Rania menggeleng. Ia jelas tidak suka dengan pertemuan dengan Verdi yang sebentar lagi bakal terjadi. Kemarin mereka berbaikan, tapi sore harinya bertengkar lagi. Hhhh…. Ia letih. Mereka sudah terlalu sering bertengkar. Sudah seminggu ini ia berada di perusahaan itu. Artinya selama itu pula ia mengenal Verdi. Namun kualitas hubungan mereka tidak berubah.
“Jadi aku harus tunggu dia?” Rania menatap dengan tak bersemangat.
“Nggak perlu menunggu. Itu dia,” penyelia, anak buah Hendi menunjuk ke suatu arah di belakang punggung Rania.
Rania menoleh. Diantara tumpukan produk jadi dalam rak-rak penyimpanan, Verdi nampak berjalan mendekati tempat mereka. Sama halnya dengan mereka bertiga, Verdi sudah mengenakan pakaian, sepatu, dan helm proyek sebagai standar keselamatan dalam pabrik. Rania merasa dirinya seolah gila karena melihat Verdi dengan penampilan begitu saja membuat pria itu jadi menarik.
Berlembar-lembar kertas tisyu yang ada di sana diambil Renty dari kotaknya untuk kemudian digunakan demi melap bekas minuman yang tadi tumpah di tangan dan bajunya.“Pagi-pagi begini kamu sudah teriak-teriak hanya karena kecipratan air minum. Kamu kenapa?”Ditanya demikian, Renty justeru berang. “Elo nggak berasa ini gara-gara elo?”Rania terperanjat. Karena dirinya? Kenapa bisa jadi begitu?“Semua pekerjaan gue berantakan,” lanjut Renty. “Mr. Rajha komplain berat. Gue jadi keliatan bego.”Parjo meninggalkan ruangan sedangkan Rania duduk mendengarkan tuduhan Renty.“Ini soal apa sih sebetulnya?”Renty membalik badan dan menatap tajam ke arah Rania.“Ini soal email elo yang judulnya Shipping Companies. Email yang seminggu lalu dikirim ke gue tapi di-CC ke seluruh kantor di Asia Pasific tentang penen
Suasana dalam sebuah ruang rapat berukuran kecil sudah sejak tadi panas. Mulanya Angga hanya memanggil Ditya. Namun berikutnya ia juga memanggil Nurul untuk ikut serta dalam pertemuan penting siang itu. “Bapak manggil aku?” tanya Nurul saat muncul di muka pintu. “Ya. Duduk,” jawabnya sambil menunjuk bangku kosong di depannya dengan dagu. “Bapak lagi periksa sebuah kasus. Ini mengenai kasus perekrutan orang untuk Ever Foods.” “Perekrutan manajer ekspor?” “Iya, itu.” Pr
"Bapak malah mikir, jangan-jangan gara-gara suka ke dukun badannya jadi menciut jadi seukuran anak SMP, eh seukuran anak SD malah.""Hush! Koq udah main fisik?""Yeeee, ini bukan pengalaman pertama aku, Mbak. Coba deh sering-sering masuk ke ruang kerja nak Edwin, eh... pak Edwin. Kadang pas Kamis malem suka ada bau-bau kemenyan. Gak percaya kan?"Rania menutup mulut untuk menahan tawa. "Dosa ah jelek-jelekin orang."Parjo malah balik bertanya. Entah karena lugu atau pura-pura lugu. "Kalo ngomongin orang yang emang udah jelek, bukannya itu jujur namanya, Mbak? Malah dapet pahala dong! Itu sih bukan dosa!"Rania kini tertawa lepas. Pembicaraan itu benar-benar menarik dan di luar dugaan."Terus, kalau manajer atau staf lain bagaimana? Percaya tahayul juga?""Yang jelas selama 10 tahun di sini, ada satu boss yang Bapak tau paling gak percaya begituan. Benci malah. Namanya Pak Verdi."
“Ini dokumen lama dimana Invoicenya menunjukkan jumlah barang, deskripsi, harga per unit untuk produk yang sama.” Rania menunjukkan selembar dokumen di tangannya pada kedua petugas. Mereka melihat sepintas.“Ya, lantas?” “Nilai barang ini hanya 3 dollar saja,” katanya sambil menunjukkan sesuatu di Invoice yang adalah harga barang. “Ini adalah barang-barang yang kami kirim bulan lalu. Dan itu kami kirim lagi dimana bapak-bapak kemudian menilai kami melakukan kesalahan.” “Yakin harganya hanya segini?” “Tentu,” kali ini Rania menunjukan
“Aku mau langsung aja. Straight to the point. Hanya hanya mau tanya satu hal: kapan kita bisa jalan lagi?” tanya Renty setelah selesai dengan pesanannya. Verdi diam sesaat. “Maksudnya, ini kencan?” Dari sorot mata Renty, Verdi bisa menilai bahwa ia memberi kata ‘ya’ sebagai jawaban pertanyaannya. “Hubungan kita kan udah biasa aja. Kita hanya teman. I told you.” “Ya aku tahu kamu udah ngomong berkali-kali. Tapi…. apa nggak ada peluang untuk kita kembali bersatu?” Renty menjawab lirih.Ia berusaha menjamah tangan Verdi tapi pria
Kasus barang hilang makin sering terjadi di kantor. Mulanya ini terasa biasa oleh Verdi. Tapi lama kelamaan dia terusik juga karena barang yang hilang makin banyak. Orang-orang lain sepertinya masih banyak yang belum menyadari. Tapi Verdi yang perfeksionis dengan cepat bisa tahu bahwa ada sesuatu yang aneh sedang terjadi. Rasa penasarannya bertambah setelah mengetahui bahwa barang yang sempat dinyatakan hilang itu tak lama kemudian kadang-kadang bisa ditemukan kembali namun berada di tempat berbeda. Aneka barang mulai dari flashdisk, mug, mouse, tatakan gelas, mangkuk melamine, adalah contohnya. Yang uniknya, pernah suatu kali ditemukan sebuah kantong plastik berisi aneka barang. Pak Parjo menemukannya tergeletak begitu saja di sebuah koridor. Ada colokan charger ponsel, sendok plastic, tisyu basah yang tersisa setengah isi kemasa
Di antara dengung suara AC lamat-lamat ia mendengar ada sebuah kendaraan yang berhenti di depan rumah. Ia mengabaikan. Namun tak lama kemudian terdengar pintu pagar dibuka seseorang. Terry baru saja pulang entah dari mana.Verdi bangkit dari ranjang. Berjalan perlahan, membuka pintu kamar, dan melangkah ke dapur untuk meminum segelas air. Di belakangnya, terdengar suara pintu depan yang dibuka. Ketika Verdi selesai dengan urusannya di dapur, ia kembali ke kamar.Saat itulah ia berpapasan dengan Terry. Anak itu terlihat sedikit limbung.“Dari mana kamu, hah? Mabuk lagi?”Terry tidak segera menjawab. Namun ketika Verdi mengulang pertanyaan, mau tak mau ia menjawab. Jawabannya jujur. Tapi itu dengan cepat menjadi amunisi untuk pertengkaran antara mereka berdua.
“Nggak bisa cepat juga. Bisa jadi dokumen itu didapat dengan cara setengah legal. Paling bisanya 2-3 minggu lagi.”“Kalo 2 minggu sih udah telat. Dia udah terlanjur diangkat saat itu padahal gue maunya kasus terbongkar sebelum dia selesai masa percobaannya 10 hari lagi.”“Emangnya Rania bermasalah?”“Bukan urusan lu. Gue tunggu laporan lu dalam 1 minggu.”“Gue usahain. Sepertinya bisa sih. Tapi tolong kirim DP dulu setengahnya.”*Begitu jam pulang kantor Verdi mendatangi ruang kerjanya.“Ini aku bawakan laporan yang tadi pagi kamu minta ke aku untuk kepenting….”Verdi tak melanjut ucapan. Wajahnya terpaku ketika melihat Rania. Mendadak suasana hening. Rania yang tidak paham langsung menanyai.“Yes?”Verdi menguatkan mental, mendekati m
“Sayang, aku sekarang ngerti. Kamu sebetulnya tadi itu sedang dijebak oleh Renty. Dia dengan rekannya adalah orang yang nyusupin barang haram itu ke dalam tas kopermu.” Rania tak bisa berkata apa-apa. Mulutnya ternganga lebar dengan mata membelalak sembari menggeleng-geleng kepala. Mama Lidya tak kurang terkagetnya. “Saat dia sendirian, dia ngelakuin aksinya. Seperti yang kamu cerita saat dini hari itulah dia mem-finalisasi rencananya. Mungkin saat itulah dia dikirimi paket narkoba dari temannya yaitu ganja dan segala macam obat haram itu. Mungkin juga Renty adalah penggunanya. Tidak tertutup kemungkinan ke arah itu. Saat pagi harinya ketika kamu nggak di kamar, dia sisipkan itu di bagian tas koper. Mungkin dengan membuat robekan kecil di koper kamu yang memang hanya berbahan kain. Sayangnya, rencana itu gagal. Ada Tuhan yang jagain kamu. Kamu dibuat mengalami peristiwa buruk yang bikin tas koper kamu robek dan barang haram yang disisip di dalamnya terjatuh. Paket itu lantas kamu bua
“We gonna make it?”“Absolutely, Mister.” Rania mencondongkan wajahnya ke samping wajah Verdi. “Dan udah terbukti kamu masih tetap joss.”Verdi terbahak lagi. Apalagi kini Rania menatap dengan gerak alis dan tatapan laiknya seorang wanita yang nakal hendak mengajak bercinta. Benar-benar sudah tak ada lagi duka di wajah itu seperti ketika ia baru saja tiba.*Kebahagiaan kedua Rania alami ketika ia dan Verdi tiba di kendaraan mereka. Rupanya ada Mama di sana yang menunggui. Dan yang membuat Rania terkaget adalah bahwa Mama di sana dengan seorang bayi lucu dalam pelukannya.Cerita kemudian mengalir satu demi satu baik dari Mama maupun dari Verdi. Tentu saja porsi terbesar cerita ada pada Mama yang secara runut menceritakan keajaiban yang ia alami. Mungilnya sang bocah membuat Rania jatuh cinta seketika. Permintaan Mama untuk ia merawat bersama-sama diterima de
Hanya ada bahagia tak terperi. Saat Surabaya sudah makin tenggelam dalam malam bahagia seolah bertumpukan satu per satu menimpa hidup Rania. Dimulai dari ketika ia disambut oleh senyum Verdi di pintu keluar bandara.Ah, beda dengan hampir tiga tahun lalu di pelataran parkir perkantoran di Jakarta ketika cinta menggebu membuat Verdi berani memeluk dirinya berlama-lama di tengah keramaian, situasi itu tak terjadi lagi saat ini. Namun tentu saja itu bukan masalah besar bagi Rania. Cinta Verdi atas dirinya tak perlu diragukan lagi karena toh tak semua orang wajib mewujudkan dan melampiaskan rasa itu dengan cara ekspresif.Verdi memeluk. Sebentar. Namun sangat hangat. Dan betapa Rania merindukan pelukan pria terhebat yang ia bisa miliki itu. Pengalaman mengerikan yang dirancang seorang perempuan jahat bernama Renty gagal terwujud. Dan ia yakin itu terjadi karena doanya yang tulus yang menyertai perjalanan.“Kenapa nangi
Penjelasan itu terasa cukup bagi Rania. Ia mengambil tasnya kembali dan memutuskan tidak perlu bertanya lagi. Jam dinding di salah satu sisi ruangan menunjukkan waktu bahwa ia harus sesegera mungkin menuju ruang tunggu pesawat. Para petugas X-Ray tadi menunjukan sikap hormat ketika Rania bergegas pergi.Sepuluh menit kemudian ketika pesawat yang ditumpangi sudah take off, Rania masih terus memikirkan pengalaman aneh yang terjadi. Ketika ia melihat seorang anak kecil pada bangku di depannya membuka bungkus kemasan biskuit berwarna biru tua, seketika ia teringat sesuatu. Ia teringat pada bungkus berukuran sama dan warna yang sama yang ia buang di tempat sampah bandara. Bungkusan yang menurut pengemudi taksi daring yang ia naiki terjatuh dari koper akibat ada bagian koper yang robek karena terbentur bagasi mobil. Bulu kuduk Rania meremang.Tidak perlu menjadi seorang jenius dengan sederet gelar untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia nyaris
Urusan check in sudah selesai. Dengan alasan bahwa koper yang dibawa Rania adalah koper kecil yang akan dibawa masuk dalam bagasi kabin pesawat, Rania melangkah ke arah ruang tunggu pesawat. Namun saat melewati security-check, ia kaget karena detektor X-Ray berbunyi. Ia melihat sekitar. Tak ada penumpang pesawat lain. Artinya detektor berbunyi saat melakukan scanning atas koper miliknya.‘Maaf, ibu boleh minggir sebentar?”Ajakan seorang ibu petugas bandara tadi membuat Rania sedikit gugup. Para penumpang lain mulai berdatangan ketika Rania menurut.“Maaf, boleh kopornya dibuka?”Rania merutuk dalam hati atas gangguan kecil yang dialami. Namun ia menenangkan diri sendiri karena menurutnya ini bukan pengalaman pertama ia diminta seperti itu. Itu sebabnya dengan tersenyum ia mengikuti permintaan petugas itu dan membuka koper setelah mengisikan nomor kode koper.Dibantu seorang pe
“O gitu? Kamu puasa Senin – Kamis?”“Begitulah?”“Buat apa? Buat supaya sukses bisnis?”“Bukan.”“Buat dapet jodoh?”“Gak lah.”“Terus? Tujuannya apa?”“Buat ngurusin badan.”Wajah innocent alias tak berdosa yang ditunjukan oleh James sukses membuat Terry tertawa. Walau tawa kecil bagi James ini langkah bagus. Hati Terry yang gembira merupakan pintu masuk untuk diskusi yang sebentar lagi dilakukan akan berjalan kondusif dan hangat. Ia masuk ke dalam gerai, mengambil kopi, biskuit, kue, serta menyelesaikan pembayaran dan menemui Terry kembali di tempatnya semula.“Nih, silahkan nikmati,” katanya sembari mulai meletakkan roti dalam bungkusan plastik beserta kopi dalam kemasan botol plastik mungil ke depan Terry.Saat belum lagi menaruh semua, mendadak dari kanton
Dunia pekerjaan umumnya memang seperti itu. Banyak pegawai oportunis. Banyak orang bersifat hipokrit alias munafik. Pegawai oportunis merupakan orang-orang pemanfaat kesempatan ketika ada peluang mendapat tambahan pemasukan atau promosi. Perkara apakah itu terjadi dengan cara menginjak kepala orang lain, mereka tak peduli. Sedangkan pegawai hipokrit adalah mereka yang selalu mengiyakan apa kata atasan walau apa yang diperintahkan sebetulnya sampah atau tak ada gunanya.Perhatiannya kini tertuju pada Renty. Ia heran karena gadis itu berkali-kali terlihat gelisah di tempatnya. Gerak-geriknya seperti mencerminkan ada sesuatu yang salah yang sebentar lagi terjadi. Dari tempat dirinya duduk, posisi Renty hanya dua meter saja. Karena itulah ketika Renty bergerak, pasti akan sangat ketahuan oleh dirinya.‘Apa penyebab kegalauannya?’ tanyanya dalam hati.*Memiliki cucu di usia yang
Di sebuah sudut hotel yang sepi, Renty menelpon seseorang.“Dit, lu punya ecstasy atau apa gitu?”“Lho, sebetulnya lu mau nyimeng atau pake ecstasy?”“Gue udah liat kopernya. Sulit kalo mau disisip daun kayak ganja. Jadi gue nyari yang bentuknya lebih praktis. Mungkin shabu atau pil ecstasy. Lu ada kan?”“Gue ada paket shabu.”“Ada berapa paket?”“Lima. Tapi shabu lagi mahal.”“Sialan! Kirim lima-limanya kesini sekarang juga. Lu pikir gue gak sanggup bayar, hah?”“Sebetulnya...”“Ah banyak omong. Lu juga mau ancurin hidup Rania kan? Nah, gue juga mau. Dan kesempatan hanya ada hari ini. Setelah ini gak ada lagi karena Sanjay udah mau didepak.”Ucapan Renty itu benar. Mau tidak mau ia harus pergi sekarang juga sekali pun waktu menunjukkan dini hari.
Rania menerima telpon yang ternyata datang dari petugas hotel. Ia berbicara sebentar sebelum kemudian menutup telpon.“Aku keluar sebentar. Mau ke lobby.”“Ada perlu apa?”“Kata petugas konter ada titipan barang untuk aku.”Renty tersenyum ketika Rania hilang di balik pintu yang tertutup. Rencana yang tersimpan lama di benaknya mulai ia realisassikan saat itu juga. Secepat mungkin ia memeriksa koper yang Rania miliki. Ia melihat dan memperhatikan di beberapa titik. Di sisi kiri, kanan, depan, belakang, atas, bawah. Sampai kemudian ia memutuskan bahwa ada satu sudut di dalam koper yang secara rahasia bisa ia sisipkan sesuatu di dalamnya.*Kasus penemuan bayi di bak sampah semakin menimbulkan sensasi dengan banyaknya masyarakat yang mendatangi rumah Mama Lidya. Mbak Titiek, mbak Noni, dan beberapa tetangga sudah menemaninya dengan setia.