Air liur nyaris menitik keluar dari mulut Vonny saat melihat deretan makanan kecil serta minuman di meja putar didepannya. Di Lounge, ruang tunggu penumpang kelas bisnis dan VIP, salah satu maskapai penerbangan besar, para calon penumpang dimanjakan dengan makanan dan minuman serba istimewa. Roti berbagai jenis yang masih menyisakan kehangatan dari oven, aneka cupcakes, croissant, kue-kue berbagai bentuk dan warna, soft drink, juice, red wine, white wine, champagne sampai teh dan kopi. Belum termasuk es krim, kembang gula dan coklat. Bagi Vonny, berpikir untuk diet di saat itu benar-benar merupakan kebodohan besar.
Alunan musik resital piano terdengar mengalun dari pengeras suara, sementara di empat sudut terpampang masing-masing sebuah televisi LED berukuran 40 inci yang menyiarkan berbagai tayangan, mulai dari siaran lokal hingga TV kabel. Dari balik kaca yang berbatasan langsung dengan apron bandara, beberapa pesawat jenis
Disergap rasa ingin tahu sekaligus dibumbui sedikit jiwa petualang, Vonny merasa 'gatal' ingin memeriksa. Betul, itu tidak sopan. Tapi rasa 'kepo' yang menjadi-jadi begitu kuat. Semalam, dari dalam kamar, ia sempat mendengar suara-suara Rania dan Verdi. Tapi rasa letih membuatnya mengabaikan semua itu. Dan pagi ini, ia memiliki kesempatan untuk secara nekad ikut mengintip isi email tadi. Feelingnya menyatakan bahwa email itu ada hubungannya dengan apa yang ia dengar semalam.Akhirnya, dengan nekad ia menolehkan kepalanya sedikit serta memicingkan mata untuk mencoba mengintip isi email yang pesannya nampak sangat singkat itu. Senyumnya melebar melihat isi email singkat tadi.Betul dugaannya.Verdi menyatakan cinta!*Siang itu cuaca panas terik. Itu dibuktikan dengan dua orang di kejauhan yang berpayung karena tak tahan terhadap sengatan matahari. Ini sebuah momen yang pas untuk Terry
“Apa yang disampaikan oleh Verdi tak sepenuhnya benar,” Rajha mulai bersuara. “Jika aku dipersoalkan karena mempekerjakan orang-orang yang berasal dari negaraku – seperti yang dituduhkan Verdi – pertimbangannya adalah benar-benar profesionalitas.”Semua orang terdiam. Beberapa orang seperti Renty dan Edwin nampak manggut-manggut seolah memahami betul konteks permasalahan yang ada. Rania tahu, mereka adalah tipe yes-man yang akan selalu mengiyakan apa saja yang dikatakan Rajha sebagai General Manager.“Ucapan Mr. Rajha benar.”Betul kan? Kata Rania dalam hati. Ia melirik ke orang yang tadi berkata demikian, dan melihat Renty di sudut lain. Mendadak Rania teringat peristiwa hari Sabtu pagi, hampir sebulan lalu ketika memergoki wanita itu bersama Rajha melakukan hal yang tidak semestinya di ruang kerja General Manager.“Hanya para profesional yang bek
“Kita bicarakan kasus ini secara terpisah pada waktu dan kesempatan berbeda.”“What?” Verdi nampak kaget. Kekagetan yang sama ditunjukkan para manajer lokal yang ada di ruangan.“Anda dengar ucapan aku tadi kan? Kita akan bicarakan kasus ini secara terpisah pada waktu dan kesempatan berbeda.”“Anda tidak ingin kasus ini terselesaikan?”“Absolutely. Tapi bukan sekarang ini.”“When?”“Pada kunjunganku berikut,” jawabnya santai. “Entah kapan.”Verdi langsung lesu. Tidak perlu menjadi seorang yang jenius untuk mengerti makna ucapan Lakshmanan tadi. Kasus yang diungkit oleh Verdi dalam pertemuan ini, ternyata tidak ditanggapi serius.“Aku memahami kekecewaan.... maaf, siapa namamu tadi?""Verdi.""Aku memahamimu, Verdi. Tapi, aku harus mengejar pesawat sore ini.”&n
Betul, pria itu tak bisa lagi mengancam dirinya sejak Edwin sebagai atasannya menolak dan bahkan merobek laporan mengenai kondisi klepto yang ia alami. Pria jahat itu sudah menyerah. Tapi faktanya kini adalah bahwa ia sudah merasa tercemar.“Mengapa diam?”Tak tertahankan, setitik air akhirnya bergulir. Menganak sungai di pipi. “Aku…. Tidak tahu.”“Tidak tahu?” Verdi nampak bingung. “Kissing di Bangkok tempo hari, itu bukan cinta?”“Aku tidak tahu, Verdi,” Rania menggeleng cepat. “Semua ini terlalu cepat bagiku. Yang kulakukan di Bangkok, bisa saja itu hanya sekedar sikap emocional sesaat. Jadi, tak perlu terlalu disimpan di dalam hati.”*Sejak berjam-jam tadi rupanya sebuah pesan chat masuk di ponsel dan baru Rania baca saat itu. Mulutnya seketika menggurat senyum. Terry mengirim sebuah pesan chat joke. Joke ata
Walau dituduh gagal dan dianggap bertanggungjawab oleh pihak perusahaan dalam melakukan teknis pekerjaan, seluruh karyawan dapat dengan mudah memahami bahwa penyebab utama permasalahan bukan di situ. Masalah utama adalah ketegasan sikap Verdi saat dengan tegas hendak membongkar kebusukan nepotisme yang terjadi. Harapan karyawan lokal yang memimpikan persamaan hak dengan tenaga kerja asing, pada akhirnya harus ikut terkubur seiring dengan akan hengkangnya Verdi dari posisinya selama ini.Email balasan dari pesan perpisahan Verdi yang mengungkapkan simpati dan pujian terus berdatangan. Semuanya masih belum sepenuhnya ia baca ketika Verdi mulai melakukan pamit dengan mendatangi rekan kerja satu per satu. Ini benar-benar merupakan momen yang mungkin tidak akan dapat ia lupakan seumur hidup. Beberapa karyawan wanita malah begitu emosional sehingga tidak sanggup lagi membendung air mata tanda perpisahan. Verdi nampak mencoba sekuat tenaga untuk
Kasus perekrutan Verdi terbilang canggih. Mereka bukan hanya sekedar datang dan membujuk. Mereka sabar menunggu waktu yang tepat sambil mencari info dari orang dalam. Ketika waktunya memungkinkan, proses perekrutan pun terjadilah. Dimulai dengan sekedar mengobrol di cafe atau makan bersama, calon kemudian ditawarin pekerjaan di tempat lain lengkap dengan gaji dan fasilitas yang akan didapat.Semuanya berjalan cepat dan di luar dugaan.*Saat berkeliling untuk mengucap salam perpisahaan, Verdi pun bertemu Renty. Spontan Verdi mengulurkan tangan.“Selamat tinggal,” katanya.Renty menampik.“Aku nggak mau berpura-pura sedih,” katanya. “Aku justeru senang pengacau seperti kamu meninggalkan perusahaan.”Renty menatap tajam yang kemudian dibalas Verdi dengan sebuah kedip nakal. “Aku juga senang bisa
Tidakkah para pria-pria mengerti bahwa ia tidak bermaksud menjalin asmara hanya untuk keindahan sesaat? Bagi gadis dengan didikan dan pandangan konservatif seperti Rania, pandangan tersebut bisa terdengar aneh. Usang. Kolot. Tapi, memang seperti itulah dirinya. Saat yang muncul kemudian adalah wajah Ditya dan Carl, situasi justeru jadi lebih buruk. Rania sampai setengah mati harus menekan rasa amarah yang mendadak meluap dari hati.Rania ragu. Berada di persimpangan takkan pernah menjadi pengalaman manis. Dalam masalah yang satu ini selalu terbukti ia butuh waktu amat lama sebelum kemudian bangkit dari keterpurukan hati, bersikap tegar, dan merajut jalan hidupnya kembali. Kini ia dihadapkan dengan kasus yang sama. Dan jika ia boleh jujur, rasanya ia tidak siap. Rania merasa bahwa ia mungkin adalah pembelajar yang bodoh yang butuh waktu sangat lama untuk bangkit dari keterpurukan serupa.“Dengan aku jadi pacarmu kita bisa having fun
Vonny.“Ada apa?““Biskuitnya sudah dicicipi?“Kening Rania berkerut. “Ya ampun, dalam kondisi begini kamu masih menanyakan makanan?““Memang nggak boleh?“ Vonny nampak bingung.“Saat ini nggak!“ Rania menjawab sedikit ketus.“Tapi, biskuit itu perlu dicicipi.““Sudahlah!“ Rania berdecak. “Jangan ganggu aku. Apalagi soal makan-memakan makanan. Kalau kamu mau, bungkus dan makan saja sendiri. Mengerti?“Heran. Kendati Rania nampak emosional, Vonny tetap bergeming di tempatnya.“Rania, biskuit itu adalah produk baru perusahaan ini. Bukankah kamu sendiri sebagai salah satu panitia yang meminta agar setiap karyawan mencicipi dan kemudian mengisi daftar isiannya mengenai rasa, teksur, aroma, struktur kemasan, dan lain-lain?“Benar juga. Rania malu sendiri.“Ma
“Sayang, aku sekarang ngerti. Kamu sebetulnya tadi itu sedang dijebak oleh Renty. Dia dengan rekannya adalah orang yang nyusupin barang haram itu ke dalam tas kopermu.” Rania tak bisa berkata apa-apa. Mulutnya ternganga lebar dengan mata membelalak sembari menggeleng-geleng kepala. Mama Lidya tak kurang terkagetnya. “Saat dia sendirian, dia ngelakuin aksinya. Seperti yang kamu cerita saat dini hari itulah dia mem-finalisasi rencananya. Mungkin saat itulah dia dikirimi paket narkoba dari temannya yaitu ganja dan segala macam obat haram itu. Mungkin juga Renty adalah penggunanya. Tidak tertutup kemungkinan ke arah itu. Saat pagi harinya ketika kamu nggak di kamar, dia sisipkan itu di bagian tas koper. Mungkin dengan membuat robekan kecil di koper kamu yang memang hanya berbahan kain. Sayangnya, rencana itu gagal. Ada Tuhan yang jagain kamu. Kamu dibuat mengalami peristiwa buruk yang bikin tas koper kamu robek dan barang haram yang disisip di dalamnya terjatuh. Paket itu lantas kamu bua
“We gonna make it?”“Absolutely, Mister.” Rania mencondongkan wajahnya ke samping wajah Verdi. “Dan udah terbukti kamu masih tetap joss.”Verdi terbahak lagi. Apalagi kini Rania menatap dengan gerak alis dan tatapan laiknya seorang wanita yang nakal hendak mengajak bercinta. Benar-benar sudah tak ada lagi duka di wajah itu seperti ketika ia baru saja tiba.*Kebahagiaan kedua Rania alami ketika ia dan Verdi tiba di kendaraan mereka. Rupanya ada Mama di sana yang menunggui. Dan yang membuat Rania terkaget adalah bahwa Mama di sana dengan seorang bayi lucu dalam pelukannya.Cerita kemudian mengalir satu demi satu baik dari Mama maupun dari Verdi. Tentu saja porsi terbesar cerita ada pada Mama yang secara runut menceritakan keajaiban yang ia alami. Mungilnya sang bocah membuat Rania jatuh cinta seketika. Permintaan Mama untuk ia merawat bersama-sama diterima de
Hanya ada bahagia tak terperi. Saat Surabaya sudah makin tenggelam dalam malam bahagia seolah bertumpukan satu per satu menimpa hidup Rania. Dimulai dari ketika ia disambut oleh senyum Verdi di pintu keluar bandara.Ah, beda dengan hampir tiga tahun lalu di pelataran parkir perkantoran di Jakarta ketika cinta menggebu membuat Verdi berani memeluk dirinya berlama-lama di tengah keramaian, situasi itu tak terjadi lagi saat ini. Namun tentu saja itu bukan masalah besar bagi Rania. Cinta Verdi atas dirinya tak perlu diragukan lagi karena toh tak semua orang wajib mewujudkan dan melampiaskan rasa itu dengan cara ekspresif.Verdi memeluk. Sebentar. Namun sangat hangat. Dan betapa Rania merindukan pelukan pria terhebat yang ia bisa miliki itu. Pengalaman mengerikan yang dirancang seorang perempuan jahat bernama Renty gagal terwujud. Dan ia yakin itu terjadi karena doanya yang tulus yang menyertai perjalanan.“Kenapa nangi
Penjelasan itu terasa cukup bagi Rania. Ia mengambil tasnya kembali dan memutuskan tidak perlu bertanya lagi. Jam dinding di salah satu sisi ruangan menunjukkan waktu bahwa ia harus sesegera mungkin menuju ruang tunggu pesawat. Para petugas X-Ray tadi menunjukan sikap hormat ketika Rania bergegas pergi.Sepuluh menit kemudian ketika pesawat yang ditumpangi sudah take off, Rania masih terus memikirkan pengalaman aneh yang terjadi. Ketika ia melihat seorang anak kecil pada bangku di depannya membuka bungkus kemasan biskuit berwarna biru tua, seketika ia teringat sesuatu. Ia teringat pada bungkus berukuran sama dan warna yang sama yang ia buang di tempat sampah bandara. Bungkusan yang menurut pengemudi taksi daring yang ia naiki terjatuh dari koper akibat ada bagian koper yang robek karena terbentur bagasi mobil. Bulu kuduk Rania meremang.Tidak perlu menjadi seorang jenius dengan sederet gelar untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia nyaris
Urusan check in sudah selesai. Dengan alasan bahwa koper yang dibawa Rania adalah koper kecil yang akan dibawa masuk dalam bagasi kabin pesawat, Rania melangkah ke arah ruang tunggu pesawat. Namun saat melewati security-check, ia kaget karena detektor X-Ray berbunyi. Ia melihat sekitar. Tak ada penumpang pesawat lain. Artinya detektor berbunyi saat melakukan scanning atas koper miliknya.‘Maaf, ibu boleh minggir sebentar?”Ajakan seorang ibu petugas bandara tadi membuat Rania sedikit gugup. Para penumpang lain mulai berdatangan ketika Rania menurut.“Maaf, boleh kopornya dibuka?”Rania merutuk dalam hati atas gangguan kecil yang dialami. Namun ia menenangkan diri sendiri karena menurutnya ini bukan pengalaman pertama ia diminta seperti itu. Itu sebabnya dengan tersenyum ia mengikuti permintaan petugas itu dan membuka koper setelah mengisikan nomor kode koper.Dibantu seorang pe
“O gitu? Kamu puasa Senin – Kamis?”“Begitulah?”“Buat apa? Buat supaya sukses bisnis?”“Bukan.”“Buat dapet jodoh?”“Gak lah.”“Terus? Tujuannya apa?”“Buat ngurusin badan.”Wajah innocent alias tak berdosa yang ditunjukan oleh James sukses membuat Terry tertawa. Walau tawa kecil bagi James ini langkah bagus. Hati Terry yang gembira merupakan pintu masuk untuk diskusi yang sebentar lagi dilakukan akan berjalan kondusif dan hangat. Ia masuk ke dalam gerai, mengambil kopi, biskuit, kue, serta menyelesaikan pembayaran dan menemui Terry kembali di tempatnya semula.“Nih, silahkan nikmati,” katanya sembari mulai meletakkan roti dalam bungkusan plastik beserta kopi dalam kemasan botol plastik mungil ke depan Terry.Saat belum lagi menaruh semua, mendadak dari kanton
Dunia pekerjaan umumnya memang seperti itu. Banyak pegawai oportunis. Banyak orang bersifat hipokrit alias munafik. Pegawai oportunis merupakan orang-orang pemanfaat kesempatan ketika ada peluang mendapat tambahan pemasukan atau promosi. Perkara apakah itu terjadi dengan cara menginjak kepala orang lain, mereka tak peduli. Sedangkan pegawai hipokrit adalah mereka yang selalu mengiyakan apa kata atasan walau apa yang diperintahkan sebetulnya sampah atau tak ada gunanya.Perhatiannya kini tertuju pada Renty. Ia heran karena gadis itu berkali-kali terlihat gelisah di tempatnya. Gerak-geriknya seperti mencerminkan ada sesuatu yang salah yang sebentar lagi terjadi. Dari tempat dirinya duduk, posisi Renty hanya dua meter saja. Karena itulah ketika Renty bergerak, pasti akan sangat ketahuan oleh dirinya.‘Apa penyebab kegalauannya?’ tanyanya dalam hati.*Memiliki cucu di usia yang
Di sebuah sudut hotel yang sepi, Renty menelpon seseorang.“Dit, lu punya ecstasy atau apa gitu?”“Lho, sebetulnya lu mau nyimeng atau pake ecstasy?”“Gue udah liat kopernya. Sulit kalo mau disisip daun kayak ganja. Jadi gue nyari yang bentuknya lebih praktis. Mungkin shabu atau pil ecstasy. Lu ada kan?”“Gue ada paket shabu.”“Ada berapa paket?”“Lima. Tapi shabu lagi mahal.”“Sialan! Kirim lima-limanya kesini sekarang juga. Lu pikir gue gak sanggup bayar, hah?”“Sebetulnya...”“Ah banyak omong. Lu juga mau ancurin hidup Rania kan? Nah, gue juga mau. Dan kesempatan hanya ada hari ini. Setelah ini gak ada lagi karena Sanjay udah mau didepak.”Ucapan Renty itu benar. Mau tidak mau ia harus pergi sekarang juga sekali pun waktu menunjukkan dini hari.
Rania menerima telpon yang ternyata datang dari petugas hotel. Ia berbicara sebentar sebelum kemudian menutup telpon.“Aku keluar sebentar. Mau ke lobby.”“Ada perlu apa?”“Kata petugas konter ada titipan barang untuk aku.”Renty tersenyum ketika Rania hilang di balik pintu yang tertutup. Rencana yang tersimpan lama di benaknya mulai ia realisassikan saat itu juga. Secepat mungkin ia memeriksa koper yang Rania miliki. Ia melihat dan memperhatikan di beberapa titik. Di sisi kiri, kanan, depan, belakang, atas, bawah. Sampai kemudian ia memutuskan bahwa ada satu sudut di dalam koper yang secara rahasia bisa ia sisipkan sesuatu di dalamnya.*Kasus penemuan bayi di bak sampah semakin menimbulkan sensasi dengan banyaknya masyarakat yang mendatangi rumah Mama Lidya. Mbak Titiek, mbak Noni, dan beberapa tetangga sudah menemaninya dengan setia.