarang dia tidak mungkin lagi bisa

  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Luruhku

    Suasana Gubug yang didesain mirip Gazebo ini terasa sangat nyaman. Hawa sejuk, aroma wangi bunga kopi, dan suara khas Tonggeret yang dalam bahasa jawa disebut Garengpung menambah kenikmatan kopi Muria dan pisang tanduk kukus yang masih hangat tersaji. Di perkebunan kopi ini atau lebih luas di daerah Muria dan sekitarnya, hampir sepanjang hari di bulan Maret kita dapat menikmati suguhan kemewahan simfoni indah dari Tonggeret, salah satu jenis serangga anggota sub ordo Cicadomorpha, Ordo Homoptera yang memiliki sekitar tiga ribu spesies di dunia. Nyanyian Tonggeret menemaniku menemui salah satu pengusaha kopi Muria yang pernah direkomendasikan Icha, salah satu teman sekolahnya. Kami melakukan penjajakan kerjasama untuk memenuhi kebutuhan kopi di Resort milikku. Sebenarnya aku sangat ingin mengajaknya ke sini, sekaligus ziarah ke makam sunan Muria. Mungkin sangat menyenangkan berjalan bersama menyusuri satu per satu anak tangga yang d

  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Mendekap Rindu

    Aku akhirnya memutuskan menerima tawaran dari yayasan untuk menjadi dosen tetap yayasan. Sudah tiga minggu ini perkuliahan kembali aktif. Manajemen EO sepenuhnya kuserahkan pada Adlina, namun aku tetap menjadi konseptor acara sesuai yang dipesan klien. Setiap sabtu dan ahad serta setiap sore sepulang dari kampus, aku tetap ke kantor EO. Sejak menjadi dosen tetap, kesibukanku di kampus bertambah dengan menjadi pembimbing skripsi mahasiswa, dilibatkan dalam kepanitiaan kegiatan kampus, maupun tugas-tugas yang lain. Meskipun kegiatan kampus dan EO cukup melelahkan, tetapi sangat kunikmati. Inilah cara efektif untuk menjauhkan berbagai kenangan dan pikiranku pada Gus Nadzim. Kenyataan bahwa Gus Nadzim sampai saat ini belum menikah, dan tetap menungguku membuatku memupuk harapan yang semakin kuat. Namun kenyataan pula bahwa Umi tidak menginginkanku, membuatku harus mengubur kembali harapan itu dalam-dalam. Menggunakan waktu yang kumiliki dengan berbagai aktivitas yang men

  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Mengintip Suara Langit

    Perjalanan menuju rumah Mas Nanang terasa sangat lama.Icha yang duduk di kursi penumpang di sebelahku hanya menatap nanar ke jalanan beraspal. Mungkin saja suasana hatinya masih tidak nyaman dengan semua kejadian hari ini. Pagi tadi saat aku hendak menjemput rombongan ke pelabuhan,NingZahira merengek minta ikut. Aku sungguh tak percaya dengan sikap kekanak-kanakannya. Umi yang mendengar rengekan Ning Zahira pun bertitah, maka habislah aku. Agar tidak menimbulkan kegaduhan, terpaksa aku membawanya ikut menjemput rombongan. Padahal,Icha juga menjemput rombongan langsung dari hotel tempatnya menginap. Sempat kurasakan kegalauan hati, ketika kulihat ekspresi datarIcha saat melihat kehadiranku danNingZahira. Aku tidak mau ia salah paham. Maka, aku harus menjelaskan situasinya. Beruntung,Icha memahami dan percaya padaku. Tetapi lagi-lagiNingZahira membuatku pusing. Sejak acara pembukaan sampai acara ku

  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Isyarat Langit

    Tubuhku membeku seketika. Mataku membelalak dan telingaku seolah tak percaya ketika mendengar ucapanGusNadzim. Kurasakan udara di sekitarku berhenti mengalir sehingga terasa panas dan pengap. Aku benar-benar marah karena kata-katanya. "Jangan samakan hati dengan barang elektronik, yang tombolon offbisa dipencet kapan saja semau kita." semburku. "Kamu tidak perlu marah. Anggap saja ini barter kita. Harusnya aku yang lebih dulu marah, karena kamu yang lebih dulu minta aku menerimaNingZahira." Nada suaraGusNadzim tidak kalah tingginya dengan suaraku. "Kalau kamu tidak punya tombolon offdi hatimu, aku juga sama." Tangannya menggebrak meja kayu di hadapanku sampai botol air mineral yang kupesan jatuh menggelinding. Untung saja gelas kopi yang kupesan tidak ikut jatuh. Beberapa pengunjungcafemengarahkan pandangan matanya ke meja kami. Aku hanya menganggukkan kep

  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Silang Rasa

    Aku merasa pesantren danResortsudah tidak nyaman untukku menyelesaikan proposal yang harus selesai malam ini. Keputusanku sudah bulat. Besok pagi aku kembali ke Kudus. Mengubur semua peristiwa yang terjadi di sini, dan kembali menulis cerita hidup yang baru. Aku kembali keResortmenggunakan jasa mobil rental yang kupesan. Sesampainya diResort, aku segera berkemas. Menunggu azan Magrib untuk salat. Lalu mengurus administrasi untukcek out. Sementara mobil rental kuminta menunggu dan mengantarku kembali ke tujuan selanjutnya. "Pemesanan kamar atas nama bu Aricha masih sampai dua hari lagi. Semua biaya sudah dibayar di muka." kata resepsionis. Pasti kerjaanGusNadzim, pikirku. "Tidak apa-apa, Mbak. Sayacek outsekarang saja." Aku memberikan kunci kamar dan menunggu sebentar. Resepsionis menginformasikan padaroom serviceuntuk mengecek kamarku

  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Jalan Penyucian Jiwa

    Kulihat Umi sedang menenangkanNingZahira yang tengah tersedu. Aku tidak mau ambil pusing, maka langkahku tak terhenti ketika melintasi mereka. "Gus." Suara Umi memanggilku. Terpaksa kuhentikan langkahku, lalu memutar badan sembilan puluh derajat. "Ya, Mi. Ada apa?" tanyaku. "Bilang sama Aricha, jangan suka mengata-ngatai orang." Umi sedikit melotot ke arahku. Aku kembali memutar badanku sampai menghadap ke arah Umi. "Icha mengata-ngataiNingZahira? Apa tidak salah? Setahuku, Icha sedang menyelesaikan proposalnya di ruang tamu pesantren sendirian." Aku sangat mengenal Icha. Dia bukan tipe penyerang. Dia baru akan menyerang ketika benar-benar tidak mungkin bertahan. "Ketemu Icha di mana? Kamu menemuinya diam-diam di ruang tamu?" Aku mendelik padaNingZahira. "Gus, jaga bicaramu.NingZahira ini calon istrimu." Suara Umi meninggi. Dari awal kedatangannya, aku sudah menduga jika dia dipersiapkan

  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Kafa'ah

    Selepas sore di Ujung Gelam itu, aku mencoba mengabaikan Ning Zahira dan mulai berdamai denganGusNadzim. Kuputuskan untuk menunda kepulanganku hingga monitoring kementerian selesai. Kebetulan perkuliahan baru akan dimulai dua minggu ke depan, dan urusan EO semua bisa diatasi pegawaiku di kantor dengan komando Adlina. Hari ini, tim pendampingan koperasi dan KUB mendatangi satu per satu anggota KUB. Melihat proses produksi, pengemasan, data sirkulasi, data outlet, dan pembukuan yang mereka buat. Semua yang tersapu oleh mataku sudah kutuangkan dalam buku catatan. Mbak Siti, Mbak Sri, dan ibu-ibu yang lain sangat senang ketika kami sampai di rumah mereka. Ada beberapa rumah panggung khas suku Bugis yang tersebar di antara rumah-rumah khas Jawa. Tiap rumah yang kita singgahi memberikan suguhan, sampai perut kami terasa penuh. Mbak Sri memenuhi janjinya, menyuguhiku tongkol bakar sambal korek lombok setan siram klentik. Perutku sudah sangat pen

  • MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM   Ujung Gelam

    Anganku melompat ke masa lima tahun yang lalu "Menikahlah denganku,Ning!" kata Gus Nadzim tiba-tiba. Mataku membelalak. Ada getar aneh menyusup ke dada, menjalar ke syaraf otak dan menimbulkam rasa bahagia. Aku tersenyum tipis dari tempatku duduk. Hatiku terasa sangat ringan. Udara yang kuhirup terasa hangat di paru-paruku, meskipun hawa dingin di sekitar Makam Syaikh Hasan Munadi Nyatnyono menembus kain parasit jaketku dan menusuk sampai ke tulang. Sementara pemandangan kerlap kerlip lampu perkampungan penduduk terlihat seperti hamparan permadani hitam bertabur berlian. "Kuliahku belum selesai,Gus. Kamu tahu bagaimana perjuanganku bisa sampai pada tahap ini. Meskipun aku sangat mencintaimu, aku tetap lebih mencintai diriku sendiri." kataku terkekeh. Ia memasang muka cemberut. "Bukan sekarang,Ning. Aku akan menunggumu selesai wisuda. Aku juga tidak mau punya istritulalit." godanya. GusNadzim

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status