“Selamat sayang, kau berhasil mendapatkan gelar spesialis bedah umum mu di usia dua puluh empat tahun. Ini hadiah dari kakak.” Ucap Ethan dengan penuh kasih pada adiknya yang baru menerima gelarnya yang baru.Claire tersenyum, lalu mencium pipi kakaknya dengan singkat. “Terima kasih kakak, tapi aku lebih suka mobil baru, hehe.”Ethan yang mendengar itu mencubit hidung adiknya dengan gemas, semenjak mereka hidup berdua di Jerman dan jauh dari ayah ibu, mereka tampak lebih akrab dan saling bergantung satu sama lain.Bahkan demi sang adik bisa aman, Ethan rela memindahkan kantor perusahaannya ke Jerman meskipun menghabiskan dana yang cukup besar. Tapi demi keselamatan dan keamanan putri tunggal Filbert, Ethan rela menghabiskan segalanya.“Ayah ibu tidak bisa datang?” Tanya Claire sambil melihat ke kanan dan ke kiri melihat apakah ada orang tuanya disana.“Ayah ibu baru bisa terbang besok, ada badai yang membuat penerbangan harus diundur.” Jawab Ethan dengan lembut.Claire mengangguk, tak
“Cepat bawa dia langsung menuju ke ruang operasi setelah sampai di rumah sakit. Aku lihat ada pendarahan hebat di kepalanya.” Ucap Claire dengan serius pada perawat yang datang dengan ambulans yang kebetulan mereka bekerja di rumah sakit yang sama.“Baik dokter Claire, apa anda juga langsung ke rumah sakit bersama kami?”Claire melihat ke arah polisi yang sedang memeriksa kejadian, dia sepertinya harus mengurus urusan ini lebih dulu.“Aku akan menyusul, minta dokter Flo untuk menanganinya dahulu. Aku akan menghubunginya sekarang.” Ucap Claire.Mereka mengangguk dan segera membawa pria itu ke rumah sakit, sedangkan Claire mendekati polisi.“Apa anda pemilik mobil BMW ini, nona?”Claire mengangguk, “Maafkan saya, saya terlah membuat kekacauan besar. Tapi saya akan mengikuti proses hukum, tapi tolong jangan cegah aku untuk pergi saat ini.” Ucap Claire sambil menunjukkan kartu identitasnya.“Saya seorang dokter bedah di Hamburg. Saat ini korban membutuhkan saya untuk melakukan operasi kar
"Sweety, kenapa kamu melamun, hm?" tanya Dariel dengan lembut, melihat putrinya yang tampak melamun saat mereka tengah makan malam bersama. Makanan di piring Claire masih utuh dan sudah mulai dingin.Claire terkejut dari lamunannya dan memaksakan senyum. "Oh, tidak ada, Ayah. Aku hanya lelah," jawabnya sambil mencoba menyuapkan makanan ke mulutnya. Tapi, rasa makanannya seolah tidak ada di lidahnya. Pikirannya terus berputar memikirkan pernikahan dadakannya dengan pria yang dia tabrak pagi ini.Lucia, yang duduk di seberang meja, melihat putrinya dengan penuh perhatian. "Sayang, kau terlihat sangat khawatir. Apakah ada sesuatu yang ingin kamu ceritakan kepada kami?"Claire menggigit bibirnya, merasa beban rahasia ini terlalu berat untuk dipikul sendiri. Tapi menceritakan sekarang bukanlah waktu yang tepat."Benar-benar tidak ada apa-apa, Ibu," kata Claire dengan suara pelan. "Aku hanya perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan semua perubahan ini."Ethan, yang duduk di sebelah Claire
"Pisau bedah," titah Claire sambil mengulurkan tangannya. Perawat segera menyerahkan instrumen itu kepadanya.Dengan pakaian serba tertutup dan tangan yang mantap, Claire memulai operasi pada kakek buyutnya. Tekanan sangat besar, tapi dia tahu bahwa setiap tindakan harus dilakukan dengan hati-hati dan presisi. Dia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuat sayatan pertama"Berikan aku suction," pintanya lagi, perawat dengan sigap memberikannya alat tersebut.Claire bekerja dengan teliti, membuka jalan menuju area pendarahan yang perlu diperbaiki. Suasana di ruang operasi sangat tenang, hanya terdengar suara instruksi Claire dan respons cepat dari tim medisnya. Waktu terasa melambat saat Claire melakukan setiap langkah dengan hati-hati, memastikan tidak ada kesalahan yang terjadi."Clamp," ucapnya, dan instrumen berikutnya diserahkan kepadanya.Dia berhasil menemukan sumber pendarahan—sebuah pembuluh darah yang pecah. Dengan tangan yang stabil, Claire memperb
Semua orang membeku, menahan nafasnya saat mendengar apa yang diucapkan Claire disana.“Apa kamu gila?!” Ethan yang paling terlihat murka disana.Lucia hanya menghela nafasnya sedangkan Dariel menatap putrinya dengan pandangan yang serius.Tuan Kaizer langsung turun tangan, dia mengejar tuan Edmond dan memberinya pelajaran karena membuat keluarganya menjadi seperti ini.Dia berlari dan saat melihat punggung tuan Edmond, tanpa aba-aba dia langsung membalikkan tubuh pria itu dan membogemnya di lorong rumah sakit tersebut.“Bajingan, kau membuat cucu kesayanganku sengsara?!!”Edmond terhuyung ke belakang, terkejut oleh serangan tiba-tiba dari Tuan Kaizer. Dia mengusap pipinya yang memerah dan berdiri dengan tatapan marah. "Apa yang kau lakukan, orang tua?! Kau gila?!"Tuan Kaizer, dengan wajah merah padam dan napas berat, mendekati Edmond dengan tatapan penuh amarah. "Kau tak punya hak untuk memaksa cucuku menikah! Kau hanya memanfaatkan situasi ini untuk keuntunganmu sendiri!"Beberapa
Claire tiba di mansion mewah yang sangat luas, ini lebih luas dari mansion keluarganya namun sepertinya sama luasnya dengan mansion kakek buyutnya yang ada di Itali.Semua interior di dekorasi berwarna hitam dan putih, yang membuat tampak suram namun masih menunjukkan nilai kemewahan yang luar biasa.“Masuk.” instruksi tuan Edmond membuat Claire tersadar dari lamunannya dan mengikuti pria paruh baya itu.Dia kemudian diantar pelayan menuju ke kamar yang akan dia gunakan untuk beristirahat.“Ini adalah kamar anda, nyonya muda.” Ucap pelayan itu dengan sopan.Claire langsung melihat kesekeliling tempat itu. Dibanding dengan kamar, ini seperti gudang yang tak terpakai, bahkan parahnya tempat ini belum dib
“Jadi… Tolong cepatlah sadar.”Kalimat Claire terakhir seolah seperti mantra. Saat gadis itu selesai memberikan suntikan obat untuk mempercepat proses pemulihan, tanpa dia sadari mata pria itu mulai bergerak.Dan saat Claire pergi ke kamarnya, Leonidas yang sendirian disana mulai menggerakkan jari tangannya. Mulutnya mulai sedikit terbuka dan kemudian matanya yang terpejam mulai terlihat tanda kesadaran.Mata biru cerah dengan setitik hitam di dalamnya, tampak terlihat seperti jurang tiada ujung. Mata dingin itu mulai memancarkan cahayanya, perlahan dia melihat ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari sesuatu.Suara pintu terbuka, menampilkan sosok pria dengan pakaian profesional membawa beberapa dokumen penting untuk di taruh di meja kerja tuannya yang berada di kamar.
Kesan pertama saat Claire masuk ke dalam ruang kerja itu adalah muak. “Tuan memanggilku?” Ucapnya dengan tenang, tak ada rasa tertekan disana, hanya sikap ramah palsu yang dia tampilkan.Tuan Edmond menatap Claire dengan pandangan rumit, dia tak percaya jika gadis yang terlihat lemah itu berani melawannya.“Aku dengar keluhan dari pelayan, kau bersikap kasar padanya.” Ucap tuan Edmond dengan dingin.Claire tersenyum lembut mendengar itu, “Bersikap kasar?” Tanyanya seolah dia tak tahu apapun.Tuan Edmond menatap tajam, “Jangan berpura-pura, Claire. Di mansion ini akulah yang berkuasa dan kau hanya menantuku! Jangan bersikap kurang ajar pada orang ku!” Nada suara tuan Edmond naik satu oktaf menunjukkan jika dia marah saat ini.Claire tak bergeming, lalu menatap mata tuan Edmond dengan berani.“Jangan lupakan jika putramu ada di tanganku, tuan Edmond. Jika aku mau, aku bahkan bisa membuatnya tak sadarkan diri selamanya.” Ucapnya dengan penuh ancaman.Dia memang ingin bertanggung jawab d
“Kau membawaku kemana?”Claire bertanya dengan wajah penuh senyuman saat Leonidas menutup matanya dan membimbingnya berjalan ke suatu tempat.“Kau akan suka.” Bisik Leonidas dengan lembut.Mereka saat ini sedang berada di sebuah pantai yang Leonidas siapkan khusus dinner hari ini.Namun, ini bukanlah dinner biasa karena Leonidas menyiapkan sesuatu yang akan menjadi lembaran baru bagi mereka berdua.Begitu berada di titik yang Leonidas tentukan, tangannya yang menutupi mata indah Claire perlahan lepas.Saat tangan Leonidas perlahan menjauh dari mata Claire, pemandangan indah langsung menyapa matanya. Sebuah meja makan elegan berdiri di atas pasir putih, diterangi lampu-lampu kecil yang menggantung di sekitar, menciptakan suasana romantis di bawah langit malam yang dipenuhi bintang. Ombak pantai bergulung lembut di kejauhan, memberikan melodi alam yang menenangkan.Claire terdiam sejenak, matanya membelalak kagum. "Leonidas... Ini indah sekali," ucapnya dengan suara hampir berbisik, hat
“Aku tidak berselingkuh.” Kata Ethan dengan tegas begitu mereka sampai di tempat dimana Ashilla tinggal selama di Hawai.Ashilla hanya duduk diam, sambil menuangkan anggur ke dalam dua gelas. “Aku tak ingin dengar alasan.” Ucapnya dengan santai.Ethan mendekati Ashilla dengan tatapan serius, “Apa yang kau inginkan? Akan aku lakukan, asal kau tak membatalkan pernikahan kita.”Senyum Ashilla tersungging di wajahnya yang cantik, “Aku hanya ingin kau pergi dan tak menemuiku lagi. Aku sudah hidup nyaman disini, terlebih bertemu dengan banyak pria yang menghiburku.” Ucap Ashilla yang memancing Ethan untuk marah.Tapi Ethan berusaha untuk menekan emosinya, “Aku tahu aku salah, tapi jangan seperti itu, Ashilla.”Ashilla terkekeh, “Kenapa tidak? Itu lebih baik dibandingkan kau memberikan cincin pernikahan kita untuk wanita murahan itu!” Tatapan Ashilla berubah tajam, suaranya mengandung penuh kebencian pada pria itu.Ethan mengepalkan tangannya, menahan rasa bersalah dan kemarahan yang bergejo
Hawai,Tempat yang sangat cocok untuk menyendiri menikmati indahnya pemandangan pantai yang sangat memukau dan memanjakan mata.“Sendirian, nona?” Suara pria yang berada di sebelahnya membuat Ashilla yang duduk di atas pasir dengan kaca mata hitamnya sedikit menoleh.Dia tersenyum, setidaknya selain pemandangan yang indah disini juga banyak pria yang tampan dan eksotis.“Iya.” Jawabnya dengan tenang.“Mau berselancar?” Tanya pria itu, meskipun tak kenal pria itu berbicara dengannya seolah mereka sangat akrab.Dia bukan wanita yang tertarik pada rayuan pria dulunya, tapi sekarang untuk mengobati rasa sakitnya pada pengkhianatan Ethan dia ingin mencoba sesuatu yang tak pernah dia lakukan.“Aku tak pandai berselancar.” Ucapnya dengan lembut.Pria yang memiliki tubuh tinggi dan pahatan perut dan dada yang sempurna itu tampak tersenyum manis, “Mau belajar denganku, nona?”Ashilla mengalihkan pandangannya ke pria itu, memperhatikan senyumnya yang ramah dan sedikit menggoda. Dia memiringkan
“Kakak kenapa terlihat murung? Bukankah harusnya senang bisa melihat wanita yang kakak sukai?” Tanya Disya saat mereka sudah sampai di taman rumah sakit.James yang tadinya melamun langsung menatap kearah Disya.“Eh? Apa yang kau katakan?”“Kakak kenapa tak terlihat senang? Bukankah sudah bertemu kak Claire harusnya senang.”James kemudian menatap ke arah Disya dengan tatapan serius, “Bagaimana kau tahu tentang Claire? Aku tak pernah menceritakan itu padamu.” Disya tersentak sejenak, lalu mencoba tersenyum meskipun terlihat sedikit gugup. "Aku mendengar namanya saat kakak mabuk, waktu itu kakak menyebut-nyebut dia," jawabnya dengan suara pelan, mencoba menghindari tatapan tajam James. "Aku pikir, dia adalah wanita yang penting untuk kakak."James menghela napas panjang, menyandarkan punggungnya ke kursi taman. "Jadi kau tahu, ya..." gumamnya sambil menatap langit. "Claire memang seseorang yang... spesial untukku. Tapi semuanya sudah terlalu rumit sekarang."Disya menundukkan kepala,
“Keluarga pasien..” Ucap dokter yang baru selesai mengobati Disya di dalam.James yang mendengarnya langsung berdiri, “Saya dokter.” Ucap James segera.“Anda siapa pasien?” Tanya dokter tersebut.James sedikit bimbang harus menjawab apa hingga dia menjawab, “Saya calon suaminya.” Ucapnya dengan penuh keyakinan.Dokter tersebut mengangguk mengerti lalu menjelaskan kondisi pasien saat ini, “Kandungan nona Disya sangat lemah sekarang ini, terlebih benturan saat terjatuh memperparah. Saya sudah meresepkan obat untuk memperkuat kandungannya. Tolong jaga dia untuk tidak terlalu stress dan juga dia harus makan makanan yang sehat.”James mengangguk pelan mendengar penjelasan dokter, mencoba mencerna setiap kata dengan serius meskipun pikirannya masih kalut. "Baik, Dokter. Saya akan pastikan dia mengikuti semua instruksi Anda," ucapnya tegas, meski dalam hati ada perasaan bersalah yang mendalam.Dokter tersenyum tipis, mencoba menenangkan James. "Dia butuh perhatian ekstra sekarang, terutama d
“Saya tak bisa menemukan keberadaan nona, tuan.” Ucap bawahan Ethan dengan waspada, bersiap menerima amukan pria itu sebentar lagi.Ethan menghentikan langkahnya sejenak, matanya tajam menatap bawahannya yang terlihat gugup. Suasana di ruangan itu mendadak terasa mencekam. "Apa maksudmu tidak bisa menemukan? Kau tahu apa yang sedang kau bicarakan?" suaranya rendah, tapi penuh tekanan.Bawahan itu menelan ludah, merasa punggungnya mulai basah oleh keringat. "Kami sudah mencoba melacak keberadaan nona Ashilla, tapi semua jejaknya berhenti setelah keberangkatannya ke Jerman. Kami bahkan memeriksa hotel-hotel tempat dia biasa menginap, tapi tidak ada hasil, Tuan."Ethan mengepalkan tangannya erat hingga buku-buku jarinya memutih. "Kalian diberi tugas untuk mencari tahu, bukan membawa alasan. Bagaimana aku bisa mempercayakan pekerjaanku jika tugas sesederhana ini saja kalian gagal?""Tuan, kami akan mencoba lagi—""Jangan mencoba. Temukan dia! Aku tidak peduli apa yang harus kalian lakukan
“Aku tak habis pikir kenapa kakak lebih mementingkan sekretaris itu dibandingkan kak Ashilla.” Ucap Claire sambil menangis di dalam mobil.Leonidas menghapus air mata wanitanya dengan lembut dan menghiburnya, “Jangan bersedih, mungkin ada alasan kenapa Ethan melakukannya. Mau aku bantu mencari tahu?” Tanya Leonidas dengan lembut.Claire mengangguk, “Tolong cari tahu, Leon. Aku tak ingin pernikahan kak Ashilla dan kakak batal karena hal ini. Tapi jika kakak benar-benar selingkuh aku tak tinggal diam, aku harus melakukan sesuatu pada sekretaris tak tahu diri itu.” Ucap Claire dengan tajam.Leonidas mengangguk pelan, menatap Claire dengan penuh kasih sayang. “Aku mengerti, sayang. Aku akan membantu, tapi kau harus tetap tenang. Jangan sampai emosimu mengaburkan penilaianmu. Kita perlu bukti sebelum mengambil tindakan apa pun.”Claire menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. “Aku hanya tidak mengerti bagaimana kakak bisa melakukan ini pada Kak Ashilla. Dia sudah memberikan se
BRAK!!Suara pintu kerja yang terbuka dengan kasar terdengar begitu keras.“Kakak!” Claire memanggil kakaknya dengan amarah, menatap ke arah Ethan yang saat ini sedang berdiskusi dengan sekretarisnya yang belum satu bulan bekerja itu.“Claire? Kenapa kau datang tib–”PLAK!Ethan terkejut saat adiknya menamparnya begitu dia datang.“Apa yang kakak lakukan pada kak Ashilla!”Ruangan itu langsung sunyi setelah suara tamparan keras Claire. Sekretaris yang ada di dalam hanya bisa mematung dengan wajah bingung, sementara Ethan memegang pipinya yang terasa panas. Tatapan Ethan berubah dari keterkejutan menjadi penuh pertanyaan."Claire, apa-apaan ini?!" Ethan berseru, mencoba menjaga suaranya tetap tenang meskipun terlihat jelas bahwa dia mulai kehilangan kesabaran.Claire menatapnya dengan mata memerah, penuh emosi. "Apa kau tak tahu jika kak Ashilla pergi? Apa kau sangat asyik dengan sekretaris mu ini?” Tanya Claire dengan emosi menunjuk ke arah Angela.Ethan berdiri dari kursinya, wajahny
“Pesankan Makanan dan antar ke ruang kerja Ethan, aku dan dia akan makan siang disana.” Ucap Ashilla dengan dingin pada sekretarisnya.“Baik, nona.”Setelah itu Ashilla berjalan menuju ke ruang kerja Ethan, meskipun banyak sekali pertanyaan dalam benaknya mengenai masalah tadi pagi tapi dia harus tetap tenang dan bertanya langsung pada pria itu.Semuanya belum terlambat.Hingga saat dia masuk tanpa mengetuk pintu, dia mendengar suara tawa wanita lain di dalam ruang kerja Ethan.Saat pintu sudah terbuka lebar, Ashilla bisa melihat jika sekretaris wanita itu yang tengah tertawa di depan Ethan yang hanya tersenyum tipis.“Ashilla.. “ Ethan tampak tenang saat Ashilla datang, seolah tak ada yang disembunyikan oleh pria itu.“Apa kalian masih membahas pekerjaan?” Tanya Ashilla dengan datar.Ethan mengangguk dengan santai, tidak menunjukkan tanda-tanda merasa bersalah atau terganggu dengan kedatangan Ashilla yang tiba-tiba. "Ya, Angela baru saja menyampaikan laporan mingguan. Ada beberapa ha