“Ya setidaknya bersihkan lah sedikit. Apa kamu bisa bernapas lega melihat banyak debu dimana-mana?” tanya Daza.“Astaga sayang, haha,” Lora tertawa saat membuatkan dirinya kopi, ia sedikit memutar badan melihat ke arah Daza, yang dimana dapur dan ruang tamunya jadi satu, “kamu seperti tidak pernah datang kemari saja,” tegurnya.Sambil menelan saliva, Daza menahan rasa risihnya pada tiap sudut rumah yang ia lihat dan juga tiap sisi yang ia temukan. Belum lagi debu di depan matanya, di atas meja itu seperti membuat Daza bergidih dari tempatnya duduk tersebut.Matanya melirik, ke arah gelas yang sedang dipegang oleh Lora. Wanita itu datang, sambil membawakan kopi yang ada di tangannya tersebut. Dihidangkannya kepada Daza, dengan perasaan yang penuh dengan gemerlap di matanya.“Diminum, sayang,” ucapnya.Mata Daza tak bisa lepas dari lirikan tajam. Debu pada gelas saja masih kelihatan di atasnya, bagaimana mungkin ia bisa meminumnya? Tak bisa dibiarkan, Daza merasa tidak tahan bahwa selam
Daza yang sudah merasa berat akan hari ini merasa sangat tidak tahu arah. Setelah mendengar dari Diana soal keputusan yang mungkin membuatnya kehilangan segala harta yang ada, ditambah dengan niat dari Lora yang tidak sengaja ia dengar, membuat Daza merasa tidak bersemangat. Ia kehilangan kepercayaan dirinya.Ia menyetir sampai di rumah. Ia benar-benar tidak punya tempat tujuan lebih jauh lagi selain rumahnya. Badannya terasa lemas sekali. Saat masuk ke dalam, ia tidak merasakan adanya kehidupan. Hanya kehampaan semata yang dirinya rasakan.“Sudah pulang? Kamu sudah makan?” Lavendra mendadak muncul di pintu masuk dengan tangan berada di pinggang.Mata Daza tak lepas memandang wanita tersebut. Wanita polos nan baik hati yang selama ini tidak pernah langsung melawan saat dirinya melawan. Wanita ini…, wanita yang membuat banyak puzzle kehidupannya seolah mulai terlihat jelas kembali.“Kalau kamu belum makan, aku baru saja buat sup. Malam begini lebih enak makan sup hangat. Kamu suka sayu
Lavendra hanya mencoba menerka saja. Meski ia berharap, tapi ia juga tidak memberikan kesimpulan. Mengingat bagaimana Daza mendewakan Lora yang baginya adalah seorang yang sangat dicintai. Ditambah dengan bagaimana selama ini Daza memperlakukannya, Lavendra hanya bisa mengira bahwa mereka sedang bertengkar.Dan lagi, sekarang Lavendra sedang tidak mau cari masalah, dengan menghalangi Lora masuk ke dalam sini. Bisa gawat kalau nanti Lora melabrak lagi. Apalagi, Lavendra yang merasa bahwa mereka belum menjalankan rencananya, membuat Lavendra merasa sedikit was-was.Bel kembali berbunyi, dan tidak berhenti sama sekali. Lavendra yang awalnya coba abai seperti apa yang dikatakan oleh Daza, malah merasa kesal sekali. Lora pasti mengeluarkan seluruh amarahnya hanya untuk menekan bel rumah mereka tersebut.“Buka kan saja sudah! Kamu tidak dengar ‘WANITA’mu itu seperti kesetanan di luar sana!” kesal dari Lavendra.Daza tidak peduli. Dia masih memeluk Lavendra dan tidak mau tahu soal apa yang s
Lavendra sendiri terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh orang ini. Kakek dan papa juga sama tidak percayanya. Tidak mungkin juga Daza berubah dalam semalam saja. Sudah pasti ada sesuatu yang terjadi kepadanya. Tatapan Daza tetap melihat ke arahnya, menunggu jawaban dari Lavendra.“Sayang?” panggilnya sekali lagi.“O- OH, apa?” kejut Lavendra yang merasa benar-benar bingung sekali.Daza tidak bergeming seperti sudah biasa melakukannya kepada orang selain Lora, “Aku memanggilmu, kamu tidak dengar?” tanya Daza.“Bukan, bukan tidak dengar, hanya, hanya aku…, aku kaget saja,” jawab Lavendra dengan gelagapan dan juga merasakan dengan jelas bahwa wajahnya merah padam karena panasnya bukan main.“Bagus, bagus, kalian harus lebih sering seperti ini,” ungkap kakek yang kelihatan senang sekali.Sementara papa melihat ke arah Lavendra, ia mencoba memastikan sikap anaknya sendiri pada menantunya tersebut. Dengan menggelengkan kepala pelan dan juga mengangkat bahu, Lavendra memberitahukan bahwa
Pertemuan mendadak antara mereka bertiga benar-benar tidak direncanakan oleh Lavendra. Daza dan Riko yang saling memandang sudah membuat Lavendra merasa panik. Ia takut akan terjadi kesalahpahaman di antara mereka yang bisa membuatnya tidak tahu harus melakukan apa lagi.Lavendra segera bangun dan mencoba mengajak Daza untuk segera menjauh dari sana. Namun, Daza tampak tidak bergerak dari posisinya. Dan itu lah yang menyebalkan bagi dirinya ini.“Ayo kita pergi. Kamu sudah selesai periksa, kan? Ayo,” ajak Lavendra.Daza memegang Lavendra, dan memintanya untuk minggir. Riko ikut berdiri menghadapi Daza yang sudah memandang dengan sangat dingin ke arah mereka yang ada di sana. Suasananya benar-benar mencengkam sampai Lavendra merasa bingung.“Kamu yang di kafe waktu itu?”“Kamu ingat. Haha, terima kasih. Sepertinya kamu menyimpan bagaimana wajahku dengan baik ya,” Riko menjawab dengan sedikit bercanda.Namun, tampaknya Daza tidak senang dengan candaan yang dilontarkan oleh Riko tersebut
Lavendra sudah muak menahan dirinya dan menjaga harga dirinya. Ia merasa sudah sakit hati setelah dipermainkan sepersekian lamanya oleh Daza. Pria ini tidak akan berubah sama sekali. Dia hanya akan memakai topeng lainnya untuk mendapatkan apa yang dia mau.Tangan Lavendra sudah gemetar dari tadi, dia merasa tidak mampu menahan emosinya lagi. Berhadapan langsung dengan Daza membuatnya merasa takut dan juga jatuh. Ia kehilangan harga dirinya sendiri.“Tidak! Aku tidak merencanakan apa pun!” Daza mencoba membela dirinya sendiri.“Haha, omong kosong! Bahkan aku melihat dengan mata dan kepalaku sendiri bagaimana dirimu! Haha,” tawa Lavendra terdengar menyakitkan.Air matanya mulai menetes membasahi pipinya. Ia merasa benar-benar muak sekali. Ia ingin sekali berteriak untuk membuat hatinya sendiri merasa lega. Namun ia segera menahan mengingat bahwa ia bukan lah orang bodoh yang bisa menangis seenaknya saja.Daza terbelalak melihatnya menangis. Air hujan yang menutupi tangisannya ternyata t
Ibu tampak diam sejenak. Seolah sudah mengetahui jawaban dan perkara yang tengah Lavendra rasakan. Lavendra merasa sedkit ragu sambil menelan ludahnya. ia benar-benar seperti akan mendapatkan jawaban yang memang seharusnya ia dapatkan, namun tidak mau ia dengarkan.Sayup-sayup tatapan ibunya menunjukkan bahwa sebenarnya ada yang coba disembunyikan, namun tidak bisa sama sekali. Lavendra menyiapkan hatinya untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh ibunya tersebut.Ibu duduk di sebelahnya. Tangannya memegang tangan Lavendra sambil mengusap punggung tangannya. “Ibu…, awalnya tak setuju saat ayah mengatakan kamu akan dilamar oleh anak temannya,” ujarnya.Lavendra tidak kaget. Ia tahu perkara hal tersebut karena orang tuanya untuk pertama kalinya ribut di depan mata Lavendra dengan terang-terangan. Mereka yang biasanya ribut hanya akan saling mendiamkan, waktu itu memilih mengeluarkan suara.“Meski ibu tahu teman ayahmu adalah orang baik, tetapi tidak mungkin sifat itu akan dibawa ju
Daza adalah orang pertama yang mendekat ke arah ayah mertuanya dengan wajah yang penuh dengan rasa kaget yang dia sendiri tidak bisa bendung sama sekali. Daza benar-benar seperti mendapat pukulan keras di dalam dirinya untuk menurunkan gengsinya yang sangat besar tersebut.“A- Ayah…., kenapa mendadak sekali? Kami berdua akur saja kok,” bergetar Daza berkata kepada ayah mertuanya.Selama ini, Daza yang tidak pernah menemui mertuanya dan bahkan tidak mengajaknya bicara meski di rumah sakit dirinya diperlakukan sangat baik, merasa canggung dan juga tidak enak hati sama sekali. Ini benar-benar pertama kalinya Daza langsung bicara dari dirinya sendiri.Ia mencoba untuk memegang tangan mertuanya. Namun segera ditepis dengan kasar karena ayah masih merasa sakit hati apabila mengingat apa saja yang sudah dilakukan Daza kepada anak perempuannya tersebut. Daza seperti sudah menyadarinya.Dengan tatapan yang menunduk sambil gemetar, Daza tahu bahwa mertuanya kini tahu semua yang sudah ia lakukan
Daza menyetujui untuk datang ke sekolah anak-anak mereka pastinya. Esok harinya, mereka melihat ramai sekali orang tua yang datang. Sampai-sampai Daza dan Lavendra merasa kebingungan dengan ada apa sebenarnya di sini.Sempat dirinya bertanya kepada orang tua lainnya mengenai acara apa saja yang akan dijalankan hari ini, namun, para orang tua malah memberikan alasan yang berbeda-beda, seolah mereka diminta datang bagaimana pun caranya.Duduk di aula sekolahan anak mereka, terlihat panggung megah dengan hiasan berwarna yang menyegarkan bagaimana pandangan mereka pada saat itu. Dan itu membuat Lavendra jadi menerka apa yang mungkin tengah dilakukan di sini.Tak lama. JREGHHHH. Sebuah banner yang ada di atas panggung terbuka dengan lebar, dengan jelas dirinya melihat sebuah tulisan yang membuatnya tersentuh.‘Mom and Dad, Thanks for coming, and this is your proud child.’Seketika, dari setiap kelas secara bergantian menampilkan sebuah lagu dan juga secara bergantian memberikan persembahan
Kabar dari Diana yang tengah hamil tersebut tentu saja makin membuat keluarga Daza dan juga Lavendra jadi makin erat. Karena keberadaan dari mereka adalah sebuah kebahagiaan tersendiri yang tidak dimiliki oleh banyak orang pastinya.Akhirnya keluarga Daza memilih melakukan liburan keluarga secara besar-besaran berkat kabar tersebut. Sekarang sudah bukan dua lagi keluarga yang ikut dalam liburan tersebut, melainkan tiga.Sebuah pulau disewa selama seminggu penuh, sambil membawa chef ternama dan juga pastinya juga pengasuh serta art, membuat acara jadi makin ramai sekali.Upah mereka jelas saja dinaikkan lebih dari 2 kali lipat. Anggap saja bonus karena mereka jadi harus bekerja ekstra di tempat yang bukan menjadi pekerjaan mereka sekarang ini.“Ternyata setelah menikah jadi sesenang ini ya!” Diana begitu antusias selama perjalanan karena semua yang dia minta selalu ia dapatkan.“Haha, selama kamu menikah dengan orang yang tepat, tentu saja, apa yang kamu inginkan pun pastinya akan kamu
“Sudah, jangan diambil hati, kalau sudah saatnya kamu bertemu jodoh, sudah pastinya kamu akan menikah pada waktunya,” ujar dari Lavendra.Diana hanya menghela napas kecil sebelumnya. Ia pasti sudah merasakan berat perasaan yang dia miliki dan juga pasti ia sendiri paham kenapa bisa sampai seperti ini.“Oh, ini,” Diana mendadak menyodorkan sebuah kertas kepadanya.Lavendra menerima dan melihatnya terlebih dahulu. Namun, ia begitu kaget saat melihat apa yang tertera di depannya. Dengan mata terbelalak yang tidak percaya sekaligus merasa begitu syok melihatnya, Lavendra segera bertanya kepada Diana mengenai apa maksudnya.“Kamu akan menikah?!”Daza baru pulang mendengarnya sama kagetnya dengan bagaimana Lavendra memberikan reaksi pada dirinya tersebut. Daza segera menghampiri mereka dan merebut dengan mendadak kertas yang dipegang Lavendra.Sebuah undangan diberikan kepada mereka berdua secara tiba-tiba sekali. Daza yang dari awal melihat ke arah sana, berpindah melihat ke arah Diana yan
Setelah melakukan usg pada kehamilan Lavendra, Daza beserta dirinya tidak tahu harus merespon bagaimana lagi. Mereka mendapatkan anak kembar lagi untuk kedua kalinya.Pikiran Lavendra langsung kosong seketika saat memikirkannya. Anak kembar yang sekarang sajas udah cukup membuat mereka pusing, apalagi kalau ada 4 orang anak nantinya. Bisa-bisa mereka berdua tidak waras lagi.Mereka pergi dahulu ke rumah kedua orang tua Daza. Sepertinya hal ini perlu sedikit dibicarakan kepada mereka untuk bisa mendapatkan solusi yang terbaik, dan pastinya baik bagi mereka berdua juga nantinya.“Ma…, menurut mama, aku harus bagaimana?” Daza langsung memulai obrolan bahkan sebelum ia menjelaskan kenapa mereka berdua sekarang ini datang kemari.“Maksudny? Soal menitip si kembar? Mama tidak masalah. Diana dan kakek sangat senang melihat mereka berdua. Papa juga terima kalau semisal kalian mau menitip si kembar lebih lama,” ucap mama.Menoleh ke arah ruang tamu, melihat kedua anak mereka yang memang begitu
Mendengarnya tentu saja membuat Lavendra sedikit kesal mendengarnya. Daza mengatakan hal barusan seolah-olah semua bisa diselesaikan dengan mudah.Ia langsung menoyor kepala suaminya yang jelas saja sudah berangan tinggi ingin menambah anak lagi.“Enteng sekali bilangnya. Kamu tidak lihat kalau aku rasanya sudah mau setengah mati bertahan?!” kesal Lavendra.“Hahah, tidak Honey,” Daza kemudian memeluknya sebagai alih menghibur, “aku hanya berpikir saja,” sambungnya.“Kamu pikir mudah merawat anak? Dua saja kamu sudah kewalahan,” Lavendra masih merasa kesal mendengarnya.Bagaimana tidak, apa yang dikatakan Daza itu seperti meremehkan bagaimana selama ini Lavendra berjuang dari awal kehamilan sampai akhirnya melahirkan. Apalagi, Lavendra masih merasa sedikit trauma setelah melahirkan.Bukan saat mengenjan, melainkan setelah jahitannya selesai. Ia sampai tidak berani buang air besar selama seminggu karena takut akan merobek jahitannya tersebut. Makanya dia sangat bersyukur sudah melewati
Lavendra benar-benar merasa hidupnya berada di ujung tanduk. Meski Daza daritadi menyemangati dalam diamnya, Lavendra tahu bahwa Daza begitu khawatir sekali. Sementara itu, tim medis juga berusaha mengarahkan dengan benar kepada Lavendra.Meski begitu, Lavendra merasa benar-benar tidak bisa bertahan lebih lama. Namun, demi anaknya, ia melawan dan berusaha sekeras yang ia bisa pastinya.“OEKKHHH.”Anak pertamanya keluar.“Bagus Bu, sekarang tinggal satunya lagi.”Lavendra harus mengenjan sekali lagi. Dan itu tidak memakan waktu yang lama seperti yang pertama. Ia merasa lemas sampai-sampai dirinya benar-benar menyandar di atas tempat tidur tempat melahirkannya.Daza yang melihatnya merasa terharu, ia mendekati Lavendra dengan mengecup kening Lavendra, dan mengelus kepalanya. Bisa dirasakan dengan jelas air mata yang mengalir di wajahnya tersebut, dan itu membuat Lavendra merasa begitu tersentuh sekali.“Terima kasih, Honey. Kamu sudah berjuang keras,” ucapnya.Setelahnya Lavendra tidak
Yap, Daza dan Lavendra memang tidak melakukan perjalanan jauh untuk bisa mengabari. karena usia kandungan yang masih awal, mereka masih belum boleh berpejalanan terlalu jauh. Jadi, kabarnya hanya datang melalui panggilan video saja.Dan betapa mengejutkannya, saat Lavendra mengatakan apa jenis kelamin dari kedua anak mereka. Keluarga Lavendra begitu senang sampai-sampai mereka mengucapkan syukur yang begitu hebat.“Kita benar-benar beruntung, memiliki keluarga yang bisa mengerti keadaan kita,” ucap dari Lavendra.Daza menggelengkan kepalanya, “Justru kamu yang beruntung, diberikan hidup yang sangat luar biasa,” Daza memuji.Lavendra yang merasa malu sedikit memukul pelan tangan Daza setelah mendengarnya. Wajahnya jadi memerah karena mendengar Daza berkata begitu kepadanya.“Apa sih. Ini kan karena kamu juga,” ucap Lavendra.Sekali lagi, Daza menggelengkan kepala tidak membenarkan apa yang dikatakan oleh dirinya tersebut. “Kalau aku dulu tidak sadar akan keberadaanmu, mana mungkin aku
Peresmian bukanya kafe Lavendra bukan sembarangan. Berkat tim yang mengatur promosi benar-benar melakukan tugasnya dengan baik, Lavendra mendapatkan lebih dari 200 pelanggan pertama yang tengah menunggu.Angkanya memang tidak terlau besar sekali, namun, bagi dia yang baru pertama kali melakukannya, ini sudah cukup besar dan pastinya sudah membuatnya merasa begitu senang sekali. Keluarganya begitu menyambut dirinya, bahkan mereka sepertinya begitu menyayangi dirinya kali ini.Berbagai rentetan acara mulai dimulai. Banyak orang yang sangat bersemangat melihat bagaimana acara di mulai. Karena adanya promo yang bisa dibilang lumayan bagi mereka yang memenangkan permainan.Hingga tiba lah sampai dimana peresemian kafe Lavendra tiba.“Waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba, mari kita resmikan, Luvvy Café secara perdana hari ini dibuka!!!”Lavendra memotong pita yang membatasi di depan dari pintu masuk kafenya tersebut. Banyak orang yang bertepuk tangan menyambut dan memberikan sambutan yang
Lavendra mulai mengurangi rasa perhatian atas permintaan orang tua Daza. Mereka meminta begini supaya bisa membuat Daza sadar bahwa bukan hanya dia yang perlu diperhatikan. Dan benar saja, cara itu bekerja dengan baik.Lavendra memilih sibuk dengan memberikan resep kepada para calon pekerjanya nanti. Tentu saja ini dia lakukan bukan tanpa alasan juga. Ia harus segera membuka kafenya untuk mencari kesibukan lainnya.Di satu waktu, Lavendra sedang membandingkan merek coklat yang nantinya ia akan pakai sebagai pasokan supaya menjaga kualitas atas dessert yang akan dia buat nantinya. Tidak perlu waktu lama, tetapi ia harus menguji beberapa.“Honey,” Daza yang menontonnya daritadi akhirnya memanggil.“Ya?” Lavendra langsung menjawab.“Bisa kita bicara sebentar?” ajaknya.Melihat raut wajah beserta bagaimana tatapannya, Lavendra tahu, bahwa Daza aka berbicara sangat serius kepadanya. Akhirnya ia memasukkan dahulu coklat yang sudah ia keluarkan ke dalam pendingin dahulu.Daza mengajaknya ber