Dalam bukunya yang berjudul On Death and Dying yang diterbitkan tahun 1969, Dr. Elisabeth Kubler Ross menjelaskan tentang lima tahapan emosional yang dialami oleh manusia saat mengalami keterpurukan. Lima tahapan itu adalah penyangkalan (denial), marah (anger), menawar (bargaining), depresi (depression), dan penerimaan (acceptance). Kelima tahapan ini merupakan hal alamiah yang pasti dialami oleh orang-orang yang mengalami kedukaan mendalam. Entah karena putus cinta, divonis penyakit mematikan, perceraian, gagal mendapatkan jabatan atau prestasi, atau divonis mandul.Hal yang sama pun tengah dialami oleh Jo saat ini. Memandang betapa lekat dan mesranya Riana bergandengan tangan setiap saat dengan David. Saling melempar dan bertukar senyum di hadapannya yang saat ini masih menyimpan berjuta rindu dan cinta untuk Riana.Jo masih tak bisa menerimanya sepenuh hati. Saat ini dirinya masih berputar-putar pada tahap penyangkalan, marah, dan mencoba untuk mengajukan penawaran. Mencari alterna
"Buka Om!" teriak Rafa sambil mengetuk-ngetuk kaca mobil. David langsung membukakan kunci sehingga Rafa bisa masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang bagian belakang."Ma, duduk belakang, Ma," pinta Rafa sambil meletakkan tas ransel biru tuanya di kursi penumpang."Iya," Riana mencopot seatbelt-nya. David ikut membantu. Rafa menatap heran David. Tak seperti biasanya Om-nya membantu mamanya seperti itu.Riana mengambil duduk di sisi Rafa. Secara otomatis yang ada di depan hanyalah David. Jika orang tak tahu. Bisa jadi akan mengira bahwa David adalah sopir mereka.Rafa langsung menyandarkan kepala di paha Riana. Bergulung memeluk dan menduselkan kepalanya di perut Riana."Ma, tadi apanya yang sayang?" Rafa kembali menanyakan pertanyaannya yang belum dijawab tadi."Ah…. Itu soal…." Riana masih berusaha memikirkan alasan."Apa? Kok kayak Om David tadi bilangnya?""Hmm, Mama sayang sama Rafa. Sama kayak Om David," jelas Riana."Kan emang iya. Om David kok aneh sih ngajak ngobrol M
Malam harinya, Riana memilih tidur dengan Rafa. Tak sanggup bertemu dengan David. Tepatnya masih takut berdua dengan David karena insiden guyur air ke muka David sore tadi.Untungnya David belum keluar kamar sampai malam. Memudahkan Riana berjalan di sekitaran fumah. Melakukan aktivitas seperti biasanya."Ma, bobok bareng Rafa ya?" pinta Rafa."Boleh. Udah lama kan kita nggak bobok bareng," sahut Riana penuh semangat. Tentu Riana sangat bersemangat karena tak harus berdua dengan David malam ini. Alhasil, Riana langsung mengurung diri di kamar Rafa usai bermain layangan di halaman."Untung aku masih simpan bajuku di sini," Riana bergumam senang menemukan beberapa baju rumahannya masih ada di lemari baju Rafa. "Ma, aku udah selesai mandinya," lapor Rafa sambil keluar kamar mandi dengan menggunakan handuk saja."Iya. Ini Mama ambilin bajumu," Riana mengambilkan satu set baju tidur untuk Rafa. Hari ini Rafa libur les. Jadi, Riana langsung mengambilkan saja set baju tidur. Sekalian kalau
David menemani Riana cek kandungan. Sudah dua minggu mereka tidak melakukan cek semenjak liburan ke Bali. David ingin tahu bagaimana perkembangan wujud calon anaknya yang saat ini sedang tumbuh berkembang dalam rahim istrinya.Dokter memberikan penjelasan seputar kondisi kehamilan Riana. Tak lupa juga mengingatkan untuk melakukan aktivitas yang tak membahayakan kandungan. Setelah itu, si dokter memberikan resep obat yang harus ditebus oleh mereka di apotek rumah sakit."Aku nggak sabar nunggu anak kita lahir," David mengusap-usap perut Riana saat sudah keluar dari ruang pemeriksaan."Masih kecil, David. Belum ada dua bulan juga usianya," Riana tersenyum senang melihat suaminya sangat menanti kelahiran buah hati mereka. Hati Riana berdebar-debar juga. Membayangkan bagaimana buah hatinya akan sangat tenang dalam gendongannya saat sudah lahir."Kamu suka bayi laki-laki atau perempuan David?" tanya Riana ingin tahu."Terserah sih. Asal lahir normal dan sehat. Itu semua udah cukup.""Yakin
David masih memandangi Riana yang duduk termenung di kursi sebelum masuk menemui ibu Riana. Istri kecilnya itu tampak kuyu. Membuat amarahnya semakin berkembang.Tenang, Vid, David menggenggam erat tangannya sebelum menarik engsel pintu dan mendorongnya ke dalam.Dengan langkah tenang David mendekati ibu Riana. Tampak ibu Riana serius memandangi David yang melangkah duduk di hadapannya. Tak ada kata di antara mereka. Hanya pandangan tajam yang saling bertautan."David," panggil ibu Riana memulai pembicaraan," Harusnya kamu tahu, seserius apapun dirimu pada Riana, aku tak akan pernah menyetujuinya."David masih diam, mendengarkan. Memang hati David sudah sangat tak cocok dengan calon mertuanya ini. Namun, dia harus bisa menjaga sikap agar Riana bisa resmi menjadi miliknya."Harusnya kamu paham alasanku tidak menyukaimu. Selain kamu memanfaatkan kepolosan anakku. Kamu juga bisa menempatkan anakku dalam bahaya," lanjut ibu Riana," Tapi, anak itu sangat mencintaimu. Sampai mau mengandung
Riana masih melingkar dalam pelukan David. Seperti seekor ulat yang tak mau lepas dari kepompongnya."Mau mandi?" tanya David sambil mengusap-usap rambut Riana yang ikal di bagian bawahnya," Atau dimandiin?""David ih!" wajah Riana langsung merona merah. David tersenyum heran. Istrinya masih saja malu. Padahal mereka sudah melakukan banyak hal tanpa menggunakan busana setiap kali ada kesempatan."Malu? Kan kita udah lakuin semuanya?" tanya David menggoda."Tauk ah!" Riana membalikkan badannya sehingga David hanya bisa melihat punggungnya."Sini! Hadap aku lagi!" David langsung menarik Riana agar tak lagi memunggunginya. Tampak bibir Riana sudah manyun seperti bibir ikan koi. David jadi gemas sendiri. Dia pun memutuskan menyambar bibir itu dan melumatnya sedikit kasar karena gemas."Mmmph!" Riana memukul-mukul dada David. Tanpa agar David berhenti. Tapi, Riana tetap harus menunggu sampai kegemasan David reda."Enak?" David tersenyum nakal usai melepas bibir Riana," Kalau jawab nggak, a
Di kantor, David jadi uring-uringan sendiri. Sebagai hasilnya, para pegawai yang mendapat jatah latihan di dojo beladiri kantornya sudah pasti kena banting semua. Seperti biasanya."Haaah!" David termenung sendiri di dojo. Semua pegawai sudah dia usir keluar agar istirahat atau bekerja. Yang jelas harus pergi menghindarinya."Bos, permisi Bos," tutur Jono ragu-ragu dari jarak dua meter."Hmm," David berdeham menanggapinya."Dicari klien. Sudah pada ngantri Bos.""Suruh tunggu satu jam lagi. Bilang aku masih di luar.""Hmm, tadi kan udah bilang gitu Bos sejam lalu.""Macet, Jon! Bilang kalau kejebak macet!""Iya, Bos. Iya," sahut Jono cepat-cepat. Daripada kena banting tuannya. Seperti rekan-rekan sekantornya. Di saat seperti inilah, Jono selalu iri dengan adiknya, si Joni, dan ingin bertukar kerjaan."Keluar sana!" usir David. Jono langsung nyelonong keluar. Tak mau berurusan dengan bosnya lagi sedang tensi tinggi.Namun, sebelum benar-benar keluar, Jono teringat sesuatu. Dia pun berh
David tersenyum saat mengecek kembali hadiah kalung berlian yang akan dia berikan sebagai permintaan maaf kepada Riana. Selain itu, dia juga sudah menyiapkan buket bunga mawar merah muda dan sekotak ukuran jumbo cokelat Ferrero Rocher sesuai nasihat Jono."Bos kan belum valentinan sama Nyonya kan? Emang udah lewat tanggalnya sih, tapi kasih aja hadiah. Cewek-cewek tuh biasanya suka dikasih kembang, cokelat, sama perhiasan," perkataan Jono terngiang-ngiang di kepala David. Usulan yang bagus, batin David sambil tersenyum.David mulai menyalakan mesin mobilnya dan melaju keluar area mall. Semua kebutuhannya untuk menyenangkan hati Riana sudah lengkap. Kini tinggal mencari cara untuk membuat Riana mau menuruti perintahnya. Tapi, David tetap santai. Mau sengambek apapun, Riana pasti akan keluar menemuinya.Sesampainya di rumah, David langsung menaruh semua hadiah yang dia persiapkan di kamar. Saat ini sudah sekitaran pukul 7 malam. David memutuskan mandi dulu sebelum mencari Riana ke kamar