Aku mengalihkan pikiranku dari pikiran yang tidak menyenangkan itu dan melihat buku yang satu lagi. Buku itu berjudul Bahasa Saintess dan Gambar Sihirnya. Saat aku membuka isinya, aku terkejut karena tulisannya memakai Bahasa Inggris. “Apakah ini yang dimaksud Bahasa Saintess? Jadi ketika mengucapkan mantra ini dan menggambar sihirnya, maka akan bisa melakukan penyembuhan?” tanyaku dalam hati.
“Hahahahahaha …,” tawaku langsung lepas begitu membaca isi buku itu. Aku bahkan tertawa sampai air mataku keluar. Saat aku mengusap air mataku, sudut mataku melihat bayangan pria. Aku pun langsung menghentikan tawaku dan menoleh untuk memperhatikan bayangan itu lebih jelas. Ternyata, kesatria berambut biru sudah berdiri melihatku dari depan pintu. Aku pun langsung terkejut dan spontan menutup mulutku. Kesatria itu memberikan sapu tangannya. Mungkin agar aku menggunakannya untuk mengusap air mataku. “Emmm … apa kau …,” ucapanku berhenti karena aku tidak berani bertanya. Aku sudah tertangkap basah saat tertawa. Ia pasti tahu kalau selama ini aku berpura-pura tidak bisa bicara. Apakah dia akan melaporkannya kepada orang lain? Atau pada raja? Aku menundukkan kepala dan menggigit bibir bawahku karena merasa takut. “Saya akan berpura-pura tidak melihat apa-apa, Lady,” ucap kesatria itu.Aku langsung mendongakkan kepalaku dan menatap matanya. Arti tatapannya sulit untuk di artikan. Namun, aku tahu kalau itu bukan tatapan dengan maksud jahat. “Hahhhhhh …,” Aku menghembuskan napas panjang karena merasa lega.“Emm…,” ucapku ragu, “Apa aku boleh tahu siapa namamu?”Walau dia berusaha mengendalikan ekspresi, aku bisa melihat dari matanya kalau dia merasa terkejut. Jadi aku kembali memberikan penjelasan agar ia tidak salah mengartikan maksudku.“Aku bertanya namamu karena tidak tahu harus memanggilmu apa.”
Setelah mendengar penjelasanku, ekspresinya kembali tenang. “Nama saya Karl Bradley, Lady.”“Baiklah Tuan Bradley, namaku—““Panggil Karl saja, Lady Lissa. Kalau begitu saya permisi,” ucapnya dan melangkah pergi.Aku masih terdiam di tempatku. “Wow, luar biasa karakter orang-orang di dunia ini. Apakah mereka akan terkena penyakit menular jika bersikap lebih ramah?” ucapku kesal. Aku tersadar kalau sapu tangannya masih ada di tanganku. Itu artinya aku harus mengembalikan sapu tangannya itu. “Sekarang aku bahkan memiliki pekerjaan tambahan di masa-masa yang sibuk ini,” ucapku pelan.Aku menghabiskan hari-hariku seperti biasa sambil mempelajari buku yang diberikan oleh Steein selama seminggu penuh. Selama waktu itu, Karl tidak menunjukkan wajahnya lagi. Besok adalah hari pelajaran yang dijanjikan oleh Steein. Aku sudah siap. Sebenarnya tugas yang diberikan Steein tidak terlalu sulit karena hanya perlu mengikuti alur bukunya untuk bisa paham.Keesokan harinya, aku sudah duduk dengan rapi di tempat dudukku dan menunggu Steein datang. Semangatku sudah membara untuk membuktikan diri dan menyombongkan diriku padanya. Karena terlalu bersemangat, berulang-ulang aku mengingatkan diriku untuk tidak bicara dan tidak mengeluarkan suara apa pun. Begitu Steein membuka pintu, wajahnya benar-benar mengalihkan duniaku.“Plak!” Aku memukul pipiku dengan kedua tanganku agar tersadar dan tidak tertipu dengan penampilannya.
Steein melihatku dengan wajah keheranan. Namun, darah dinginnya membuatnya tidak bertanya apa-apa dan langsung memulai pelajaran.
Dia meletakkan pulpen dan sebuah kertas di depanku. Mataku berkedip bingung. “Apa aku tidak salah lihat? Atau ini persiapan ujian?” ucapku dalam hati.
“Kamu hanya perlu menggambar mantra sihir penyembuhan dan menuliskan isi mantranya, Lady. Waktu Lady hanya satu jam”, ucap Steein.
Aku terkejut dan merasa sedikit kecewa. “Hanya itu?” ucapku dalam hati.
Karena terobsesi untuk mendapat pengakuan dari Steein, aku pun tidak membuang-buang waktuku dan mulai menggambar dengan sebaik mungkin.
Aku bukanya berlagak pintar, tapi semua manusia di duniaku pasti tidak merasa asing mantra Saintess ini. Semua orang pasti bisa menggambar bintang dalam lingkaran, ‘kan? Apalagi isi mantranya yang bertuliskan: Twinkle twinkle little star, how I wonder what you are. Up above the world so high, like a diamond in the sky. Twinkle twinkle little star, how I wonder what you are.
Aku hampir tertawa lagi saat menuliskan kalimat itu. Aku bahkan hampir bersenandung karena menuliskannya sambil bernyanyi dalam hati. Begitu aku selesai, Steein melihat kertasku cukup lama. Sesekali ia melirik ke arahku dari balik kertas yang ia pegang, dengan wajah seolah tidak percaya. “Selamat Lady,” ucap Steein, “Anda lulus. Saya akan membawa kertas ini dan melaporkannya sebagai bukti kepada Raja. Minggu depan kita akan langsung mempraktekkannya dan melihat kemampuan sihir Anda. Saya permisi dulu,” ucapnya dan bergegas pergi.Mendengar ucapannya, aku dengan cepat berdiri dari kursi dan mengulurkan tanganku hendak mecegahnya. Namun, langkah kakinya terlalu cepat sehingga dalam sekejap mata, punggungnya tidak terlihat lagi dalam pandanganku “Sial!” aku mengutuk dalam hati, “Masa bodoh dengan tidak bisa bicara, harusnya aku memanggil namanya keras-keras agar dia tidak jadi pergi.”Aku merasa karma telah berbalik kepadaku. Aku kira aku bisa mengumpulkan informasi dengan berpura-pura tidak bisa bicara, tapi ini malah menjadi senjata melukai diriku sendiri.
Aku berjalan bolak-balik dalam di ruangan sambil menggigiti kuku. Pikiranku kusut. “Seandainya kabar ini sampai kepada raja. Apakah ini pertanda baik? Atau pertanda buruk? Bagaimana mungkin aku bisa menggunakan sihir dengan lagu anak-anak seperti itu?” ucapku dalam hati. Selama beberapa hari setelah itu, aku hanya berbaring di tempat tidurku sambil menunggu nasib. “Lady,” aku mendengar suara pria dan aku menoleh. Itu adalah Karl.“Oh, Karl, kau datang? Tunggu sebentar,” ucapku padanya. Aku membuka laci di sebelah tempat tidurku. Karl masih berdiri di tempatnya dengan tatapan bingung.“Ini, kukembalikan,” ucapku sambil menyodorkan sapu tangannya.Aku bisa melihat kalau sudut mulut Karl teragkat saat menerima sapu tangan itu. Namun, itu hanya berlangsung dalam sepersekian detik. Kalau aku tidak berdiri di dekatnya, mungkin aku tidak akan bisa melihatnya. “Apa dia tersenyum?” tanyaku dalam hati.“Terimakasih, Lady,” ucapnya dengan nada dan kespresi datar seperti biasanya. Aku jadi berpikir kalau Karl tersenyum adalah kesalahanku sewaktu melihat. Karl melanjutkan ucapannya, “Tapi maksud tujuan saya datang bukan untuk ini, Lady.” Ia mengeluarkan sebuah amplop dari saku bajunya. “Lady mendapat undangan untuk ke Istana hari ini,” ucapnya.“Oh begitu,” balasku santai karena terfokus pada indahnya bentuk amplop yang diberikan Karl. Begitu aku tersadar, aku mengeluarkan suara melengking karena terkejut, “Apa?! Istana?!”Karena suaraku terlalu keras, Karl dengan cepat dan panik langsung menutup mulutku sehingga badanku terdorong ke belakang dan punggungku mengenai dinding. Namun, punggungku tidak terasa sakit karena Karl melapisi punggungku dengan sebelah tangannya agar tidak terbentur.Sekarang wajah kami sangat dekat. Aku bahkan bisa merasakan napasnya yang mengenai wajahku. Mata birunya semakin indah karena dilihat dari jarak dekat.Wajah Karl memerah dan ia langsung melepaskan tangannya. Aku bisa melihat Karl yang salah tingkah. Ia mengacak-acak rambutnya dan menutup mulutnya secara bergantian. “Polos sekali,” ucapku dalam hati. Sepertinya budaya di dunia ini membuat sentuhan tidak biasa digunakan. Karl memperhatikan sekitar. Begitu memastikan tidak ada yang sadar kalau aku baru saja menjerit, ia bernapas lega. “Lady harus berhati-hati,” ucapnya. Wajahnya kembali datar dan serius. Akan tetapi, aku salah fokus ke telinganya yang masih memerah. Spontan aku menutup mulutku dan tertawa kecil. Setelah aku sudah mulai tenang, barulah aku bisa kembali bicara dengan Karl. “Jadi, kapan aku akan pergi ke Istana?” tanyaku “Sekarang, Lady,” jawab Karl. “Saya akan memanggil pelayan untuk membantu Lady bersiap-siap.” “Baiklah,” jawabku. Kemudian, Karl melangkah pergi. Aku memperhatikan kembali amplop undangan itu. Di luarnya
Perkataan Raja Edgar membuatku tersentak karena beberapa alasan. Alasan pertama, karena aku takut kebohonganku terbongkar oleh Raja Tiran ini. Berbeda dengan orang lain, sepertinya Raja lebih pintar dan lebih sensitif. Satu tindakan yang salah dariku bisa membuat kepalaku melayang saat itu juga. Alasan yang kedua, ketika menanyakan aku yang tidak bisa berbicara, Raja Edgar ada mengucapkan kata ‘juga’. Itu artinya, selain aku, ada juga orang yang tidak bisa bicara. Orang itu tidak lain adalah Rissa, karena hanya aku dan Rissa yang dipanggil menghadap Raja sekarang. Aku mengendalikan ekspresiku. Aku memang ketakutan karena auranya yang tidak biasa, tetapi aku menekan rasa takutku dan berusaha terlihat percaya diri agar tidak ketahuan berbohong. Sambil menatap mata Raja Edgar, aku menjawabnya dengan mengangguk. Raja Edgar kembali menatap mataku dengan lama, seolah-olah ingin memeriksa apakah respon yang aku berikan adalah kebenaran atau tidak. Aku me
Perkataan Karl itu sungguh mengejutkan. Selama ini banyak orang yang mengagumi perawakan Rissa. Jika kami dua dibandingkan, banyak yang akan merasa bahwa Rissa lebih cantik daripada aku.Namun, Karl mengatakan rambut hitamku lebih baik? Aku tidak tahu kata ‘baik’ yang dimaksud Karl itu adalah cantik. Namun, apa pun artinya, aku merasa senang karena ia berpihak padaku.Tanpa terasa, kami sudah tiba di rumah. Aku lebih suka menyebut rumah ini sebagai rumah tahanan, karena disinilah aku diawasi dan dilatih. Setelah waktu itu, Karl lebih sering menunjukkan dirinya. Ia juga selalu menemaniku walaupun aku hanya berada di dalam kamar. Tidak ada hal khusus yang kami lakukan, namun ia tetap datang walau kami hanya mengobrol ringan dan meminum teh bersama.*****Hari ini adalah hari pelajaran dengan Steein. Biasanya, Karl sudah pergi entah kemana. Namun, hari ini berbeda. Sejak bangun di pagi hari, Karl sudah menunggu di
Setelah itu, aku kembali berfokus untuk melanjutkan gambarku. Tanpa terasa, matahari sudah mulai terbenam. Karena merasa sangat lelah, aku merebahkan badanku di lapangan itu. “Sial! Hanya untuk menggambar saja sudah menghabiskan waktu seharian. Sekarang aku harus melakukan apa lagi?” batinku kesal.“Lady bisa mencoba membacakan mantranya,” ucap Steein yang sekarang sudah berdiri di sebelahku.Ketika aku hendak mengerahkan tenagaku yang tersisa untuk berdiri, aku melihat Steein mengulurkan tangannya. Aku sempat menatapnya sebentar karena kebaikannya yang tidak biasa itu. Ini adalah hal yang paling luar biasa yang pernah aku terima dari Steein. Jadi, aku tidak menyia-nyiakan hal itu dan membiarkannya membantuku kembali berdiri.Aku berdiri dalam diam sambil memandang gambar mantra sihir yang berada di depanku. Tawa datar yang keluar dari mulutku tidak bisa kucegah, karena rasanya sungguh aneh kalau gambar seperti ini b
Aku menelan ludah, dan menganggukkan kepalaku untuk menjawab pertanyaan Raja Edgar. “Siapa yang memberimu hak untuk masuk ke perpustakaan ini?” tanya Raja Edgarlagi. Kali ini, aku merasakan tanganku yang gemetar ketika aku mengangkatnya untuk menunjukkan lencana yang diberikan Steein. Setelah melihat lencana milik Steein, Raja berkata, “Ternyata kamu cukup disayangi oleh pria kaku itu. Aku sudah selesai. Masuklah.” Aku langsung bisa merasa lega karena akan segera berpisah dengan Raja Edgar. Akan tetapi, begitu aku menghembuskan napas lega, napasku kembali tercekat saat Raja Edgar bertanya lagi, “Kenapa pakaianmu seperti itu?” Pikiranku kosong. Tidak ada alasan yang bisa terdengar masuk akal terlintas di kepalaku. Melihatku yang terdiam lama dengan wajah yang semakin pucat, Karl memutuskan untuk berbicara. “Lady baru saja menyelesaikan latihan menggunakan sihir Yang Mulia. Ia menggunakan celana, agar ia bisa latihan dengan lebih n
Apa? Kenapa?” Aku hampir saja menaikkan suaraku karena terlalu terkejut. Untung saja Mariana sedang tidak berada di sini sekarang. Tadi, begitu Mariana selesai menyiapkan segala sesuatu untukku, ia langsung pergi karena ia tahu sebentar lagi Karl akan datang dan kami akan pergi bersama ke perpustakaan. “Saya tidak tahu pastinya, Lady. Akan tetapi, Lady Rissa juga dipanggil ke sana,” jawab Karl. Jantungku berdetak keras, aku menggigit kuku tanganku karena gugup. Entah kenapa, perasaanku tidak enak soal ini. Akan tetapi, tidak ada yang bisa aku lakukan. Aku tidak bisa menghindar kemana pun, karena ini bukanlah duniaku. Untung saja, Mariana selalu memakaikan aku gaun setiap aku berencana pergi ke perpustkaan. Jadi, sekarang aku bisa langsung pergi bersama Karl tanpa repot mengganti pakaian dan menuju Istana. Jika aku pergi dengan pakaian dengan bawahan celana, begitu Raja Edgar melihatku, ia pasti akan menanyakan hal yang sama kepadaku dengan nada
“Yang Mulia Raja, biar saya—““Beraninya kamu ikut campur ketika tidak diperintahkan, Karl.” Karl yang hendak menolongku dengan mewakiliku untuk berbicara dihentikan oleh Raja Edgar. Nada ucapan Raja benar-benar menekan dan terdengar sangat mengerikan.“Saintess Rissa, apakah aku harus menyelamatkan nyawa kembaranmu?” tanya Raja Edgar kepada Rissa. Aku sudah memperkirakan peristiwa ini. Akan tetapi, yang aku bayangkan adalah diriku yang memiliki kekuatan Saintess, bukan Rissa. Maka, jika Raja Edgar menanyakan pertanyaan itu padaku, aku akan memohon padanya untuk mengampuni nyawa Rissa.Aku mengangkat kepalaku untuk melihat Rissa. Aku membuat ekspresi memohon agar Rissa membantu agar aku tidak dibunuh. Sekarang, ucapan Rissa sebagai Saintess akan sangat berpengaruh.Wajar saja, jika Raja Tiran ini ingin segera membunuhku, karena mengira aku tidak ada gunanya lagi. Namun, Rissa berbeda. Bagaimanapu
"Tidak, Karl. Aku tahu kalau kamu sudah mencoba melakukan yang terbaik. Semua orang mengerti kalau tidak ada yang bisa membantah perkataan Yang Mulia Raja,” balasku untuk menenangkan Karl.Bukannya merasa lega atau senang, Karl malah tampak lebih murung setelah aku aku mengatakan hal itu.“Tapi, Lady, kita tidak akan bisa bersama lagi,” ucap Karl.Aku terkejut karena tidak memikirkan tentang hal ini. Raja telah mencabut semua kemewahan yang telah kunikmati selama ini. Kemewahan itu juga berarti Karl yang selama ini ditugaskan sebagai Kesatria pribadiku. Aku paham betul dan sangat siap jika memang aku tidak lagi tinggal di kamar mewah atatupun dilayani oleh seorang pelayan. Namun, aku tidak bisa membayangkan jika Karl tidak akan ada di sebelahku dan mengikutiku lagi. Itu pasti karena aku tidak pernah menganggap Karl sebagai Kesatria yang ditugaskan untuk mengawasiku, tapi sebagai teman.Jika Karl dibebastugaskan dari Kesatria pribad
SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K
“Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc
Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be
“Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah
Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku
Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,
"Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”
“Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah
Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare