Satu setengah jam sebelumnya. Bastian tiba di All Star Grup, satu menit setelah Arsenio dan Cale pergi. Dia terlambat. "Freya!" Bastian buru-buru keluar dari mobil. Ia datang seorang diri. "Di mana Tuan Muda?" tanyanya langsung pada inti."Tuan Muda baru saja pergi mencari Anindira, bersama Cale," jawab Freya tanpa ada da yang ditutupi. Beberapa detik lalu, ia terdiam dengan pikiran kosong. "Ada apa dengan Anindira?" Bastian mengerutkan keningnya. Agaknya, ada hal sangat penting yang sudah ia lewatkan. "Anindira diculik. Keberadaanya tidak diketahui sekarang. Bersamaan dengan ledakan di sini, seseorang telah menyerang apartemennya. Ada sebuah surat yang mengatakan, bahwa saat ini Anindira sedang berada di suatu tempat dan Tuan Muda, harus segera menyelamatkannya."Napas Bastian seolah tertahan beberapa detik. Penuturan Freya, membuktikan firasatnya yang tidak enak beberapa saat lalu karena sedari tadi ia kesulitan untuk menghubungi Anindira. Terlebih lagi, ledakan di All Star Gru
DOOOOOORRRRRRR...Leonardo melepaskan satu tembakan. Sebelum yang lain bisa beraksi, Freya sudah lebih dulu mengambil tindakan cepat. Dalam satu detik, ia sudah berdiri di depan Arsenio tanpa ada yang menyadarinya. Langkahnya begitu cepat, secepat kilat yang menyambar bumi. "Freeyaaaaa!!!" teriak Arsenio sangat kencang. Dia baru sadar satu detik kemudian, saat timah panas itu sudah lebih dulu menembus dada Freya.Darah segar membuncah keluar tanpa bisa ditutupi. Arsenio mengepalkan kedua tangannya. Begitu juga dengan Bastian dan Cale.Tembakan itu sebagai tanda, mereka yang sedari tadi hanya memperhatikan dari kejauhan, kini telah keluar dari kegelapan.Arsenio menyanggah tubuh Freya yang hendak jatuh. Dia tidak peduli anak buah Leonardo dan Around sedang mengepung."Bertahanlah ...," ucap Arsenio sedikit lirih. Matanya berkaca-kaca, seolah ada sesuatu yang hendak menerobos pertahanannya.Arsenio menggendong Freya ala bridal style. Dia tidak bisa membiarkan Freya terkapar begitu sa
"Kalian keterlaluan!" Anindira meludahi wajah Around, yang berada tepat di samping kirinya."Sebenarnya apa yang kalian inginkan dariku ah?""Buatlah dia diam atau dia akan membuat seluruh rencana kita kacau!" berang Leonardo yang fokus pada jalanan beraspal Sky Blue City. Around menyeka bekas air liur Anindira di pipinya. "Diam kau, anak tidak tahu diuntung!" bentaknya meninggikan suara. Sampai air liurnya membuncah keluar.Anindira tidak bisa diam. Terus berteriak, berusaha agar orang lain di luar sana mampu mendengar suaranya. Meskipun nihil hasilnya, tetapi Anindira tidak mau menyerah pada keadaan. Around yang mendengarkan pun merasa sangat jengkel. "Diam!" teriaknya lagi. Bisa-bisa gendang telinganya pecah, kalau Anindira terus saja berteriak. "Aku tidak akan diam sampai kapan pun juga!" Suara Anindira tidak kalah tinggi dari pria yang memposisikan dirinya sebagai ayah itu.Ayah seperti apa? Dia tidak pantas dipanggil ayah. Bagaimana bisa seorang ayah yang menjadi cinta pertama
Arsenio menambah kecepatan mobilnya mencapai 100-110 km/jam. Hal yang sama pun dilakukan Leonardo. Itulah mengapa terjadi kejar-kejaran yang tidak dapat terelakkan lagi.Untungnya, jalan yang dilalui sekarang tanpa hambatan, sehingga tidak banyak kendaraan di sana. Terlebih lagi Leonardo sengaja mencari jalan yang sepi. Dengan begitu, ia bisa terus lolos dari Arsenio.Mereka hampir keluar gerbang tol. Arsenio sudah lelah mengejar terus. Kini dia harus lebih cepat dari lawannya."Kalian siap?" Dia memberi isyarat pada Cale dan Bastian. Dua pria yang berstatus pelayan di keluarga Guan itu, mengangguk tanpa mengerti."Baiklah. Mari, kita akhiri permainan ini!" erang Arsenio sambil merapatkan gigi-giginya.Dia sudah muak berada di belakang Leonardo. Padahal dia selalu ingin menjadi pemimpin. Hahaha. Tidak lucu, tapi itulah faktannya.Arsenio menambah kecepatannya hingga 120 km/jam. Sementara Leonardo mulai ketar ketir, lantaran bahan bakar mobilnya hampir habis."Sial!" Dia mengumpat kes
"Apa kau bersungguh-sungguh dengan perkataanmu itu?" Leonardo menjatuhkan tatapan tajam. Memicingkan matanya, meragukan perkataan Bastian. Meskipun mimik wajah pria yang masih kerabatnya itu cukup meyakinkan."Apa kau meragukannya? Baiklah." Bastian membalas tidak kalah seriusnya dari Leonardo. Bahkan dia melemparkan senjatanya tepat di bawah kaki Leonardo."Ambil senjata itu. Tembak aku! Lakukanlah sesuka hatimu!" tantangnya, guna membuktikan keseriusannya.Dirinya seorang laki-laki dan setiap hal yang dipegang teguh pria, adalah kata-katanya.Leonardo melirik senjata itu ragu, sebelum akhirnya menatap Bastian penuh kecurigaan. Seorang Bastian, yang terkenal seantero Sky Blue City, menyerah begitu saja? Sangat tidak menyakinkan.Dengan menggunakan kaki kanan, Leonardo menyentuh senjata itu. Ketegangan terjadi di sana. Bastian sama sekali tidak bergerak dari posisinya. Itu tadi, tidak dengan sekarang.HUB ...Bastian mengangkat kaki kanannya tinggi-tinggi, hendak melayangkan tendanga
"Arsenio!!!" Arsenio yang duduk tersungkur di atas rerumputan itu, langsung menoleh mendengar panggilan dari Anindira, sekaligus menyadarkan dirinya untuk segera bangkit. BUK ...Kakinya mengayun cepat dan tepat mengenai dagu Leonardo yang hendak menyerang lagi. Tak berselang lama, ia kembali berdiri gagah tanpa merasa sakit sama sekali.Leonardo mundur beberapa langkah. Mimik wajahnya tidak mengenakan perasaan. Arsenio menganggukkan kepalanya ke arah Anindira, memberi isyarat bahwasanya ia baik-baik saja.Anindira menghentikan langkahnya, menyentuh dadanya dengan kedua tangan dan meremah pakaiannya. Menelan ludahnya berat-berat. "Semoga berhasil, Arsenio," gumamnya terdengar lirih. Namun, hanya ia yang bisa merasakan gelombang perasaan yang sedang menerjang raganya.Kehadiran Anindira layaknya terpaan angin segar bagi Arsenio. Ada dorongan yang besar. Semangatnya meningkat seperti tak terhingga.Arsenio langsung melayangkan serangan. Tangan kanan yang sudah mengepal kuat, diarahk
"Ayah, ingin pergi kemana?" tanya seorang pemuda delapan belas tahun, yang langsung beranjak dari sofa, ketika mendapati pria dewasa yang dipanggil 'Ayah' itu, telah mengenakan pakaian rapi."Apa ayah akan pergi ke pemakaman?" tanya pemuda itu lagi.Pria dewasa itu tampak gelagapan mendengar pertanyaannya tersebut. Namun, ia cepat mendapatkan kembali kendali atas pikirannya. "Iya, ayah akan pergi ke pemakaman," jawab pria dewasa itu, disertai senyuman lembut."Baiklah. Aku ikut Ayah." Pemuda itu sedikit berjingkrak senang. "Tidak, Nak. Ayah akan pergi dengan kawan. Kamu tunggu di rumah saja," kata pria itu memberi penjelasan.Perlahan senyuman pemuda delapan belas tahun itu, memudar. Terlihat raut kekecewaan di wajahnya. Pria itu, tidak enak hati melihat sang putra yang murung karena menolak permintaannya itu.Memang sudah sejak lama ia dan sang putra tidak pergi ke pemakaman untuk mengunjungi sang istri, yang telah lama meninggalkan dunia ini. Itulah mengapa putra satu-satunya itu
Barraaaakkkk ...."Leonardo!!!!" teriak Luke Mallory, sesaat ia menyapu seluruh benda yang ada di atas mejanya. Jatuh berserakan di lantai. Tumpukan berkas itu, jadi berantakan. Laptop yang kebetulan ada di atas meja pun, jadi sasarn kemarahannya. Tidak ada lagi yang tersisa di atas meja sekarang. "Mengapa kau pergi, Leonardo!?" Dia mempertanyakan keputusan pion kesayangannya yang mengakhiri nyawa di tangan musuh."Tugasmu belum selesai!!!" teriaknya terus menerus. Menyalahkan dunia yang sudah tidak adil padanya.Kabar kematian Leonardo, tentu tersebar sangat cepat. Merambah seluruh kota. Luke Mallory tidak terima kabar tersebut. Dia sangat kecewa dan marah besar.Seisi ruangan itu, porak-poranda seperti habis diterjang angin kencang.Tidak ada satu pun anak buahnya yang berani masuk ke ruangan tersebut, walau sekedar bertatap muka saja. "Arsenio!!!!" Dia mengerang sambil mengepalkan kedua tangannya. Menatap nanar objek di depannya. "Kau harus membayar semua perbuatanmu. Tidak akan