Tasya cukup terkejut mendengar ucapan Lala. Dia tak menjawab melainkan berjalan cepat menuju ke depan gedung di mana acara dilaksanakan.
“Mas Rendi!”
Tasya memekik sambil berjalan cepat. Highheel lima belas senti membuat dirinya tak bisa berlari, padahal hatinya sudah ingin segera tiba di mana Rendi sedang berhadapan dengan dua orang polisi.
“Maaf, Sya!”
Hanya itu ucapan dari mulut Rendi. Pak Harsuadi, Ibu Kamelia, Tisya dan Hengki turut menghampiri Tasya yang mematung mendengar kata maaf dari calon tunangannya itu.
“Mas, kamu mau ke mana? Kenapa ada polisi segala, Mas?”
Tasya gemetar, menatap Rendi yang tangannya sudah terborgol. Lelaki itu hanya m
"Rahasia apa?”Suara seraknya terdengar menggemaskan.“Tapi aku mau nagih janji kamu dulu! Kamu akan menjadi perempuan tangguhku! Kita akan menghadapi apapun yang ada di depan nanti bersama-sama!”Rinai terdiam sesaat. Wira pun menunggu. Tak berapa lama helaan napas terdengar.“Bang, aku gak yakin … asal kamu tahu, karena ketidak yakinan itulah akhirnya aku memilih pergi. Eh, malah ketemu lagi …,” ucapnya terdengar sedih. Aku menghela napas panjang.“Apakah ada lelaki lain di hatimu?” tanya Wira dengan hati ketar-ketir.“Bukan itu. Hanya saja aku merasa tak pantas untukmu … usai semua urusan kita te
Rinai hanya menyipitkan mata dan tak ingin lebih banyak terlibat dengan calon menantu Nyonya yang ternyata gayanya bak artis ibu kota. Dia langsung keluar di antar supir.Sementara itu, Angel sudah tiba di depan kamar Wira. Dia mendorong begitu saja pintu kamar itu tanpa diketuk. Ketika tiba di dalam, rupanya Wira baru saja selesai mandi dan masih memakai handuk yang dililitkan pada pinggang. Angel sontak menelan Saliva melihat dada bidang yang sandarabel itu. Dia mendekat, akan tetapi Wira menatap murka.“Siapa yang mengijinkanmu masuk? Pergi dari kamarku, sekarang!”Wira menatap kesal pada Angel yang masuk ke dalam kamar secara tiba-tiba. Gadis itu malah tersipu dan menutup daun pintu. Dia seolah terhipnotis dengan pemandangan mengagumkan yang ada di depannya. Wira menggeleng kepala, dia berjalan mendekat d
“Ririn! Es kelapanya tambah dua lagi, ya!” teriak Mami pada gadis yang tengah mengantri di penjual es kelapa yang tak jauh dari sana. Sontak Satrio menoleh ke arah mata Mami memandang, karena nama itu begitu familiar di telinganya. Kedua netranya berbinar. Satrio menepuk bahu Wira sambil berucap.“Tan, kalau jodoh gak kemana memang! Rupanya cewek yang gue taksir itu asisten Mami lu!”Kedua netra Wira mengikuti arah tatapan Satrio. Bersamaan dengan itu Rinai tengah menoleh ke arahnya karena teriakan Mami tadi. Keduanya bersitatap sejenak, lalu Rinai kembali membuang muka. Wajah Wira sedikit menegang, bagaimanapun dia masih menyembunyikan siapa dirinya yang sesungguhnya dari Rinai. Seketika otaknya berputar mencari cara, bagaimana menjelaskan padanya tanpa membuat Mami curiga.“Hey, Tan! Lu kenapa b
“M—maksudku, bagus ‘gak, Mas?”Rinai mengulangi kalimatnya seraya mengalihkan pandangannya pada Satrio. Tatapan dari Satrio dan Angel lah yang akhirnya membuat Rinai sadar di mana mereka berada kini.Satrio tersenyum, mengangguk dan mengacungkan dua jempolnya. Meskipun hatinya sempat bingung dengan kekajadian yang janggal tadi.Satrio dan Wira pun bergantian berganti kemeja kerja mereka dengan kemeja lengan pendek dengan motif senada dengan yang Rinai gunakan. Satrio menatap tak terima ketika Wira berjalan mendauhuluinya ke mobil. Kenapa lelaki itu menyamai motif pakaian wanita yang disukainya. Namun tak lagi banyak berdebat, gak enak.Kedua orang dewasa itu kini tampak tak lebih daripada dua anak kecil yang berebut mainan. Dia saling menilik dalam
“Berjanjilah untuk menikah denganku! Aku akan mengenalkanmu pada Mami sekarang! Berjanjilah kau bersedia membangun rumah tangga bersamaku!” ucap Wira berbisik di telinga Rinai.Belum Rinai menjawab. Daun pintu terbuka lebar. Mami yang baru saja hendak memanggil Wira membeliak kaget menatap adegan yang ada di depannya.“Wira!”“Ririn!”Kedua netra Rinai sontak membulat. Dia hendak melepaskan tangan Wira yang melingkar, akan tetapi lelaki itu malah mengeratkan pelukannya meski tak sampai membuatnya sakit. Wira mengangkat wajah lalu tersenyum pada Mami.“Syukurlah kalau Mami tahu lebih cepat!” ucap Wira santai. Meskipun enggan, akhirnya dia melepas pelukannya karena Rinai tak berhenti m
[Pewaris utama Dharma Grup tampak sudah menjatuhkan pilihan masa depannya. Tuan Sultan Prawira dipergoki tengah bergandengan mesra dengan seorang wanita di sebuah mall. Keduanya tampak serasi.][Tuan Sultan sudah mengkonfirmasi, jika wanita yang beruntung itu bernama Rinai Senja. Dia meminta doa dari semuanya agar hubungan mereka bisa sampai jenjang pernikahan.]Bukan hanya Tasya yang kini tengah terkejut akan berita yang bermunculan di sosial media itu. Seseorang yang tadi diminta Wira menghubungi wartawan bahkan tidak kalah kagetnya, dialah Satrio.Satrio menatap penuh pertanyaan pada berita yang berseliweran dan dari sumber yang terpecaya itu. Situs detaknewscom yang memberitakan, wartawan yang tadi dia hubungilah berarti yang menyebarkan kabar terbaru itu.&nbs
Wira sudah tiba di sebuah rumah sakit. Dia langsung menuju ke IGD. Mencari pasien atas nama Satrio.“Di sebelah sini, Pak!”Seorang perawat mempersilakan Wira ke arah di mana Satrio berada. Perawat itu menampilkan senyum termanisnya, bagaimanapun dia tahu dengan siapa dirinya berbicara. Seorang putra konglomerat yang karirnya tengah disoroti oleh media dan para kaum hawa.“Makasih, Sus!”Wira mengikuti langkah suster itu. Pandangannya beredar ke sekitar. Tak berapa lama tampak Satrio yang tengah terbaring dengan perban di dahinya. Lelaki itu menoleh pada Wira.“Sat, kok bisa? Lagi ngadu ilmu?” ejek Wira sambil menepuk bahu Satri
“Ayah!” Suara Tasya membuat kesadaran Harsuadi kembali.“Emh, apa sih, Sya?!” ucap Harsuadi sedikit keras. Sebetulnya pikirannya sedang tidak ada di tempat.“Gimana tentang rencanaku tadi?” selidik Tasya.“Nanti ayah pikirkan!” ucap Harsuadi tidak bersemangat.Semua orang pasti mengira jika dia adalah ayah kandung Rinai, termasuk gadis itu sendiri yang sengaja tak diberi tahu oleh Harum. Perempuan itu totalitas ingin mengubur masa lalunya dan jati diri ayah kandung Rinai yang sesungguhnya. Namun Harum melupakan suatu hal, jika anaknya adalah seorang perempuan. Rinai akan mencari ayah kandungnya ketika dia akan menikah nanti.“Ck! Ayah kok gitu, sih? Pastinya ayah tuh lebih
Dua minggu sudah berlalu, Abian berangkat ke rumah sakit ditemani Steven untuk mengambil hasil test DNA. Hatinya harap-harap cemas, Almeera yang cantik itu adalah darah dagingnya. Jika bukan, Abian hanya mengkhawatirkan nasib Almeera di masa depannya. Bagaimanapun seorang perempuan jika hamil di luar nikah, maka anaknya bernasab pada ibunya. Satu lembar amplop putih itu sudah diterima Abian. Dia melirik Steven yang turut menyaksikan isinya. Berulang kali, Steven meminta maaf karena dia baru tahu apa yang sebetulnya terjadi. Selama ini, Angel hanya bercerita pada Elissa---maminya. Sementara itu, Steven menganggap semuanya baik-baik saja. Bahkan ketika Angel memutuskan untuk tinggal di rumah mereka pun alasannya karena Abian sering pulang malam dan jadi kesepian. Dia percaya begitu saja. Keduanya duduk di lorong rumah sak
Abian yakin, Milalah yang mengompori Azizah untuk menikahkannya lagi. Abian sadar jika Mila iri pada Angel karena langsung hamil dan Azizah mengistimewakannya. Karena itu, dia kini ingin melihat reaksi perempuan itu, jika suaminya yang harus menikah.Seketika wajah Mila memucat. Dia lupa karena terlalu sibuk mengurusi ibu mertuanya agar membenci Angel, dia pun sama memiliki kekurangan. Usia pernikahannya dengan Abizar sudah cukup lama, tetapi cucu yang dinantikan keluarga belum juga ada. Dia lupa setiap ujian pernikahan itu berbeda, jika Abian diuji dengan kehamilan Angel yang terlalu cepat, maka dirinya pun sama yaitu diuji dengan menunggu buah hati yang tak kunjung datang.“Abian! Kamu gak pantas bicara seperti itu pada kakak iparmu, di depan tamu pula!” Azizah merasa tak enak. Dia melirik pada keluarga calon besannya yang kini tampak tak nyaman.&ld
“Nanti kamu paham!” bisik Satrio sambil menarik tubuh istrinya untuk berbaring di tempat tidur yang sama.Wajah Maila semakin memanas. Tubuhnya serasa melayang ketika Satrio mulai menyentuhnya. Dia memejamkan mata karena malu. Perasaan bercampur baur menjadi satu. Awalnya keduanya pun masih canggung melakukannya. Namun naluri akhirnya menuntunnya, tubuh Maila yang awalnya tegang karena gugup pun sudah semakin rilex. Perlahan penyatuan itu terjadi, meski sakit dan perih pada awalnya, tetapi perlahan membawanya membumbung menuju puncak surga dunia.Udara yang dingin karena AC tak lagi terasa, keringat membanjiri tubuh Satrio, begitupun Maila. Ada tetes air mata terjatuh pada sudut netra Maila ketika mereka usai melakukannya. Satrio mengecup pucuk kepala gadis yang sudah menyerahkan hidupnya padanya.“Kenapa nangis, May?”
“Saya hanya gak percaya diri, Pak! Saya hanya gadis yatim piatu yang miskin, tak berani bermimpi jadi istri Bapak!” tukas Maila lirih.Satrio mendekat. Tangannya mengambil dagu itu agar wajah Maila terangkat. Ditatapnya manik hitam yang selah terhipnotis itu dengan lekat. Entah magnet apa yang membuat wajahnya semakin mendekat, mendekat dan hampir tak menyisakkan jarak bersama gelayar hangat yang menjalar di dadanya.Satrio kembali menjauhkan wajahnya dari Maila setelah mereguk manis bibir yang gemetar itu. Wajah Maila merona dan memanas. Seluruh dunia rasanya berhenti ketika mereka melakukannya. Bahkan kaki Maila saja masih gemetar, ini sentuhan pertama yang di dapatnya dari seorang lelaki.“Aku tak pernah mempermasalahkan status sosial. Hanya saja aku mempermasalahkan ketidak konsistenan kamu
Satrio melirik ke arah Maila yang masih bengong. Dia berdiri lalu menarik tangan Maila menuju kamarnya. Maila setengah menolak, tetapi tak kuasa. Bingung juga harus berbuat apa, tiba-tiba dirinya kini tengah berduaan dengan atasan yang mendadak menjadi suaminya.Keduanya memasuki kamar yang cukup luas itu. Satrio menggiring Maila untuk duduk di tepi tempat tidur. Hati Maila berdentum, terlebih ketika Satrio memegang dagunya dan membuat wajahnya terangkat.“Ya Tuhaaan? Apakah hari ini kami akan melewati malam pertama?” batin Maila seraya debaran dalam dadanya bertalu tak karuan.Maila sudah memejamkan mata, akan tetapi Satrio melepas tangannya. Dia menjauh dan mengambil kotak P3K. Satrio kembali dan duduk di tepi ranjang berhadapan dengan Maila. Dia mengeluarkan alkohol dan kapas, lalu tangannya kembali mendekat ke wajah Maila yang masih terpejam.&nbs
“Mas, andai kamu gak ridho … maka ceraikan saja aku! Aku ikhlas, aku tak ingin membuat kamu dan keluargamu kecewa pada akhirnya! Aku akan menerimanya dengan lapang dada, Mas!” tukas Angel dengan suara parau karena tangisan.Menatap kedua netra Angel yang mengembun, sontak membuat Abian terkesiap. Dia sadar ada sosok rapuh di depannya yang butuh dikuatkan, tetapi pernyataan Angel yang diluar dugaan membuatnya shock. Bahkan kebahagiaan yang belakangan ini hadir karena dirinya akan mejadi ayah, gelar baru yang diidam-idamkannya.Abian hanya bergumam, tak terdengar jelas. Namun tangannya merengkuh Angel dan disandarkan pada dadanya. Dikecupnya pucuk kepala Angel. Ada hembusan napas berat terdengar.“Jangan bicara seperti itu, Sayang! Aku tak akan menceraikanmu! Sab
“Bos!”Satrio berdiri sambil mengusap keringat dingin di dahi. Wira menepuk bahunya lalu menoleh pada ketua wilayah tersebut. Wira memberikan kartu namanya dan memperkenalkan diri.“Saya Sultan Prawira Eka Dharma---pemilik Dharma Grup! Ini Bapak Satrio, tangan kanan saya! Jadi saya pastikan dia itu terdidik dan tak mungkin berbuat asusila! Mungkin dia hanya dijebak!” tukas Wira dengan tenang.“Saya Badri, Tuan! Koordinator wilayah di sini! Wah berkesan sekali bertemu langsung dengan Tuan Sultan! Namun, semua bukti sudah jelas, Tuan! Mereka ditemukan hampir tak berpakaian dan saksinya banyak! Tak mungkin kami melepaskan mereka begitu saja! Hukum di wilayah kami, jika menemukan pasangan yang seperti itu jika keduanya lajang maka akan ka
Keesokan harinya, Satrio terjaga karena sorot matahari sudah menembus celah gorden apartemennya. Dia terperanjat karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.“Ah, sial!” umpatnya dalam dada.Berantakan sudah rencananya untuk mengetahui siapa sebetulnya gadis itu. Apakah benar Maila atau orang yang hanya mirip saja dengannya.Satrio akhirnya harus rela menunda rasa penasarannya. Dia bergegas membersihkan diri lalu memakai pakaian kantor dan berangkat. Dia mengendarai mobilnya sambil merutuki diri sendiri, kenapa begitu kepo pada asal usul gadis yang tiba-tiba mencuri perhatiannya itu.“Kenapa gue ngurusin dia, ya?” batin Satrio sambil melajukan mobilnya. Dia mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya, akan tetapi tak kunjung ditemukan. Dia tak memiliki alasan kenapa harus sekepo itu pada kehidupan Maila
“Ya, silakan mau pesan apa, Nyonya, Tuan?” Seorang gadis dengan pakaian press bodi muncul. Wajahnya penuh dengan polesan make up lengkap. Satrio menatap wajah yang rasanya taka sing itu. Kenapa gadis itu sangat mirip dengan Maila, tetapi bedanya gadis ini full make up dan tak memakai kerudung.“Maila?”Satrio bergumam dalam dada. Rasanya wajah itu bukan hanya mirip, akan tetapi benar memang wajah itu milik Maila. Dia kembali memindai wajah itu dengan seksama.Gadis tersebut tampak terkejut. Atau mungkin pikiran Satrio saja yang menebaknya seperti itu. Satrio yakin, tak mungkin dia akan menimbulkan ekspresi seperti itu jika memang dirinya tak mengenal Satrio.Sekretaris Mr Lee menyebutkan pesanannya. Gadis itu menunduk sambil mencatat. Dari raut wajahnya tampak ada kilat tak nyaman. Satrio diam, entah kenapa dia yakin jika gadis