Sunarsih tiba-tiba berdiri dari duduknya. Dia tersenyum ke arah suami Arum yang mengernyit dengan seketika.
"Sudah lama sekali aku tidak pernah mandi dengan Arum di sungai. Tapi, tentu saja kami masih memakai pakaian. Hanya bermain air di sana. Jika ada yang mengikuti, kan, aku malu. Apalagi ada laki-laki yang membuntuti. Kalau memang hanya mengawasi dari jauh, untuk apa ikut. Biarkan kami para wanita merasakan kebebasan sesaat. Apalagi Arum sudah menjadi seorang istri yang selalu berada di dalam rumah. Jika terus tertekan, nanti malah sering menangis. Dia itu cengeng."Saras menggelengkan kepalanya, lalu mendekati Sunarsih. Dia menekan pundak Sunarsih agar duduk kembali di kursi."Sudah jelas sahabatmu itu memiliki suami. Apalagi kalian akan mandi di sungai. Pasti suaminya harus mengikuti. Bukankah kamu tidak membuka bajumu? Hmm, untuk apa malu?""Tapi kan tetap terkena air. Jadi ... tubuhku akan terlihat. Ini benar-benar sangat membuatku kecewa.Arum semakin bergetar mendengar perkataan Pandu barusan. Dalam batinnya, dia sangat senang Pandu akan membuat Wojo menceraikannya. Namun, bagaimana caranya? Sementara suaminya adalah pemilik kasta tertinggi dengan kekuasaan yang sangat besar itu. Tidak mungkin Pandu dengan mudah bisa membuat lelaki itu akan menceraikan dirinya."Mas, bagaimana caranya kau akan membuat suamiku untuk menceraikanku? Kau tahu sendiri, Mas. Dia memiliki kekuasaan yang tidak terbatas seperti itu. Kastanya tertinggi Mas. Pasti sulit membuat dia mengabulkan permintaanmu."Pandu kembali memberikan senyuman hangatnya. Dia sama sekali tidak ingin membuat Arum merasa gelisah dengan semua yang ada di hadapannya. Pandu hanya ingin terus melakukan momen romantis untuk saat ini. Dia sebaiknya tidak membahas apa yang dia katakan barusan."Sekarang bagaimana jika kita membicarakan diri kita saja. Tidak perlu orang lain. Karena aku sudah tidak sabar untuk melihat rumahku dipenuhi 5 anak. Hmm
"Arum. Ibu tidak akan pernah meminta apa pun darimu. Ibu hanya ingin kamu bahagia dalam kehidupanmu. Apakah kau bahagia dengan seperti ini?"Saras menatap anaknya dengan perasaan cemas. Sementara Arum masih bergeming kaku tidak menjawab apa pun. Hingga seseorang memanggil namanya dengan sangat keras penuh amarah!"Arum!""Mas Wojo!"Kini Arum tidak bisa berkata apa pun. Dia hanya bisa menunduk dan pasrah. Apa pun yang terjadi. Dia akan bertanggung jawab dengan semua yang dia lakukan."Kenapa kau sangat kotor sekali? Aku tahu kau sedang bersama Sunarsih sahabatmu. Tapi aku tidak suka jika kau terlalu lama. Ingatlah, kau sekarang sudah memakai gelar namaku. Jangan pernah mencoreng apa pun yang sudah kumiliki. Aku akan menganggap masalah ini selesai."Saras semakin cemas melihat ekspresi tegang Wojo. Dia berjalan cepat mendekati menantunya itu."Sepertinya saya yang harus meminta maaf karena telah mengizinkan Arum pergi sep
Menghindar tidak akan pernah selalu berhasil. Pandu kali ini harus bisa menerima. Tanpa sadar, Saras mengetahui keberadaannya. Ibu Arum tidak percaya sang anak melakukan hal seperti itu. Dia menganggap hal itu adalah hina.“Pandu? Raden Pandu kenapa ada di sana? Ini tidak bisa aku biarkan terjadi. Aku tidak mau nama Arum mejadi hina dengan kejadian ini,” batin Saras bergetar. Jantungnya berdetak hebat dari sebelumnya. Dia masih tidak bisa melangkah. Jiwanya bergoncang hebat!Apalah yang dia inginkan selain kebahagiaan Arum? Namun, apakah ini yang harus dia hadapi. Bagaimana jika sang menantu malah akan menghina anaknya. Penghinaan lebih hebat akan dia terima sekali lagi.“Aku akan menemui Arum, dan mengatakan sesuatu. Wojo tidak boleh mengetahui ini. Aku … akan menemui Arum sekarang juga!”“Tidak perlu!”Saras terkejut. Dia spontan membalikkan tubuhnya. Sekujur tubuhnya kaku. Kedua matanya tidak bisa menge
Romo dan semua orang yang berada di sana terhenti seketika. Mereka menatap Pandu yang berdiri di tengah kerumunan meneriakkan sesuatu.Sabrina sangat resah. Dia tidak ingin Pandu membatalkan pernikahan mereka. Dengan cepat kakinya melangkah mendekati calon suaminya itu dan menariknya untuk menghindar dari acara."Hentikan, tolong jangan membuat malu keluarga. Kita akan membicarakannya di dalam," bisiknya sembari melirik semua orang yang masih mengamati mereka.Spontan Romo menenangkan semua tamu undangan. dia mengangkat gelas tinggi, kembali mengumumkan sebuah pernikahan yang sempat tertunda tadi."Maafkan. Tadi anakku mungkin terlalu bahagia. Dia seperti itu. Pernikahan akan diadakan sebentar lagi dengan meriah. Kami harapkan semua harus hadir di sana," ucapnya lantang. Para tamu undangan kembali bertepuk tangan setelah mengalami ketegangan.Romo masih memaksakan senyuman. Dia sebenarnya tahu jika anaknya pasti akan menolak. Untung saja Sabrina te
"Baiklah kita akan mencari ramuan itu. Tapi, sebaiknya kau kembali ke rumahmu dan menunggu kami, Pandu. Jika kau pergi dari rumah, semuanya akan mencurigaimu. Percayalah dengan takdir jika Arum adalah jodohmu, maka selamanya akan seperti itu."Pandu menganggukkan Kepala. Dia segera keluar dari rumah Mawar untuk kembali ke kediaman Kasoemo. Semua orang yang sangat panik dengan kehilangan Raden, kini merasa lega dengan kehadirannya kembali. Terutama Sabrina hingga dia memejamkan kedua matanya sambil menangis. Da tidak ingin sosok yang dicintainya pergi untuk kesekian kalinya."Pandu anakku. Bisakah kau tidak menghilang? Kami sangat mencemaskanmu. Bisakah kau sekali Ini saja melakukan apa yang yang diinginkan oleh keluargamu? Kami tidak meminta banyak. Hanya meminta dirimu datang," ucap Nyai Ani. Kedua matanya memohon resah.Apakah bisa Pandu menuruti semua keinginan keluarganya? Sementara Pandu sendiri sangat menderita."Apakah bisa keluarga Pan
Di dalam kamarnya Arum masih sangat sesak mengingat perlakuan suaminya dua hari yang lalu. Saat itu Wojo meminta Arum untuk melayaninya dengan paksa. Bahkan wojo sudah berhasil menanggalkan semua baju Arum dan dia bisa melihat dengan jelas keindahan di balik semua baju itu."Tolong jangan lakukan itu. Aku mohon kepadamu. Aku tidak ingin kau mengambilnya. Benar, aku sudah tidak suci aku sudah dimiliki oleh Mas Pandu saat itu. Bagaimana jika kedua orang saling mencintai bertemu jika tidak melakukan hubungan itu. Jika kau melakukannya, aku lebih baik mati. Jangan pernah melakukan itu. Kau bisa menghukumku tapi jangan pernah kau mengambilnya.""Apa kau tahu sudah mencoreng nama baik keluarga Soewojo? Apa kau tahu kau sudah mempermalukan aku? Nyai, aku sudah memberikanmu kasta tertinggi di belakang namamu. Kau sekarang memiliki kedudukan yang tidak terkalahkan. Kenapa kau menodainya seperti itu. Sekarang aku tidak akan pernah melepaskanmu. Kau akan kembali ke Jakarta. K
"Apakah dia benar-benar mati atau dia hanya berpura-pura." Pertanyaan yang membelit Ardi. Dia tidak mengerti Pandu memang benar-benar seperti orang mati. Namun, dia tidak menyerah. Ini masih menunjukkan waktu 2 jam. Sementara ramuan itu akan berjalan sampai beberapa jam ke depan dia hanya menunggu beberapa jam lagi untuk benar-benar memastikan bahwa Pandu akan benar-benar membuka kedua matanya."Aku akan mengurus semua pemakaman sahabatku. Tidak ada orang lain yang bisa mengurusnya kecuali aku. Izinkan aku melakukannya, Romo. Tidak ada yang perlu disembunyikan. Sudah jelas-jelas Pandu pergi untuk selamanya.Romo sangat terpukul dengan kepergian anak semata wayangnya itu. Dia tidak tahu harus berkata apa. Ini seperti mimpi baginya. Kehilangan Pandu dengan sangat cepat di hari pernikahannya."Baiklah, pastikan tidak akan ada yang melihat mayatnya. Aku tidak ingin ibunya dan semua orang yang terlibat, menderita atas kepergian Pandu. Kau sebaiknya melakukan deng
Sampai di Jakarta, Wojo masih dalam diam tidak berkata apa pun kepada Arum. Begitu juga dengan sebaliknya. Arum tidak berucap apa pun, membuat kelima anak Wojo dan Nyai Niye sangat resah. Melihat mereka berdua datang untuk pertama kalinya, namun memperlihatkan ekspresi sangat menyedihkan. Mustika yang sangat berharap ayahnya bisa mengambil hati Arum, kini tidak memiliki semangat lagi. Bahkan rangkaian bunga yang sudah mereka siapkan seakan ikut layu menyambut kedatangan mereka."Romo ada keperluan. Kalian makan saja dahulu," ucap Wojo meninggalkan semua orang begitu saja.Namun, Arum tetap memperlihatkan senyuman kepada kelima anak Wojo karena dia tidak ingin merusak momen penyambutan dirinya yang sudah dipersiapkan sedemikian matang. Bahkan minuman hangat rempah-rempah sudah mereka sajikan di dalam kendi berhiaskan bunga mawar. Begitu juga dengan makanan lezat yang berada di atas meja makan."Wah, datang ke rumah kembali sangat membahagiakan. Apalagi meliha
Nyai Ani dan Saras saling berpandangan. Mereka tidak percaya dengan kejadian yang sama terulang kembali. Mereka saling berpandangan, kemudian menatap tegang sang pelayan yang masih mendudukkan kepala. Hingga Ibu Arumi pun berlari datang bersujud di hadapan Nyai Ani dan Saras."Maafkan saya, Nyai. Anak saya bersalah. Tolong jangan marah dengan anak saya. Nyai ... saya yang bertanggung jawab. Saya sudah mengatakan kepada Arumi agar tidak mendekati Raden Putra. maafkan saya. Tolong jangan pecat saya karena saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Sekali lagi maafkan saya."Nyai Ani tersenyum. Saras pun juga ikut tersenyum. Mereka segera mendekati pelayan itu dan menariknya hingga berdiri."Tunjukkan aku di mana mereka. Tidak aku sangka, ternyata Putra menyukai wanita yang memiliki nama persis dengan nama anakku, Arum. Aku sangat terharu mendengarnya," balas Saras masih saja tersenyum haru."Ini sudah takdir kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Cinta kembali hadir di dalam rumah i
"Paman?" Putra terkejut melihat Ardi berada di belakangnya. Dia segera tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal. Wajahnya masih bersemu ketika melihat gadis itu. Ardi tersenyum dan menggelengkan kepalanya, mengingat sosok Pandu saat pertama kali bertemu dengan Arum. Ardi sudah bercerita semua kisah Pandu dan Arum kepada Putra. Kejadian barusan, sama persis dengan sosok Putra."Kau menyukainya?" tanya Ardi sekali lagi sambil mengangkat salah satu alisnya."Entahlah, Paman. Ketika aku melihatnya. Jantungku tiba-tiba bergetar. Dia seperti bidadari. Wajahnya secerah awan. Senyumannya membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Bahkan, sampai sekarang pun aku memikirkannya. Bayangan wajahnya itu selalu ada di dalam pikiranku. Padahal aku baru menemuinya hanya beberapa menit saja. Hmm, siapa dia, Paman? Aku ingin sekali bertemu dengannya.""Hahaha. Itu adalah namanya cinta. Yah ... kau mencintainya. Cinta pandangan pertama. Ibunya baru bisa aja bekerja menj
"Romo datang?" Sunarsih seketika terpaku. Apalagi Romo dan Nyai Ani membawa beberapa kain dan perhiasan. "Maafkan kami datang dengan mendadak. Kami mendengar dari pelayan jika kalian akan menikah. Aku ada beberapa kain kebaya. Sebenarnya aku ingin memberikannya kepada Arum. Ini adalah kain dari ibuku. Aku berniat untuk memberikannya kepada Arum saat dia sudah melahirkan. Tapi ternyata takdir berkata lain dan aku berpikir ingin memberikannya kepada kalian, karena kalian adalah dua wanita yang sangat hebat."Mawar dan Sunarsih saling berpandangan. Mereka tidak menyangka, seseorang yang sangat mereka takuti sekaligus benci datang dengan pandangan lain. Senyuman terpampang di wajah angkernya selama ini.Nyai Ani menyodorkan kain itu dengan tersenyum. Mawar dan Sunarsih akhirnya tersenyum dan menerima. Mereka tidak percaya dengan semua ini."Aku tidak bisa berkata apa pun. Yang jelas, aku sangat bahagia," ucap Sunarsih. Dengan mendadak, dia mendekati Romo dan memeluknya. Semua orang terk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa seseorang yang sangat gagah seperti dirinya bisa menjadi seperti ini? Aku benar-benar tidak percaya, Hendra. Apakah kakakmu bisa sembuh? Aku harus bagaimana menghadapi kakakmu yang seperti ini?" ucap Saras kemudian meneteskan air matanya."Ibu hanya perlu mendekatinya saja. Katakan apa pun yang bisa membuat kakakku mengerti jika dia harus menjalin kehidupan ini. Kematian Pandu sudah dilupakan oleh pihak hukum, karena kondisi Kakak yang seperti ini. Mereka berharap Kakak bisa menjadi sosok seperti semula kembali. Tapi ... sepertinya itu susah, Ibu. Bahkan sekarang ibuku, Mustika, dan semua adiknya pun sangat bersedih. Tidak ada kebahagiaan lagi yang berada di rumah." Hendra menatap sang kakak dengan sangat sendu. Tubuhnya yang semakin kurus, membuatnya tidak memiliki tenaga yang cukup. Dia resah bagaimana jika dia nanti pergi dari dunia ini. Siapa yang akan menjaga keluarganya?"Baiklah, aku akan mencoba mendekatinya." Sarah mendekati Wojo yang masih
Mereka semua terkejut saat Joko tiba-tiba masuk dan mengatakan hal seperti itu. Sunarsih seketika menganga, menatap Joko dengan sangat tampan menggunakan kemeja putih, berjalan menghampirinya. Dia menatap Sunarsih dan menutup mulutnya. Sunarsih terpaku seketika."Apa ..."Joko saat itu selalu memandang Sunarsih. Sifatnya yang sangat lucu dan tomboy, mengingatkan dia kepada Sabrina. Namun, Joko harus menutup hatinya untuk Sabrina yang sudah pergi. Joko perlahan-lahan sering menemui Sunarsih dan berusaha membuka hatinya. Hingga dia paham hatinya sedikit bergetar. Ketika mendekati Sunarsih yang selalu paham dengan dirinya.Joko selalu bercerita apa pun kepada Sunarsih. Dia sangat kesepian, tidak sengaja bertemu Sunarsih di taman. Sejak saat itu mereka selalu mengobrol dan akrab. Joko terus berpikir sepanjang hari, hingga dia akhirnya memutuskan untuk melamar Sunarsih."Walah, masa aku mendapatkan lamaran dengan cara seperti ini? Hah, tiba-tiba saja datang lalu ngomong, mungkin aku. Hah,
Bagai tersambar petir. Perasaan Saras seketika hancur. Dia tidak menyangka perasaannya selama ini akhirnya terjawab. Beberapa hari sebelumnya dia selalu memandang Arum, dan sudah merasakan akan kehilangan anaknya untuk selamanya. Ternyata sekarang dia akan menghadapi hal itu. Sebuah pertanda yang selalu dia lihat, dari perkataan Arum dan Pandu. Seolah-olah mengetahui mereka tidak akan hidup lama lagi. Tanpa sadar mereka ungkapkan selama ini. Saras selalu menepis semua yang ada di pikirannya. Namun, ternyata benar. Dan terlebih lagi, dia teringat sumpahnya dan sumpah Nyai Ani, yang kini terjawab sudah."Tidak! Tolonglah dokter. Lakukan apa pun untuk menyelamatkannya. Aku mohon kepadamu dokter. Biarkan anakku hidup, karena aku belum bisa membahagiakannya. Aku mohon dokter," ucap Saras dengan lemas. Nyai Ani yang terus menangis memeluknya. Begitu juga dengan Wati dan Sunarsih yang tidak kuasa mendengar. Tidak bisa menumpu tubuhnya yang mendadak lemas, Sunarsih hampir tumbang. Joko yang b
Suara letusan peluru tiba-tiba terdengar cukup keras. Arum menatap Pandu yang tersenyum ke arahnya, membelai pipinya dengan perlahan, lalu memeluknya."Kau sangat cantik, Arum," ucap Pandu pelan.Arum mengernyitkan kedua alisnya semakin dalam. Menatap Pandu yang tiba-tiba pucat. Hingga dia merasakan basah di kedua tangannya. Perlahan, Arum bergetar saat melihat jemarinya tiba-tiba dipenuhi dengan cairan darah segar yang keluar dari punggung Pandu. "A-pa ...," ucap Arum pelan. Dia tidak bisa berkata. Mulutnya tercekat, bahkan napasnya terhenti seketika, seakan dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya kaku. "Mas ..." Arum kembali menatap kedua mata Pandu yang masih memperlihatkan senyuman dan cinta tulusnya kepada Arum."Tidak ada hal di dunia ini yang lebih indah selain dirimu. Wanita yang tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun. Wanita yang selalu ada di hatiku. Wanita yang selalu aku cintai. Aku sangat ... mencintaimu. Kau tidak tergantikan," bisik Pandu masih dengan tersenyum. Arum
Wojo terdiam, menunggu Arum untuk mengatakan jawaban yang sudah ditunggunya. Arum tersenyum menganggukkan kepala dan berkata, "Aku akan menjadi istrimu dan mendampingimu sampai kapanpun. Tapi aku mohon kita pergi dari sini dan melupakan semuanya," balas Arum masih dengan tersenyum, namun meneteskan air matanya. Menahan hatinya yang terasa sesak. Padahal dia sama sekali tidak ingin berkata seperti itu. Namun, apa boleh buat. Tindakannya itu benar-benar meluluhkan lelaki yang semula memendam amarah."Ini tidak benar! Hah, benar benar sangat menyakitkan. Aku tidak akan pernah melepaskan istriku untuk lelaki lain. Bisakah aku hidup bahagia jika aku berpisah dengannya? Lebih baik aku kehilangan nyawa, dari pada aku melihat dia bersama dengan lelaki lain. Aku tidak akan pernah membiarkannya," batin Pandu. Dia berjalan mendekati Arum. Menariknya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan perlahan."Tidak adakah cara lain yang bisa aku lakukan selain memohon untuk berada di sisimu. Tidak adakah
Pandu terkejut. Dia segera menghampiri Hendra yang masih terengah-engah mengatur napasnya. Apa yang dikatakan Hendra barusan membuatnya ketakutan. Pasti keluarganya dan keluarga Wojo sudah melakukan perdebatan sengit, dan tentu saja keluarga Wojo pasti akan memenangkan perdebatan itu."Hendra. Tenangkan dulu dirimu. Berbicaralah dengan baik. Kenapa kau ini? Ada apa sebenarnya?" balas Pandu dengan sangat panik. Hendra masih menekan dadanya yang terasa sesak. Tenaganya benar-benar terkuras. Saat itu, Hendra segera mengendarai mobilnya dan mencari Pandu ke rumah Ardi saat mengetahui sesuatu terjadi dengan sangat mengerikan. Ardi segera mengatakan di mana keberadaan Pandu. Sementara Ardi segera menuju ke kediaman Kasoemo untuk menangani masalah itu."Kakakku marah besar, Pandu. Dia berada di kantor wartawan itu, memporak-porandakan kantor itu. Lalu, mengancam semua wartawan yang berada di sana termasuk pemilik kantor itu. Dia sangat marah. Hah, setelah berhasil membuat semua orang takut,