"Dia mantan suami ibumu?" Dariel sangat terkejut mendengar pernyataan tersebut.Meskipun dia sudah tahu tapi dia ingin Lucia mengatakan hal lebih, dia sama sekali belum mendapatkan informasi mengenai pria itu dari bawahannya.Lucia mengangguk, dia paham dengan apa yang dipikirkan oleh Dariel. Bahkan dia juga masih terkejut dengan hal tersebut."Aku juga terkejut saat mengetahuinya, ibuku tak pernah mengatakan hal ini dan tiba-tiba ada seseorang yang mengatakan jika dia adalah mantan suami ibuku." Ucap Lucia dengan menghela nafasnya pelan."Apakah ayahmu juga mengetahui hal ini?" Tanya Dariel dengan penasaran."Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya ayah tak mengetahuinya. Atau dia sudah mengetahuinya tapi dia hanya diam saja."Dariel mengangguk memahami situasi yang semakin rumit ini. "Ini benar-benar mengubah segalanya, ya? Terutama dalam hubunganmu dengan Tuan Kaizer."Lucia mengangguk, menatap ke arah pria itu. "Iya, benar sekali. Aku merasa sedikit bingung bagaimana seharusnya aku m
Seperti pagi biasanya, seorang pria dengan bunga tulip putih di tangannya sedang berjalan dengan langkah tegap di makam yang selalu dia kunjungi setiap hari sebelum dia berangkat bekerja.“Claire..” Ucapnya dengan lembut.Di makam mantan istrinya inilah dia selalu bercerita tentang kehidupannya seolah dia bercerita dengan orang yang masih hidup.Sambil membersihkan debu yang ada di batu nisan tersebut, dia menaruh bunga tulip tersebut dengan penuh rindu.“Aku datang lagi.” “Apa kau bosan ketika aku mengunjungimu setiap hari?” Tuan Kaizer tersenyum tipis.“Aku sudah bertemu dengan putrimu. Dia benar-benar mirip kau ketika kita menikah, namun dia terlihat lebih berani dibanding dirimu.”Tuan Kaizer duduk di dekat makam dengan tatapan yang penuh haru dan kenangan. Dia mengenang saat-saat indah dan sulit yang telah mereka lalui bersama. Perasaan rindu dan penyesalan masih terasa, meskipun sudah berlalu begitu lama sejak kematian Claire.“Claire, aku tahu aku telah membuat banyak kesalaha
Sebuah restoran sederhana yang berada di pelosok kota yang sepi, Lucia melangkah dengan cepat.Dia sudah terlambat setengah jam dari perjanjiannya dengan Ellard. Pria itu pasti sudah menunggunya cukup lama."Ellard, maaf aku terlambat." Ucap Lucia pada pria tersebut.Pria yang duduk dengan tenang dengan di depannya terdapat laptop miliknya hanya mengangguk."Bukan masalah besar." Ucap Ellard dengan tenang.Lucia langsung duduk di depan Ellard, "Apakah ada informasi yang kau dapat?" Tanya Lucia dengan serius karena Ellard tak mungkin mengajaknya bertemu di luar jika tak ada urusan."Aku baru menyelidiki aktivitas XFox, markas mereka tak jauh dari kota ini. Namun itu belum bisa aku pastikan." Ucap Ellard dengan dingin.Lucia mendengarkan dengan serius. "Jika markas mereka berada dekat, apakah kau punya rencana untuk menyusup dan mendapatkan lebih banyak informasi?" tanya Lucia dengan wajah serius."Ya, aku sudah mengintrogasi temanmu yang bekerja sebagai artis, dia cukup baik untuk menj
“Kau tak pulang?” Suara Dariel begitu dingin di kamarnya malam ini, jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari namun dia masih terjaga menunggu kepulangan Lucia, namun wanita itu tak kunjung pulang hingga Dariel menghubunginya langsung karena sudah tak sabar menunggu lagi.“Dariel?Kau masih menungguku? Sepertinya aku lupa mengabarimu jika aku tak bisa pulang malam ini.” Ucap Lucia dengan penuh rasa bersalah.“Dimana kau berada? Victor akan menjemputmu.” Suara Dariel seakan tak ingin di bantah ataupun di tolak.Terdengar suara desah lelah disana, Dariel menunggu jawaban wanita itu. Dia sejak tadi menunggu hingga sedetik pun terasa satu jam saat dia menunggu kepulangan wanita itu. Dia tak bisa membayangkan bagaimana dia semalaman bersama dengan pria lain, hatinya terasa terbakar.“Baiklah, jemput aku di jalan Tory. Aku akan menunggu disana.” Ucap Lucia pada akhirnya.Dariel mendengus pelan, merasa tidak puas dengan jawaban itu. Hatinya bergejolak, tetapi dia mencoba untuk tetap tenang.
Setelah sarapan, Lucia mengajak Dariel untuk berjemur di pagi hari untuk kesehatan tulang mereka. Suasana pagi itu terasa sangat hangat dan matahari belum terlalu menyengat.“Nanti malam akan ada acara perayaan perusahaan yang ke seratus tahun.” Ucap Dariel dengan tenang sambil menikmati cahaya pagi yang menerpa wajahnya.Lucia langsung melihat ke arah Dariel, “Apakah aku harus datang?” Tanyanya.Dariel melihat ke arah Lucia dengan tenang, “Apa kau tak ingin datang?” Tanya Dariel balik.“Bukan begitu maksudku, hanya saja terlalu mendadak. Aku bahkan tak punya gaun, aku takut akan membuat malu keluarga Filbert.” Ucap Lucia.“Itu bukanlah masalah besar, aku akan menyiapkan gaun untukmu. Jika kau mau kau hanya tinggal datang bersamaku. dan aku tak akan membiarkanmu dipermalukan.” Ucap Dariel penuh keyakinan.Lucia mengangguk, “Ya sudah jika begitu, kita akan datang ke sana.”Dariel mengangguk singkat.Mereka berdua berbicara dengan tenang dan penuh kehangatan, menikmati momen pagi yang d
Pesta perayaan perusahaan Filbert yang ke seratus tahun diadakan di sebuah hotel mewah di bawah naungan Filbert Group. Banyak tamu penting yang datang saat ini bahkan seorang pemimpin negara pun menyempatkan hadir di perayaan ini karena memiliki hubungan baik dengan tuan Abert Filbert.“Selamat ya, tuan Abert. Perusahaan anda masih berjaya selama satu abad ini.” Ucap salah seorang tamu penting disana.Tuan Abert Filbert, pemimpin dari Filbert Group, tersenyum dengan tulus mendengar ucapan selamat tersebut. Dia memandang sekeliling pesta yang penuh gemerlap dan keceriaan, merasa bangga dengan pencapaian perusahaan yang telah berjalan selama satu abad. "Terima kasih atas ucapan baik Anda. Kami sangat bersyukur atas perjalanan panjang ini, dan kami berharap untuk terus berkontribusi dalam dunia bisnis dan masyarakat," kata Tuan Abert dengan rendah hati.Hingga pasangan yang ditunggu oleh tuan Abert sejak tadi datang, dia adalah Dariel dan Lucia. Mereka tampak serasi dengan setelan jas d
Ucapan selamat terus berdatangan pada Dariel, namun pria itu tak merasa bahagia sama sekali dengan hal tersebut. Dia hanya bersikap datar pada mereka, karena dia tahu jika mereka hanya berpura-pura dan tak sepenuhnya bahagia dengan keputusan kakeknya.Di sisi Lucia pun sama, mereka mulai mengucapkan kalimat selamat karena dia akan menjadi pendamping calon pemimpin Filbert Group.“Selamat ya, nyonya. Anda memang sangat pantas mendapatkannya.”Lucia tersenyum pada orang yang memberikan ucapan selamat padanya, merasa dihargai atas prestasinya. Namun, dia juga merasa bahwa beberapa orang mungkin memberikan ucapan tersebut karena dia akan menjadi pendamping calon pemimpin Filbert Group, bukan karena dirinya sebagai individu.Dariel memperhatikan reaksi Lucia dan merasa agak tidak nyaman dengan situasi ini. Dia ingin orang-orang menghargai Lucia atas keberhasilan dan kemampuannya, bukan hanya karena hubungannya dengan keluarganya. Namun, dia tahu bahwa ini adalah bagian dari dunia bisnis da
Kepala yang pusing dan tempat yang asing membuat Bela bingung, pinggangnnya pun terasa seperti ada yang memeluknya dengan erat.Dengan sekuat tenaga dia membuka matanya dengan perlahan, hingga dia bisa melihat dengan jelas ruangan yang berantakan dan….“Ernest?!!” Bela langsung terkejut saat pria yang memeluknya adalah Ernest dengan keadaan tak memakai sehelai benang pun.Bela pun langsung melihat ke arah dirinya sendiri yang ternyata juga sama, dia sangat terkejut kenapa bisa dia disini bersama Ernest.Sebelum bisa merespon lebih jauh, tiba-tiba pintu di dobrak dari luar yang membuat Bela langsung mneutupi tubuhnya dengan selimut.Dalam keadaan panik, Bela berusaha membangunkan Ernest yang terlihat masih tidur pulas. Wartawan-wartawan yang masuk dengan paksa ke dalam ruangan semakin membuat situasi semakin kacau. Mereka berusaha merekam setiap detail tanpa menghiraukan privasi Bela dan Ernest."Ernest, bangun! Ini gawat!" Bela berbisik cemas sambil mencoba membangunkan Ernest dengan