Satu minggu berlalu, Sela yang tengah mengasuh Zahra bersama Bu Tari--ibu mertuanya saling menoleh begitu ada yang mengetuk pintu rumah."Biar Sela saja yang bukakan pintunya, Bu.""Iya, Nak."Sela langsung beranjak dari sofa, ia berjalan untuk membuka pintu rumahnya. Dan ketika dia membuka pintu.Deg! Ia benar-benar merasa terkejut begitu melihat Rio yang sudah ada di teras depan rumahnya. Sejenak, Sela melihat ke arah dalam rumahnya, ia memastikan ibu mertuanya tidak melihat Rio."Ka-kamu, kamu ngapain kesini ?" tanya Sela yang ketakutan. Rio tertawa menyeringai. Ia senang melihat wanita di hadapannya takut kepada dirinya. "Jangan sok polos begitu, aku butuh uang.""Apa ? Uang ? Baru satu minggu yang lalu aku kasih kamu uang seratus juta. Apa sudah habis ?!" ucap Sela pelan."Yaiyalah.. kebutuhan ku banyak, aku ingin beli mobil. Uang yang kemarin udah masih kurang.""Aku gak akan beri kamu uang lagi! Aku bisa laporkan kamu ke polisi jika kamu terus memerasku."Rio terdiam dengan a
Bu Tari ingin ikut untuk mencari Zahra bersama Ilham dan Seka. Mereka bertiga pun pergi mencari Zahra. "Sepertinya kita mesti tanya ke Ayu, Sel. Ayu pasti tahu dimana Rio berada," ucap Ilham sambil menyetir mobil. Ibunya yang duduk dibelakang heran dengan pembicaraan Ilham."Siapa Rio, Ham ?"Sejenak, Ilham melihat ibunya dari yang dibelakang melalui kaca. Ia sampai lupa untuk tidak membahas soal Rio saat ada ibunya. Sela juga ikut panik mendengar pertanyaan ibunya."Eu-- ceritanya panjang, Bu. Nanti pasti akan aku jelaskan semuanya pada ibu, Ya ?"Sesampainya di rumah Ayu, tanpa basa-basi begitu datang bertemu dengan Ayu, Sela pun langsung menceritakan kejadiannya jika Zahra diculik."Apa, Bu ? Zahra diculik ?" tanya Ayu syock. Begitu juga dengan ibunya---Bu Ratna yang juga merasa syock cucunya di culik."Iya, Yu. Sepertinya, Rio juga takut keberadaannya diketahui polisi. Kemarin, Mas Ilham laporkan Rio ke polisi. Ia bahkan sampai sulit untuk dihubungi.""Kita yakin, Rio pasti yang
Rio lolos dari kejaran Ilham, ia keburu naik taksi dan tak terkejar. Bu Rita masih saja menangis di kursi dibelakang. Ayu yang ada disampingnya juga ikut merasa bersalah."Mas, lebih baik kita pulang saja ke rumah, keadaannya sedang kacau seperti ini. Kamu lihat ibu, ibu masih begitu syock. Masalah Rio kita serahkan ke polisi saja, ya ?" pinta Sela pada Ilham yang tengah menyetir mobil."Kamu benar, Sayang. Baiklah, kita pulang saja.""Yu, kamu ikut kita pulang ke rumah, ya ? Kita mesti sama-sama jelaskan semuanya pada ibu," ucap Sela."B-baik, Bu.""Bu, Ilham akan katakan yang sejujurnya pada ibu di hari ini juga, Bu," ucap Iham dengan penuh rasa bersalah.Ibunya tak mengatakan apapun. Ia masih memendam amarah dan rasa sedih yang mendalam.*****Sesampainya di rumah, semuanya langsung duduk di sofa ruang tamu."Jelaskan pada ibu Ilham! Apa yang sebenarnya terjadi ?!"Dengan penuh rasa bersalah, Ilham segera menghampiri ibunya. dia duduk bersimpuh dihadapan Ibunya."Ma-afkan aku, Bu.
"Ya Allah... Jika memang Mas Ilham bukan takdirku, jika memang aku dan Mas Ilham mesti berpisah, kuatkan dan ikhlaskan hatiku untuk menerimanya. Namun, jika memang Mas Ilham takdirku, jodohku, aku tahu Engkau maha kuasa atas segala hal ya Allah... Engkau pasti sebaik-baiknya perencana ya Allah... Aku serahkan semuanya kepadaMu ya Rabb..." Lirih Sela dalam hati diiringi tangisan.Tak lama, Bu Tari membuka pintu kamarnya. Sela cukup lega melihatnya."Alhamdulillah, akhirnya ibu mau buka pintunya, Bu. Sela dari tadi khawatir sama ibu. Aku sekarang bawain nasi goreng buat ibu. Ibu makan, ya ?" ucap Sela."Ibu gak mau basa-basi, Sela. Ibu pegang ucapan kamu, dan ingat! jangan pernah bohongi ibu lagi!" ucap Bu Tari penuh penekanan."Ibu masih berbaik hati tidak menyuruh kamu pisah dengan Ilham. Karena ibu tahu, Ilham sangat mencintai kamu. Tapi ibu minta sama kamu, kamu biarkan Ilham agar dia mau menikah lagi! Kamu bujuk dia agar mau menikah lagi!" lanjut Bu Tari."B-baik, Bu. Sela akan men
Ilham membaca surat dari Sela.Assalamualaikum,Mas, maaf ya aku pergi gak pamit dulu sama kamu. Aku mau pergi dulu ke rumah papah dan mama . Aku butuh waktu untuk menenangkan diri aku sendiri. Aku sadar diri, harusnya aku meminta pisah dari kamu tanpa harus diminta dulu oleh Ibu kamu. Aku bukan wanita sempurna yang bisa yang layak untuk dipertahankan.Setelah aku pikir, sepertinya aku juga tidak sanggup untuk melihat kamu jika bersama wanita lain suatu saat nanti. Mas, aku minta pisah dari kamu. Aku juga akan urus perpisahan kita. Aku harap kamu bisa mengerti keputusanku. Aku juga minta maaf sama ibu karena aku sudah membohonginya selama ini. Aku juga minta maaf karena waktu malam tadi aku gak pamit sama ibu.Jaga diri kamu baik-baik ya, Mas. Aku sangat menyayangi kamu. Semoga kamu bisa cepat menemukan wanita yang lebih baik dari aku.Wa'alaikum salam,(Sela)*****Air mata yang sudah tidak dapat terbendung lagi akhirnya mengalir membasahi pipinya Ilham dengan dadanya yang terasa s
"Kalo gitu, kamu pulang lagi ke rumah kita, ya ? Jangan pergi kayak gini lagi, aku bener-bener kehilangan kamu tau," ucapku pada Sela.Istriku itu tersenyum kecil. "Iya, Mas. Aku akan ikut pulang sama kamu." Lega rasanya, akhirnya Sela mau tinggal lagi bersamaku. "Oh, Iya. Orang tua kita 'kan sudah tahu semuanya. Apa kamu mau tetap merawat Zahra ?""Mungkin, iya, Mas. Aku sudah terlanjur menyayangi Zahra. Ayu juga tidak mungkin untuk merawat Zahra. Kasihan dia, Mas. Ayu tidak dinikahi oleh Rio. Jika dia sampai membesarkan Zahra, nanti apa kata orang-orang sekitarnya. Apa kamu keberatan, Mas ?" "Tidak, aku tidak keberatan. Terserah kamu mau melakukan apapun, yang penting itu buat kamu bahagia.""Makasih, ya, Mas."Aku tersenyum menatapnya. "Iya, Sayang.""Tapi, kita bisa saja bantu Ayu untuk dinikahi oleh Rio. Kita suruh saja Rio yang tengah ada di penjara agar mau menikahi Ayu. Ya.. setidaknya, untuk membersihkan nama Ayu saja," usulku."Aku setuju, Mas. Setidaknya, jika Ayu suda
"Sayang. Kamu pasti lihat wanita bernama Tiara itu, ya ?" tanyaku sesampainya di kamar setelah dari ruang tamu tadi. Di ruang tamu, Tiara juga masih mengobrol bersama ibuku karena mereka pasti masih menunggu ku untuk segera menghampiri.Sela yang tengah menatap layar laptop, sejenak melihatku dengan senyum yang terlihat getir. Aku yakin hatinya pasti sangat sakit sekali melihat sendiri wanita lain yang akan menjadi istri keduaku.Ia menutup laptopnya. Tadi, aku lihat dia tengah mengecek keuangan butiknya. Ia pun berdiri lalu menatap ku sambil tersenyum getir. "Sudah seharusnya aku terbiasa melihat wanita yang akan menjadi istri kedua kamu, Mas. Aku yakin, aku akan menjadi terbiasa hingga rasa sakitnya sedikit berkurang," ucapnya."Aku minta maaf, aku benar-benar tidak tahu soal kedatangan Tiara. Aku juga kaget begitu melihat dia sudah ada di ruang tamu bersama ibu."Ibuku tega sekali membawa Tiara ke rumah kami. Ia tidak memberitahuku sama sekali. Apa ibu tidak memikirkan bagaimana
Hari ini aku libur. Karena waktu itu sudah mengiyakan permintaan ibu, aku terpaksa mesti mengajak Tiara jalan-jalan bersamaku. "Kamu mau kemana, Sayang ?" tanyaku pada Sela yang juga sudah bersiap-siap seolah mau pergi. Ia tengah merias dirinya di depan cermin.Tatapan matanya melihat padaku dari cermin."Ke butik, Mas. Aku bosan di rumah terus." "Ohh ke butik, aku antar, ya ? Aku 'kan juga lagi libur.""Enggak usah, Mas. Aku bawa mobil sendiri aja. Kamu 'kan juga mesti segera pergi menjemput Tiara untuk jalan-jalan sama kamu," jawabnya. Ia pun berdiri dan mengambil tasnya yang dia simpan di atas meja riasnya.Lalu, Sela menghampiriku. Ia merapikan kerah kemejaku."Aku mau pergi ke butik ya, Mas. Sekalian mau nge-cek keadaan butik. Semoga proses pendekatan kamu sama Tiara lancar ya, Mas." Aku tertegun mendengar Sela mengucapkan itu. Sakit sekali rasanya ketika Sela mendoakan ku dengan wanita lain. Padahal, yang ingin aku dengar, ia melarang ku habis-habisan.Sela pun menjulurkan ta
Satu bulan kemudian...Di depan halaman rumahnya. lham tengah memangku Zahra dan Sela tengah menyuapi Zahra. Mereka berdua merasa senang sekali akan kehadiran Zahra, karena mereka merasa seperti menjadi seorang ayah dan seorang ibu.Saat Sela dan Ilham tengah mengasuh Zahra, Tiba-tiba ada Ayu dan Rio yang bertamu ke rumah mereka. Ada yang ingin dibicarakan oleh Ayu dan Rio.Ayu dan Rio pun dipersilahkan masuk, hingga mereka berbicara di ruang tamu. Bu Tari yang tengah ada di rumah Ilham, juga ikut duduk di ruang tamu.Sambil duduk, Ilham tetap memangku Zahra yang sudah semakin tak bisa diam.Ayu dan Rio hanya terdiam. Mereka tengah berusaha memberanikan diri untuk mengatakan apa tujuan mereka."Jadi, apa yang mau dibicarakan ? 'kok kayaknya serius banget?" tanya Ilham dengan tawa kecil untuk membuat suasana tidak terlalu tegang."Iya, Yu, Rio, ada apa ? Bilang aja, jangan sungkan," tambah Sela."Iya, Nak. Memangnya ada apa ? 'kok kayaknya kalian lagi ada yang dipikirkan ?" tanya Bu Ta
Ilham datang ke kantor polisi untuk mencabut laporan atas Rio yang telah memerasnya dan atas kasus menculik anaknya sendiri untuk dijual.Rio begitu berterimakasih pada Ilham. Selama di dalam penjara, ia banyak sekali mendapatkan pelajaran. Sekarang, ia sudah mengakui kesalahannya dan ingin menjadi manusia yang lebih baik lagi."Kamu benar-benar mau membebaskan aku, Ilham ?" "Iya, Aku serius. Tapi, kamu mesti janji, kamu jangan berbuat jahat lagi seperti kemarin.""Iya, Ilham. Aku berjanji. Aku akan berusaha untuk menjadi orang baik.""Oke. Kalo, begitu. Aku pegang ucapan kamu. Jadi gimana ? Kamu juga mau 'kan bertanggung jawab untuk menikahi Ayu ?""Iya. Aku akan bertanggung jawab. Jujur saja, sebenarnya aku juga mencintai Ayu. Hanya saja, dulu aku merasa belum sanggup untuk memiliki istri. Aku tidak punya apa-apa untuk menafkahinya. Apalagi, aku dengar sampai Ayu hamil. Aku semakin merasa terbebani. Jadi, aku memilih kabur. Aku mengakui kesalahanku itu.""Baguslah kalo kamu sudah m
Setelah beberapa jam, akhirnya Tiara berhasil diselamatkan dari jurang. Setelah itu, Tiara pun di bawa ke rumah sakit. Sela dan semuanya menatap begitu ngeri pada darah yang terus mengalir dari kepala Tiara yang sampai membasahi bajunya.*****Dokter yang menangani Tiara menyatakan jika Tiara tengah kritis. Semuanya akhirnya memilih menunggu di kursi yang ada diluar ruangan Tiara dirawat. Semuanya panik dan berharap Tiara bisa bertahan hidup.Ilham terus mengelus bahu Sela yang kepalanya menyender pada pundaknya. Ia mengerti, jika istrinya juga tengah syock dengan kejadian hari ini. Sedangkan, Ayu yang sambil memangku Zahra, duduk bersama Bu Tari. Sebesar apapun rasa marahnya Bu Tari akan perlakuan Tiara, ia tetap tidak tega melihat kondisi Tiara saat ini. Tiba-tiba, Sela juga teringat pada Zahra yang takut terjadi sesuatu setelah kejadian tadi."Yu," panggil Sela. Ayu menatap pada Sela. "Iya, Bu ?" "Mumpung lagi di rumah sakit, kita juga sekalian periksa kondisi Zahra, yuk ? Ta
Bruk.. Bruk.. Bruk..Tangan Ilham terus menggedor kaca mobil Tiara. Pintu mobilnya terkunci, Ilham jadi susah untuk bisa mengambil Zahra kembali."Tiara, keluar Tiara!" Perasaan Tiara begitu panik, ia berpikiran jika rencananya pasti akan gagal jika Ilham yang menghalanginya. Ia terlalu lemah untuk melawan Ilham."Tiara! Kalo kamu masih tetap gak mau buka pintunya! Aku akan pecahkan kaca mobil kamu!""Akh! Sialan! Ilham benar-benar membuat aku terpojok! Aku gak bisa apa-apa lagi!"Diluar sana, Ilham masih terus menunggu Tiara keluar dengan perasan yang penuh amarah. Tiara pun membuka kaca mobilnya. Ilham yang melihatnya langsung melihat pada Zahra yang tengah menangis di pangkuan Tiara. "Zahra.." lirihnya.Ia begitu khawatir, membayangkan bagaimana Zahra berada dalam mobil yang dilajukan dengan kecepatan tinggi. Ia berpikir harus cepat-cepat menyelamatkan Zahra. Kondisi Zahra pasti kurang baik setelah dalam mobil Tiara. "Cepat kamu buka pintunya, Tiara!" "Minggir kamu, Ilham! K
Tiara yang tengah berada di balik pohon yang cukup besar yang ada di taman, terus memperhatikan Bu Tari yang tengah duduk di kursi yang ada di taman sambil menyuapi Zahra. Semenjak Bu Tari sering mengasuh Zahra, Bu Tari jadi merasa sayang pada Zahra. Ia sudah menganggap Zahra seperti cucunya sendiri. Pandangannya Tiara juga menoleh pada Sela dan Ayu yang tengah mengobrol. Hatinya begitu penuh amarah melihat Sela yang masih hidup baik-baik saja.Ia tidak sabar ingin membuat Sela kehilangan orang yang dia sayang, agar Sela bisa merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang sudah dia sayangi. Awalnya, Tiara sengaja pergi ke rumahnya Sela untuk mengambil Zahra. Namun, karena tak ada satu orangpun di rumahnya, ia berpikir untuk pergi ke butik. Ia yakin jika Sela ada di butiknya."Awas kamu, Sela! Lihat saja apa yang akan aku lakukan!" ucapnya. Ia pun berjalan pelan, memastikan Sela dan Ayu tidak melihat pergerakannya. Tiara melangkahkan kakinya untuk menghampiri Bu Tari. "Hai, ne
"Kamu benar, Ilham. Harusnya aku tidak seperti ini. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Maafkan aku, Ilham. Maafkan aku, Sela."Tatapan Tiara melihat pada Mas Ilham, lalu padaku dengan tatapan lirih. Sepertinya, ia memang benar-benar menyadari kesalahannya.Aku mencoba menggenggam punggung tangannya."Tiara, aku sudah memaafkan kamu, kok. Aku juga bisa mengerti perasaan kamu," ucapku."Iya, Tiara. Aku juga sudah memaafkan kamu. Tapi, aku harap kamu tidak melakukan hal ini lagi," ucap Mas Ilham."Iya, Iham, Sela. Aku tidak akan melakukan hal ini lagi. Aku benar-benar menyesal. Aku terlalu terobsesi."Lega rasanya melihat Tiara sudah berubah. Kini, Tiara yang menggenggam kedua telapak tanganku."Sela, sekali lagi aku minta maaf sama kamu, ya ? Aku banyak salah sama kamu," ucapnya. Aku mengangguk sambil tersenyum."Iya, Tiara. Aku juga minta maaf kalo aku punya salah sama kamu.""Iya, Sela."Tak lama Tiara memelukku. Aku berharap semoga dia benar-benar berubah dan tak akan berbuat jaha
Satu minggu kemudian...Malam ini, aku tengah masak untuk makan malam. Sedangkan, Mas Ilham dan ibu tengah mengasuh Zahra. Kehadiran Zahra semakin menambah warna dalam hidup ku.Sekarang, sudah tidak perlu lagi ada kebohongan yang mesti ditutupi.Ibunya Mas Ilham, sikapnya kini sudah seperti dulu lagi, seperti saat aku pura-pura hamil. Ia tetap mengasuh Zahra dan terlihat begitu menyayanginya.Bedanya, kali ini perasaan ku lebih tenang karena sekalipun ibu sudah tahu Zahra bukan anakku, ibu tetap mau menerimanya. Aku sudah tidak perlu pura-pura lagi mengatakan jika Zahra anak kandungku. Berbohong, nyatanya hanya membuat hati tidak tenang. Ibu tengah menyuapi Zahra dengan bubur bayi. Kali ini Mas Ilham juga tengah libur, jadi dia ada di rumah seharian ini. Ia juga tengah main bersama Zahra."Cayang lagi makan ya.. iya ? lagi makan ya.." ucap Mas Ilham dengan suara yang di cadel-kan. Ia terlihat lucu sekali dan sikapnya begitu membuat ku menggelitik untuk tertawa.Pada akhirnya, aku
"Yasudah, lebih baik sekarang kita temui Sela, ya. Kita buat kejutan untuk dia," ucap Bu Tari pada Ilham."Iya, Bu. Ilham juga kepikiran untuk menemui Sela. Ayo, Bu. Kita berangkat."Ilham kembali ke bagasi dan masuk ke mobil. Bu Tari juga berjalan di belakangnya.*****POV SELA"Ya Allah.. apa benar yang ibu bilang tadi ? Apa benar Mas Ilham tidak jadi menikah ?" ucapku sembari mengelus pipi Zahra. Aku tidak bisa berbohong, jika aku merasa senang mendengar Mas Ilham tidak jadi menikah dengan Tiara.Mas Ilham adalah lelaki yang aku cintai. Sekalipun aku berusaha ikhlas melepaskannya, mungkin saja aku tetap tidak rela jika mengetahui Mas Ilham membagi rasa cintanya. Aku ingin menjadi wanita satu-satunya yang ia cintai."Zahra... Mamah gak tau mesti bersyukur atau tidak atas batalnya pernikahan papah kamu. Jujur saja, Mamah senang mendengarnya. Tapi, Mamah juga kasihan sama ibu dan sama papah Ilham. Ibunya papah Ilham pasti sangat menginginkan sekali cucu, Nak," ucapku sendiri.Aku tah
Ilham baru saja hendak menghidupkan mobilnya untuk melajukan mobilnya untuk mencari Sela kembali. Tapi, Bu Tari--ibunya-- mengejarnya hingga ke luar teras depan rumahnya."Ilham, tunggu dulu, Nak."Ilham mematikan kembali mesin mobilnya, lalu menoleh pada ibunya. "Loh, 'kok ibu keluar ? Ibu 'kan mesti istirahat, Bu," ucapnya sambil membuka pintu mobilnya.Ia pun berjalan mendekat ke Ibunya."Tadi, kamu bilang, Sela susah dihubungi 'kan ?""Iya, Bu. Sela nomornya selalu tidak aktif.""Ibu akan coba hubungi Sela. Mungkin saja jika ibu yang menghubunginya dia akan mengangkat telponnya," ucap Bu Tari."Astaga, kenapa gak kepikiran dari tadi. Yaudah, Bu. Ayo coba, Bu," ucap Ilham yang tak sabar. Ia baru sadar, jika hanya nomornya saja yang kemungkinan di blokir oleh Sela agar dirinya tidak bisa menemukan Sela. Bu Tari mencoba menelpon Sela. Panggilan terhubung.. "Aktif," ucap Bu Tari pelan sambil menatap Ilham. Mendengar itu, Ilham langsung tersenyum kecil. Ia merasa mendapat angin seg