Pandu benar-benar sangat cemas. Dia segera menuruni motor, memarkirkannya begitu saja di halaman rumah neneknya yang dipenuhi dengan rumput alang-alang. Dia segera masuk melihat sang Ibu berlari keluar dari pintu utama untuk menghampirinya. "Ibu ...." Pandu segera memeluk sang ibu dengan sangat erat, sambil mengamati semua tubuhnya dengan seksama. Memastikan sang Ibu baik-baik saja."Ibu. Bagaimana keadaan, Ibu. Ibu baik-baik saja bukan? Pandu benar-benar cemas. Ternyata dia memang benar-benar sangat kejam bisa mengusir Ibu seperti itu.""Seperti yang kau lihat. Ibu baik-baik saja. Sekarang kau jangan khawatir. Kau menggunakan motor Sunarsih? Tentu saja Ibu Wati pasti memberitahukan kamu bukan? Ya sudah. Sekarang tenang. Kami baik-baik saja, Pandu."Saat Pandu akan memasuki rumah itu, tiba-tiba Romo menghadang dan menatapnya dengan sangat tajam. "Siapa yang mengizinkanmu untuk masuk ke sini? Bukankah aku sudah mengatakan kau bukan anakku lagi? Kau sudah keluar saat itu dan sekarang
Wojo tidak mengerti apa yang sebenarnya dikatakan ibunya. Dia semakin menatap wajah sang ibu yang sangat tegang. Bahkan Nyai menekan dadanya yang mendadak terasa sesak.Wojo seketika khawatir. Nyai memiliki riwayat penyakit jantung. Bagaimana jika dia tiba-tiba mengalami penyakit itu. Dengan cepat Wojo menghampiri ibunya, lalu menggandengnya untuk duduk. Nyai menepuk-nepuk kursi yang berada di sebelahnya sambil mengarahkan kepalanya, agar Wojo duduk di sana. Nyai masih saja menarik napas berusaha mengatasi hatinya. Dia mendapatkan sebuah kabar yang sangat mengejutkan, yang tidak pernah disangka. Kabar yang membuat semua keluarga besar sangat marah. Memberikan surat yang berisi makian. Surat yang berisi tentang pernyataan tanda kesialan jika Wojo memang adalah biang dari semua masalah yang ada di dalam keluarga."Nyai. Apa yang sudah Nyai maksud? Tidak perlu diam seperti itu. Katakan dengan cepat jika ada suatu masalah yang menyangkut namaku. Siapa yang menyebabkan masalah itu. Aku ak
Arum benar-benar resah. Bagaimana mungkin Wojo akan mendapatkan ganjaran seperti ini. Dia yakin Wojo tidak akan pernah membiarka sesuatu akan membuat kehidupannya hancur. Lelaki itu pasti akan membalas dengan lebih kejam dari pada sebelumnya. "Ini tidak baik. Benar-benar tidak baik. Kalian tahu sendiri bagaimana Wojo itu. Apalagi sekarang aku adalah sebagai korban yang berada di surat kabar ini. Aku akan diburu oleh semua wartawan. Mas, kehidupanku malah tidak nyaman. Aku harus selalu bersembunyi dan aku tidak menginginkan hal itu, Mas," ucap Arum resah sambil menatap Pandu yang kemudian memeluknya dengan erat. "Jangan khawatir. Aku akan selalu berada di sisimu. Sekarang lebih baik kita berdiam diri dulu di sini. Tidak melakukan apa pun dan menunggu saja perkembangan selanjutnya."Ardi masih menunggu kabar dari beberapa pesuruhnya. Dia sangat resah. Tidak tahan lagi. "Aku benar-benar tidak tahan lagi. Kenapa mereka sangat lama. Aku harus mendapatkan sebuah kabar. Tidak aku sangka R
Pandu terkejut. Dia segera menghampiri Hendra yang masih terengah-engah mengatur napasnya. Apa yang dikatakan Hendra barusan membuatnya ketakutan. Pasti keluarganya dan keluarga Wojo sudah melakukan perdebatan sengit, dan tentu saja keluarga Wojo pasti akan memenangkan perdebatan itu."Hendra. Tenangkan dulu dirimu. Berbicaralah dengan baik. Kenapa kau ini? Ada apa sebenarnya?" balas Pandu dengan sangat panik. Hendra masih menekan dadanya yang terasa sesak. Tenaganya benar-benar terkuras. Saat itu, Hendra segera mengendarai mobilnya dan mencari Pandu ke rumah Ardi saat mengetahui sesuatu terjadi dengan sangat mengerikan. Ardi segera mengatakan di mana keberadaan Pandu. Sementara Ardi segera menuju ke kediaman Kasoemo untuk menangani masalah itu."Kakakku marah besar, Pandu. Dia berada di kantor wartawan itu, memporak-porandakan kantor itu. Lalu, mengancam semua wartawan yang berada di sana termasuk pemilik kantor itu. Dia sangat marah. Hah, setelah berhasil membuat semua orang takut,
Wojo terdiam, menunggu Arum untuk mengatakan jawaban yang sudah ditunggunya. Arum tersenyum menganggukkan kepala dan berkata, "Aku akan menjadi istrimu dan mendampingimu sampai kapanpun. Tapi aku mohon kita pergi dari sini dan melupakan semuanya," balas Arum masih dengan tersenyum, namun meneteskan air matanya. Menahan hatinya yang terasa sesak. Padahal dia sama sekali tidak ingin berkata seperti itu. Namun, apa boleh buat. Tindakannya itu benar-benar meluluhkan lelaki yang semula memendam amarah."Ini tidak benar! Hah, benar benar sangat menyakitkan. Aku tidak akan pernah melepaskan istriku untuk lelaki lain. Bisakah aku hidup bahagia jika aku berpisah dengannya? Lebih baik aku kehilangan nyawa, dari pada aku melihat dia bersama dengan lelaki lain. Aku tidak akan pernah membiarkannya," batin Pandu. Dia berjalan mendekati Arum. Menariknya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan perlahan."Tidak adakah cara lain yang bisa aku lakukan selain memohon untuk berada di sisimu. Tidak adakah
Suara letusan peluru tiba-tiba terdengar cukup keras. Arum menatap Pandu yang tersenyum ke arahnya, membelai pipinya dengan perlahan, lalu memeluknya."Kau sangat cantik, Arum," ucap Pandu pelan.Arum mengernyitkan kedua alisnya semakin dalam. Menatap Pandu yang tiba-tiba pucat. Hingga dia merasakan basah di kedua tangannya. Perlahan, Arum bergetar saat melihat jemarinya tiba-tiba dipenuhi dengan cairan darah segar yang keluar dari punggung Pandu. "A-pa ...," ucap Arum pelan. Dia tidak bisa berkata. Mulutnya tercekat, bahkan napasnya terhenti seketika, seakan dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya kaku. "Mas ..." Arum kembali menatap kedua mata Pandu yang masih memperlihatkan senyuman dan cinta tulusnya kepada Arum."Tidak ada hal di dunia ini yang lebih indah selain dirimu. Wanita yang tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun. Wanita yang selalu ada di hatiku. Wanita yang selalu aku cintai. Aku sangat ... mencintaimu. Kau tidak tergantikan," bisik Pandu masih dengan tersenyum. Arum
Bagai tersambar petir. Perasaan Saras seketika hancur. Dia tidak menyangka perasaannya selama ini akhirnya terjawab. Beberapa hari sebelumnya dia selalu memandang Arum, dan sudah merasakan akan kehilangan anaknya untuk selamanya. Ternyata sekarang dia akan menghadapi hal itu. Sebuah pertanda yang selalu dia lihat, dari perkataan Arum dan Pandu. Seolah-olah mengetahui mereka tidak akan hidup lama lagi. Tanpa sadar mereka ungkapkan selama ini. Saras selalu menepis semua yang ada di pikirannya. Namun, ternyata benar. Dan terlebih lagi, dia teringat sumpahnya dan sumpah Nyai Ani, yang kini terjawab sudah."Tidak! Tolonglah dokter. Lakukan apa pun untuk menyelamatkannya. Aku mohon kepadamu dokter. Biarkan anakku hidup, karena aku belum bisa membahagiakannya. Aku mohon dokter," ucap Saras dengan lemas. Nyai Ani yang terus menangis memeluknya. Begitu juga dengan Wati dan Sunarsih yang tidak kuasa mendengar. Tidak bisa menumpu tubuhnya yang mendadak lemas, Sunarsih hampir tumbang. Joko yang b
Mereka semua terkejut saat Joko tiba-tiba masuk dan mengatakan hal seperti itu. Sunarsih seketika menganga, menatap Joko dengan sangat tampan menggunakan kemeja putih, berjalan menghampirinya. Dia menatap Sunarsih dan menutup mulutnya. Sunarsih terpaku seketika."Apa ..."Joko saat itu selalu memandang Sunarsih. Sifatnya yang sangat lucu dan tomboy, mengingatkan dia kepada Sabrina. Namun, Joko harus menutup hatinya untuk Sabrina yang sudah pergi. Joko perlahan-lahan sering menemui Sunarsih dan berusaha membuka hatinya. Hingga dia paham hatinya sedikit bergetar. Ketika mendekati Sunarsih yang selalu paham dengan dirinya.Joko selalu bercerita apa pun kepada Sunarsih. Dia sangat kesepian, tidak sengaja bertemu Sunarsih di taman. Sejak saat itu mereka selalu mengobrol dan akrab. Joko terus berpikir sepanjang hari, hingga dia akhirnya memutuskan untuk melamar Sunarsih."Walah, masa aku mendapatkan lamaran dengan cara seperti ini? Hah, tiba-tiba saja datang lalu ngomong, mungkin aku. Hah,