"Yaaaaccccchhhhh!!!!"Arsenio memukul keras, sebuah balok kayu yang dibentuk menyerupai tubuh manusia. Kepalan tangannya sampai memerah. Namun, dia mengabaikan rasa sakitnya."Stamina Anda naik 5%, Tuan!" seru Freya, sambil menggenggam sebuah tap, yang berisikan data-data Sistem Mafia, seperti yang sudah diketahui Arsenio juga."Leonardo!" geram Arsenio, sembari terus meninju boneka kayu itu. Tidak peduli lengannya sudah mulai mengeluarkan darah segar, dia tetap meninju benda padat itu. Arsenio menatap nanar boneka kayu yang sengaja ia beri tempelkan nama Leonardo di sana. Seolah yang saat ini ia tinju, benar-benar Leonardo.Dia bermandikan keringat. Garis bawah matanya sampai memerah saking bergejolak amarah di dalam raga."Tuan. Anda berhasi mendapatkan 100 Poin Aksi. Anda sudah bisa membeli beberapa item dengan menukarkan Poin Aksi," ungkap Freya senang. Namun, tidak dengan Arsenio, yang napasnya terengah-engah dan terus menerus memukul tanpa kenal kata lelah."Itu, bukanlah hal
"Apa yang sistem katakan?" Arsenio bertanya dengan raut wajah serius. Duduk di tepi kolam sambil memandang langit biru yang cerah. "Anda mendapatkan dua unit senjata baru. Apa Tuan ingin melihatnya?" tawar Freya sangat hati-hati dalam berbicara. Siang ini suasana cukup hening. Namun, Arsenio tahu. Ini ketenangan sebelum badai tiba. "Tunjukkan!" Arsenio mengubah posisinya yang semula rebahan, kini duduk bersila. Freya mengangguk, kemudian dia menunjukkan layar tap yang dibawanya supaya Arsenio bisa membacanya juga. "Ini jenis terbaru, Tuan. Kemampuan senjata ini tidak bisa diragukan lagi. Bisa menembak dari jarak lima puluh meter dan tidak memiliki suara sama sekali saat melepaskan tembakan. Cocok untuk membidik tanpa ketahuan lawan," terang Freya.Arsenio melihat serius gambar di layar tap sambil mengelus dagunya dan beberapa kali bergumam."Aku ingin membeli senjata lain, yang lebih praktis dan bisa gunakan di situasi tertentu. Apa ada?""Ada, Tuan. Pisau lipat, belati dan yang
Masih di hari yang sama. Namun, kali ini Bastian stan by menemani Arsenio. Namun, sosoknya tersembunyi di balik layar. Bruk ...Pintu pun terbuka. Pria lima puluhan tahun itu, menaikkan sebelah alisnya saat mendapati sosok pemuda tiga puluhan tahun sedang duduk di tempatnya, dengan kedua kakinya dinaikkan ke atas meja. "Siapa kau?" tanya pria itu, meninggikan suaranya. Terkejut bukan main. Hampir saja jantungnya berpindah tempat. "Apa kau tidak mengenaliku, Tuan Xander?" tanya Arsenio bernada mengejek, sambil menurunkan kedua kakinya. "Kau ... Bukankah, Arsenio. Tuan Muda dari keluarga Guan?" Xander menebak-nebak karena memang ini kali pertama ia melihat pemuda itu. Arsenio tersenyum miring, "nah. Bagus sekali kau cepat mengingatnya. Ternyata pria tua sepertimu, masih memiliki ingatan yang tajam," lanjutnya mengejek. "Apa yang kau lakukan di tempatku ah?" Suaranya bergetar, begitu juga dengan seluruh tubuhnya. Di ruangan yang tidak terlalu besar dan kecil itu, memang hanya ada
"Bagaimana statusku sekarang?" tanya Arsenio serius dengan kedua tangan melipat di dada. Fokusnya antara Freya atau jalanan. "Tuan bisa melihatnya sendiri di aplikasi, yang baru saja terpasang di ponsel Tuan." Gadis cantik yang selalu bergaya casual itu, menerangkan.Arsenio cukup terkejut. Namun, dia segera mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. "Aplikasi apa?" gumamnya bertanya-tanya sambil membuka kunci layar benda pintarnya itu."Heum, sejak kapan aplikasi ini terpasang di ponselku?" Arsenio mengerutkan keningnya, heran karena dia tidak pernah mendownload aplikasi baru."Aplikasi itu terdownload otomatis di ponsel Anda. Hanya pemilik yang mencapai level tertinggi, yang bisa menikmati fitur Sistem Mafia Terkuat type 1. Aplikasi ini, type terbaru dari Sistem Mafia Terkuat. Tuan bisa melihat semua data dari aplikasi tersebut," terang Freya lebih lanjut. Arsenio menganggukkan kepalanya paham, semari bergumam pelan. Merasa takjub dengan apa yang dilihatnya sekarang. Ternyata
Pria berkepala pelontos itu akhirnya sampai. Arsenio sudah berdiri di bibir pintu. Memasukkan sebelah tangannya ke saku celana. Kemudian berjalan menghampiri pria tersebut sambil tersenyum miring."Lima belas menit. Tidak buruk," ungkapnya bernada ejekan. "Seharusnya kau sampai di tempat ini lebih cepat lagi karena putramu sudah sangat merindukan ayahnya.""Di mana putraku?!" Pria itu langsung meninggikan suaranya. Tidak peduli bahwa ia sedang berada di kandang harimau sekalipun.Arsenio terkekeh, "mengapa kita tidak membicarakan ini secara baik-baik saja? Mungkin segelas kopi? Aku ingin mengenal lebih dekat diri Anda, Tuan James."Lirikan mata Arsenio penuh makna, membuat pria yang terkenal Macam Hitam itu, meningkatkan kewaspadaannya.Kurang lebihnya, James sudah mendengar sepak terjal Arsenio dalam beberapa waktu terakhir. "Sebaiknya, kau jangan basa-basi. Aku ingin melihat putraku! Di mana dia, ah? Jangan membuat kesabaranku habis, Arsenio!" sungutnya sampai wajahnya memerah, kel
[Selamat. Anda berhasil naik satu level.][Total poin Aksi yang diterima hari ini. 350][Total Poin Kemenangan yang diterima hari ini. 100 Poin.][Bonus penyelesaian misi: Total 50 juta dollar telah berhasil di transfer ke rekening Anda. Ditambah 1 hektar tanah dan satu unit motor.][Hadiah bisa diambil di Toserba Sistem Mafia Terkuat.][NOTE: Tuan berkesempatan dua kali mengundi, untuk mendapatkan item pilihan.]Arsenio menutup aplikasi tersebut, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku jas, bersamaan dengan helaan napas panjang. Sesuatu sedang mengusik pikirannya sekarang dan tak ingin pergi. "Anda, berhasil naik satu level lagi, Tuan." Freya melirik dari balik kaca spion kecil yang berada tepat di atas kepalanya."Aku ingin cepat mencapai level Bos Mafia," ungkap Arsenio sambil menatap datar ke arah luar jendela. Kondisinya masih berlumuran darah, yang kini sudah mulai mengering. Arsenio sengaja tidak membersihkannya karena dia ingin terus mengingat hari ini. ***Sesampainya di
"Apa yang kamu lakukan?!"Spontan Anindira mendorong bidang dada Arsenio cukup kencang, hingga mundur beberapa langkah. Alhasil, momen yang sempat hangat membara, kini berubah canggung. "Maaf." Arsenio gelagapan seperti orang yang hilang ingatan. Namun, tetap dengan gaya cool. Bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. "Dasar mesum!" umpat Anindira sangat marah, atas apa yang baru saja diterimanya. "Kau sengaja memanfaatkan kelemahanku."Anindira menutupi tubuhnya dengan kedua tangan, seolah-olah sedang melindungi dirinya dari pandangan jahat seorang pria."Siapa yang mesum? Jangan asal menuduh kamu," elak Arsenio keras. "Aku hanya tertarik saja dengan bibirmu itu," lanjutnya asal kena. "Astaga ..." erang Anindira meraja jijik dan geram, dengan apa yang barusan didengarnya. "Laki-laki, semuanya memang sama saja. Mesum!" "Terserah kau saja ingin mengatakan apa. Aku masih memiliki urusan lain, yang harus kuselesaikan." Arsenio menyelengos. Setelah berkata demikian, dia pun melenggang pe
Arsenio pun kembali ke rumah, setelah malam tiba. Setidaknya urusan kantor telah selesai untuk hari ini. Dia tampak kelelahan. Terlihat raut wajahnya yang lesu dan beberapa kali memijat bahunya. "Ayah." Arsenio menghampiri Alexander Guan, yang duduk di ruang tamu sambil menggenggam selembar kertas.Kening Arsenio mengerut dan bertanya-tanya, ketika mendapati sang ayah yang menghela napas beberapa kali."Apa yang ayah pegang itu?" Arsenio duduk bersebelahan dengan pria pemilik All Star Grup tersebut.Ketika sedang bersantai seperti ini, Arsenio bisa melihat ayahnya sudah sangat tua. Sebagian rambutnya memutih dan sering membawa tongkat kemana-mana."Ini, undangan makan malam keluarga yang dikirimkan Pamanmu, untuk mengenang kematian kakekmu," terang Alexander Guan setengah cemas. Terlihat dari guratan di keningnya yang cukup panjang dan dalam. Ada juga helaan napas beberapa kali."Berikan surat itu. Aku ingin membacanya juga!" pinta Arsenio tegas sambil mengulurkan tangannya.Alexand
Hari berikutnya. Arsenio menaklukkan X One di Bandara internasional, yang hendak melarikan diri ke luar negeri. Di hari itu juga, Organisasi yang selama ini dipimpin X One pun ditaklukkan. Mereka tidak bisa berkutik lantaran pemimpin mereka telah ditangkap.Pada akhirnya, Arsenio pun menjadi penguasa Tiga Wilayah Bagian, seperti yang telah kakeknya janjikan. Sebagaimana seharusnya, pewaris utama keluarga Guan, yang akan memimpin Tiga Wilayah Bagian. Sejak hari itu, Arsenio mulai berbenah. Dia membentuk Organisasi Naga Merah yang lebih kuat lagi, kokoh dan sedikit berbeda dari yang dipimpin Alexander Guan sebelumnya.Arsenio membuat banyak perubahan di mana-mana. Berkat kontribusinya itu, semua orang di Tiga Wilayah Bagian tersenyum. Tidak ada yang tidak mengenal Arsenio sekarang.Arsenio pun mulai mempersiapkan pernikahannya dengan Anindira. Tepat dua bulan setelah Luke Mallory tiada. Pernikahan yang telah nantikan itu akan segera terwujud.Satu hari sebelum pernikahan. Malam harinya
"Kejutan!" Suara Elsa begitu nyaring dan sangat melekat di telinga Arsenio.Siapa yang menduga, bom yang dimaksud Luke Mallory sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya, adalah Elsa. Arsenio tidak habis pikir. Jika ia tahu, mungkin gadis itu sudah berpindah dunia kemarin. "Ada apa dengan ekspresimu, Kak? Apa kau terkejut melihatku seperti ini?" sambungnya berpura-pura polos, seolah tak terjadi apa-apa.Dia memah pandai bermain sandiwara. Kemarin Elsa berlagak layaknya seseorang yang sangat menderita. Mampu, menarik simpati Arsenio dan yang lainnya. Namun, sekarang? Elsa seperti serigala yang menyusup ke dalam gerombolan domba, lalu siap menerkam mereka.Arsenio bergeming. Dia terlalu cepat untuk mempercayai seseorang tanpa mencari tahu asal usulnya lebih jauh. Sampai akhirnya ia berada di ujung jurang karena rasa kepercayaannya itu, tapi semua ini tidak bisa ia sesali terus menerus. "Kenapa kau diam, Kak? Bukankah kau selalu saja banyak bicara ini dan itu? Kau terus saja berkata, b
Arsenio berlari ke ruang perawatan. Dia mendapat kabar bahwa Elsa telah sadar. Dia bersyukur karena operasi pengangkatan cip itu berhasil. Bruk ...Pintu dibuka secara kencang, hingga menciptakan suara nyaring, sontak membuat dua gadis di dalamnya tersentak kaget."Arsenio ...""Kak Arsenio ..."Keduanya menyebut nama sang pria di waktu bersamaan. Terdengar kompak. Arsenio bernapas lega setelahnya. Lantaran dua wanita yang ia sayangi, ternyata baik-baik saja.Terutama saat melihat senyuman Anindira, selalu membuat hatinya tenang. "Kalian baik-baik saja bukan?" tanya Arsenio pada keduanya. "Iya, Kak Arsenio."Anindira ingin menjawab juga. Namun, dia kalah cepat dengan Elsa yang sudah lebih dulu berucap. Anindira pun hanya diam dan menunggu giliran ia berkata.Pandangan Arsenio lurus pada Anindira dan begitu juga senyuman. Ya, meskipun tangannya mengelus kepala Elsa."Lantas bagaimana dengan Kak Arsenio? Apa kakak berhasil menyelamatkan teman-temanku? Aku mendengar cerita Kak Anindir
"Kapan pengirimannya?" Terlihat Luke Mallory sedang berada di sebuah ruangan, lebih disebut sebagai gudang karena banyak tumpukan kardus terbengkalai di sana.Jaring laba-laba menjadi penghias di setiap sudut ruangan. Lubang angin pun sudah tertutup debu yang sangat tebal.Lantai yang dipijak pun bukan dari keramik, melainkan masih lapisan pasir. "Pengirimannya akan dilakukan sore ini, Bos. Ketua Bulan Darah, yang akan mengantarnya sendiri," jawab salah satu anak buahnya, tertunduk ke bawah."Bagus. Para investor kita sudah banyak menanyakan soal anak-anak itu, yang akan mereka pekerjaan sebagai penari di club-club malam."Luke Mallory tersenyum sinis. Mengayunkan kakinya santai sambil menyesap sepuntung rokok yang hendak habis."Lantas, apa kalian sudah mendapatkan informasi tentang Arsenio?"Tiba-tiba dia membahas soal Tuan Muda keluarga Guan itu. Setiap saat dirinya tidak bisa tidur, terus saja terbayang-bayang bajah pemuda tiga puluh tahun, yang telah membunuh Leonardo. "Kami be
"Sebenarnya, Kak Arsenio ini, siapa? Mengapa kakak bisa masuk ke rumah besar itu? Memangnya rumah itu, milik kakak juga?"Pertanyaan Elsa, sontak membuat Arsenio menghela napas berat. Sebenarnya dia ingin menyembunyikan identitasnya yang tidak lain adalah Pewaris Utama Keluarga Guan, dari Elsa. Namun, sepertinya keadaan yang telah memaksa ia untuk berkata jujur."Rumah mewah itu milik ayahku. Sebenarnya aku ini, pewaris utama keluarga Guan. Arsenio Bagas Guan. Putra satu-satunya Alexander Guan," beber Arsenio ragu. Dia tidak yakin momentumnya pas untuk mengungkapkan identitas. Elsa menatapnya sangat lama dan tanpa kata, seolah kalimat tadi adalah mantra yang mengutuknya menjadi patung batu. "Elsa?" Panggilan Arsenio menyadarkan gadis cantik dua puluh tahun itu, dari diamnya. "Mengapa sejak awal Kak Arsenio tidak jujur padaku?" Elsa mengubah posisi duduknya yang semula sedikit menghadap Arsenio, kini melihat keluar jendela."Aku tidak suka orang yang berkata bohong," sambungnya kesa
Arsenio pun kembali ke rumah. Kemarin malam ia tidak pulang karena menemani Elsa. "Tuan Muda. Kemana saja Anda kemarin malam?" tanya Bastian, yang langsung mencecar. "Tuan, terus mencari Anda. Mengapa ponsel Anda tidak aktif? Sebenarnya pergi kemana Anda, Tuan Muda?"Arsenio menghela napas panjang, "ada hal yang sedang kuurus. Sekarang aku minta padamu untuk mencari informasi tentang Organisasi Bulan Darah.""Bulan Darah?" Bastian menautkan sebelah alisnya. "Bukankah organisasi itu sudah hilang. Lantas, untuk apa, Anda mencari informasi tentang mereka lagi?""Aku akan jelaskan nanti. Sekarang, aku ingin menemui ayah. Di mana Ayah?" "Tuan Alexander ada di ruangannya." Setelah mendengar kalimat itu, Arsenio buru-buru menaiki anak-anak tangga, menuju lantai dua.Arsenio pun langsung masuk ke ruangan itu tanpa mengetuk pintunya lebih dulu."Ayah," kata Arsenio terkesan buru-buru."Arsenio. Kemana saja kamu, Nak?" tanya Alexander Guan cemas. Sampai bangu dari tempat duduknya. "Aku ber
Entah mengapa, Arsenio merasa ingin berlama-lama di tempat ini. Seolah sesuatu sedang menunggunya dan takdir ingin dirinya menemukan itu.Arsenio pun mengunjungi ayahnya dan mengatakan bahwa ia akan pulang setelah makan siang. Sesaat setelah itu, Arsenio melihat sesuatu yang membuat aliran darahnya mendidih lagi. "Hei, kalian yang berkelahi di sana! Apa yang kalian lakukan di depan umum seperti ini?!" "Ayo cepat pergi!!" ucap seorang pelaku mendorong rekannya untuk kabur dari sana.Arsenio berseru. Namun, sebelum ia bisa melanjutkan aksinya, dua pria yang lagi-lagi sedang mengeroyok anak kecil itu, pergi. Kali ini bukan gadis yang Arsenio selamatkan sebelum."Hei kalian--Ck!!" Arsenio berdecak dengan kepalan tangan meninju udara. Tindakannya itu, mendapat teguran dari dua pria berseragam keamanan. Dari yang Arsenio lihat, sepertinya mereka sedang melakukan patroli rutin. "Kau?! Lagi-lagi membuat keributan di sini, apa tak kapok?!" ucap salah seorang petugas keamanan itu yang ter
Hari berikutnya. Arsenio pun melaju dengan kecepatan tinggi dengan motornya. Sudah cukup lama ia tidak berpacu di atas kuda besinya itu. Semenjak menjadi Tuan Muda keluarga Guan, ia tidak lagi mengendarai motor.Arsenio membelah keramaian kota Sky Blue City. Menyalip kendaraan yang ada di depannya dengan mudah.Setelah berpacu kecepatan di jalanan selama tiga puluh menit, Arsenio pun menghentikan laju motornya tepat di depan gerbang pemakaman keluarga. Arsenio turun dari motor, tidak lupa dia membawa satu buket bunga mawar putih yang sangat indah dan harum.Arsenio berjalan memasuki makam dan berhenti tepat di samping pusaran yang bertuliskan nama Clarissa di atasnya. Dia membuka kacamata hitam yang sedari tadi melekat di wajahnya. "Selamat pagi, Bu. Maafkan Arsenio yang baru mengunjungi ibu lagi."Arsenio meletakkan buket bunga itu di atas makam Clarissa. Sekuat tenaga dia memendung emosi, yang coba menerobos pertahanannya."Ibu suka mawar putih bukan? Kali ini Arsenio bawakan mawa
Satu Minggu berikutnya. Kondisi Arsenio telah pulih sepenuhnya. Bastian pun mengajak Arsenio untuk menemui anak-anak di tempat sosial, yang dibangun oleh Alexander Guan.Arsenio berjalan santai sambil melihat-lihat sekelilingnya, yang dipenuhi suara tawa anak-anak. Koridor ini, mengingatkan Arsenio pada sekolah dasarnya dulu. Hanya saja, saat ia bersekolah tidak ada tawa yang seperti ini. Setiap kali dirinya berjalan, maka teman-teman sebayanya langsung menghindar. Seolah dirinya monster yang tidak pantas untuk didekati. Melihat anak-anak bisa tertawa lepas tanpa beban, meskipun tidak memiliki orang tua, membuat Arsenio merasa tenang. Ada kebahagiaan yang sulit ia gambarkan dalam lembaran kata-kata. Setidaknya di tempat ini, mereka tidak merasa kesepian. "Tuan Alexander Guan membangun tempat ini, tepat satu bulan setelah meninggalnya Nyonya Clarissa. Tuan Alexander Guan, sangat terluka saat itu, terlebih lagi dia harus berpisah dengan putranya, yaitu Anda, Tuan Muda. Sebelum memban