Mendengar jika Renita ditangkap polisi, Sandy menjadi panik. Entah kesalahan apa yang dilakukan oleh istrinya sehingga harus berurusan dengan polisi. Tapi setahu Sandy, Renita tidak pernah berbuat salah. Dengan terpaksa Sandy meminta bantuan kepada ibunya untuk datang ke rumah sakit. Laki-laki itu berencana untuk pergi ke kantor polisi.Beruntung ibunya bersedia, bahkan sekarang wanita yang usianya sudah tidak muda lagi itu sudah datang. Jujur, melihat kondisi Killa yang sekarang, Regina prihatin. Wajar jika Killa sempat histeris ketika mengetahui keadaannya yang sesungguhnya. Sangat sulit untuk menerima kenyataan."Titip Killa ya, ma." Sandy berpamitan."Iya." Regina mengangguk. Setelah itu Sandy bergegas untuk pergi, rasanya ia tidak sabar ingin segera sampai di kantor polisi.Kini Sandy sudah dalam perjalanan menuju ke kantor polisi. Ia masih tidak percaya jika istrinya akan berurusan dengan hukum. Selama dalam perjalanan, pikiran Sandy tidak tenang, benarkah jika istrinya bersalah
Di rumah Sabrina tengah duduk di ruang tengah sembari menonton televisi. Mengetahui ayahnya akan datang, bocah perempuan itu memutuskan untuk tetap di rumah. Padahal Sabrina ada tugas sekolah yang akan dikerjakan secara kelompok dengan teman-temannya. Tapi demi ayahnya, Sabrina memilih untuk tetap di rumah.Namun ibundanya memberi kabar jika ayahnya akan datang. Awalnya Sabrina tidak mau bertemu dengan Sandy, ayahnya. Tapi Ayuna sedikit memaksa, meskipun Sandy sudah banyak membuat kecewa, tapi bagaimanapun juga Sandy tetap ayahnya. Ayuna meminta kepada putrinya untuk menghargai kedatangan ayahnya.Jika nanti kembali mengingkari janjinya, Ayuna angkat tangan dan tidak mau membantu mantan suaminya lagi. Sampai saat ini Ayuna masih menghargai Sandy sebagai ayah kandung Sabrina dan si kembar. Bahkan ia selalu membantu mantan suaminya untuk berbicara dengan Sabrina jika ingin berkunjung. Berharap kali ini Sandy tidak ingkar dengan janjinya."Katanya papa mau ke sini masa udah hampir seteng
"Kalian jangan bercanda, tidak mungkin rumah ini disita," ujar Sandy. Lelaki itu masih tidak percaya jika rumah tempat tinggalnya akan disita, meski bukti telah ada. Namun Sandy berharap jika rumahnya tidak benar-benar disita."Ini sudah ada buktinya, Pak. Batas waktu yang kami berikan juga sudah habis," ujarnya seraya menunjukkan bukti. Sandy pasrah, karena memang semuanya benar. Dan kini Sandy harus berpikir untuk kedepannya seperti apa, terlebih saat ini Renita tengah hamil."Kami harap besok rumah ini sudah kosong, kalau begitu kami permisi." Setelah mengatakan itu mereka beranjak pergi.Sandy menghela napas, lalu kembali masuk ke dalam, melihat putranya masuk ke dalam. Dengan segera Regina menutup pintu dan ikut menyusulnya. Regina harus menanyakan kenapa rumah sampai disita. Jujur, Regina merasa kasihan dengan nasib yang menimpa putranya. Hidupnya berantakan setelah bercerai dengan Ayuna."Sandy, kenapa rumah ini sampai disita. Memangnya kamu punya hutang berapa." Regina langsun
"Setelah kembali bangkrut, sekarang minta rujuk." Ayuna membatin, tak habis pikir dengan jalan pikiran mantan suaminya itu. Andai saja dulu Sandy tidak berhianat, mungkin sekarang mereka masih bersama."Maaf, Mas. Tapi aku tidak bisa, aku sudah cukup bahagia walaupun hidup tanpa suami," tolaknya. Ayuna tidak ingin kecewa untuk kedua kalinya, saat ini ia hanya ingin fokus dengan anak-anak. Dalam pikirannya, Ayuna belum ada rencana untuk menikah lagi.Sandy mendesah mendengar penolakan dari mantan istrinya. "Mungkin benar kamu bisa hidup tanpa seorang suami. Tapi apa kamu lupa, ada anak-anak yang masih sangat membutuhkan figur seorang ayah. Kamu tidak kasihan pada mereka."Mendengar hal tersebut Ayuna terdiam. "Aku akan menjadi ibu serta ayah untuk mereka. Jadi kamu tidak perlu khawatir, mas. Toh walaupun kita sudah bercerai, kamu tetap papa mereka, karena tidak ada istilah mantan ayah."Sandy kembali mendesah. "Apa aku boleh bertemu dengan mereka.""Boleh, tapi hanya dengan si kembar.
Untuk sesaat suasana mendadak hening Ayuna masih belum buka suara. Wanita itu masih bimbang, ada perasaan kasihan sebagai sesama mahluk hidup. Namun ketika mengingat perbuatan mereka, rasa kasihan itu seketika lenyap. Yang ada justru rasa benci, sementara Sandy sangat berharap mantan istrinya bersedia meminjamkan uang padanya."Bun, lebih baik kita pergi sekarang saja. Nanti bisa terlambat, kasihan juga om Hans sudah nunggu. Papa datang kan kalau lagi butuh saja, selama ini papa cuma sibuk sama Killa dan tante Renita." Sabrina menarik tangan ibunya untuk segera masuk ke dalam mobil. Sedangkan Sandy terdiam mendengar ucapan putrinya itu."Maaf mas, sepertinya aku tidak bisa membantu. Kamu juga sudah lalai dengan kewajibanmu untuk menafkahi anak-anak, dan jikapun aku ada uang sebanyak itu. Lebih baik aku gunakan untuk masa depan mereka bertiga," ungkap Ayuna. Sandy menggeleng tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh mantan istrinya itu. Sungguh diluar dugaan."Maaf mas, kami mau pergi
Setelah melakukan tes, dokter menyatakan jika ginjal Sandy tidak cocok. Itu sebabnya Sandy tidak bisa mendonorkan ginjalnya. Mendengar itu Sandy kembali dibuat pusing, entah kemana lagi ia harus mencari uang. Saat sedang pusing memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang.Tiba-tiba Sandy mendapatkan ide, walaupun cukup berbahaya. Tapi ia tidak punya pilihan yang lain, ia berencana untuk mengambil sertifikat rumah ibunya, lalu digadaikan. Jujur, jika tidak terpaksa, Sandy tidak akan melakukan itu. Nyawa Renita dan anaknya dalam bahaya, setelah berpikir cukup lama, akhirnya Sandy bangkit dan bergegas pulang ke rumah ibunya.Sandy memacu sepeda motornya dengan kecepatan cukup tinggi. Beruntung jalanan sudah sepi, sehingga Sandy sampai di rumah ibunya jauh lebih cepat. Setelah memarkirkan motornya, Sandy segera berlari masuk ke dalam rumah. Keadaan cukup sepi, sepertinya asisten rumah tangga ibunya sedang berada di belakang."Lebih baik aku masuk sekarang." Sandy melangkah masuk ke dala
Perlahan Sandy bangkit seraya meraba tengkuk lehernya yang terasa sakit. Lantas ia menoleh, terlihat wajah sepupu Ayuna sudah memerah. Ya, orang yang berhasil menggagalkan rencana Sandy adalah Reno, sepupu Ayuna. Sementara Ayuna masih syok, mantan suaminya benar-benar sudah berubah."Kamu benar-benar tidak tahu malu ya. Apa belum cukup kamu nyakitin Ayuna." Reno menatap laki-laki yang ada di hadapannya itu.Sandy tidak menjawab, laki-laki itu menatap mantan istrinya yang masih syok. Lalu berpindah kepada tante Yunita berdiri di sebelah Ayuna. Jujur, Sandy sendiri tidak tahu kenapa ia bisa berbuat hal buruk seperti itu terhadap mantan istrinya. Pikiran yang sedang kacau membuat Sandy tidak bisa berpikir dengan jernih."Maaf." Hanya kata itu yang terucap dari bibir Sandy."Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini dan jangan pernah ganggu kehidupan Ayuna lagi. Kamu urus saja keluargamu yang sekarang," ujar Reno. Sandy menghela napas, setelah itu ia melangkah meninggalkan kamar tersebut.
Pagi menyapa pukul lima Ayuna baru mengerjapkan matanya. Perlahan kelopak matanya terbuka sempurna, ia melirik suaminya yang masih terlelap. Ayuna tersenyum, semoga kebahagiaan selalu menyertainya, dan mudah-mudahan pernikahan yang sekarang adalah pernikahan yang terakhirnya."Mas, bangun udah jam 5." Ayuna mengguncang tubuh kekar suaminya. Tubuh polos keduanya masih terbungkus selimut tebal."Hem." Hans berdeham dengan mata yang masih terpejam. Semalam benar-benar malam yang panjang dan bersejarah untuknya."Bangun udah jam 5." Ayuna kembali mengguncang tubuh suaminya itu. Hans hanya tersenyum lalu kembali memeluk tubuh istrinya itu. Laki-laki itu masih teringat akan kejadian semalam. "Aku masih capek, sayang. Enakan kayak gini.""Salah sendiri tadi malam .... ""Tapi kamu suka, kan." Hans memotong ucapan istrinya itu. Hal tersebut membuat kedua pipi Ayuna merona karena malu."Ish apaan sih, udah ah ayo bangun." Ayuna memaksa untuk bangkit, tapi Hans semakin erat memeluk tubuh istri