Malam sudah larut, tapi Sandy belum bisa memejamkan matanya. Laki-laki itu masih kepikiran dengan masalah bertubi yang menimpanya. Sandy tidak bisa membayangkan jika perusahaan miliknya kembali bangkrut seperti dulu. Apakah Renita akan kembali meninggalkan dirinya.Memikirkan itu semua membuat kepala Sandy rasanya ingin pecah. Ada rasa menyesal karena sudah menghianati wanita sebaik Ayuna. Dulu Ayuna mau menerima dirinya apa adanya, bahkan berkat wanita itu Sandy bisa kembali bangkit dan sukses. Tapi sekarang, kehancuran sudah ada di depan mata."Ayuna, mas benar-benar menyesal sudah menghianati kamu. Kamu pantas kecewa, mendiang kedua orang tua kamu juga pasti kecewa. Mereka sudah mempercayakan mas untuk menjaga dan melindungi kamu, tapi kenyataannya. Mas justru menyakiti kamu dan putri kita," ujar Sandy. Laki-laki itu masih ingat akan pesan mendiang orang tua Ayuna. Sebelum meninggal, kedua orang tua Ayuna mempercayakan putrinya kepada Sandy. Tapi kenyataannya, Sandy justru menyaki
Sandy memegang tengkuknya yang terasa sakit, perlahan ia menegakkan tubuhnya lalu menatap lelaki yang berdiri tak jauh darinya. Lelaki itu nampak tengah menggendong bayi yang hendak Sandy bawa kabur. Lelaki itu tak lain adalah Hans, entah ada urusan apa adik tirinya itu datang. Jujur, Sandy tidak suka Ayuna dekat dengan Hans.Sandy menyipitkan matanya. "Untuk apa kamu datang ke sini, kembalikan anakku." "Aku akan mengembalikan kepada ibunya." Tanpa memperpedulikan Sandy, Hans beranjak masuk ke dalam ruang rawat Ayuna.Terlihat jika Ayuna sudah berada di ranjang kecil di mana putranya berada. Melihat putra satunya kembali, seketika Ayuna bangkit dan langsung mengambil alih lalu menggendongnya. Ayuna juga menciumi wajah mungil putranya itu."Sayang kamu baik-baik saja kan." Ayuna terus menciumi wajah putranya, rasa khawatir masih menghantuinya."Ada apa ini, Ayuna kamu baik-baik saja kan." Yunita yang baru saja kembali sedikit heran ketika melihat Ayuna yang tengah memeluk erat putrany
Untuk sesaat mereka diam dengan pikiran masing-masing, Sandy tidak tahu harus bagaimana lagi. Karena perusahaan itu satu-satunya sumber uang untuk dirinya dan keluarganya. Sedangkan Renita sendiri, ia khawatir jika nantinya tidak ada uang untuk biaya lahirannya. Karena tidak cukup sedikit, belum lagi biaya setelah melahirkan."Mas, bagaimana ini. Kalau perusahaan bangkrut. Dari mana kita bisa dapat uang, karena hanya dari perusahaan itu yang menjadi sumber uang untuk kita." Suara Renita mampu membuat Sandy tersadar dari lamunannya. Laki-laki itu lantas menoleh dan menatap wanita hamil di sebelahnya."Aku juga tidak tahu, entah berapa kerugian yang harus aku tanggung." Sandy mengusap wajahnya dengan gusar. Pikirannya mendadak buntu, tidak tahu harus berbuat apa."Ya sudah, aku ke kantor sekarang." Sandy bangkit dan bergegas untuk pergi. Renita tidak bisa mencegah, ia membiarkan suaminya pergi, berharap kebakaran yang terjadi tidak parah.Kini Sandy sudah sampai di kantor, lututnya tera
Killa langsung dilarikan ke rumah sakit, bahkan saat ini bocah malang itu tengah menjalani operasi. Sandy dan Renita menunggu di ruang tunggu dengan gelisah. Renita bahkan tidak bisa duduk dengan tenang, pikirannya terus tertuju pada putrinya yang sekarang sedang berjuang di meja operasi."Renita, duduk dulu. Ingat kamu sedang hamil," ujar Sandy mengingatkan. Namun istrinya itu tidak melakukan apa yang ia perintahkan. "Aku tidak bisa duduk dengan tenang sebelum Killa keluar dari ruang operasi mas," sahut Renita. Mendengar itu Sandy hanya menghela napas, lalu mengusap wajahnya dengan gusar.Sandy tidak pernah membayangkan jika kejadian buruk itu akan menimpa Killa. Sandy sangat berharap agar operasi berjalan dengan lancar dan putrinya dalam keadaan baik-baik saja. Berapapun biayanya akan Sandy tanggung asalkan Killa bisa sehat seperti semula.Selang beberapa menit pintu ruangan terbuka, seorang dokter yang menangani Tiara keluar. Melihat itu, Renita dan Sandy langsung menghampirinya.
Mendengar jika Renita ditangkap polisi, Sandy menjadi panik. Entah kesalahan apa yang dilakukan oleh istrinya sehingga harus berurusan dengan polisi. Tapi setahu Sandy, Renita tidak pernah berbuat salah. Dengan terpaksa Sandy meminta bantuan kepada ibunya untuk datang ke rumah sakit. Laki-laki itu berencana untuk pergi ke kantor polisi.Beruntung ibunya bersedia, bahkan sekarang wanita yang usianya sudah tidak muda lagi itu sudah datang. Jujur, melihat kondisi Killa yang sekarang, Regina prihatin. Wajar jika Killa sempat histeris ketika mengetahui keadaannya yang sesungguhnya. Sangat sulit untuk menerima kenyataan."Titip Killa ya, ma." Sandy berpamitan."Iya." Regina mengangguk. Setelah itu Sandy bergegas untuk pergi, rasanya ia tidak sabar ingin segera sampai di kantor polisi.Kini Sandy sudah dalam perjalanan menuju ke kantor polisi. Ia masih tidak percaya jika istrinya akan berurusan dengan hukum. Selama dalam perjalanan, pikiran Sandy tidak tenang, benarkah jika istrinya bersalah
Di rumah Sabrina tengah duduk di ruang tengah sembari menonton televisi. Mengetahui ayahnya akan datang, bocah perempuan itu memutuskan untuk tetap di rumah. Padahal Sabrina ada tugas sekolah yang akan dikerjakan secara kelompok dengan teman-temannya. Tapi demi ayahnya, Sabrina memilih untuk tetap di rumah.Namun ibundanya memberi kabar jika ayahnya akan datang. Awalnya Sabrina tidak mau bertemu dengan Sandy, ayahnya. Tapi Ayuna sedikit memaksa, meskipun Sandy sudah banyak membuat kecewa, tapi bagaimanapun juga Sandy tetap ayahnya. Ayuna meminta kepada putrinya untuk menghargai kedatangan ayahnya.Jika nanti kembali mengingkari janjinya, Ayuna angkat tangan dan tidak mau membantu mantan suaminya lagi. Sampai saat ini Ayuna masih menghargai Sandy sebagai ayah kandung Sabrina dan si kembar. Bahkan ia selalu membantu mantan suaminya untuk berbicara dengan Sabrina jika ingin berkunjung. Berharap kali ini Sandy tidak ingkar dengan janjinya."Katanya papa mau ke sini masa udah hampir seteng
"Kalian jangan bercanda, tidak mungkin rumah ini disita," ujar Sandy. Lelaki itu masih tidak percaya jika rumah tempat tinggalnya akan disita, meski bukti telah ada. Namun Sandy berharap jika rumahnya tidak benar-benar disita."Ini sudah ada buktinya, Pak. Batas waktu yang kami berikan juga sudah habis," ujarnya seraya menunjukkan bukti. Sandy pasrah, karena memang semuanya benar. Dan kini Sandy harus berpikir untuk kedepannya seperti apa, terlebih saat ini Renita tengah hamil."Kami harap besok rumah ini sudah kosong, kalau begitu kami permisi." Setelah mengatakan itu mereka beranjak pergi.Sandy menghela napas, lalu kembali masuk ke dalam, melihat putranya masuk ke dalam. Dengan segera Regina menutup pintu dan ikut menyusulnya. Regina harus menanyakan kenapa rumah sampai disita. Jujur, Regina merasa kasihan dengan nasib yang menimpa putranya. Hidupnya berantakan setelah bercerai dengan Ayuna."Sandy, kenapa rumah ini sampai disita. Memangnya kamu punya hutang berapa." Regina langsun
"Setelah kembali bangkrut, sekarang minta rujuk." Ayuna membatin, tak habis pikir dengan jalan pikiran mantan suaminya itu. Andai saja dulu Sandy tidak berhianat, mungkin sekarang mereka masih bersama."Maaf, Mas. Tapi aku tidak bisa, aku sudah cukup bahagia walaupun hidup tanpa suami," tolaknya. Ayuna tidak ingin kecewa untuk kedua kalinya, saat ini ia hanya ingin fokus dengan anak-anak. Dalam pikirannya, Ayuna belum ada rencana untuk menikah lagi.Sandy mendesah mendengar penolakan dari mantan istrinya. "Mungkin benar kamu bisa hidup tanpa seorang suami. Tapi apa kamu lupa, ada anak-anak yang masih sangat membutuhkan figur seorang ayah. Kamu tidak kasihan pada mereka."Mendengar hal tersebut Ayuna terdiam. "Aku akan menjadi ibu serta ayah untuk mereka. Jadi kamu tidak perlu khawatir, mas. Toh walaupun kita sudah bercerai, kamu tetap papa mereka, karena tidak ada istilah mantan ayah."Sandy kembali mendesah. "Apa aku boleh bertemu dengan mereka.""Boleh, tapi hanya dengan si kembar.