“Bu, apa Ibu tahu tentang hubungan Kyai Hisyam itu dengan gadis yang bernama Hanum?” Raya bertanya dengan penuh rasa ingin tahu. Tapi sampai beberapa saat Siti tak juga memberikan jawaban, malah menampakkan gurat keresahan di wajahnya yang segera memancing curiga di hati perempuan muda itu, yang kini selalu menjadi penasaran dengan kisah lama suaminya. “Apa Hanum itu putrinya Kyai Hisyam, Bu?” Raya kembali mencecar. Wajah Siti justru terlihat semakin gugup, bahkan wanita itu lalu bangkit seakan ingin menghindari Raya yang menjadi semakin ingin tahu. “Ibu mau ke mana? Ibu belum jawab pertanyaanku lho.” Raya mengunggah kecewanya dengan cebikan kecil di sudut bibirnya. “Ibu mau mandi dulu, soalnya sebentar lagi maghrib.” Siti dengan sangat lugas kemudian mulai melangkah meninggalkan Raya yang kini hanya bisa diam dengan hati memendam rasa ingin tahu yang semakin kuat. Dengan sedikit kesal, akhirnya Raya bangkit juga dari balai-balai bambu yang didudukinya ketika ibu mertuanya m
Awalnya Raya sempat menduga jika suaminya akan mengabaikan dirinya, bila dilihat sikap sang suami yang sedang memusatkan perhatian pada pembicaraan bersama dengan Kyai yang sangat dihormati itu. “Dik, sini ....” ajak Raihan sembari memberi isyarat pada istrinya dengan gerakan tangan agar segera mendekat. Keraguan Raya segera runtuh yang membuatnya berjalan mendekat. Senyuman Raya terulas lembut penuh kelegaan karena suaminya kemudian malah memperkenalkan dirinya kepada semua kenalan, bahkan kepada Sang Kyai yang merupakan guru yang sangat disegani. “Perkenalkan Kyai, dia ini Raya, istri saya,” ucap Raihan sembari meminta pada Raya untuk berdiri di dekatnya. Raya langsung menangkupkan kedua tangan di depan dada memberikan penghormatan pada sosok yang sangat berwibawa itu. “Jadi ini istri kamu, Nak, selamat ya atas pernikahan kalian. Jodoh dan maut memang Allah yang mengatur, walau kita sudah membuat rencana, tetap saja Allah yang membuat ketentuan.” Setelah Kyai Hisyam mulai mem
Raya menjadi tak bisa menahan dirinya saat mendapati sikap Hanum yang terasa jelas begitu memusuhinya meski mereka belum pernah saling mengenal sebelumnya. Ternyata dibalik kelembutan senyuman dan tutur katanya gadis cantik itu memiliki hati yang menyimpan banyak prasangka. Raya langsung melengos kesal, karena telah dituduh dengan sangat frontal oleh sosok yang sejak awal selalu menerbitkan kecemburuannya. “Bukankah sebelumnya kamu adalah perempuan yang selalu suka mengumbar pesona diri kamu? Hanya setelah menikah dengan Mas Raihan saja, kamu sekarang berubah penampilan menjadi tertutup seperti ini.” Raya menjadi semakin tak bisa menyembunyikan kegeramannya. “Aku tahu, kamu tidak rela kan kalau Mas Raihan sudah menikah dan Tuhan menakdirkan wanita seperti aku sebagai jodohnya?” “Kamu tidak rela kenapa? Apa karena kamu juga suka dengan suamiku?” Raya terus saja mencecar. Perempuan muda itu memang selalu teramat lugas mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya. Cara bicara Ra
“Pastinya perempuan yang kamu maksud itu Hanum kan Mas?” Raya segera menyebut nama Hanum dengan tandas. “Kamu kok malah memikirkan dia sih Dik?” “Kan memang dia sesuai dengan kriteria yang kamu sebut itu Mas?” Raihan memilih diam tak langsung menanggapi kata-kata istrinya. “Secara Hanum itu kan anaknya kyai besar, punya pondok pesantren dan dia itu seorang Ning, yang sejak kecil dididik ilmu agama, dengan dasar-dasar pendidikan agama yang begitu kuat, nggak kayak aku yang mengaji saja nggak bisa, bahkan meski kamu sudah mengajari aku dengan susah payah.” “Aku tak tahu apa itu ilmu nahwu shorof, aku juga nggak tahu fiqih, dan ilmu agama lain. Karena yang aku pelajari sejak dulu cuma ilmu bersolek, seluk beluk fashion, bahkan aku dulu bisanya hanya berfoya-foya dan jalan-jalan ke luar negeri.” Panjang lebar Raya meletupkan semua yang ada di dada, dan Raihan hanya bisa mendengarkan tanpa bermaksud menyela dengan satu kata pun. Sampai akhirnya Raya berhenti dengan sendirinya dan s
“Mas ....”Panggilan Raya langsung mendapat perhatian Raihan. Pria itu langsung memandangnya lurus.“Ada apa Dik?” tanya Raihan.“Bisa kita bicara sebentar?”Tatapan Raya yang sedikit tegas membuat Raihan tak bisa mengabaikan permintaan istrinya itu.“Kalian belajar sendiri dulu, yang sudah pintar ajari dulu temannya yang masih belum pandai. Aku ada urusan sebentar.”Setelah memberi pesan sama anak didiknya, Raihan segera bangkit dan mulai menepi di sisi mushola yang lebih lengang, untuk bisa berbicara dengan istrinya.“Mas, apa sekarang Hanum tinggal di desa ini?”Raya bertanya dengan sangat lugas.Raihan tergeragap menjadi sedikit gelisah yang segera memancing kecurigaan Raya.“Kenapa sebelumnya kamu nggak cerita apa-apa sama aku Mas?” cecar Raya menjadi kesal.Raihan mendesah pelan tapi segera mendekati istrinya yang sudah mulai tampak merajuk.“Dik, Hanum tinggal di desa ini untuk sementara, dia akan membantu untuk mengajar ilmu agama buat ibu-ibu, dan masyarakat desa ini.”Tapi R
“Mas, kamu kenapa sih? Kok senyum-senyum terus sih?”Raya menjadi semakin penasaran melihat senyuman suaminya yang seperti memendam rasa bahagia yang besar.“Kamu keliatan lagi seneng banget sih? Kamu habis dapat lotre ya?” tebak Raya asal disertai gelak tawa renyah yang selalu terdengar merdu di telinga seorang Raihan.“Kamu itu bisa aja Dik, aku nggak pernah berjudi, jadi nggak pernah bakal dapat lotre. Masak seorang ustadz berjudi, malah ngasih contoh buruk itu.”“Iya, iya, terus kenapa sih Mas, kamu kelihatannya seneng banget gitu?” Raya kembali bertanya lugas.“Aku kasih tidak ya?”“Ish, kamu genit gitu sih Mas,” tukas Raya yang menjadi semakin gemas melihat tingkah suaminya yang mendadak seperti remaja tanggung yang sedang berbicara dengan pacarnya.“Kamu nggak pantes kayak gitu,” imbuh Raya lagi tapi kali ini dengan gelak tawanya yang semakin terburai.“Ya udah deh, sekarang kamu tutup mata aja dulu.”Raihan kemudian tersenyum penuh arti.“Memangnya kamu mau apa sih, Mas?”“Uda
“Apa kamu bersedia untuk menjadikan aku sebagai istrimu?”Pertanyaan dari Hanum yang diucapkan dengan terlalu lugas terasa begitu mengagetkan untuk Raihan yang kini menjadi kian bimbang.Lelaki yang memiliki cambang halus di kedua rahangnya itu menjadi kian gusar, yang membuatnya terus menarik nafas dalam.Namun Hanum masih saja menelisiknya dengan tatapannya yang kian tajam.“Aku tak pernah melihatmu seragu ini Mas.”Hanum mengunggah sekelumit kecewanya sembari tanpa sadar menggelengkan kepalanya.Perempuan berhijab lebar itu masih saja memendam harapannya yang besar, bahwa semua penantiannya selama ini akan membuahkan sebuah hasil terbaik.Hanum selalu yakin dengan apa yang diimpikannya, impian untuk bisa bersanding dengan santri kebanggaan abahnya, yang sejak awal telah bisa membuktikan kemampuannya untuk menerabas batasan meski berasal dari kaum marjinal yang selalu dianggap lemah.Segala prestasi dan keuletan Raihan hingga bisa mendapatkan pencapaian yang begitu luar biasa sepert
“Bu memangnya Mbah Darmo membawa kabar apa?”Raya merasa perlu untuk bertanya. Bahkan semenjak saat kedatangan Kyai Hisyam beberapa waktu lalu, ibu mertuanya itu menjadi bersikap aneh, seperti ada sesuatu yang sedang ditutupi darinya.Raya bisa merasakan semua itu dengan sangat lugas. Raya harus mencaritahunya yang membuatnya terus mengekori langkah ibu mertuanya sampai di dapur.“Bu, kenapa Ibu nggak menjawabku?”“Kemarin Ibu juga menghindar saat aku bertanya tentang Kyai Hisyam. Apa kedatangan Mbah Darmo juga ada hubungannya dengan gurunya Mas Raihan, Bu?”Raya semakin mencecar, membuat Siti kian tampak gelisah.Sampai akhirnya Raya memutuskan untuk mengambilalih pekerjaan mertuanya saat menjerang air yang akan digunakan untuk membuat kopi.“Biar aku yang mengantarnya ke depan.” Raya segera menawarkan diri.Tapi mertuanya masih bergeming malah terlihat sibuk menata klepon buatannya di atas piring saji.“Nak Raya, biar ibu saja yang membawa hidangan ini ke depan, kalau boleh ibu mint
Raihan langsung tanggap ketika melihat istrinya kesakitan. Tanpa menpedulikan apapun lagi, Raihan langsung membopong tubuh istrinya dan berlari menuju mobilnya yang terparkir di luar.Sementara orang-orang di pesta pernikahan itu ikut melihat dengan cemas. Walau banyak juga yang melontarkan pujian untuk Raihan yang malah terlihat begitu jantan ketika mengangkat tubuh Raya begitu saja."Dik, kamu bisa kan menahan rasa sakitnya? Aku usahakan untuk secepatnya sampai di rumah sakit."Raihan tak bisa menyembunyikan kecemasannya ketika mulai menyalakan mesin mobil.Sebaliknya Raya malah tersenyum simpul meski saat ini wajahnya terlihat pucat karena serangan rasa sakit yang menyergapnya saat ini.Raya merasa wajah suaminya yang saat ini tegang penuh kecemasan malah terkesan lucu.Sampai kemudian Raya malah dikagetkan dengan kemahiran suaminya menyetir mobil.Raya yang selama ini tak pernah sekalipun melihat Raihan mengendarai mobil sekarang justru melihat suaminya bisa melajukan mobil yang s
Suara itu langsung mengalihkan perhatian Raihan dan Raya.Ternyata saat ini Darwis datang bersama dengan Andi, karena memang mereka berdua kebetulan sempat menghadiri sebuah acara bersama-sama dan Darwis sengaja mampir untuk menyampaikan ucapan perpisahan pada Raya."Pak Darwis?!"Raya sedikit terperangah mendapati kedatangan dosennya yang sangat tidak diduganya.Semenjak Raya mengajukan cuti beberapa hari lalu dari kampus untuk persiapan masa persalinannya, Raya tak pernah lagi berjumpa dengan sosok yang selama ini banyak membantunya itu."Apa kabar Darwis?" sapa Raihan kemudian, yang sekarang memang telah menjadi kolega dari lelaki itu semenjak Raihan ikut mengajar di kampus yang sama sebagai seorang dosen tamu.Darwis langsung memberikan senyuman lebarnya menanggapi sapaan Raya dan Raihan. Sementara Andi menampilkan ekspresinya yang datar.Semenjak perdebatan terakhir mereka kemarin Andi masih belum bisa menghentikan kekecewaannya yang membuatnya masih saja menampakkan kedongkolann
"Kalau begitu Papa maunya gimana?"Raya menjadi tak bisa menahan kekesalannya."Tadi Mas Raihan udah ngasih solusi yang terbaik, tapi kenapa Papa nggak ngerti juga sih?"Raihan langsung menyentuh lengan istrinya dengan lembut, memberi isyarat pada Raya untuk bisa lebih tenang."Dik jangan seperti itu kalau ngomong sama Papa," lerai Raihan dengan sabar.Raya mendesah jengah dan setelah itu diam sembari melirik pada suaminya.Kini ganti Raihan yang berusaha mengajak mertuanya berbicara dari hati ke hati."Kami tidak akan langsung kembali ke desa lagi dalam waktu dekat ini. Lagipula kami dalam dua bulan ke depan juga akan punya bayi."Tapi Andi tetap terlihat tak bisa menerima."Tetep aja kamu akan bawa anak dan cucuku pergi."Andi menjadi kian sewot.Dia tak terlalu nyaman saat berbicara dengan menantunya sendiri. Meski di dalam hatinya pria paruh baya itu mengakui jika pada dasarnya Raihan selalu memiliki sifat yang bijak.Ketakutannya akan rasa sepi yang membuat pria itu bersikeras un
"Apa aku melewatkan pestanya?"Perhatian Andi langsung tertuju pada pria berpenampilan dandy itu yang kini menebarkan senyuman pada orang-orang yang sedang menyapanya sekarang.Andi, Rosyid juga Darwis ikut menyapa.Bobby Darmawan menjawab dengan sekedarnya karena saat ini perhatian lelaki itu lebih tertuju pada Raihan yang tak langsung menyadari keberadaannya.Namun ketika salah seorang teman Raihan mulai mengetahui tentang kedatangan sosok penting itu, Raihan kemudian ikut mendekat demi bisa menyapa seseorang yang bisa dikatakan adalah teman lamanya."Lihatlah sosok yang membanggakan ini, kamu terlihat semakin mempesona saat akan menjadi seorang ayah," seloroh Bobby dengan sangat antusias.Keakraban Bobby dengan Raihan jelas memancing perhatian Andi. Dalam hatinya menjadi tak bisa lagi menampik rasa bangga pada menantunya sendiri yang sebelumnya masih sulit untuk dia terima."Terima kasih, aku memang bahagia karena Tuhan sudah menganugerahkan sesuatu yang sangat berharga untukku jug
“Bilang saja ke mana Raya dan Raihan pergi?”Andi bertanya dengan penuh penekanan.Tapi sebelum Dara memberikan jawaban dari arah pintu terdengar suara langkah kaki dan suara salam yang begitu nyaring.Dara dan Andi spontan menoleh bersamaan dan mereka mendapati sekarang Raya dan Raihan sedang berjalan beriringan untuk mendekat.“Papa kok udah di rumah? Katanya tadi akan pulang sampai larut malam?” Raya langsung melontarkan tanya ketika melihat sosok sang papa yang sekarang sudah berada di depannya.Andi tak langsung menjawab, diam sejenak dengan tatapan dia arahkan lurus pada Raihan yang sedang menggandeng tangan Raya dengan penuh kelembutan.“Ray, tadi Papa kamu nyariin kamu,” sahut Dara yang kemudian malah menimpali dengan cepat.Setelah itu dia melirik ke arah Raihan."Juga nyariin Mas Ustadz, menantu kesayangan."Nada bicara Dara terdengar menyindir.Andi langsung mendengus kesal."Sudah sana kamu ke dalam Dar, aku mau ngomong sama anak juga menantuku."Kini Andi mulai melirik ca
112.“Apa Anda mengenal menantu saya?”Andi mulai mengunggah rasa penasarannya.Bobby malah tersenyum penuh arti.“Siapa yang tidak tahu seorang Raihan?”Andi langsung mengernyitkan keningnya. Dia masih tak percaya dengan apa yang sudah dia dengar.“Bagaimana Anda mengenalnya?”“Kami pertama kali bertemu di Jerman,” jawab Bobby enteng.Tapi jawaban Bobby langsung membuat kedua mata Andi terbeliak.Andi benar-benar tidak percaya dengan apa yang sudah dia dengar. Selama ini dia selalu menganggap jika menantunya hanya pria kampung biasa, dan sama sekali tak memiliki keistimewaan.Meski Raya sempat menyampaikan jika Raihan pernah bersekolah di luar negeri, tapi Andi masih enggan untuk percaya. Dia menganggap apa yang dikatakan Raya hanyalah bualan semata.“Jerman?!”Kini ganti Bobby yang memandang heran ke arah Andi yang tampak kaget dengan apa yang sudah dia ucapkan.“Apa Raihan tak pernah menceritakan apapun?”Andi mendesah gelisah sedikit tergeragap.Bobby langsung menanggapi dengan ke
111. Menjadi Penasaran“Bagaimana menurut Papa?” Raihan terdengar tak ragu untuk menanyakan tentang pendapat mertuanya.Andi menelisik jengah. Dalam hatinya dia beranggapan Raihan terlalu percaya diri untuk ukuran seorang pria kampung biasa, yang bisa dengan sangat santai mengajaknya berbincang bahkan meminta pendapatnya.Sebagai seorang menantu yang tak dianggap Andi malah berpikir Raihan tidak akan berani mendekat apalagi membuka percakapan dengannya, dengan kapasitas yang cuma ustadz kampung yang selalu Andi anggap tak sepadan dengan keluarganya.Andi menjadi tak bisa menutupi kejengahannya, yang membuatnya enggan menentang tatapan Raihan yang sayangnya telah terlanjur menjadi menantunya yang bahkan sudah mendapatkan cinta dari putrinya.Fakta bahwa sekarang Raya sedang mengandung benih dari pria itu semakin memuakkan untuk Andi yang selalu sulit untuk bisa menerima Raihan.“Kenapa kamu mesti menanyakan pendapatku?” sergah Andi yang tak bisa menahan kekesalannya.Raihan masih saja
“Selamat siang!”Semua perhatian langsung tertuju pada sosok yang sekarang sudah berdiri di depan pintu.Kemudian mereka semua saling berpandangan ketika mendapati siapa sosok yang datang ke rumah Raya saat ini.Sampai akhirnya Raya mulai berdiri untuk mendekati sosok yang sedang memandangnya dengan luruh di ambang pintu.“Dania?!”Raya tak bisa mengabaikan rasa simpatinya mendapati mantan saudara tirinya yang keadaannya sangat memprihatinkan seperti sekarang.Wanita muda itu tampak jauh lebih tua dari usianya. Apalagi saat ini Dania sedang menggendong anaknya yang belum genap satu tahun. Balita itu tampak terlalu mungil dan lemah.Raya bisa dengan mudah mengabaikan semua kemarahannya yang dulu yang membuatnya tak ragu untuk mempersilakan Dania masuk ke dalam rumahnya meski sebelumnya dia pernah mengusir sosok mant
Nyatanya Raihan malah menyunggingkan senyumnya ke arah Darwis yang saat ini tampak jelas sedang memindainya.“Terima kasih, karena Anda telah mendampingi istri saya ketika saya tidak ada di sampingnya.”Setelah itu Raihan mulai melirik ke arah Raya yang sekarang sedang tersenyum lembut padanya.“Raya sudah menceritakan padaku, kalau selama ini Anda telah sangat baik pada dia.”Darwis mendesah kecewa. Harapannya dapat membuat seorang Raihan cemburu ternyata tak berjalan mulus. Darwis menganggap jika lelaki yang dihadapinya sekarang memiliki sikap dewasa juga pengendalian emosi yang sangat baik.Raihan jelas bukan seorang Reno yang mudah terpancing emosi. Bahkan Darwis bisa melihat kecerdasan yang terpancar dari sorot mata Raihan ketika mereka saling berbicara seperti saat ini.Pada akhirnya Darwis mengedikkan bahu tipis.“Jelas aku harus menjaga Raya karena memang awalnya dia adalah calon istriku.”Darwis malah menimpali dengan sarkas tapi tetap saja ditanggapi oleh Raihan dengan tenan