Raya menjadi sangat bahagia karena akhirnya sang suami menerima tawarannya untuk menggunakan uang yang dia miliki.
Kini mereka bahu membahu mewujudkan sebuah rencana untuk membangun bisnis pertanian di desa ini, dengan memberdayakan penduduk setempat dan mengajak mereka bekerjasama, namun yang lebih penting lagi adalah untuk membebaskan penduduk dari jeratan rentenir dengan memodali mereka saat akan memulai musim tanam.
Raihan sengaja hanya mengajak beberapa penduduk yang dirasanya memiliki tekad kuat untuk tak lagi terlibat dalam hutang riba. Lelaki itu berpikir jika apa yang sudah mereka lakukan ini berhasil, dia yakin akan menarik penduduk lain mengikuti program yang dia rancang ini.
Tapi untuk setiap rencana baik, selalu saja akan ada orang yang menghalangi. Untuk saat ini tentu saja Parman yang merasa terusik, berusaha sangat keras untuk menggagalkan apa yang sedang direncanakan oleh keponakannya sendiri itu.
Saat mendengar pertanyaan dari sang istri Raihan malah menjadi sangat gugup, meski kemudian senyumnya kembali terunggah tipis.“Dia guruku di pesantren,” jawab Raihan cepat.Tapi setelah itu dia kembali memusatkan perhatian pada sahabat lamanya.“Ayo kita ngobrol di rumah aja,” ajak Raihan kemudian.Tapi sebelum dia melangkah Raihan merasa perlu mengambilalih semua bawaan istrinya, lalu menggandeng tangan wanita cantik itu, sebelum akhirnya mereka berjalan beriringan yang kemudian segera diikuti oleh Rizal yang melangkah di samping mereka.“Angin apa yang membawamu datang ke desaku ini?”“Panggilan negara, Han,” jawab Rizal enteng.“Jadi kamu akan ditugaskan di desa ini?” Raihan bertanya dengan sangat antusias.Jelas dia merasa bahagia, karena dengan keberada
“Apa kamu sekarang sudah melupakan niatmu dulu untuk balik lagi ke kota?”Raya langsung tergeragap ketika mendengar pertanyaan dari sosok yang sudah bergelar suami baginya itu.Untuk beberapa saat wanita muda itu bahkan hanya diam bergeming ketika mendengar pertanyaan yang sebenarnya dilontarkan dengan nada bercanda.Dengan segala yang sudah dia berikan, Raya merasa sudah melangkah terlalu jauh. Bahkan dia sendiri tidak tahu entah sejak kapan dia seakan melupakan apa yang awalnya menjadi tujuan utamanya.Sekarang Raya menjadi semakin ragu dengan masa depannya sendiri, walau jauh di dalam lubuk hatinya saat ini dia merasa mulai terikat dengan pernikahan ini yang awalnya bahkan sempat dia anggap sebagai suatu hubungan yang sementara saja.Ketika mendapati sikap sang istri yang menjadi diam, sebuah gelisah langsung menelusup hadir ke dalam hati Raihan.
“Apa aku boleh tahu siapa namanya?”“Apa namanya Hanum? Soalnya tadi aku dengar kalian terus saja menyebut nama itu?”Raya terus saja mencecar yang segera mengubah ekspresi wajah Raihan menjadi digayuti gelisah.Sementara Rizal sendiri langsung mengusap bibirnya dan menarik kedua benda kenyal itu hingga menjelma menjadi senyuman yang lebar.“Oh Hanum itu memang cantik, kalem, penampilannya anggun, sangat pintar lagi, pengetahuannya tentang fikih, bahkan tasawuf sangat mendalam untuk ukuran seorang wanita.”Rizal kemudian malah mengunggah bermacam pujian untuk sosok yang hanya namanya saja Raya dengar. Bahkan Raya belum mengetahui cerita tentang wanita itu sebelumnya karena tak pernah sekalipun sang suami mengungkit nama itu di depannya sepanjang pernikahan mereka yang sudah berjalan hampir lima bulan itu.Kembali Raya menol
Raihan langsung menoleh ke belakang, menjadi sangat terkejut, sampai-sampai buku yang berada di atas pangkuannya langsung terjatuh di lantai.“Kamu belum tidur, Dik?”Kegugupan yang Raya lihat dari suaminya, segera menelusupkan seonggok kecewa di hatinya.“Pasti itu foto Hanum, kan?”Raya kembali mencecarkan tebakannya sembari langkahnya mulai beringsut mundur.Dengan segera Raihan memutuskan bangkit berusaha mendekati istrinya yang tampak sedang meradang sekarang.Raihan menjadi ragu untuk bisa memberikan penjelasan pada wanita yang sudah dinikahinya itu. Segala kebenaran yang masih dia sembunyikan bisa saja akan memantik salah paham. Karena itu Raihan harus bisa menghadapi semua ini dengan hati-hati.“Biar aku jelaskan semuanya padamu, Dik.”Raya menggeleng tegas sembari langsung
“Katakan saja di mana foto itu?!”Raya semakin mendesak, yang membuat Raihan memandang dengan bingung.Sampai akhirnya Raihan mendesah panjang dan mulai berterus terang.“Aku masih menyimpannya di almari, karena foto itu bukan hanya berisi sosok Hanum tapi ada juga Bu Nyai, beserta Kyai Hisyam, mereka berdua sosok yang sangat berjasa dalam hidupku.”Setelah mendengar jawaban Raihan, Raya malah bergegas turun dan segera bersiap melangkah dengan tergesa-gesa.Raihan yang cemas mau tidak mau merasa harus mengikuti. Dia tak mau istrinya menjadi kian marah karena dia berterus terang masih menyimpan foto dari sosok yang sekarang bisa memantik kecemburuan dari wanita yang sudah menjadi istrinya itu.Setelah berpamitan sebentar kepada beberapa orang yang masih berada di kebun di dekat mereka, Raihan segera mengikuti langkah istrinya, sampai ke
Tak berselang lama, ketika Raihan akhirnya keluar dari kamar, yang kemudian segera diikuti oleh Raya, mereka melihat kedatangan Ida, dengan memasang raut muka yang sangat tegang. Bibirnya yang cemberut dengan kedua mata membeliak memandang nyalang ke arah Raya malah menimbulkan berbagai macam prasangka. “Ada apa. Da?” tanya Raihan hati-hati. Bukannya menjawab Ida kemudian segera merangsek mendekat dengan membawa tangisnya. Perempuan itu menjatuhkan diri dalam dada bidang Raihan, yang membuat Raihan harus menahan tubuh sepupunya. Raya langsung terperangah, menjadi tak bisa menyembunyikan kegeramannya mendapati sikap wanita yang selalu saja berusaha menarik perhatian suaminya itu. Dengan geram Raya langsung menarik tubuh perempuan yang dianggapnya tidak tahu malu itu. Meski Ida masih sepupu suaminya, Raya menganggap perempuan itu selalu tak bisa menjaga sikap selalu saja menca
“Mas, jangan pergi ya.” Raya masih saja berusaha membujuk suaminya untuk tak mendatangi rumah Parman. Tapi Raihan tampak sangat yakin dengan keputusannya yang membuat Raya tak bisa lagi mendesak sang suami. “Dik, kamu nggak usah khawatir, aku akan baik-baik saja, bagaimanapun Lek Parman itu masih pamanku, aku yakin dia tidak akan berani menyakitiku lagi. Aku tahu apa yang harus dilakukan kok Dik.” Raihan berusaha menenangkan istrinya. Raya sekarang akhirnya hanya bisa diam, tak lagi mencecar suaminya. Tapi di dalam hatinya, perempuan muda itu telah merangkai sebuah rencana tersendiri, yang diyakininya pasti akan bisa melindungi sang suami dengan caranya. *** Dengan langkah yang sedikit tergesa Raya berjalan menuju kediaman dari seorang aparat keamanan yang juga merupakan kawan lama suaminya. Raya merasa hanya pri
Ketika mereka semua menoleh tampaklah sosok Ida berjalan mendekat dengan tergesa-gesa, setelah tadi perempuan yang selalu memoles bibirnya dengan gincu berwarna merah menyala hanya menguping saja pembicaraan pria pujaannya dengan bapaknya tanpa mau memunculkan dirinya sama sekali. Ida kemudian menyusul dan berusaha menahan langkah Raihan. “Mas, kamu kok pulang begitu saja? Bagaimana nasibku dong Mas?!” Perempuan muda itu masih ingin menahan Raihan tetap di rumahnya dengan berusaha memeluk lengan kokoh Raihan dengan kedua tangannya, benar-benar mengabaikan keberadaan Raya yang langsung memberikan tatapan jengah kepadanya. Bahkan setelah itu Raya langsung menarik tegas tangan Ida dari lengan suaminya, memberi peringatan pada Ida dengan tatapannya yang tajam agar tak sembarangan mendekati Raihan. Sikap Raya selalu menegaskan tentang kepemilikannya atas sang suami, yang sel
Raihan langsung tanggap ketika melihat istrinya kesakitan. Tanpa menpedulikan apapun lagi, Raihan langsung membopong tubuh istrinya dan berlari menuju mobilnya yang terparkir di luar.Sementara orang-orang di pesta pernikahan itu ikut melihat dengan cemas. Walau banyak juga yang melontarkan pujian untuk Raihan yang malah terlihat begitu jantan ketika mengangkat tubuh Raya begitu saja."Dik, kamu bisa kan menahan rasa sakitnya? Aku usahakan untuk secepatnya sampai di rumah sakit."Raihan tak bisa menyembunyikan kecemasannya ketika mulai menyalakan mesin mobil.Sebaliknya Raya malah tersenyum simpul meski saat ini wajahnya terlihat pucat karena serangan rasa sakit yang menyergapnya saat ini.Raya merasa wajah suaminya yang saat ini tegang penuh kecemasan malah terkesan lucu.Sampai kemudian Raya malah dikagetkan dengan kemahiran suaminya menyetir mobil.Raya yang selama ini tak pernah sekalipun melihat Raihan mengendarai mobil sekarang justru melihat suaminya bisa melajukan mobil yang s
Suara itu langsung mengalihkan perhatian Raihan dan Raya.Ternyata saat ini Darwis datang bersama dengan Andi, karena memang mereka berdua kebetulan sempat menghadiri sebuah acara bersama-sama dan Darwis sengaja mampir untuk menyampaikan ucapan perpisahan pada Raya."Pak Darwis?!"Raya sedikit terperangah mendapati kedatangan dosennya yang sangat tidak diduganya.Semenjak Raya mengajukan cuti beberapa hari lalu dari kampus untuk persiapan masa persalinannya, Raya tak pernah lagi berjumpa dengan sosok yang selama ini banyak membantunya itu."Apa kabar Darwis?" sapa Raihan kemudian, yang sekarang memang telah menjadi kolega dari lelaki itu semenjak Raihan ikut mengajar di kampus yang sama sebagai seorang dosen tamu.Darwis langsung memberikan senyuman lebarnya menanggapi sapaan Raya dan Raihan. Sementara Andi menampilkan ekspresinya yang datar.Semenjak perdebatan terakhir mereka kemarin Andi masih belum bisa menghentikan kekecewaannya yang membuatnya masih saja menampakkan kedongkolann
"Kalau begitu Papa maunya gimana?"Raya menjadi tak bisa menahan kekesalannya."Tadi Mas Raihan udah ngasih solusi yang terbaik, tapi kenapa Papa nggak ngerti juga sih?"Raihan langsung menyentuh lengan istrinya dengan lembut, memberi isyarat pada Raya untuk bisa lebih tenang."Dik jangan seperti itu kalau ngomong sama Papa," lerai Raihan dengan sabar.Raya mendesah jengah dan setelah itu diam sembari melirik pada suaminya.Kini ganti Raihan yang berusaha mengajak mertuanya berbicara dari hati ke hati."Kami tidak akan langsung kembali ke desa lagi dalam waktu dekat ini. Lagipula kami dalam dua bulan ke depan juga akan punya bayi."Tapi Andi tetap terlihat tak bisa menerima."Tetep aja kamu akan bawa anak dan cucuku pergi."Andi menjadi kian sewot.Dia tak terlalu nyaman saat berbicara dengan menantunya sendiri. Meski di dalam hatinya pria paruh baya itu mengakui jika pada dasarnya Raihan selalu memiliki sifat yang bijak.Ketakutannya akan rasa sepi yang membuat pria itu bersikeras un
"Apa aku melewatkan pestanya?"Perhatian Andi langsung tertuju pada pria berpenampilan dandy itu yang kini menebarkan senyuman pada orang-orang yang sedang menyapanya sekarang.Andi, Rosyid juga Darwis ikut menyapa.Bobby Darmawan menjawab dengan sekedarnya karena saat ini perhatian lelaki itu lebih tertuju pada Raihan yang tak langsung menyadari keberadaannya.Namun ketika salah seorang teman Raihan mulai mengetahui tentang kedatangan sosok penting itu, Raihan kemudian ikut mendekat demi bisa menyapa seseorang yang bisa dikatakan adalah teman lamanya."Lihatlah sosok yang membanggakan ini, kamu terlihat semakin mempesona saat akan menjadi seorang ayah," seloroh Bobby dengan sangat antusias.Keakraban Bobby dengan Raihan jelas memancing perhatian Andi. Dalam hatinya menjadi tak bisa lagi menampik rasa bangga pada menantunya sendiri yang sebelumnya masih sulit untuk dia terima."Terima kasih, aku memang bahagia karena Tuhan sudah menganugerahkan sesuatu yang sangat berharga untukku jug
“Bilang saja ke mana Raya dan Raihan pergi?”Andi bertanya dengan penuh penekanan.Tapi sebelum Dara memberikan jawaban dari arah pintu terdengar suara langkah kaki dan suara salam yang begitu nyaring.Dara dan Andi spontan menoleh bersamaan dan mereka mendapati sekarang Raya dan Raihan sedang berjalan beriringan untuk mendekat.“Papa kok udah di rumah? Katanya tadi akan pulang sampai larut malam?” Raya langsung melontarkan tanya ketika melihat sosok sang papa yang sekarang sudah berada di depannya.Andi tak langsung menjawab, diam sejenak dengan tatapan dia arahkan lurus pada Raihan yang sedang menggandeng tangan Raya dengan penuh kelembutan.“Ray, tadi Papa kamu nyariin kamu,” sahut Dara yang kemudian malah menimpali dengan cepat.Setelah itu dia melirik ke arah Raihan."Juga nyariin Mas Ustadz, menantu kesayangan."Nada bicara Dara terdengar menyindir.Andi langsung mendengus kesal."Sudah sana kamu ke dalam Dar, aku mau ngomong sama anak juga menantuku."Kini Andi mulai melirik ca
112.“Apa Anda mengenal menantu saya?”Andi mulai mengunggah rasa penasarannya.Bobby malah tersenyum penuh arti.“Siapa yang tidak tahu seorang Raihan?”Andi langsung mengernyitkan keningnya. Dia masih tak percaya dengan apa yang sudah dia dengar.“Bagaimana Anda mengenalnya?”“Kami pertama kali bertemu di Jerman,” jawab Bobby enteng.Tapi jawaban Bobby langsung membuat kedua mata Andi terbeliak.Andi benar-benar tidak percaya dengan apa yang sudah dia dengar. Selama ini dia selalu menganggap jika menantunya hanya pria kampung biasa, dan sama sekali tak memiliki keistimewaan.Meski Raya sempat menyampaikan jika Raihan pernah bersekolah di luar negeri, tapi Andi masih enggan untuk percaya. Dia menganggap apa yang dikatakan Raya hanyalah bualan semata.“Jerman?!”Kini ganti Bobby yang memandang heran ke arah Andi yang tampak kaget dengan apa yang sudah dia ucapkan.“Apa Raihan tak pernah menceritakan apapun?”Andi mendesah gelisah sedikit tergeragap.Bobby langsung menanggapi dengan ke
111. Menjadi Penasaran“Bagaimana menurut Papa?” Raihan terdengar tak ragu untuk menanyakan tentang pendapat mertuanya.Andi menelisik jengah. Dalam hatinya dia beranggapan Raihan terlalu percaya diri untuk ukuran seorang pria kampung biasa, yang bisa dengan sangat santai mengajaknya berbincang bahkan meminta pendapatnya.Sebagai seorang menantu yang tak dianggap Andi malah berpikir Raihan tidak akan berani mendekat apalagi membuka percakapan dengannya, dengan kapasitas yang cuma ustadz kampung yang selalu Andi anggap tak sepadan dengan keluarganya.Andi menjadi tak bisa menutupi kejengahannya, yang membuatnya enggan menentang tatapan Raihan yang sayangnya telah terlanjur menjadi menantunya yang bahkan sudah mendapatkan cinta dari putrinya.Fakta bahwa sekarang Raya sedang mengandung benih dari pria itu semakin memuakkan untuk Andi yang selalu sulit untuk bisa menerima Raihan.“Kenapa kamu mesti menanyakan pendapatku?” sergah Andi yang tak bisa menahan kekesalannya.Raihan masih saja
“Selamat siang!”Semua perhatian langsung tertuju pada sosok yang sekarang sudah berdiri di depan pintu.Kemudian mereka semua saling berpandangan ketika mendapati siapa sosok yang datang ke rumah Raya saat ini.Sampai akhirnya Raya mulai berdiri untuk mendekati sosok yang sedang memandangnya dengan luruh di ambang pintu.“Dania?!”Raya tak bisa mengabaikan rasa simpatinya mendapati mantan saudara tirinya yang keadaannya sangat memprihatinkan seperti sekarang.Wanita muda itu tampak jauh lebih tua dari usianya. Apalagi saat ini Dania sedang menggendong anaknya yang belum genap satu tahun. Balita itu tampak terlalu mungil dan lemah.Raya bisa dengan mudah mengabaikan semua kemarahannya yang dulu yang membuatnya tak ragu untuk mempersilakan Dania masuk ke dalam rumahnya meski sebelumnya dia pernah mengusir sosok mant
Nyatanya Raihan malah menyunggingkan senyumnya ke arah Darwis yang saat ini tampak jelas sedang memindainya.“Terima kasih, karena Anda telah mendampingi istri saya ketika saya tidak ada di sampingnya.”Setelah itu Raihan mulai melirik ke arah Raya yang sekarang sedang tersenyum lembut padanya.“Raya sudah menceritakan padaku, kalau selama ini Anda telah sangat baik pada dia.”Darwis mendesah kecewa. Harapannya dapat membuat seorang Raihan cemburu ternyata tak berjalan mulus. Darwis menganggap jika lelaki yang dihadapinya sekarang memiliki sikap dewasa juga pengendalian emosi yang sangat baik.Raihan jelas bukan seorang Reno yang mudah terpancing emosi. Bahkan Darwis bisa melihat kecerdasan yang terpancar dari sorot mata Raihan ketika mereka saling berbicara seperti saat ini.Pada akhirnya Darwis mengedikkan bahu tipis.“Jelas aku harus menjaga Raya karena memang awalnya dia adalah calon istriku.”Darwis malah menimpali dengan sarkas tapi tetap saja ditanggapi oleh Raihan dengan tenan