Ketika Agatha mendengar bahwa Niko adalah kakak Aera, perasaannya menjadi campur aduk, seolah-olah dunia di sekitarnya berhenti sejenak. Pikirannya berputar-putar, mencari penjelasan tentang bagaimana Niko, pria yang selama ini penuh perhatian padanya, ternyata memiliki hubungan darah dengan Aera. Wanita yang kini jadi penghalang kebahagiaannya."Apakah itu benar, Niko?" tanya Agatha dengan suara yang gemetar, mencoba mencari kejelasan dari pria yang berdiri di depannya.Niko mengangguk dengan tenang, masih tersenyum misterius. "Ya, itu benar. Aku adalah kakak Aera."Agatha merasa semakin terkejut dengan pengakuan Niko. Dia tidak bisa mengerti apa yang sedang terjadi, dan dia merasa semakin terjebak dalam labirin perasaannya sendiri. Kepercayaan yang telah ia bangun terhadap Niko mulai goyah.Agatha yang merasa semakin tidak nyaman dengan situasi yang semakin memanas, mencoba untuk menenangkan dirinya. Setiap detik yang berlalu membuatnya ingin menghilang dari tempat itu, jauh dar
Bintang merasakan dampak besar dari insiden di acara pernikahannya hari itu, terutama dalam kariernya sebagai seorang dosen. Kabar tentang pertengkarannya dengan Niko dan juga perjodohannya dengan Agatha telah menyebar luas, dan reputasinya mulai dipertanyakan oleh kolega dan mahasiswa.Salah satu pagi, saat dia memasuki ruang kuliah, suasana terasa berbeda. Mahasiswa yang biasanya menghormatinya kini tampak berbisik-bisik di belakang punggungnya. Bintang berusaha tetap profesional dan memulai perkuliahan seperti biasa, tetapi rasa canggung dan tegang tidak bisa dia abaikan.Selepas kelas, salah satu koleganya, Profesor Juno, menghampirinya di ruang dosen. "Bintang, aku ingin bicara denganmu sebentar," katanya dengan nada serius. Bintang mengangguk dan mengikuti Profesor Juno ke ruangannya.Di dalam ruangan, Profesor Juno menatap Bintang dengan penuh keprihatinan. "Bintang, kau tahu bahwa kejadian beberapa hari lalu telah menjadi perbincangan banyak orang. Ini tidak hanya memengaru
Dengan terhuyung, Dessy menghampiri pintu dan membukanya perlahan. Namun, ketika dia melihat siapa yang berdiri di balik pintu, wajahnya memucat dan mulutnya terkatup rapat. Kedatangan tak terduga ini membawa kejutan yang mengguncang kedua wanita itu, meninggalkan mereka dalam ketidakpastian yang mencekam.Agatha yang berada di dalam apartemen terkejut mendengar suara tamparan keras di luar pintu. Jantungnya berdetak kencang, rasa takut dan penasaran bercampur aduk dalam dirinya. Dengan langkah goyah karena efek alkohol, dia berusaha bangkit dari sofa dan berjalan menuju pintu.Saat dia tiba di ambang pintu, dia melihat Dessy berdiri dengan wajah kesal, tangannya masih terangkat setelah menampar seseorang. Di hadapan Dessy, Aera berdiri dengan pipi merah dan mata berkaca-kaca, jelas terkejut dengan serangan tiba-tiba itu."Aera?" suara Agatha serak dan penuh kebingungan. "Apa yang kau lakukan di sini?"Aera menatap Agatha dengan tatapan campuran antara rasa bersalah dan tekad. "Ak
Di tempat lain, Bu Shinta, ibu Agatha, mematikan televisi dengan penuh emosi. Wajahnya merah padam, dan matanya berkaca-kaca melihat liputan berita tentang putrinya. Dia melempar remote dengan keras ke sofa, teriakan marahnya memenuhi ruangan."Ini tidak bisa dibiarkan!" serunya dengan suara bergetar. "Mereka mempermainkan Agatha!"Suaminya, Pak Jinwoo, yang duduk di sebelahnya, mencoba menenangkan istrinya meskipun dia sendiri juga merasa marah dan bingung. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara."Kita harus tenang, Shinta. Panik tidak akan membantu," katanya sambil menggenggam tangan istrinya dengan lembut."Tapi bagaimana aku bisa tenang, Mas? Lihat apa yang mereka lakukan pada putri kita!" jawab Bu Shinta dengan mata penuh air mata. "Agatha sudah cukup menderita, dan sekarang ini! Bagaimana bisa mereka melakukan ini padanya?"Pak Jinwoo mengangguk, memahami kekhawatiran dan kemarahan istrinya. Dia memikirkan langkah berikutnya yang harus mereka ambil untuk membantu A
Keheningan menegangkan mengisi ruangan saat Agatha berdiri di ambang pintu, tatapan matanya yang penuh kekecewaan menusuk ke arah Bintang dan Aera. Suasana yang tadinya intim berubah menjadi tegang dalam sekejap. Bintang berdiri, menatap Agatha dengan rasa bersalah dan kebingungan."Agatha, aku... aku bisa jelaskan," kata Bintang dengan suara yang gemetar, namun Agatha mengangkat tangannya, menghentikannya sebelum dia bisa melanjutkan."Aku sudah cukup mendengar," jawab Agatha dingin, suaranya tegas dan penuh luka. "Aku sudah memutuskan untuk tetap tinggal di sini, setidaknya sampai masalah mereda."Aera mencoba berbicara, "Agatha, aku senang akhirnya kamu mau menerima tawaranku.""Tutup mulutmu!" bentak Agatha, suaranya menggelegar di ruangan. "Aku di sini bukan karena tawaranmu, tapi karena aku masih istri sah Mas Bintang."Bintang merasa semakin terjepit, hatinya penuh dengan penyesalan. "Agatha, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya."Agatha memandangnya deng
Setelah mualnya sedikit mereda, Agatha merasa perlu mendapatkan kepastian tentang kondisinya. Terlebih lagi, mengingat diagnosis sebelumnya bahwa ia mengalami VCOS, dia tahu pentingnya untuk selalu memonitor kesehatannya secara berkala.VCOS, atau Variabel Cystic Ovarian Syndrome, adalah salah satu gangguan hormon yang terjadi pada wanita dimasa usia subur. Gejalanya termasuk menstruasi tidak teratur, nyeri panggul, dan kadang kesulitan hamil. Adanya kondisi ini membuat mereka memerlukan usaha lebih keras serta perawatan ekstra agar bisa hamil.Agatha memutuskan pergi ke dokter untuk memeriksakan kondisinya. Setelah membuat janji dengan dokter kandungannya, dia merasa sedikit lebih tenang. Namun, perasaan cemas dan khawatir masih menyelimuti pikirannya."Haruskah aku mengatakannya pada Mas Bintang? Ah, aku rasa tidak perlu. Ini bukan masalah besar," ucap Agatha, sebelum keluar dari kamarnya.Bintang sedang duduk di sofa ruang tamu ketika dia mendengar suara langkah kaki Agatha. Di
Di sudut lain kota, di sebuah rumah megah yang dikelilingi oleh taman indah, Bu Shinta duduk di balkon sambil menikmati secangkir teh. Senyum tipis terukir di wajahnya saat dia menonton berita tentang Niko di ponselnya. Rasa puas terpancar dari matanya, seolah-olah semuanya berjalan sesuai rencana.“Bagus,” gumam Bu Shinta kepada dirinya sendiri. “Niko akhirnya merasakan dampaknya.”Di depannya, seorang pria berdiri dengan sopan, menunggu instruksi lebih lanjut. Dia adalah orang suruhannya yang setia, selalu siap menjalankan perintahnya tanpa banyak tanya.“Pastikan semua berjalan lancar,” perintah Bu Shinta dengan nada tegas namun tenang. “Aku tidak ingin ada gangguan lagi."“Dan tentang Rocky?” tanya pria yang biasa disebut R, mengacu pada pria yang sedang melindungi Aera.“Rocky adalah variabel yang tak terduga,” kata Bu Shinta sambil menyeruput tehnya. “Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang dia dan memastikan hubungannya dengan Aera. Tapi untuk saat ini, biarkan dia me
Setelah merasa berjalan cukup jauh, Agatha berhenti sejenak di sebuah taman kecil di dekat apartemen Dessy. Ia duduk di bangku taman, berusaha menenangkan pikirannya yang kalut. Pikirannya terus berputar, memikirkan kemungkinan apa yang sebenarnya terjadi antara Dessy dan Niko. Agatha mengambil napas dalam-dalam dan memutuskan untuk mengirim pesan kepada Dessy. "Des, aku sudah sampai di depan apartemenmu tadi, tapi ada urusan mendadak yang harus kuselesaikan. Kita bisa bertemu lain kali?" tulis Agatha dalam pesan singkat. Setelah mengirim pesan tersebut, Agatha menatap langit yang mulai berubah warna menjelang senja. Dia merasa sendirian, tetapi dia tahu bahwa dia harus menemukan kekuatan dalam dirinya untuk menghadapi semua ini. Dengan perasaan campur aduk, Agatha akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah ibunya lebih dulu. Di perjalanan, ia bertekad untuk tetap merahasiakan kehamilannya dari semua orang dan mencari tahu lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya terjadi antara
"Mas, kamu serius?" tanya Aera gemetar.Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara detak jarum jam di ruangan terasa semakin jelas di telinganya, seolah menegaskan betapa tidak terhindarkannya kenyataan yang ada di hadapannya."Aku tidak bisa terus seperti ini, Aera," kata Bintang dengan suara pelan tapi tegas. Matanya berkaca-kaca, namun ia tetap tegar. "Maafkan aku, tapi ini satu-satunya jalan. Semua yang terjadi di antara kita... sudah terlalu jauh. Aku harus melakukan ini demi Agatha dan diriku sendiri."Aera meremas surat itu di tangannya, suaranya tercekat di tenggorokan. "Mas, aku... aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Tapi, tolong... tolong jangan lakukan ini. Jangan tinggalkan aku," suaranya bergetar, penuh dengan rasa putus asa.Bintang menunduk, menghela napas panjang. "Aera, aku sudah memikirkan ini lama. Aku tidak mengambil keputusan ini dengan mudah. Tapi aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan dan luka. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan diriku sendiri... dan aku
Aera tak mampu berkata-kata, dadanya terasa sesak melihat putrinya berdiri di depan pintu. Semua rencana, kebohongan, dan manipulasi yang ia lakukan selama ini tiba-tiba terasa sia-sia saat ia menatap wajah lugu Airin. Mata anak kecil itu mencari-cari jawaban di wajah ibunya, tak paham dengan kekacauan yang sedang terjadi.“Aera, kau harus memutuskan sekarang,” suara Niko terdengar lebih lembut, tapi tetap penuh penekanan. “Apakah kau akan terus menyangkal dan membiarkan anakmu terjebak dalam kekacauan ini, ataukah kau akan mengakui semuanya dan memberi dia kesempatan untuk hidup tanpa beban dosa-dosamu?”Aera menundukkan kepala, rasa bersalah dan penyesalan mulai menguasainya. Airin adalah segalanya bagi Aera. Selama ini, dia berusaha keras untuk membenarkan tindakannya demi kelangsungan hidup mereka berdua. Namun, melihat putrinya di sini, di tempat di mana Aera seharusnya melindungi dan bukan sebaliknya, membuat dinding pertahanannya perlahan runtuh.Airin melangkah maju, mendekati
Saat Aera menyusun barang-barangnya dengan panik, pikirannya melayang pada setiap langkah yang telah dia ambil selama ini. Dia teringat akan semua rencana jahatnya, dan bagaimana dia telah dengan licik mengatur semua orang untuk kepentingannya sendiri. Terlalu banyak yang dipertaruhkan dan terlalu banyak yang bisa hilang.Namun, pelariannya tidak semudah yang dia bayangkan. Saat dia keluar dari apartemennya, dia melihat beberapa mobil polisi berpatroli di sekitar area tersebut, tanda bahwa pihak berwenang mulai melakukan pencarian intensif. Dengan cepat, dia merubah arah dan menyusuri gang-gang sempit, mencoba menghindari perhatian. Di tengah kekacauan, Bintang dan Agatha, yang baru saja selesai menonton siaran pers, merasa terombang-ambing oleh berita tersebut. Keduanya duduk dalam keheningan, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Agatha, suaranya penuh kebingungan dan kekhawatiran.“Yang penting sekarang adalah memastikan bahwa
Setelah penangkapan Pak Jinwoo, sesi interogasi diatur untuk mendapatkan pengakuan resmi darinya. Niko dan tim penyidik melakukan interogasi yang intensif untuk mengungkap seluruh keterlibatan Pak Jinwoo dalam berbagai kejahatan. Dalam keadaan tertekan dan merasa tidak ada lagi jalan keluar, Pak Jinwoo akhirnya mengakui semua kesalahannya.Dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan secara langsung, Pak Jinwoo memberikan pengakuannya di depan publik. Dengan ekspresi penuh penyesalan, dia mengungkapkan rincian dari semua rencananya.“Saya mengakui semua kesalahan saya,” kata Pak Jinwoo dengan suara gemetar. “Aera adalah otak di balik semua ini. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Bintang bersama Agatha dan berusaha menghancurkan kehidupan mereka.”Pak Jinwoo melanjutkan, “Saya juga yang menjebak Pak Johan, ayah Bintang. Semua tuduhan penggelapan yang dikenakan padanya adalah rencana saya untuk menutupi jejak-jejak saya dan mengalihkan perhatian dari aktivitas ilegal saya.”Pengakua
Di sebuah sudut kota yang sepi, mobil yang mencurigakan di rekaman CCTV ditemukan oleh tim investigasi. Detektif Arif berhasil melacak nomor plat mobil tersebut dan menemukan bahwa itu adalah kendaraan yang pernah dipakai oleh seseorang dengan hubungan langsung dengan Bu Shinta. Arif dan Niko segera menindaklanjuti petunjuk ini dengan memeriksa alamat yang terdaftar. Ketika mereka sampai di rumah kecil di pinggiran kota yang dikelilingi taman, mereka melihat tanda-tanda kehidupan. Tanpa membuang waktu, mereka memasuki rumah tersebut dengan hati-hati."Ini rumah yang sama," kata Niko, memeriksa sekeliling dengan seksama. "Kita harus sangat hati-hati."Di dalam rumah, Gio terlihat bermain dengan mainan di ruang tamu. Bu Shinta, meski terlihat cemas, mencoba tetap tenang di samping cucunya. Ketika mendengar suara pintu terbuka, wajah Bu Shinta memucat dan dia tahu bahwa waktu untuk melarikan diri semakin singkat."Jangan takut, Gio," kata Bu Shinta dengan lembut, sambil mengajak Gio ber
Saat sore hari yang tenang, Gio dan Airin bermain di halaman depan rumah Agatha. Tawa mereka menggema di udara, sementara sinar matahari sore memberikan cahaya hangat. Agatha berada di dapur, dengan hati-hati menyiapkan susu untuk anak-anaknya. Sesekali, ia melirik keluar jendela, memastikan mereka masih bermain dengan aman.Di halaman, pengasuh yang biasanya mengawasi Gio dan Airin pergi ke kamar mandi sebentar. Agatha merasa tenang karena yakin bahwa anak-anaknya berada di tempat yang aman. Namun, ketika ia keluar dari dapur dengan dua botol susu hangat di tangannya, ia merasakan ada yang tidak beres.Agatha melihat Airin berdiri sendirian di dekat gerbang dengan wajah bingung. Hatinya berdegup kencang saat ia bergegas mendekati putrinya. "Airin, ada apa? Di mana Gio?"Airin menatap Agatha dengan mata penuh kebingungan dan sedikit ketakutan. "Gio dibawa pergi seseorang, Tante."Jantung Agatha seakan berhenti mendengar jawaban itu. Cangkir susu di tangannya hampir terjatuh. "Apa maks
Aera menutup pintu rumahnya dengan keras, membiarkan suara gemuruh menggema di seluruh rumah. Dia merasa seolah-olah dunia telah menamparnya keras-keras. Di ruang tamu, dia melempar tasnya ke sofa, lalu duduk dengan mata terpejam, mencoba meredakan badai emosi yang berputar di dalam dirinya.Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan, kenangan-kenangan bersama Rocky mulai berkelebat di benaknya. Mereka dulunya adalah sahabat baik. Mereka berbagi segala hal—dari rahasia terdalam hingga mimpi-mimpi terbesar. Namun, segalanya berubah ketika Aera mengenal Bintang di kampusnya. Persahabatan mereka terasa semakin jauh seiring dengan berkembangnya perasaan Aera terhadap Bintang.Aera mengingat saat-saat bahagia di masa lalu ketika mereka pertama kali bertemu. Senyuman hangat Rocky, sentuhan lembutnya, dan canda tawa yang mereka bagi. Semua itu terasa seperti mimpi yang jauh, hilang di balik awan kelabu masalah yang kini mereka hadapi.Dia mengingat saat mereka berjalan di taman, tangan mereka
Gio tahu bahwa ibunya tidak benar-benar fokus saat bermain dengannya. Meskipun dia masih kecil, dia bisa merasakan kesedihan yang terselubung di balik senyum ibunya. Dengan cepat, dia mencari cara untuk membuat Agatha tertawa."Mama, lihat ini!" serunya dengan antusias.Gio berlari ke kamarnya dan kembali dengan memakai topi besar dan kacamata hitam yang terlalu besar untuk wajahnya. Dia mulai berakting seperti detektif, berkeliling ruang main dengan gaya lucu sambil berbicara dengan suara dalam, "Hmm, sepertinya ada kasus besar di sini! Siapa yang mencuri senyuman Mama?"Agatha tidak bisa menahan tawa melihat aksi Gio yang menggemaskan. Gelak tawanya akhirnya pecah, membebaskan sebagian beban di hatinya.Dia meraih Gio dan memeluknya erat. "Kamu memang detektif yang hebat, Gio. Terima kasih sudah membuat Mama tertawa."Gio tersenyum lebar, senang melihat ibunya bahagia. "Apa pun buat Mama. Aku cinta Mama."Agatha mencium pipi Gio dan berkata dengan lembut, "Mama juga cinta kamu, saya
Niko dan Rocky kembali ke Indonesia dengan perasaan kecewa dan tangan kosong. Setelah berminggu-minggu mencari di Amerika, mereka tidak berhasil menemukan jejak Pak Jinwoo. Setibanya di rumah, wajah mereka tampak lelah dan penuh kekhawatiran.Di ruang tamu rumah besar Agatha, Bintang, Agatha, dan Detektif Arif sudah menunggu mereka. Melihat wajah Niko dan Rocky, mereka tahu bahwa misi itu tidak berhasil."Bintang, Agatha, kami sudah mencari di berbagai tempat di Amerika, termasuk Kanada dan Paris. Tapi Pak Jinwoo sepertinya menggunakan identitas palsu dan berhasil mengelabui kami," kata Niko, menundukkan kepalanya.Rocky menghela napas panjang. "Kami tidak menemukan apa-apa, hanya jejak yang hilang."Agatha yang duduk di sebelah Bintang mencoba tetap tenang. "Yang penting kalian sudah berusaha keras. Kita harus mencari cara lain untuk menemukannya."Bintang menggenggam tangan Agatha erat, memberikan kekuatan pada istrinya. "Kita akan terus mencari, tidak akan berhenti sampai kita mene